Pelaksanaan Scafolding PDF
Pelaksanaan Scafolding PDF
Pelaksanaan Scafolding PDF
656
657 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 5, Bln Mei, Thn 2018, Hal 656—670
Menyelesaikan permasalahan matematika merupakan salah satu kompetensi yang paling penting diajarkan kepada siswa SMP
(Baraké et al., 2015). Hal ini juga diungkapkan oleh Reys et al (2009) bahwa pemecahan masalah atau biasa disebut sebagai
problem solving berperan penting dalam kurikulum matematika sekolah. Hal ini dikarenakan dalam kegiatan pemecahan
masalah tersebut, siswa harus dapat menggunakan kemampuan matematika lainnya seperti bernalar, komunikasi matematis,
koneksi, dan representasi (Reys, et al., 2009). Mengingat pentingnya kemampuan pemecahan masalah tersebut, maka guru perlu
membantu siswa berhasil dalam kegiatan problem solving (NCTM, 2000).
Namun, antara teori dan praktik tidak selamanya berjalan dengan baik. Seperti hasil studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti di salah satu sekolah swasta kota Malang tepatnya di MTs Attraqqie. Peneliti memberikan masalah PtLSV yaitu “Tanah
berbentuk persegi panjang memiliki panjang 20 m dan lebar (6y 1) m. Luas tanah tidak kurang dari 100 m2. Berapakah
minimal lebar tanah tersebut? Jika Alfina membangun rumah di atas tanah tersebut seluas 1m2 dengan biaya Rp 2.000.000,00
maka berapakah biaya minimal yang dibutuhkan jika seluruh tanahnya dibangun?”. Berikut salah satu pekerjaan siswa.
ini berupa kegiatan antara guru dengan siswa yang terdiri dari menjelaskan, meninjau ulang, dan penyusunan
kembali/restrukturisasi. Tingkatan ketiga yaitu developing conceptual thinking. Pada tingkatan ini terjadi proses pembelajaran
dimana siswa maupun guru mengungkapkan dan mengembangkan pemahaman yang dimiliki secara bersama-sama.
Sebelumnya, telah disinggung mengenai penelitian yang dilakukan oleh Jupri & Drijvers (2016). Penelitian tersebut
hanya berfokus pada materi persamaan linear satu variabel, sedangkan penyampaian materi PLSV dan PtLSV di sekolah
menengah disajikan dalam satu bab yang sama. Berdasarkan studi pendahuluan di MTs Attarqqie Malang ini juga untuk materi
PtLSV ditemukan banyak kesulitan ketika siswa menyelesaikannya. Selain itu, penelitian Jupri & Drijvers (2016) tidak
memberikan tindak lanjut terhadap kesulitan siswa. Sehingga peneliti perlu melakukan penelitian mengenai pelaksanaan
scaffolding untuk mengatasi kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah PtLSV. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
untuk mendeskripsikan bentuk kesulitan siswa dan scaffolding yang diberikan kepada siswa yang kesulitan dalam
menyelesaikan masalah PtLSV.
METODE
Jenis penelitian ini adalah kualitatif-deskriptif. Peneliti menggunakan tes, pedoman wawancara, dan panduan
scaffolding sebagai instrumen penelitian. Tes ini terdiri atas dua yaitu tes awal (diagnostik) untuk menentukan kesulitan siswa
dalam menyelesaikan masalah PtLSV berdasarkan tahapan Polya dan tes akhir untuk melihat keberhasilan scaffolding. Peneliti
memberikan tiga masalah PtLSV (tes awal) kepada 28 siswa kelas VII MTs Attaraqqie Malang. Hasil pekerjaan 28 siswa
tersebut kemudian dianalisis berdasarkan indikator kesulitan siswa melalui tahapan pemecahan masalah Polya. Siswa yang
kesulitan di semua langkah pemecahan masalah Polya dipilih sebagai subjek penelitian. Dari hasil analisis tersebut, ditetapkan
tiga subjek penelitian berdasarkan banyaknya masalah. Peneliti juga mempertimbangkan kelancaran komunikasi siswa dari
saran guru matematika agar proses pemberian scaffolding dapat berjalan dengan baik. Setelah itu, ketiga subjek penelitian
diberikan scaffolding tingkatan Anghileri berdasarkan letak kesulitannya. Untuk mengetahui keberhasilan scaffolding yang telah
dilaksanakan maka diberikan tes akhir kepada subjek penelitian.
HASIL
Hasil yang dikaji dari penelitian ini berupa pendeskripsian bentuk kesulitan siswa dalam menyelesaikan masalah
PtLSV serta scaffolding yang diberikan sebagai tindak lanjut kesulitan tersebut. Data penelitian ini diperoleh dari hasil
pekerjaan siswa pada saat tes diagnostik, wawancara, pemberian scaffolding, dan tes akhir. Tes diagnostik dilaksanakan pada
tanggal 18 November 2017. Dari hasil tes diagnostik diperoleh tiga subjek penelitian yang selanjutnya subjek pertama disebut
S1, subjek kedua disebut S2, dan subjek ketiga disebut S3. Berikut dideskripsikan kesulitan-kesulitan subjek penelitian ketika
menyelesaikan masalah PtLSV beserta pelaksanaan scaffoldingnya.
