Budaya Kemiskinan Di Kota Surakarta (Studi Etnografi Di Pinggir Rel Palang Joglo, Kadipiro)

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 16

Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No.

2 Tahun 2017 ISSN : 0215/9635,


Published by Lab Sosio, Sosiologi, FISIP, UNS

BUDAYA KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA


(Studi Etnografi di Pinggir Rel Palang Joglo, Kadipiro)

Yuniar Christy Aryani


Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Email: sparkyuniar2406@gmail.com

Ahmad Zuber
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
Email: a.zuber@staff.uns.ac.id

Received: 12-07-2017 Accepted: 20-08-2017 Online Published: 24-10-2017

Abstract
The research is to find out the portrait of the culture of poverty in the city
of Surakarta, especially at the edge of the joglo rail cross Kadipiro, as well as the
reason why still persist in their illegal and living in a culture of poverty. The
theories used in this study are i.e. habitus of Pierre Bourdieu and self of George
Herbert Mead. Qualitative research uses ethnographic approach. Sampling
technique used is purposive sampling. For the validity of the data, the researchers
use triangulation of data and methods. Data analysis technique used is an
interactive model of data analysis.
The results show that many citizens who set up home on the edge of the
tracks, although the land they know places illegal. Residents have long lived and
got used to the sound of a passing train, as well as hanging with the existence of
small stalls around the residence to get daily necessities. Residents on the edge of
the joglo rail cross have had little awareness that Indonesia railway services
company requires their land, then they are willing condemned to another place.
They will move to another location if Indonesia railway services company has
ordered to move to new location. There is a mindset of the citizens of the edge of
joglo rail cross which consider that home ownership as something that ought to be
proud of, because it is better to have your own home even though the land is
illegal rather than not have a house or contracted people’s house. The cause of the
citizens of the edge of joglo rail cross remains poor, even no aid distribution. They
are people of Kelurahan Kadipiro.
Keywords: culture of poverty, habitus

Pendahuluan kota. Istilah kemiskinan pada


Kemiskinan merupakan salah satu umumnya merujuk pada pengertian
masalah yang dihadapi semua kekurangan sumber daya tertentu
negara, baik negara yang telah maju, yang menunjang kesejahteraan hidup
negara berkembang, dan bahkan seseorang ataupun masyarakat.
negara yang terbelakang sekalipun Sementara itu, menurut Suparlan
tak bisa lepas dari yang namanya mendefinisikan kemiskinan sebagai,
kemiskinan. Kemiskinan dapat “suatu standar tingkat hidup yang
ditemui baik itu di desa maupun di rendah, yaitu adanya suatu tingkat

64
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

kekurangan materi pada sejumlah masyarakat dikatakan miskin jika


atau segolongan orang dibandingkan mereka tidak dapat memenuhi
dengan standar kehidupan yang kebutuhan dasar, yakni sandang,
umum berlaku dalam masyarakat pangan, dan papan. Di Indonesia
yang bersangkutan. Standar sendiri, tiap daerah memiliki
kehidupan yang rendah ini secara kategori-kategori untuk
langsung nampak pengaruhnya mengelompokkan masyarakat
terhadap tingkat keadaan kesehatan, miskin. Kategori-kategori tersebut
kehidupan moral, dan rasa harga diri misalnya tingkat pendapatan, fasilitas
dari mereka yang tergolong sebagai hunian yang dimiliki, akses terhadap
orang miskin” (Suparlan, 1984: 12). puskesmas dan lembaga pendidikan,
Berdasarkan data dari World tingkat pendidikan, dan lain
Bank, pada tahun 2010 rasio tingkat sebagainya. Sementara itu, ada dua
kemiskinan di dunia sebesar 15,55 tipe kemiskinan di Indonesia, yaitu
persen. Angka ini terus mengalami kemiskinan di pedesaan dan
penurunan setiap tahunnya, hingga kemiskinan di perkotaan.
data terakhir pada tahun 2013 angka Kemiskinan di pedesaan pada
tersebut turun menjadi 10,67 persen. umumnya terjadi karena
Di Indonesia, tingkat kemiskinan penduduknya tidak memiliki faktor
juga mengalami penurunan. Dari produksi, selain itu faktor letak
angka 13,3 persen di tahun 2010 geografis desa yang terpencil dan
menjadi 11,3 persen di tahun 2014. sulit diakses menyebabkan sulit
Sementara menurut data dari untuk mendapatkan kebutuhan pokok
Badan Pusat Statistik, pada Maret dari wilayah di luar desa. Sedangkan
2016 jumlah penduduk miskin di kemiskinan di perkotaan disebabkan
Indonesia sebanyak 28,01 juta orang, masyarakat miskin di kota sulit
jumlah tersebut mengalami bersaing dengan masyarakat yang
penurunan menjadi 27,76 juta orang mampu. Contoh nyata praktek
pada September 2016. Meskipun kemiskinan di perkotaan dapat dilihat
begitu jumlah tersebut masih dapat di kota-kota besar di Indonesia, salah
dikatakan cukup tinggi. Masih satunya di Jakarta. Jakarta yang
tingginya angka kemiskinan di menjadi ibu kota Indonesia seolah
Indonesia disebabkan karena menjadi kota idaman bagi mereka
kenaikan harga kebutuhan pokok yang tinggal di desa untuk
yang tidak stabil dan belum bisa meningkatkan taraf hidup. Urbanisasi
dikendalikan pemerintah. Terutama yang terjadi setiap tahun (terutama
pada saat-saat tertentu, misalnya setelah hari raya Idul Fitri, dimana
sebelum perayaan hari raya Idul Fitri, para perantau yang kembali ke kota
dimana harga kebutuhan pokok akan biasanya mengajak teman atau sanak
mengalami kenaikan yang cukup saudara untuk mengadu nasib di
drastis. Masih minimnya lapangan Jakarta), menjadi media utama bagi
pekerjaan di sektor formal juga para orang desa mencari pekerjaan
berpengaruh pada masih tingginya yang lebih baik di kota. Namun
angka kemiskinan. sayangnya, kenyataan tidak
Kategori miskin berbeda di tiap selamanya sesuai harapan. Alih-alih
masyarakat. Namun, pada dasarnya mendapatkan pekerjaan yang

65
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

diinginkan, mereka yang tidak struktur ekonomi yang berlaku


mampu memenuhi kriteria para menjadi tolok ukur utama dalam
pencari kerja dan tidak memiliki menentukan suatu masyarakat
modal cukup untuk membeli atau tergolong miskin atau tidak, tapi ada
mengontrak rumah secara layak, faktor lain yang dapat dipakai.
terpaksa mendirikan rumah secara Dalam penelitian ini digunakan sudut
ilegal di pinggiran sungai, rel, pandang sosiologis dalam menelaah
bahkan di bawah jembatan. Karena masalah kemiskinan, yaitu melalui
merasa tidak mampu ditambah latar budaya kemiskinan. Budaya
belakang pendidikan yang pas-pasan, kemiskinan ini tidak terjadi begitu
mereka akhirnya mencari pekerjaan saja tapi menurun dari generasi satu
apa adanya asalkan cukup untuk ke generasi lainnya melalui proses
membiayai hidup. Karena bagi sosialisasi dalam keluarga miskin.
mereka tidak mungkin untuk kembali Oleh karena itu, tidak heran jika
ke desa setelah jauh-jauh datang ke masih banyak warga yang nekat
kota dan hanya membuat malu mendirikan bangunan ilegal di
keluarga besar jika gagal sepanjang pinggir rel palang joglo.
mendapatkan pekerjaan. Hasil pra survei ke lokasi semakin
Hal semacam ini rupanya juga menambah jelas potret budaya
terjadi di Solo. Solo kini telah kemiskinan di salah satu wilayah
berkembang menjadi kota yang kumuh di kota Solo ini. Seorang
ramai dan mulai banyak pendatang warga Kadipiro yang juga aktivis
dari wilayah luar Solo, seperti Program Peningkatan Kualitas
Sragen, Wonogiri, Boyolali, Klaten, Kawasan Permukiman (P2KKP), Pak
Sukoharjo, Karanganyar, bahkan dari Agus, yang ditemui di kediamannya
luar Provinsi dan pulau. Biaya hidup menjelaskan keterbatasan ekonomi
yang murah dan penduduknya yang menjadi faktor utama warga bantaran
ramah menjadi daya tarik tersendiri rel terpaksa mendirikan bangunan
bagi para pendatang untuk mengadu secara ilegal. Koordinator LKM Bina
nasib di Kota Solo. Ada pendatang Karya Sejahtera tersebut merasa
yang berhasil, namun tentu ada yang prihatin dan kasihan karena
gagal karena kerasnya persaingan di meskipun kepemilikan tanah warga
kota. Terutama persaingan dengan tersebut masih ilegal tapi justru ada
penduduk asli Kota Solo sendiri. yang merasa bangga karena telah
Meskipun telah bertransformasi memiliki rumah. Selain itu, tingkat
menjadi kota yang lebih modern, pendidikan yang rata-rata hanya
tidak banyak warga Kota Solo yang sampai jenjang Sekolah Menengah
tidak mampu mengikuti Atas (SMA) juga menjadi faktor lain
perkembangan jaman. Keterbatasaan yang membuat warga bantaran rel
modal juga menjadi pemicu masih palang joglo hidup dalam budaya
banyaknya warga yang nekat kemiskinan, karena dengan tingkat
mendirikan rumah secara ilegal di pendidikan tersebut mereka hanya
bantaran sungai dan rel. dapat mendapatkan pekerjaan dengan
Namun sebenarnya, kemiskinan menjadi buruh dan sebagian ada
tak melulu harus dilihat dari segi yang bekerja di sektor perdagangan
ekonomi. Memang benar jika faktor

66
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

(wawancara pra survei, Minggu, 25 Lokasi penelitian adalah di


September 2016). bantaran rel palang joglo
Dari latar belakang di atas ada Kadipiro. Alasan penulis memilih
beberapa hal yang menarik dari lokasi tersebut karena melihat
penelitian yang berjudul Budaya fakta bahwa masyarakat di
Kemiskinan di Kota Surakarta (Studi daerah tersebut tinggal di tempat
Etnografi di Pinggir Rel Palang yang rawan dan cenderung tidak
Joglo, Kadipiro) ini, yaitu pertama, layak apalagi setelah mengetahui
belum banyak atau bahkan belum bahwa tanah yang mereka
ada penelitian tentang budaya tinggali ilegal atau belum
kemiskinan yang mengambil lokasi bersertifikat, penulis merasa
di Kota Surakarta. Kedua, tertarik untuk meneliti fenomena
kemiskinan selama ini lebih sering ini.
dilihat dari sudut pandang ekonomi Ada dua sumber data penting
dan fisik, penelitian ini akan yang akan dijadikan sasaran
memberikan penekanan pada dalam pencarian informasi dan
kemiskinan dari sudut pandang yang akan dimanfaatkan dalam
sosiologi. penelitian ini untuk mendapatkan
data. Kedua sumber data tersebut
Metode Penelitian ialah: (a) data primer, yaitu data
Penelitian mengenai Budaya yang didapat dari sumber
Kemiskinan di Kota Surakarta pertama, baik dari individu atau
(Studi Etnografi di Pinggir Rel perseorang seperti wawancara
Palang Joglo, Kadipiro) ini atau hasil pengisian kuisioner
merupakan jenis penelitian yang biasa dilakukan oleh
kualitatif dengan menggunakan peneliti (Sugiarto dkk, 2003:16-
pendekatan etnografi. Spradley 17). Dalam penelitian ini data
(1997) mengemukakan bahwa primer didapat dari wawancara
etnografi merupakan pekerjaan terhadap informan yang dianggap
mendeskripsikan kebudayaan. mengetahui informasi dan
Tujuan utama aktivitas ini adalah masalah yang diteliti secara
memahami suatu pandangan mendalam dan dapat dipercaya
hidup dari sudut pandang untuk menjadi sumber data yang
penduduk asli. Dalam penelitian valid. Selain itu, data primer
etnografi, seorang peneliti tinggal dalam penelitian ini juga digali
dan hidup bersama dengan melalui observasi atau
masyarakat yang ditelitinya. pengamatan langsung terhadap
Penelitian etnografi melibatkan peristiwa atau objek yang terkait
aktivitas belajar mengenai dunia dengan tujuan penelitian yaitu
orang yang telah belajar melihat, tentang budaya kemiskinan
mendengar, berbicara, berpikir, khususnya di bantaran rel palang
dan bertindak dengan cara-cara joglo Kadipiro; (b) data
yang berbeda. Tidak hanya sekunder, yaitu data yang
mempelajari masyarakat, lebih diperoleh secara tidak langsung
dari itu etnografi berarti belajar dan sering disebut metode
dari masyarakat. penggunaan dokumen, karena