Berdasarkan Gambar 2 di atas, S1 tidak menuliskan data yang diketahui secara lengkap. S1 hanya menuliskan sebagian
informasi yaitu kupon belanja tidak melebihi Rp 500.000,00. S1 juga tidak dapat menyebutkan fakta yang diketahui dengan
benar ketika diwawancarai. S1 bingung dalam memahami maksud soal. Hal ini yang menyebabkan S1 tidak dapat menuliskan
model matematika yang sesuai sebagai langkah awal dalam proses mengerjakan masalah tersebut. Ketika diwawancarai S1
menyatakan bahwa permisalan x yang dibuatnya merupakan Fina dan arti dari tidak melebihi. S1 juga tidak mengetahui konsep
yang digunakan dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Dari proses pengerjaannya, S1 menuliskan bentuk
pertidaksamaan x Rp 500.000 – Rp 8.500,00 – Rp 245.000 dan tidak membuat permisalan x. Seharusnya S1 menuliskan
8500x + 245000 500000 dan menyatakan x sebagai banyaknya buku komik. Proses perhitungan yang dilakukan S1 pun tidak
659 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 5, Bln Mei, Thn 2018, Hal 656—670
sistematis. S1 melibatkan satuan mata uang (Rp) dalam perhitungannya. S1 juga tidak dapat menggunakan konsep PtLSV
dengan benar. Hal ini juga berakibat pada hasil akhir S1 salah. Pada penarikan kesimpulan, S1 kesulitan dalam melakukan
interpretasi terhadap jawabannya ke pertanyaan soal. S1 mengaku tidak melakukan pemeriksaan kembali terhadap jawabannya
tersebut.
Kesulitan yang dialami S1 tersebut dibantu dengan pemberian scaffolding. Karena tahapan awal S1 kesulitan dalam
memahami masalah maka peneliti memberikan scaffolding berupa explaining yaitu soal tersebut dibacakan ulang dengan
perlahan dan diberikan arahan kepada S1. Peneliti juga memberikan reviewing yaitu S1 diminta untuk memahami maksud dari
“tidak melebihi”. Menindaklanjuti kesulitan S1 dalam menyusun rencana, peneliti memberikan scaffolding berupa reviewing
dengan diingatkan kembali mengenai konsep PtLSV yang digunakan pada pengerjaan soal nomor 1. Peneliti juga memberikan
pertanyaan arahan agar S1 dapat menentukan strategi awal dengan menuliskan permisalan x dan membuat model matematika
terlebih dahulu.
Karena S1 kesulitan dalam melaksanakan rencana penyelesaian, maka peneliti memberikan scaffolding berupa
reviewing yaitu S1 diminta untuk menuliskan model matematika yang sesuai dengan masalah nomor 1. Selain itu, peneliti juga
memberikan scaffolding berupa developing conceptual thinking yaitu model matematika yang telah dibuat diselesaikan oleh S1
sehingga diperoleh nilai x nya. Scaffolding berupa restructuring diberikan peneliti kepada S1 untuk mengoreksi jawaban yang
salah. Pada tahapan memeriksa kembali, peneliti memberikan scaffolding berupa developing conceptual thinking dengan
meminta S1 untuk memeriksa kembali nilai x yang diperoleh apakah memenuhi bentuk pertidaksamaan 8500x + 245000
500000. Scaffolding berupa reviewing diberikan dengan meminta S1 menyesuaikan hasil akhir dengan pertanyaan soal.
Setelah nilai x diperoleh dari hasil perhitungan, S1 diberikan bantuan reviewing yaitu diberikan arahan bahwa nilai x
yang diperoleh merupakan nilai pengganti. Sehingga untuk menentukan ukuran minimum balok tersebut nilai x disubstitusi ke
masing-masing ukuran balok. Ketika S1 melakukan kesalahan pada saat pemberian scaffolding, S1 diminta untuk segera
memperbaikinya (restructuring). Bantuan yang diberikan peneliti ketika S1 kesulitan dalam mengecek kembali jawabannya
sama seperti pada soal nomor 1 yaitu memberikan bantuan developing conceptual thinking dan reviewing.
Dari Gambar 5 di atas, penyusunan rencana penyelesaian yang dilakukan S2 sudah baik. Hal ini terlihat dari proses
pengerjaannya yaitu S2 dapat menuliskan model matematika sebagai langkah awal dan menggunakan konsep PtLSV. S2 telah
menuliskan model matematika yang sesuai yaitu 8500x + 245000 500000. Tetapi belum dituliskan permisalan x nya. Selain
itu, masih terdapat kesalahan-kesalahan perhitungan “500000 – 245000 = 355000” seharusnya “500000 – 245000 = 255000”.
S2 juga salah menentukan nilai x nya (seperti pada lingkaran merah) yaitu x 4. Sehingga jawaban S2 salah. Hal ini
menunjukkan adanya kesulitan melakukan prosedur perhitungan menggunakan algoritma yang benar. Ketika diwawancarai, S2
menyebutkan arti dari x pada bentuk pertidaksamaan “8500x + 245000 500000” ini adalah koefisien. S2 masih salah
menentukan arti permisalan yang dibuat. Hal ini juga menyebabkan S2 kesulitan dalam melakukan interpretasi jawabannya ke
masalah awal. S2 menyatakan banyaknya buku komik yang paling banyak dapat dibeli oleh Fina adalah x 4. Dari hasil
analisis tersebut, S2 masih kesulitan dalam proses pengerjaannya dan pemberian kesimpulan.
Scaffolding berupa reviewing diberikan kepada S2 yaitu dengan meminta S2 meninjau kembali keterkaitan antara x
dengan apa yang ditanyakan pada soal. Selain itu, S2 diminta untuk menuliskan proses pengerjaannya secara lengkap dengan
memperbaiki jawabannya (restructuring). Pada proses perhitungannya, S2 masih sering mengalami kesulitan sehingga S2
dituntun agar dapat melakukan perhitungan dengan benar. Hasil yang diperoleh S2 yaitu x 30. Namun, S2 masih kesulitan
dalam melakukan interpretasi jawaban tersebut. Peneliti memberikan bantuan berupa developing conceptual thinking yaitu S2
diminta menentukan nilai x yang paling besar dari x 30 dan mengecek jawaban tersebut apakah nilai x tersebut memenuhi
bentuk pertidaksamaan yang telah dibuat atau tidak. Selain itu, scaffolding berupa reviewing diberikan dengan meminta S2
membandingkan hasil yang diperoleh dengan pertanyaan pada soal sehingga S2 dapat menginterpretasikan hasilnya yaitu
banyaknya buku komik yang paling banyak dapat dibeli oleh Fina adalah 30 buku.
x2 2x 56 = 112x ini juga salah. S2 tidak menggunakan konsep PtLSV untuk menemukan jawaban soal nomor 2. Selain itu,
S2 juga tidak memeriksa kembali kebenaran jawaban dan tidak memberikan kesimpulan dari jawaban tersebut. Sehingga S2
juga kesulitan pada tahapan memeriksa kembali.
Kesulitan memahami masalah ditangani dengan memberikan scaffolding berupa reviewing yaitu S2 diminta membaca
soal dan mencermati setiap informasi yang ada. Setelah itu, S2 diminta untuk menuliskan data-data yang diketahui dan yang
ditanyakan pada soal. Untuk mengatasi kesulitan menyusun rencana penyelesaian, peneliti memberikan scaffolding yang sama
dengan S1 yaitu bantuan berupa environmental provisions. Bantuan ini menggunakan penghapus berbentuk balok yang
memudahkan S2 memahami bahwa keliling kerangka balok tersebut adalah panjang kawat yang digunakan. Kemudian
diberikan scaffolding reviewing dengan meminta S2 merencanakan hal pertama yang dilakukan untuk menyelesaikan
permasalahan tersebut yaitu menentukan model matematika yang sesuai.
Pada tahapan melaksanakan rencana, peneliti memberikan scaffolding berupa reviewing yaitu S2 diminta untuk
menuliskan bentuk pertidaksamaan (model matematika) dari permasalahan soal nomor 2 yaitu ,
dan kemudian menyelesaikannya untuk memperoleh nilai x. Peneliti memberikan scaffolding berupa developing conceptual
thinking berupa bimbingan dan arahan ketika S2 kesulitan dalam mengoperasikan bentuk aljabar. Setelah memperoleh hasil
akhir dengan benar yaitu x 3, scaffolding yang diberikan berupa reviewing yaitu S2 diminta untuk meninjau kembali nilai x
terkecil dari x 3 sebelum menentukan ukuran minimum balok serta volume balok. S2 juga diminta untuk memperbaiki
kesalahan dari pekerjaannya (restructuring). Pada tahapan memeriksa kembali jawaban, scaffolding berupa reviewing diberikan
dengan meminta S2 melihat keterkaitan hasil yang diperoleh dengan pertanyaan pada soal. Bantuan berupa developing
conceptual thinking diberikan kepada S2 untuk mengecek kembali jawabannya yaitu mensubstitusikan ukuran balok minimum
ke model matematika.
kepada S2 terkait hubungan antara kecepatan, jarak, dan waktu dengan menggunakan segitiga ajaib. Peneliti memberikan
reviewing berupa pertanyaan-pertanyaan pancingan untuk mengarahkan S2 membuat permisalan x (jarak rumah Ainun dan
sekolah) sebagai langkah awal dalam menentukan model matematikanya.
Pada proses melaksanakan rencana, scaffolding yang diberikan berupa reviewing yaitu S2 diberikan petunjuk dan
arahan (membuat permisalan sebelum menentukan model matematika yang sesuai). Ketika S2 dapat menuliskan model
matematika tersebut dengan benar yaitu + 20, S2 diminta untuk menyelesaikannya agar diperoleh nilai x nya. Namun,
S2 masih kesulitan sehingga diberikan bantuan berupa developing conceptual thinking yaitu S2 diberikan arahan bahwa untuk
menyelesaikan/mencari nilai x nya, S2 harus menyetarakan penyebutnya terlebih dahulu dengan cara mencari KPK dari 60 dan
40. Peneliti juga memberikan restructuring yaitu meminta S2 untuk memperbaiki hasil pekerjaannya. Pada tahapan memeriksa
kembali, peneliti memberikan bantuan berupa reviewing dengan meminta S2 untuk menjawab pertanyaan soal yaitu jarak yang
paling jauh antara rumah Ainun dan sekolahnya dari hasil yang diperoleh. Karena keterbatasan waktu, peneliti mengingatkan
kembali bahwa untuk memeriksa kebenaran jawabannya dengan mensubstitusikan nilai x maksimum dari x 480 ke bentuk
pertidaksamaan yaitu + 20 (developing conceptual thinking).