67
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

dalam hal ini peneliti tidak secara 2006: 101). Sementara teknik
langsung mendapatkan data dari observasi adalah teknik
informan atau individu tetapi pengumpulan data yang bersifat
memanfaatkan data yang telah non verbal. Teknik observasi
dihasilkan atau diolah oleh pihak digunakan untuk menggali data
lain. Dalam penelitian ini, data dari sumber data yang berupa
sekunder diperoleh melalui buku- peristiwa, tempat atau lokasi,
buku, kepustakaan, serta rekaman gambar.
majalah/jurnal, dokumen, arsip Untuk validitas data, peneliti
serta sumber-sumber dari internet menggunakan dua macam
yang menyediakan banyak data triangulasi untuk mendapatkan
sekunder. data yang valid, yakni triangulasi
Pengambilan sampel yang data dan triangulasi metode.
digunakan yaitu purposive Dalam triangulasi data, data yang
sampling. Patton (1984) sejenis atau sama akan lebih
menyatakan bahwa yang mantap kebenarannya bila digali
dimaksud dengan purposive dari beberapa sumber data yang
sampling adalah peneliti berbeda. Data yang telah
cenderung memilih informan diperoleh dari sumber yang satu,
yang dianggap tahu dan dapat bisa teruji kebenarannya bila
dipercaya untuk menjadi sumber dibandingkan dengan data sejenis
data yang mantap dan yang diperoleh dari sumber lain
mengetahui masalahnya secara yang berbeda. Sementara,
dalam (Sutopo, 1988:21-22). triangulasi metode dilakukan
Untuk memperolah data, dalam dengan menggunakan metode
penelitian ini penulis mengambil atau teknik pengumpulan data
sembilan orang sebagai sampel, yang berbeda, untuk
dengan rincian satu orang dari mendapatkan data yang sama
fasilitator kelurahan tim 37, satu atau sejenis. Adapaun metode
orang dari anggota LKM di atau teknik pengumpulan data
kelurahan Kadipiro, satu orang yang digunakan dalam penelitian
dari perangkat RT setempat, dan ini yaitu teknik wawancara
enam orang perwakilan warga di mendalam (in-depth
bantaran rel palang joglo. interviewing) semi-terstruktur
Teknik pengumpulan data dan teknik observasi secara
yang digunakan dalam penelitian langsung.
ini adalah teknik wawancara dan Teknik analisis data yang
observasi. Teknik wawancara digunakan dalam penelitian ini
adalah cara yang dipakai untuk yaitu analisis data model
memperoleh informasi melalui interaktif, dengan teknik ini
kegiatan interaksi sosial antara setelah data terkumpul dilakukan
peneliti dengan yang diteliti. Di analisa melalui tiga komponen
dalam interaksi tersebut peneliti yaitu reduksi data, penyajian
berusaha mengungkap gejala data, dan penarikan kesimpulan
yang sedang diteliti melalui dengan verifikasinya.
kegiatan tanya jawab (Slamet,

68
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

Hasil dan Pembahasan tinggal di rumah yang sempit


Di kawasan kumuh pinggir serta belum bersertifikat selama
rel palang joglo Kadipiro dapat bertahun-tahun bukanlah suatu
terlihat banyak warga yang hal yang mudah. Mereka harus
mendirikan rumah di sana hidup diliputi rasa was-was jika
meskipun mereka tahu bahwa suatu saat rumah mereka akan
tanah yang mereka tempati digusur.
adalah ilegal. Berdasarkan hasil Selain itu, para warga pinggir
wawancara dengan beberapa rel palang joglo sangat
informan, didapatkan informasi bergantung pada keberadaan
bahwa para warga ini telah cukup warung-warung makan serta
lama tinggal di pinggir rel warung rumahan yang ada di
dengan beragam alasan. Salah sekitar mereka untuk
satunya adalah karena ikut mendapatkan kebutuhan pangan
mertua. Selain itu, mereka tinggal serta kebutuhan hidup lainnya.
di pinggir rel kereta ini hanya Hal ini dikarenakan kondisi
memiliki hak atas bangunan. mereka yang miskin
Karena lamanya para warga menyebabkan mereka tidak
tinggal di pinggir rel palang mampu membeli kebutuhan
joglo, membuat mereka merasa pangan di supermarket bahkan
nyaman dengan kondisi mall.
lingkungan yang riskan dan Warung-warung ini berlokasi
tercemar oleh suara kereta api di seberang rel tepatnya di
yang lewat. Bahkan beberapa sebelah barat rel, yaitu di
warga mengaku tak lagi merasa Kampung Bayan. Di sepanjang
terganggu oleh suara kereta api jalan tampak beberapa warung
yang lewat karena telah terbiasa. rumahan serta warung makan
Oscar Lewis membagi kecil yang biasa dipakai warga
budaya kemiskinan menjadi pinggir rel untuk mendapatkan
empat tingkatan atau level, yaitu kebutuhan dasar mereka.
level individu, keluarga, Biasanya mereka akan
kelompok dan masyarakat. menyeberang rel untuk menuju
Masing-masing level memiliki ke warung-warung tersebut.
ciri-ciri tersendiri yang menjadi Selain bergantung pada warung
penanda suatu masyarakat hidup di sekitar tempat tinggal mereka,
dalam budaya kemiskinan. Pada pedagang sayur keliling yang
level individu, warga pinggir rel lewat setiap pagi juga menjadi
palang joglo merasa pasrah dan alternatif ibu-ibu di kawasan
menerima nasibnya sebagai pinggir rel palang joglo untuk
orang miskin. Warga yang telah berbelanja sayur.
lama tinggal di kawasan ini, Hal lain yang bisa menjadi
merasa terbiasa dan pasrah gambaran bahwa warga pinggir
dengan kondisi dirinya yang rel palang joglo hidup dalam
miskin serta lingkungan budaya kemiskinan adalah
rumahnya yang kumuh. Hidup ketidakmampuan mereka untuk
sebagai orang miskin, apalagi mengikuti perkembangan