Pada Gambar 8 di atas, terlihat S3 dapat menyusun rencana dengan baik yaitu menuliskan model matematika dan
menyelesaikannya untuk memperoleh banyakanya buku komik. Konsep PtLSV juga telah digunakan S2 pada proses
pengerjaannya. Namun model matematika yang dibuat masih kurang tepat. Terdapat beberapa kesalahan dalam penulisan
bilangan. S3 menuliskan “x 8.500 + 245.000.00 500.00” seharusnya “x 8.500 + 245.000 500.000”. Kesalahan lainnya
yaitu “8.5000x + 245.000 – 245.00 500.00 – 24500” seharusnya dituliskan “8.500x + 245.000 – 245.000 500.000 –
245.000”. Hasil yang diperoleh S3 mendekati benar tetapi cara penyajian jawaban tersebut masih salah. Ketika diwawancarai,
S3 dapat menyebutkan permisalan x yang dituliskannya yaitu menyatakan banyak buku komik. Tetapi, ketelitian S3 dalam
menyelesaikan permasalahan tersebut masih kurang. Hal ini terlihat pada kesalahan penulisan bilangan yang dilakukan S3
seperti 255.00 seharusnya adalah 255.000. Kesalahan lainnya yaitu “= 30” seharusnya “x 30”. Kesalahan tersebut
menyebabkan S3 sulit untuk menyatakan hasil akhir. Oleh sebab itu, hasil akhir yang diperoleh S3 pun salah. S3 juga mengaku
bahwa tidak memeriksa jawabannya karena tidak mengerti cara untuk mengecek kebenaran jawabannya.
Peneliti membantu S3 untuk memperbaiki model matematika yang salah dengan scaffolding berupa restructuring
dengan meminta S3 untuk menuliskan nominal bilangan dengan tepat. Selain itu, peneliti juga memberikan scaffolding berupa
reviewing untuk meninjau kembali nilai x maksimum dari x 30. Melalui bantuan ini, S3 dapat menyelesaikan permasalahan
nomor 1 dengan benar. Peneliti memberikan scaffolding berupa developing conceptual thinking yaitu S3 diminta untuk
memeriksa hasil pekerjaannya apakah x = 30 memenuhi bentuk pertidaksamaan 8500x + 245000 500000. Selanjutnya,
bantuan berupa reviewing diberikan yaitu S3 diminta untuk menginterpretasikan jawabannya dengan benar bahwa buku komik
yang dapat dibeli oleh Fina paling banyak 30 buku.
Parameswari, Chandra, Susiswo, Pelaksanaan Scaffolding untuk… 664
Pada Gambar 9 di atas, Informasi yang dituliskan S3 hanya sebagian yaitu panjang dan tinggi balok. S3 juga salah
dalam menentukan hal yang ditanyakan pada soal. Pada lembar jawaban S3 dituliskan bahwa yang ditanyakan adalah lebar
balok seharusnya yang ditanyakan adalah volume minimum balok. S3 menyatakan bahwa yang dicari adalah lebar balok. S3
beranggapan bahwa karena lebar balok adalah x maka perlu dicari lebar balok terlebih dahulu dan kemudian volume balok.
Terlihat bahwa S3 kesulitan dalam menyusun rencana penyelesaian yang benar. Selain itu, S3 tidak menentukan model
matematiknya terlebih dahulu dan tidak menggunakan konsep PtLSV dalam proses pengerjaannya. S3 juga kesulitan dalam
memahami maksud panjang balok dan tinggi balok. S3 menganggap bahwa panjang balok yaitu (3x – 2) dapat langsung
dikurangkan dengan dua suku yang tidak sejenis yaitu 3x – 2 = 1x 4 = 4x. Begitupula dengan tinggi balok.
S3 tidak menuliskan model matematika (bentuk pertidaksamaan) dari permasalahan nomor 2. S3 juga tidak
menggunakan konsep pertidaksamaan dan konsep geometri dalam proses pengerjaannya. Di lembar jawaban S3, lebar balok
diperoleh dari hasil penjumlahan panjang dan tinggi balok yang telah ditentukan oleh S3 pada tahapan memahami masalah yaitu
“4x + 4x = 8x”. Panjang kawat 56 cm ini dibagi dengan 8x sehingga diperoleh 7x yang merupakan lebar balok tersebut.
Sedangkan panjang, lebar, dan tinggi balok dijumlahkan yaitu “4x + 4x + 7x = 15x” untuk menentukan volume balok tersebut.
Seharusnya rumus volume balok itu adalah V = p l t. Hasil yang diperoleh S3 salah yaitu V = 15x dimana hasil tersebut
tidak sesuai dengan masalah nomor 2. S3 tidak mengetahui apakah jawaban yang diperoleh benar atau salah. S3 juga tidak
mengetahui cara untuk mengecek kebenaran jawabannya tersebut.
Untuk membantu memahami masalah, scaffolding yang diberikan berupa explaining yaitu arahan dan penjelasan
mengenai maksud soal tersebut. Setelah itu, S3 diminta untuk menentukan informasi yang diketahui pada soal. Namun, S3
masih kesulitan untuk menentukan apa yang ditanyakan. Sehingga peneliti memberikan bantuan berupa reviewing yaitu
meminta S3 untuk mencermati kembali soal nomor 2. Tahapan selanjutnya, scaffolding berupa reviewing diberikan agar S3
merencanakan hal pertama yang akan dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut seperti membuat permisalan
sebagai langkah awal dalam menentukan model matematika. Peneliti juga memberikan scaffolding berupa environmental
provisions dengan bantuan penghapus yang berbentuk balok untuk memahamkan S3 bahwa keliling kerangka balok adalah
panjang kawat yang digunakan.
Scaffolding berupa reviewing diberikan untuk mengatasi kesulitan S3 pada tahapan melaksanakan rencana yaitu S3
diminta untuk menuliskan bentuk pertidaksamaan berdasarkan syarat K 56. Setelah S3 dapat menuliskan model matematika
dengan benar yaitu , S3 diminta untuk menentukan nilai x dengan cara menyelesaikan model
tersebut. Sama halnya dengan S1 dan S2, S3 juga mengalami kesulitan saat menyelesaikan model matematika tersebut. Kendala
yang sering terjadi adalah S3 masih belum dapat memahami konsep aljabar dengan baik yaitu kesulitan dalam mengoperasikan
bentuk “ ”. Oleh karena itu, diberikan scaffolding berupa developing conceptual thinking yaitu peneliti
memberikan arahan ketika S3 mengalami kesulitan dalam melakukan operasi hitung aljabar.
Setelah S3 memperoleh hasil x 3, S3 juga masih kesulitan untuk menentukan ukuran balok. Oleh karena itu, peneliti
memberikan scaffolding berupa reviewing yaitu meninjau kembali ukuran balok minimum yang telah diperoleh dan kemudian
memberikan bantuan developing conceptual thinking yaitu peneliti menekankan bahwa nilai x = 3 harus disubstitusikan pada
masing-masing ukuran balok yang diketahui pada soal. S3 juga diminta untuk memperbaiki hasil pekerjaannya (restructuring).
Untuk tahapan memeriksa kembali jawaban, peneliti memberikan scaffolding berupa reviewing dengan meminta S3 untuk
memberikan kesimpulan dengan benar bahwa volume minimum balok tersebut adalah 84 cm3. Bantuan lainnya berupa
developing conceptual thinking yaitu S3 diarahkan agar dapat melakukan pengecekkan terhadap jawabannya. Arahan yang
diberikan peneliti ialah meminta S3 mensubstitusi ukuran minimum balok ke dalam bentuk pertidaksamaan yang telah dibuat.
665 Jurnal Pendidikan, Vol. 3, No. 5, Bln Mei, Thn 2018, Hal 656—670
PEMBAHASAN
Pada bagian ini hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya dibahas berdasarkan teori-teori atau hasil penelitian
lain yang mendukung. Oleh karena itu, pembahasan ini memuat pendeskripsian bentuk kesulitan siswa dalam menyelesaikan
masalah PtLSV dan pelaksanaan scaffoldingnya. Berikut bentuk kesulitan siswa ketika menyelesaikan masalah PtLSV dari
tahapan Polya serta pelaksanaan scaffoldingnya.
dengan baik karena dapat memahami hubungan antara informasi soal yang telah dijelaskan pada bab IV. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat (Polya, 1985) yaitu jika siswa dapat mengetahui hubungan antar informasi yang ada dan yang belum diketahui
maka siswa dapat menyusun perencanaan yang baik.
Pada soal nomor 2, subjek penelitian tidak menggunakan konsep PtLSV dan salah menggunakan konsep volume
balok. Subjek penelitian hanya fokus pada pertanyaan soal yaitu mencari volume balok. Sehingga, subjek penelitian langsung
menentukan volume balok dengan mengalikan informasi yang ada pada soal tanpa menganalisa terlebih dahulu maksud dari
masing-masing informasi tersebut. Hal serupa pada pengerjaan soal nomor 3, S1 dan S3 langsung mengalikan kecepatan dan
waktu untuk menentukan jarak paling jauh antara rumah Ainun dan sekolah. S1 dan S3 salah dalam memilih operasi hitung
yang sesuai, seharusnya membuat model matematika dengan tanda pertidaksamaan terlebih dahulu. Berdasarkan proses
pekerjaan seperti itu, terlihat bahwa subjek penelitian kesulitan untuk menyusun rencana penyelesaian. Hal ini senada dengan
penelitian Wijaya et al. (2014) dan Hidayati et al. (2017) bahwa siswa kesulitan dalam menyusun strategi penyelesaian
disebabkan subjek salah dalam menggunakan konsep matematika dan hanya fokus pada operasi hitung tertentu tanpa
mengetahui kegunaannya. Seperti ketiga subjek penelitian, mereka mengetahui adanya informasi soal yang akan digunakan
untuk menemukan jawaban namun subjek tidak dapat mengolah informasi tersebut untuk menemukan jawaban yang benar.
Berbeda dengan S1 dan S3 pada pengerjaan soal nomor 3, S2 menyatakan bahwa hal pertama yang dilakukan adalah
mencari jaraknya. Oleh karena itu, S2 menuliskan bentuk pertidaksamaannya. Namun bentuk pertidaksamaan yang dibuat tidak
sesuai dengan konteks masalah nomor 3 yaitu 20x – 40 60 seharusnya + 20 dengan x menyatakan jarak antara
rumah Ainun dan sekolah. Kesulitan subjek untuk menuliskan model matematika sebagai langkah awal ini mengindikasikan
bahwa adanya kesulitan dalam menyusun rencana penyelesaian. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Santoso et al. (2013)
yaitu kesulitan membuat rencana penyelesaian terlihat ketika siswa kesulitan dalam menentukan sistem persamaan (model
matematika).
Kesulitan menyusun rencana selesaian diatasi dengan scaffolding level 1 environmental provision dan level 2 berupa
reviewing. Environmental provision ini diberikan ketika menyusun strategi penyelesaian soal nomor 2. Bantuan ini
menggunakan bungkus penghapus berupa balok memahamkan subjek penelitian bahwa panjang kawat yang digunakan
seluruhnya merupakan keliling balok. Melalui bantuan benda sekitar memudahkan subjek memahami maksud informasi soal.