69
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

informasi saat ini. Karena atau hidup bersama tanpa adanya


meskipun mereka telah memiliki hubungan pernikahan. Meskipun
televisi sendiri di rumah, mereka ayah masih berperan penuh
jarang menonton program berita sebagai kepala keluarga
dan cenderung untuk menonton sekaligus pencari nafkah utama,
acara hiburan. Ibu Tri Haryati, karena keterbatasan keterampilan
salah seorang warga RT 03 RW mereka hanya mampu
08 yang tinggal bersama suami mendapatkan pekerjaan sebagai
dan anaknya, mengaku jarang buruh yang hasilnya tidak
menonton televisi dan kalaupun seberapa dan hanya cukup untuk
sempat program yang makan. Minimnya penghasilan
ditontonnya adalah program ini membuat warga pinggir rel
hiburan. terpaksa hidup dalam
Susahnya hidup yang harus kemiskinan.
dijalani warga miskin di pinggir Pada level kelompok, potret
rel kereta ini membuat mereka budaya kemiskinan ditandai
lebih fokus bekerja untuk dengan susunan rumah antar
membiayai hidup tanpa ada warga yang saling berhimpit dan
waktu untuk mencari informasi sempit. Sebagian besar rumah
ataupun bersenang-senang. warga telah berdinding tembok,
Bagi keluarga yang meskipun ada juga rumah warga
berkecukupan kegiatan rekreasi yang berdinding tripleks dan
mungkin adalah suatu hal yang kayu. Halaman depan rumah
biasa dilakukan untuk melepas warga adalah langsung rel kereta
penat. Namun, bagi keluarga api membuat ruang bermain
miskin mereka tidak dapat anak-anak menjadi sangat sempit
melakukan hal itu karena sibuk bahkan cenderung tidak ada.
bekerja dan terbatasnya finansial Dengan lebar jalan yang hanya
yang mereka miliki. Contohnya sepanjang dua meter ini, warga
saja Mbah Silam yang mengaku bersosialisasi, melakukan
tidak pernah liburan bersama aktivitas luar rumah mereka, dan
keluarga dengan alasan bahwa juga sebagai satu-satunya akses
baginya untuk makan saja susah jalan menuju wilayah di luar
dan lagipula beliau tidak kawasan tempat mereka tinggal.
memiliki uang untuk melakukan Selain itu, bantalan rel kereta api
rekreasi ke tempat wisata. yang terdiri dari tumpukan
Sementara, di level keluarga, kerikil juga dijadikan tempat
mereka tidak banyak menjemur kain lap atau barang
menunjukkan ciri-ciri yang lain seperti buku atau perabotan
disebutkan Oscar Lewis. Karena kecil yang basah.
selain masih berfungsinya peran Di level masyarakat, ditandai
ayah sebagai kepala keluarga, dengan adanya sarana kredit
mayoritas keluarga di pinggir rel informal untuk meminjam uang,
palang joglo menikah pada umur atau yang biasa dikenal sebagai
ideal sehingga tidak banyak bank plecit. Baik di RT 01 RW
ditemui keluarga berumur muda 23 maupun di RT 03 RW 08, ada

70
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

dua hingga tiga orang yang dan keterampilan akan susah


bertindak sebagai kreditor. mendapatkan pekerjaan di kota
Keberadaan bank plecit ini dan akhirnya kondisi tersebut
sangat membantu para warga justru menjerumuskan mereka ke
untuk meminjam uang guna dalam kemiskinan. Seperti yang
memenuhi kebutuhan mereka. dikemukakan oleh Sjafari (2014)
Meskipun begitu, tidak semua bahwa tingkat persaingan hidup
warga menggunakan bank plecit. yang tinggi di kota menyebabkan
Hal ini dikarenakan bunga yang masyarakat desa yang melakukan
terlalu tinggi membuat mereka urbanisasi hidup dalam
tidak akan sanggup kemiskinan. Mereka yang
membayarkan kembali utang tergolong dalam masyarakat
mereka. Selain itu, tingkat miskin biasanya akan tinggal di
pendidikan warga juga masih bantaran kali, di bawah
rendah. Rata-rata warga pinggir jembatan, di pinggir rel kereta
rel palang joglo memiliki latar api, atau wilayah kumuh di
belakang pendidikan SD/SMP tengah kota. Di Kota Solo pun
bagi orang tua, sementara anak- seperti itu, dimana banyak
anak mereka rata-rata hanya bisa dijumpai pemukiman kumuh di
menyelesaikan hingga jenjang bantaran kali, bantaran rel kereta
SMA/SMK. api, atau wilayah kumuh yang
Kawasan kumuh di pinggir sangat padat di beberapa sudut di
rel palang joglo yang telah ada Kota Solo. Permukiman kumuh
sejak belasan atau bahkan di pinggir rel palang joglo adalah
puluhan tahun yang lalu, menjadi salah satunya, sayangnya selain
bukti bahwa masih ada warga kumuh kawasan ini juga ilegal.
kota Solo yang hidup dalam Tanah ilegal yang ditempati
kemiskinan, bahkan terperangkap warga Kadipiro ini menjadi
dalam budaya kemiskinan. Pak penghalang bagi mereka maupun
Toto Susilo mengatakan, pemerintah untuk menata
munculnya pemukiman di kawasan kumuh tempat mereka
pinggir rel palang joglo bisa jadi tinggal. Di kawasan kumuh lain,
diawali karena adanya urbanisasi misalnya di bantaran sungai,
dari warga kota lain yang hendak pemerintah lebih mudah dan
mencari kerja di kota Solo tapi leluasa untuk melakukan
tidak sanggup membeli rumah penataan karena tanahnya adalah
sendiri. Akhirnya mereka milik mereka. Namun, di pinggir
terpaksa mendirikan bangunan di rel yang tanahnya milik PJ KAI
pinggir rel meskipun mereka cenderung sulit untuk
tahu tanahnya adalah milik PJ mendapatkan ijin walaupun
KAI. untuk sekadar menata lokasi agar
Urbanisasi menjadi salah satu lebih rapi. Pak Aris yang
faktor utama penyebab menjabat sebagai ketua RT 01
kemiskinan di perkotaan. RW 23, mengatakan bahwa
Masyarakat desa yang pindah ke meskipun dirinya sebagai pejabat
kota tanpa dibekali pengetahuan RT beserta pihak dari kelurahan