Beberapa peneliti juga mengungkapkan bahwa bantuan benda sekitar (media manipulatif) akan memudahkan siswa memahami
konsep matematika (Hunt et al., 2011; dan Yusof & Lusin, 2013).
Bantuan reviewing ini diberikan dengan meminta subjek mengingat konsep matematika yang digunakan serta
memberikan pertanyaan pancingan agar subjek dapat menentukan langkah awal dalam penyelesaian masalah. Penulisan model
matematika merupakan langkah awal dalam proses menyelesaikan masalah PtLSV. Sesuai dengan hasil penelitian Chairani
(2015) yang menggunakan scaffolding berupa reviewing dengan mengingatkan cara-cara yang tepat untuk menentukan variabel
yang digunakan sehingga diperoleh model matematika sebagai langkah awal. Hasan (2015) juga memberikan scaffolding pada
tahap menyusun rencana ini antara lain meminta siswa untuk menyebutkan rumus yang akan digunakan dan mengajukan
pertanyaan arahan sehingga siswa dapat menyebutkan konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
yang terlihat pada lembar jawaban mereka. Pengerjaan yang asal-asalan dan penggunaan konsep yang salah menyebabkan
jawaban subjek juga salah. Hal ini dituliskan oleh (Subanji, 2015, p. 29) yaitu kesalahan dalam penggunaan konsep matematika
merupakan kesalahan siswa ketika menyelesaikan masalah. Sejalan dengan Subanji, Hidayati et al. (2017) menyatakan jawaban
akhir yang salah disebabkan oleh konsep matematika yang tidak digunakan dalam proses pengerjaannya.
Kesulitan dalam menggunakan prosedur perhitungan yang tepat juga dialami oleh ketiga subjek penelitian. Terlihat
ketika mereka melakukan kesalahan dalam perhitungan serta langkah pekerjaan yang tidak tepat. Senada dengan penelitian
Widodo (2013) yaitu kesalahan siswa pada tahap melaksanakan penyelesaian terletak pada kesalahan prosedural (operasi
hitung). Jadi selain pemahaman konsep, kemampuan berhitung yang baik juga diperlukan agar subjek penelitian dapat
menemukan hasil akhir yang benar. Kendala lainnya, subjek penelitian kesulitan ketika mengoperasikan suku-suku yang tidak
sejenis (bentuk aljabar) sehingga hasil yang diperoleh salah. Penguasaan materi prasyarat (operasi bentuk aljabar) yang kurang
mengakibatkan siswa kesulitan untuk menemukan jawaban benar. Hal ini sejalan dengan tulisan Amalia & Putra (2017) yang
menuliskan bahwa materi prasyarat yang tidak cukup akan menyebabkan siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah.
Kesulitan melaksanakan rencana dibantu dengan scaffolding level 2 yaitu reviewing dan restructuring serta level 3
yaitu developing conceptual thinking. Scaffolding berupa reviewing diberikan kepada S1, S2, dan S3 untuk menuliskan model
matematika yang sesuai. Bantuan reviewing juga diberikan untuk meninjau kembali nilai x yang diperoleh dan permisalan yang
dibuat untuk menjawab pertanyaan soal. Melalui bantuan reviewing ini ketiga subjek penelitian dapat menuliskan model
matematika yang sesuai dari masalah 1 yaitu 8500x + 245000 500000, untuk masalah 2 yaitu ,
dan model matematika dari masalah 3 adalah + 20. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Nurohmah & Setianingsih
(2014) yang menyatakan bahwa melalui scaffolding berupa reviewing ini dapat mengatasi kesulitan siswa untuk membuat
model matematika. Didukung dengan hasil penelitian Santoso et al. (2013) bahwa scaffolding berupa reviewing membantu
siswa menentukan sistem persamaan linear (model matematika).
Untuk mengatasi kesulitan dalam menyelesaikan model matematika yang telah dibuat maka diberikan bantuan berupa
developing conceptual thinking. Siswa diberikan pertanyaan arahan agar mengingat kembali materi yang pernah dipelajari dan
konsep yang digunakan. Subjek penelitian juga diminta untuk menerapkan konsep matematika seperti konsep geometri yaitu
volume balok, konsep kecepatan, dan konsep pertidaksamaan ketika menemukan hasil akhir. Sejalan dengan Chairani (2015)
yang menggunakan developing conceptual thinking ketika membantu siswa dalam menggunakan konsep-konsep matematika
pada prosedur penyelesaian masalah. Dengan bantuan developing conceptual thinking tersebut subjek penelitian dapat
menerapkan konsep sesuai permasalahan yang diberikan serta dapat melakukan prosedur penyelesaian dengan benar sehingga
menemukan solusi yang benar.
Scaffolding berupa restructuring mengajak siswa melakukan refleksi terhadap pekerjaannya (Anghileri, 2006). Melalui
bantuan tersebut, subjek penelitian diminta untuk melakukan perbaikan terhadap pekerjaan yang salah sehingga solusi
penyelesaian dapat menjawab pertanyaan soal dengan benar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Chairani (2015)
yaitu menggunakan bantuan restructuring sehingga jawaban siswa sesuai dengan pertanyaan soal.
SIMPULAN
Dari hasil dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kesulitan siswa ketika menyelesaikan masalah PtLSV
berdasarkan langkah pemecahan masalah Polya, antara lain (a) kesulitan memahami masalah, yaitu siswa tidak dapat
menuliskan informasi yang diketahui dan yang ditanyakan pada soal dengan benar; (b) kesulitan menyusun rencana
penyelesaian, yaitu siswa tidak dapat menentukan langkah awal dan konsep matematika (PtLSV, geometri, dan kecepatan) yang
digunakan dalam penyelesaian masalah PtLSV; (c) kesulitan melaksanakan rencana penyelesaian, yaitu siswa tidak dapat
menuliskan bentuk pertidaksamaan yang sesuai dengan masalah PtLSV yang diberikan, tidak dapat menggunakan konsep
pertidaksamaan disemua masalah PtLSV, tidak menggunakan konsep geometri dengan benar untuk menentukan volume balok
pada soal nomor 2, dan tidak dapat menggunakan konsep kecepatan dalam penyelesaian soal nomor 3, serta siswa tidak dapat
menggunakan prosedur perhitungan yang benar sehingga menyebabkan hasil akhir yang diperoleh salah; dan (d) kesulitan
memeriksa kembali, yaitu siswa tidak dapat memeriksa kembali kebenaran jawaban dan tidak dapat melakukan interpretasi
dengan benar karena hasil yang diperoleh salah.
Kesulitan yang dialami siswa tersebut diatasi dengan menggunakan bantuan scaffolding disetiap bentuk kesulitan,
antara lain: (a) kesulitan memahami masalah dibantu dengan scaffolding level 2 yaitu explaining dan reviewing; (b) kesulitan
menyusun rencana penyelesaian ini diatasi dengan scaffolding level 1 yaitu environmental provision dan level 2 berupa
reviewing; (c) kesulitan melaksanakan rencana penyelesaian ini dibantu dengan scaffolding level 2 yaitu reviewing dan
restructuring serta level 3 yaitu developing conceptual thinking; dan (d) kesulitan memeriksa kembali jawaban ditangani
dengan scaffolding level 3 yaitu developing conceptual thinking dan level 2 yaitu reviewing.
Dari hasil penelitian yang diperoleh, sebagian besar siswa tidak dapat menyelesaikan masalah PtLSV dengan baik.
Oleh karena itu, guru perlu membiasakan siswa untuk menyelesaikan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan
sehari-hari seperti soal cerita. Hal ini bertujuan agar siswa mampu mengembangkan pemahaman konsep yang dimiliki untuk
diterapkan dalam mengerjakan masalah kontekstual. Selain itu, melalui permasalahan yang diberikan dapat melatih kemampuan
pemecahan masalah matematika siswa. Karena kesulitan yang dialami siswa sebagian besar disebabkan kurangnya pemahaman
siswa tentang materi prasyarat (aljabar) maka perlu ditekankan kembali materi prasyarat tersebut sehingga siswa dapat
menyelesaikan masalah PtLSV dengan baik.
DAFTAR RUJUKAN
Ali, A. A., & Reid, N. (2012). Understanding Mathematics: Some Key Factors. European Journal of Educational Research,
1(3), 283–299. Retrieved from
http://login.ezproxy.lib.umn.edu/login?url=http://search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true&AuthType=ip,uid&db=
eric&AN=EJ1086376&site=ehost-live.
Amalia, R., & Putra, E. D. (2017). Identifikasi Kesulitan Mahasiswa dalam Menyelesaikan Masalah Soal Tentang Limit.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema “Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran
Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika. Malang.
Anghileri, J. (2006). Scaffolding Practices that Enhance Mathematics Learning. Journal of Mathematics Teacher Education, 9
(1), 33–52. Retrieved from https://doi.org/10.1007/s10857-006-9005-9.
Arends, R. I. (2012). Learning to Teach. 9th ed. New York: McGraw-Hill.
Baraké, F., El-Rouadi, N., & Musharrafieh, J. (2015). Problem Solving at the Middle School Level: A Comparison of Different
Strategies. Journal of Education and Learning, 4 (3), 62–70. Retrieved from https://doi.org/10.5539/jel.v4n3p62.
Bikmaz, F. H., Çelebi, Ö., Ata, A., Özer, E., Soyak, Ö., & Reçber, H. (2010). Scaffolding Strategies Applied by Student
Teachers to Teach Mathematics. Educational Research Association The International Journal of Research in Teacher
Education The International Journal of Research in Teacher Education, 1 (1), 25–36. Retrieved from
https://doi.org/10.1007/s11858-015-0730-3.
Chairani, Z. (2015). Scaffolding dalam Pembelajaran Matematika. Math Didactic: Jurnal Pendidikan Matematika, 1 (1), 39–44.
Cruz, J. K. B. Dela, & Lapinid, M. R. C. (2014). Students’ Difficulties in Translating Worded Problems into Mathematical
Symbols. DLSU Research Congress 2014, 1–7.
Edo, S., Ilma, R., & Hartono, Y. (2013). Investigating Secondary School Students’ Difficulties in Modeling Problems PISA-
Model Level 5 And 6. Journal on Mathematics Education, 4 (1), 41–58. Retrieved from
http://scholar.google.co.id/scholar?q=literasi+matematika& btnG=&hl=id&as_sdt=0,5#1.
Egodawatte, G. (2009). Is algebra really difficult for all students ? Acta Didactica Napocensia, 2 (4), 101–106.
Gooding, S. (2009). Children’s Difficulties with Mathematical Word Problems. Proceedings of the British Society for Research
into Learning Mathematics, 29 (3), 31–36.