71
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

ingin menormalisasi atau sekadar joglo antara lain rendahnya


menata kawasan pinggir rel, pendidikan, minimnya
mereka tidak bisa melakukannya keterampilan, dan sikap
karena terhalang ijin dari pihak menerima nasib dari para warga.
PJ KAI. Perasaan tak berdaya sebagai
Faktor eksternal lain yang orang miskin juga menjadi salah
menyebabkan timbulnya budaya satu faktor yang menyebabkan
kemiskinan di kawasan kumuh timbulnya budaya kemiskinan di
pinggir rel palang joglo adalah pinggir rel palang joglo.
pembagian bantuan yang tidak Sementara itu, faktor internal
merata. Karena wilayah yang yang menyebabkan timbulnya
sangat luas membuat pembagian budaya kemiskinan di kawasan
bantuan dari pemerintah berupa kumuh pinggir rel palang joglo
raskin ataupun anggaran uang adalah minimnya keterampilan
tidak dapat didistribusikan secara dan keahlian warga. Masih
merata. Pak Aris mengemukakan banyaknya warga yang hanya
bahwa seharusnya Kelurahan lulusan SD atau SMP membuat
Kadipiro dipecah menjadi tiga mereka tidak bisa atau sulit
kelurahan agar bantuan bisa mendapatkan pekerjaan di sektor
terbagi secara merata. formal. Hal itu menyebabkan
Sebenarnya program bantuan para warga bekerja sebagai buruh
yang disalurkan secara langsung serabutan, buruh pabrik, atau
kepada masyarakat miskin bekerja di bengkel. Hasil yang
(dalam hal ini raskin) tidak mereka dapatkan setiap
banyak membantu mereka untuk minggunya hanya dapat
keluar dari jurang kemiskinan. digunakan untuk makan sehari-
Sistem bantuan seperti ini justru hari tanpa bisa mencukupi
membuat masyarakat miskin kebutuhan sekunder atau bahkan
tergantung dan akan tersier. Mbah Silam yang
kelimpungan jika suatu saat mengandalkan istri serta anaknya
bantuan ini terhenti seperti yang bahkan hanya sanggup membeli
diungkapkan Ibu Yati di atas. air untuk konsumsi minum
Karena ketergantungan dari sehari-hari secara eceran. Air
program bantuan inilah yang minum tersebut dibeli dalam
menyebabkan warga di pinggir wadah jerigen seharga tiga ribu
rel palang joglo hidup dalam per jerigennya. Untuk makan pun
budaya kemiskinan. Mbah Silam memilih untuk
Urbanisasi, tanah ilegal, serta hanya memasak nasi dan lauknya
pembagian bantuan yang tidak ia beli sesuai kebutuhan keluarga
merata merupakan faktor per harinya.
eksternal yang menyebabkan Faktor lainnya adalah sikap
timbulnya budaya kemiskinan di para warga yang menerima nasib
pinggir rel palang joglo. sebagai orang miskin. Menyadari
Sedangkan faktor internal yang statusnya sebagai kaum marjinal
menyebabkan timbulnya budaya serta terbatasnya kemampuan
kemiskinan di pinggir rel palang yang mereka miliki, para warga

72
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

pasrah saja dengan kondisinya dibuat menjadi dua jalur (double


dan lebih memilih untuk track) untuk jalur kereta arah
mensyukuri hidupnya agar bisa Solo ke Semarang atau arah Solo
merasa bahagia. Meskipun ke bandara. Warga di pinggir rel
begitu, perasaan ingin sama palang joglo juga telah
seperti orang lain yang lebih mengetahui hal ini bahkan ada
mampu ada di benak mereka, itu beberapa di antara mereka yang
sebabnya mereka bekerja keras kawasan rumahnya telah
untuk mendapatkan uang. didatangi pihak PJ KAI untuk
Faktor internal lain adalah difoto dan diukur halaman
kemiskinan yang menurun antar depannya, serta diberi surat
generasi. Penulis mengamati pemberitahuan mengenai rencana
bahwa keluarga yang orang penambahan jalur ini. Jika
tuanya miskin, otomatis memang benar rencana ini
menurunkan kemiskinan itu ke terlaksana maka mau tidak mau
anak-anaknya. Buktinya adalah warga yang tinggal di pinggir rel
para warga yang tetap bertahan harus terpaksa pindah ke lokasi
di pinggir rel palang joglo selama lain. Sebenarnya, warga di
bertahun-tahun. Karena telah pinggir rel palang joglo telah
lama tinggal di kawasan tersebut, memiliki sedikit kesadaran
anak-anak keluarga miskin yang bahwa tanah tempat mereka
telah dewasa atau bahkan telah tinggal adalah ilegal dan jika
berkeluarga, akhirnya tetap ikut suatu saat PJ KAI memerlukan
tinggal bersama orang tuanya di tanah mereka, mereka telah
pinggir rel. Seperti Pak Kliwon bersedia digusur ke tempat lain.
yang sedari kecil tetap tinggal Namun sepertinya, mereka akan
bersama orang tuanya di pinggir benar-benar pindah ke lokasi lain
rel palang joglo hingga sekarang jika PJ KAI telah memerintahkan
beliau telah berkeluarga dan untuk pindah dan jika telah
memiliki satu anak. Meskipun tersedia lokasi baru untuk
ada juga anak-anak dari keluarga mereka. Sampai hal itu terjadi,
miskin yang merantau ke luar mereka akan tetap bertahan di
kota untuk bekerja. rumah mereka sekarang karena
Tinggal di pinggir rel kereta itu adalah satu-satunya tempat
api tentu bukan sesuatu yang yang bisa mereka tinggali saat
diinginkan oleh seseorang jika ini. Menurut pengurus LKM
ingin hidup nyaman. Namun, Bina Karya Sejahtera, Pak Agus,
warga di pinggir rel palang joglo ada suatu pola pikir pada warga
tidak punya pilihan lain selain pinggir rel palang joglo ini yang
hidup di kawasan kumuh tersebut menganggap kepemilikan rumah
karena keterbatasan finansial di pinggir rel itu sebagai sesuatu
untuk pindah ke tempat lain yang yang patut dibanggakan. Karena
lebih layak. Memang telah ada menurut mereka lebih baik
rumor, seperti yang dikatakan memiliki rumah sendiri
Pak Toto Susilo bahwa rel kereta meskipun tanahnya ilegal
api di kawasan palang joglo akan daripada tidak punya rumah atau

73
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

harus mengontrak di rumah Keadaan di lapangan


orang. Hal tersebut tentu masuk menunjukkan bahwa di sekitar
akal jika dilihat dari sudut kawasan kumuh rel palang joglo
pandang masyarakat miskinnya, banyak terdapat rumah-rumah
karena jika memiliki rumah yang bagus dan terkesan mewah,
sendiri mereka tidak perlu repot bahkan ada perumahan yang
membayar uang sewa cukup elite yang kondisinya jauh
mengontrak rumah setiap bulan berbeda dengan pemukiman
atau setiap tahun. kumuh di pinggir rel. Hal ini tentu
Alasan warga bertahan dalam sangat disayangkan jika tidak ada
budaya kemiskinan dengan kepedulian antar warga, apalagi
tinggal di kawasan kumuh pinggir dengan jarak tempat tinggal yang
rel palang joglo adalah karena cukup berdekatan seharusnya
rendahnya pendapatan. Hal ini tidak ada halangan bagi mereka
berkaitan dengan latar belakang untuk saling membantu.
pendidikan yang mereka miliki. Salah satu contohnya adalah
Tidak semua warga dapat perumahan di sebelah barat rel
melanjutkan pendidikan hingga ke palang joglo yang termasuk dalam
jenjang SMA apalagi Perguruan Kampung Bayan. Keadaan rumah
Tinggi, tentu hal itu berdampak yang dapat dikatakan jauh lebih
pada keterampilan yang terbatas layak dibanding kawasan kumuh
untuk bekerja di sektor formal. di sebelah timur rel merupakan
Mayoritas warga bekerja sebagai sebuah ironi tersendiri.
buruh di pabrik atau pekerja Upaya pengentasan
serabutan, penghasilan yang kemiskinan memang telah
didapat per minggunya pun hanya diantisipasi pemerintah dengan
cukup untuk mencukupi berbagai macam bantuan terutama
kebutuhan primer, seperti makan. sekarang telah ada Kartu
Karena rendahnya pendapatan Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu
inilah yang menyebabkan para Keluarga Sejahtera (KKS) yang
warga di pinggir rel palang joglo dimiliki oleh hampir semua
terpaksa hidup dalam kemiskinan keluarga miskin dan dapat
dan tinggal di kawasan kumuh dimanfaatkan untuk menunjang
pinggi rel. Karena terus-menerus kesejahteraan hidup mereka.
hidup dalam kemiskinan akhirnya Dengan adanya kartu jaminan
mereka tidak mampu kesehatan tersebut setiap keluarga
meningkatkan status sosial miskin tidak perlu lagi cemas jika
mereka. ingin berobat dan terkendala
Kemiskinan di perkotaan yang biaya karena pemerintah telah
menyebabkan munculnya menjamin setiap warganya
kawasan kumuh yang dihuni oleh mendapat pelayanan kesehatan
keluarga-keluarga miskin terjadi yang adil dan sesui kebutuhan.
selain karena faktor internal dari Selain itu, karena keterbatasan
individu tersebut tapi juga karena keterampilan serta kurangnya
telah lunturnya kapital sosial dari motivasi untuk berwirausaha,
masyarakat sekitar mereka. satu-satunya harapan bagi warga