Hasan, B. (2015). Penggunaan Scaffolding untuk Mengatasi Kesulitan Menyelesaikan Masalah Matematika. Jurnal APOTEMA,
1(Januari), 88–98.
Hidayati, V. R., Subanji, & Sisworo. (2017). Analisis Kesalahan Siswa SMP dalam menyelesaikan Masalah Matematika PISA
pada Tahapan Penyelesaian Blum-Leiss. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema
“Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan Kurikulum Matematika.
Malang.
Parameswari, Chandra, Susiswo, Pelaksanaan Scaffolding untuk… 670
Hunt, A. W., Nipper, K. L., & Nash, L. E. (2011). Virtual vs. Concrete Manipulatives in Mathematics Teacher Education: Is
One Type More Effective than the Other?. Current Issues in Middle Level Education, 16 (2), 1–6. Retrieved from
http://eric.ed.gov/?id=EJ1092638
Jupri, A., & Drijvers, P. (2016). Student Difficulties in Mathematizing Word Problems in Algebra. Eurasia Journal of
Mathematics, Science and Technology Education, 12 (9), 2481–2502. Retrieved from
https://doi.org/10.12973/eurasia.2016.1299a.
Kolikant, Y. B.-D., & Broza, O. (2011). The Effect of Using a Video Clip Presenting a Contextual Story on Low-Achieving
Students’ Mathematical Discourse. Educational Studies in Mathematics, 76 (1), 23–47. Retrieved from
https://doi.org/10.1007/s10649-010-9262-5.
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. (J. Carpenter, S. Gorg, & W. G. Martin, Eds.). United States
of America: Library of Congress Cataloguing.
Novriani, M. Ri., & Surya, E. (2017). Analysis of Student Difficulties in Mathematics Problem Solving Ability at MTs Swasta
IRA Medan. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR), 33 (3), 63–75.
Nurohmah, S. D., & Setianingsih, R. (2014). Implementasi Scaffolding untuk Mengatasi Kesulitan Siswa Kelas X SMK Kartika
1 Surabaya dalam Menyelesaikan Soal Cerita pada Materi Program Linear. MathEdunesa: Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika, 3 (3), 221–229.
Polya, G. (1985). How to Solve It. Princeton University Press (Second Edi, Vol. 30). New Jersey: Princeton University Press.
Rahayu, A., Muhsetyo, G., & Rahardjo, S. (2016). Analisis Kesalahan Pemahaman Siswa dalam Menyelesaikan Soal Cerita
Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel pada Siswa SMP Ar-Rohmah. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Matematika dengan tema “Pengembangan 4C’s dalam Pembelajaran Matematika: Sebuah Tantangan Pengembangan
Kurikulum Matematika. Malang. Retrieved from https://doi.org/ISBN: 978 – 602 – 1150 – 19 – 1.
Reys, R., Lindquist, M., Lambdin, D., & Smith, N. (2009). Helping Children Learn Mathematics. USA: Wiley.
Santoso, B., Nusantara, T., & Subanji. (2013). Diagnosis Kesulitan Siswa Dalam Persamaan Linear Dua Variabel serta Upaya
Mengatasinya Menggunakan Scaffolding. KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, (Juni), 491–503.
Sepeng, P., & Sigola, S. (2013). Making Sense of Errors Made by Learners in Mathematical Word Problem Solving.
Mediterranean Journal of Social Sciences, 4(13), 325–333. Retrieved from https://doi.org/10.5901/mjss.2013.v4n13p325.
Setyaningsih, L. (2016). Diagnosis Kesulitan Siswa SMP dan Scaffoldingnya Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Perbandingan
Senilai Menggunakan Strategi Membuat Gambar Model. Universitas Negeri Malang.
Subanji. (2015). Teori Kesalahan Konstruksi Konsep dan Pemecahan Masalah Matematika. Malang: Universitas Negeri
Malang. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/289828831.
Suwanti, R. (2016). Proses Scaffolding Berdasarkan Diagnosis Kesulitasn Siswa Dalam Menyelesaikan Masalah. In Konferensi
Nasional Penelitian Matematika dan Pembelajarannya (KNPMP I) 440 Universitas Muhammadiyah Surakarta (pp. 440–
448). Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
White, A. L. (2010). Numeracy, Literacy, and Newman’s Error Analysis. Allan Leslie White Journal of Science and
Mathematics Education in Southeast Asia, 33 (2), 129–148.
Widodo, S. A. (2013). Analisis Kesalahan dalam Pemecahan Masalah Divergensi Tipe Membuktikan pada Mahasiswa
Matematika. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, 46 (2), 106–113.
Wijaya, A., Heuvel-panhuizen, M. Van Den, Doorman, M., & Robitzch, A. (2014). Difficulties in Solving Context-Based PISA
mathematics tasks : An analysis of students’ errors. The Mathematics Enthusiast, 11(3), 555–584. Retrieved from
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitian/ariyadi-wijaya-dr/wijaya2014students-difficulties.pdf
Yanti, J. N. F., Muhsetyo, G., & Dwiyana. (2017). Analisis kemampuan siswa dalam memecahkan masalah pada soal cerita
materi bangun ruang sisi datar. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika dengan tema ’’Mengembangkan
Kompetensi Strategis dan Berpikir Matematis di Abad 21”. Malang.
Yusof, J., & Lusin, S. (2013). The Role of Manipulatives in Enhancing Pupils’ Understanding on Fraction Concepts.
International Journal for Infonomics (IJI), 6 (3/4, September/December 2013), 750–755.