74
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

pinggir rel palang joglo adalah ditambah dengan bunga yang


program bantuan dari pemerintah. mencekik leher.
Setiap bulannya mereka akan Penghasilan yang kecil juga
menerima sembako yang sangat memaksa para warga di pinggir
membantu kebutuhan pangan rel hidup seadanya sesuai dengan
mereka dan. Namun, sayangnya pendapatan yang mereka miliki.
bantuan untuk Kelurahan Jika keluarga lain yang lebih
Kadipiro tidak terdistribusikan mampu akan berbelanja setiap
secara merata. Hal ini bulan untuk menyetok persediaan
dikarenakan luas wilayah makanan baik itu sayur-sayuran
Kelurahan Kadipiro yang sangat maupun makanan kecil, keluarga
luas, menyebabkan tidak semua miskin di pinggir rel palang joglo
warga mendapakan bantuan. memilih untuk berbelanja dalam
Selain itu, karena kondisi jumlah kecil setiap harinya.
perekonomian mereka yang Jumlah makanan yang mereka
dibawah standar, di lingkungan beli pun secukupnya sesuai
tempat mereka tinggal muncul dengan kebutuhan makan
beberapa oknum yang membuka sekeluarga.
sarana kredit informal yang Apabila dikaitkan dengan
dimanfaatkan oleh sebagian pemikiran Pierre Bourdieu maka
warga yang mungkin memiliki di kalangan warga pinggir rel
kebutuhan mendesak namun palang joglo telah terbentuk
tidak memiliki uang yang cukup. suatu habitus. Habitus diperoleh
Sarana kredit informal ini biasa sebagai akibat dari ditempatinya
kita kenal dengan bank plecit. posisi di dunia sosial yang waktu
Mbah Silam yang penulis temui yang panjang. Habitus bervariasi
di kediamannya menceritakan tergantung pada sifat posisi
bahwa ada tetangganya yang seseorang di dunia tersebut dan
meminjamkan uang kepada tidak semua orang memiliki
warga di sekitar pinggir rel habitus yang sama. Namun,
palang joglo, dan hal itu cukup mereka yang menempati posisi
dapat membantu dalam yang sama di dunia sosial
perekonomian keluarga miskin di cenderung memiliki habitus yang
kawasan kumuh tersebut. sama. Jadi, warga di pinggir rel
Namun, yang namanya bank palang joglo yang telah
plecit tidak lepas dari stigma menempati kawasan tersebut
bunga peminjaman yang cukup dalam waktu yang lama pada
tinggi. Itu sebabnya Mbah Silam akhirnya mereka memiliki
memilih untuk tidak ikut habitus yang sama. Contohnya
meminjam uang ke bank plecit adalah sikap adaptasi mereka
ini, karena beliau menyadari terhadap suara kereta api yang
kondisi dirinya yang miskin dan lewat, cara mendapatkan bahan
pasti tidak akan sanggup makanan, dan juga pandangan
membayar kembali uang yang serta respon mereka jika suatu
beliau pinjam apalagi jika saat rumah mereka akan digusur
oleh pihak PJ KAI. Karena

75
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

habitus merupakan fenomena Misalnya kegiatan pertemuan


kolektif, maka sikap, cara rutin bapak-bapak di RT 01 RW
pandang, serta kegiatan seperti 23 yang diadakan setiap tanggal
ini dapat ditemukan hampir di 23. Karena setiap anggota RT
semua warga pinggir rel palang sama-sama memiliki kapital
joglo. ekonomi yang rendah dan dengan
Habitus juga merupakan habitus pertemuan rutin,
struktur mental atau kognitif praktiknya adalah pertemuan
yang dengannya orang tersebut dilakukan bergilir dan
berhubungan dengan dunia terlebih dulu melihat keadaan
sosial. Dalam berhubungan tuan rumah. Jika si tuan rumah
dengan dunia sosial, individu yang akan rumahnya akan
tidak terlepas dari interaksi dan dipakai sebagai tempat
ruang sosial. Untuk memenuhi pertemuan belum siap (belum ada
syarat atau penerimaan secara uang untuk membeli hidangan)
sosial, individu harus mempunyai maka pertemuan akan diundur
kapital dalam memenuhi hingga si tuan rumah siap. Warga
interaksi dan ruang sosialnya lainnya pun memaklumi hal
dengan orang lain. Kapital tersebut karena sama-sama
menurut Bourdieu terdiri dari menyadari keadaan mereka yang
ekonomi, sosial, budaya, dan miskin.
simbolik (Ritzer dan Goodman, Sementara itu, masing-
2008:581). Dalam kaitannya masing individu yang tinggal di
dengan penelitian ini, kapital pinggir rel palang joglo hampir
yang dimiliki warga pinggir rel memiliki konsep diri yang sama
palang joglo yaitu ekonomi. terhadap keadaannya yang
Karena sama-sama dari golongan miskin. Mereka menyadari diri
kelas bawah dengan tingkat mereka sebagai orang miskin dan
pendapatan yang rendah, seorang menerima keadaan tersebut.
individu menjadi lebih mudah Mead (dalam Ritzer dan
berinteraksi dengan tetangganya Goodman, 20013)
dan individu tersebut pun dapat mengungkapkan bahwa diri
diterima secara sosial oleh warga muncul dan berkembang melalui
lainnya. Lain halnya jika di aktivitas dan antara hubungan
antara mereka ada satu saja sosial. Menurut Mead mustahil
individu atau keluarga yang membayangkan diri yang muncul
mampu sehingga gaya hidupnya dalam ketiadaan pengalaman
akan terlihat mencolok dibanding sosial. Sehingga menjadi benar
tetangganya yang miskin, jika individu yang tinggal di
mungkin saja dia tidak akan pinggir rel palang joglo ini telah
diterima dengan baik di mengalami serangkaian proses
lingkungannya. dan perkembangan sehingga
Di dalam ranah kawasan terbentuk di dalam dirinya suatu
kumuh pinggir rel palang joglo, konsep bahwa dia seorang yang
terdapat suatu proses sosial yang miskin.
seragam di antara para warga.

76
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

Kesadaran diri sebagai orang membuat mereka terpacu untuk


miskin serta sikap dan tindakan bekerja keras.
yang timbul setelahnya Begitu juga halnya mengenai
merupakan suatu konsepsi yang kesiapan mereka untuk pindah
terbentuk akibat pengaruh sosial. jika rumah mereka akan digusur.
Atau dalam istilah Mead Meskipun diri “me” mereka
merupakan “me”. Seorang menyatakan siap untuk digusur
individu yang melihat karena menyadari bahwa rumah
tetangganya bekerja keras untuk yang dimilikinya berdiri di atas
menghidupi keluarganya, tanah yang ilegal, namun diri “I”
cenderung akan terpengaruh mereka memilih untuk tinggal di
untuk ikut bekerja keras. pinggir rel yang notabene adalah
Pengaruh itu bisa saja menular rumah sendiri daripada harus
ketika mereka sedang melakukan mengontrak di tempat lain.
interaksi sosial.
Wujud diri yang lain yaitu Kesimpulan
“I”. “I” adalah tanggapan spontan Budaya kemiskinan
individu terhadap orang lain dan merupakan suatu cara hidup yang
merupakan aspek kreatif yang tak diwarisi dari generasi ke generasi
dapat diperhitungkan dan tak melalui garis keluarga. Mereka
teramalkan dari diri. Orang tak yang hidup dalam budaya
dapat mengetahui terlebih dahulu kemiskinan memiliki suatu pola
apa tindakan aktor yang atau cara hidup dimana mereka
mengatakan “aku akan” (I will menyesuaikan diri terhadap
be). Kita tidak pernah tahu statusnya sebagai orang miskin.
tentang “I” dan mungkin kita Hal ini merupakan upaya untuk
akan terkejut dengan diri kita mengatasi rasa putus asa atas
sendiri melalui tindakan yang ketidaksanggupannya meraih
kita lakukan (Ritzer dan kesuksesan atau melakukan
Goodman, 2003:285). Menurut mobilitas vertikal ke atas. Dari
hasil penelitian perwujudan “I” hasil penelitian yang dilakukan
ini dapat terlihat melalui penulis di kawasan kumuh
pendapat pribadi para warga pinggir rel palang joglo Kadipiro,
mengenai perasaannya ketika potret budaya kemiskinan dapat
melihat orang lain yang lebih dilihat dari sikap para warga
mampu dari dirinya. Dalam “me” yang menyadari statusnya
mereka menyadari kedudukannya sebagai orang miskin dan karena
sebagai orang miskin dan telah cukup lama tinggal di
bertindak layaknya orang miskin, kawasan pinggir rel membuat
sementara itu dalam “I” mereka mereka terbiasa dengan suara
memiliki persepsi lain. Sekalipun kereta api yang lewat. Meskipun
mereka miskin, mereka memiliki setiap beberapa menit selalu ada
keinginan untuk bisa seperti kereta yang lewat dan suaranya
orang lain yang lebih mampu. cukup keras mengganggu, warga
Hasrat dan keinginan inilah yang yang tinggal di pinggir rel
mengaku tak lagi terganggu dan

77
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

sekalipun mereka terganggu tidak lebih baik memiliki rumah


ada yang bisa mereka lakukan sendiri meskipun di tanah ilegal
selain menerima keadaan itu. daripada harus mengontrak di
Selain itu, para warga merasa tempat yang lebih layak.
pasrah dan menerima nasibnya Alasan warga bertahan dalam
sebagai orang miskin. Peran ayah budaya kemiskinan adalah karena
sebagai kepala keluarga dan rendahnya pendapatan. Mayoritas
pencari nafkah utama masih warga bekerja sebagai buruh di
berfungsi, yang menandakan pabrik atau pekerja serabutan,
bahwa dari segi keluarga warga otomatis penghasilan mereka
pinggir rel palang joglo masih sangat minim untuk memenuhi
tergolong memiliki struktur kebutuhan sehari-hari. Karena
keluarga yang lengkap. Potret rendahnya pendapatan inilah
budaya kemiskinan lain yaitu yang menyebabkan para warga di
susunan rumah antar warga yang pinggir rel palang joglo terpaksa
saling berhimpit dan sempit serta hidup dalam kemiskinan dan
adanya sarana kredit informal tinggal di kawasan kumuh
(bank plecit). pinggir rel. Karena terus menerus
Warga pinggir rel palang hidup dalam kemiskinan
joglo menyadari meskipun tanah akhirnya mereka tidak mampu
tempat mereka tinggal meningkatkan status sosial
merupakan tanah ilegal, namun mereka.
mereka mengaku memilih tetap Sementara, dalam upaya
tinggal di kawasan tersebut mengentaskan kemiskinan belum
karena tidak ada tempat lain ada strategi yang nyata dari
untuk pindah. Keberadaan warganya sendiri selain
kawasan kumuh ini tentu tidak menggantungkan diri pada
serta merta muncul begitu saja, program bantuan dari
namun telah cukup lama ada pemerintah.
diawali dari adanya urbanisasi
penduduk dari desa atau luar
daerah Solo yang ingin mencari
pekerjaan di kota Solo namun Daftar Pustaka
tidak sanggup membeli rumah Endraswara, Suwardi. 2006. Metode,
sendiri. Akhirnya mereka Teori, Teknik Penelitian
mendirikan rumah di pinggir rel Kebudayaan: Ideologi,
dan menempati kawasan itu Epistemologi, dan Aplikasi.
hingga sekarang. Meskipun Sleman: Pustaka Widyatama
begitu, para warga mengaku siap Herdiansyah. 2010. Metodologi
dipindah ke tempat lain apabila Penelitian Kualitatif Untuk
pihak PJ KAI menggusur rumah Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta:
mereka. Namun hingga saat itu Salemba Humanika
terjadi, mereka memilih untuk Slamet, Y. 2006. Metode Penelitian
tetap bertahan di tempat mereka Sosial. Surakarta: Sebelas Maret
tinggal saat ini. Ada suatu pola University Press
pikir di kalangan warga bahwa

78
https://jurnal.uns.ac.id/dilema, Jurnal Sosiologi DILEMA, Vol. 32, No. 2 Tahun 2017

Spradley, James P. 1997. Metode Dan Praktis. Surakarta: Sebelas


Etnografi. Yogyakarta: PT Tiara Maret University Press
Wacana Yogya Sutopo. 2002. Metode Penelitian
Sugiarto dkk. 2003. Teknik Kualitatif. Surakarta: Sebelas
Sampling. Jakarta: PT Gramedia Maret University Press
Pustaka Utama Suyanto, Bagong. 1995. Perangkap
Suparlan, Parsudi. 1993. Kemiskinan Kemiskinan: Problem Dan
Di Perkotaan: Bacaan Untuk Strategi Pengentasannya.
Antropologi Perkotaan. Jakarta: Surabaya: Airlangga University
Yayasan Obor Indonesia Press
Sutopo.1988. Pengantar Penelitian
Kualitatif: Dasar-Dasar Teoritis

79

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy