Analisis Keputusan Pengunjung Membeli Ayam Betutu Pada Rumah Makan Ayam Betutu Khas Gilimanuk Di Tuban Bali Made Suardani
Analisis Keputusan Pengunjung Membeli Ayam Betutu Pada Rumah Makan Ayam Betutu Khas Gilimanuk Di Tuban Bali Made Suardani
Analisis Keputusan Pengunjung Membeli Ayam Betutu Pada Rumah Makan Ayam Betutu Khas Gilimanuk Di Tuban Bali Made Suardani
2, JULI 2013
Made Suardani
Jurusan Pariwisata Politeknik Negeri Bali
Kampus Bukit Jimbaran, Bali. Telp. +62 0361 701981 ext.196
E-mail: mdsuardani@yahoo.com
ABSTRACT. Bali is not just interesting for its culture but also the traditional dishes which
have their own uniqueness. One of the most popular Balinesse dishes is ayam betutu or
braissed chicken. The decision of visitors to choose the Ayam Betutu Khas Gilimanuk’s
restaurant are influences by: (a) low price, (b) hot taste, (c) brand dolar as a restaurant’s
identity, (d) packaging, (e) dish quality, (f) service, (g) the variety of the size. The perception
of visitors and other related visitors about the strategy in developing of ayam betutu as a
tourism culinary covering: (a) the visitor have known about it’s hot before buying, (b) all of
the ingredients must be wash in order to keep its cleanliness before cooking, (c) the cheap
price, (d) simple presenting, (e) the service is matched with the price (f) the professional staff
(g) the parking area is not wide. The developing strategy can be done by : Strengths-
Opportunities strategy by using the information technology as the information centre;
Weakness-Opportunities strategy by promoting continuously; Strengths-Threat strategy by
maintain the taste; and Weakness-Threat strategy by promoting with mass media such as TV
and internet. In term of adaptation by adaptating in form, functions, ingredients, taste,
ordertaking, presenting and the manner how to enjoy it.
PENDAHULUAN
Omliem (2011) menyatakan bahwa industri kuliner di tanah air memiliki potensi
besar untuk dikembangkan menjadi atraksi wisata bagi para wisatawan mancanegara karena
keragaman makanan dan minuman khas yang ada di setiap daerah. Oleh karena itu pelaku
pariwisata, melirik wisata kuliner sebagai bagian dari aktivitas pariwisata.
Winaya (2011) menyebutkan bahwa Wisata Kuliner merupakan sesuatu yang ada
hubungannya dengan makanan atau masakan yang lebih profesional baik makanan
daerah/tradisional, nasional, maupun internasional. Kunjungan wisatawan baik wisatawan
domestik maupun mancanegara ke Bali juga berpengaruh terhadap kuliner di Bali. Lebih jauh
dikatakan bahwa kuliner di Bali sangat erat hubungannya dengan budaya Bali. Kuliner
berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Makanan Bali sangat enak karena semua
bahannya sangat segar baik itu daging, ikan, bumbu-bumbu terutama bebungkilan (seperti:
laos, kunir, kencur dan jahe); banyak penduduk menanam sebagian bahan tersebut di
pekarangannya.
Beberapa faktor yang mempengaruhi daya tarik pengunjung untuk menikmati
makanan khas Bali, seperti latar belakang, kebiasaan makan dan minum, cara menghidangkan
yang berbeda. Dua faktor pokok wisatawan yang menarik pada makanan khas Bali adalah (1)
151
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
faktor kualitas makanan yang dipengaruhi oleh variabel-variabel kandungan gizi dan zat pada
makanan, komposisi bahan makanan, cara pengolahan makanan, cita rasa dan aroma makanan
serta kekentalan makanan, dan (2) faktor penyajian yang dipengaruhi secara nyata oleh
variabel porsi dan harga makanan, variabel porsi makanan dan kelayakan harga makanan,
faktor temperatur, faktor penataan dan kebersihan makanan. Selain hal tersebut, cita rasa
makanan yang ditawarkan, harga makanan dan minuman merupakan salah satu faktor yang
menjadi bahan pertimbangan pengunjung ketika memutuskan untuk mengkonsumsi makanan
di restoran tersebut (Putri dkk, 2010: 97)
Seni kuliner Bali merupakan salah satu daya tarik wisata Bali diharapkan mampu
bersaing dengan kuliner asing. Makanan khas Bali dapat dipromosikan sebagai hidangan,
diharapkan nantinya dapat dinikmati tidak hanya oleh tamu lokal tetapi juga tamu asing. Oleh
karena itu Bali diharapkan dapat mengembangkan wisata boga, dimana makanan khas Bali
digunakan sebagai objek dan aset pariwisata yang mampu menggugah minat wisatawan untuk
menikmati masakan tradisional Bali.
Berdasarkan fenomena tersebut, tujuan dari penulisan artikel ini adalah: (a) untuk
mengetahui yang melatar belakangi pengunjung mengambil keputusan membeli ayam betutu
pada rumah makan ayam betutu khas Gilimanuk di Tuban Bali, (b) untuk memahami
persepsi pengunjung terkait dengan strategi pengembangan usaha ayam betutu agar seni
kuliner ini menjadi daya tarik wisata, (c) untuk menemukan strategi adaptasi dalam memasak
dan menghidangkan ayam betutu yang dilakukan pengelola rumah makan ayam betutu khas
Gilimanuk di Tuban Bali.
Proses pengambilan keputusan konsumen tidak dapat terjadi dengan sendirinya,
banyak faktor yang mempengaruhinya. Kotler (2007:153), menyebutkan bahwa keputusan
konsumen dipengaruhi oleh budaya konsumen, sosial, pribadi, dan psikologi. Lebih jauh
dikatakan bahwa; budaya, kelas sosial, keluarga, pengaruh pribadi dan situasi mempengaruhi
keputusan konsumen. Dalam pengambilan keputusan merupakan suatu proses kegiatan
pembelian yang tampak hanyalah satu tahap dari keseluruhan proses pembelian konsumen.
Swasta dan Handoko, (2006:77) menyatakan bahwa ada lima tahap proses
pengambilan keputusan yaitu :
1. Menganalisis atau pengenalan kebutuhan dan keinginan. Dalam penganalisaan kebutuhan
dan keinginan suatu proses ditujukan untuk mengetahui adanya kebutuhan dan keinginan
yang belum terpenuhi. Jika suatu kebutuhan diketahui, maka konsumen akan memahami
adanya kebutuhan yang segera dipenuhi atau masih ditunda pemenuhannya. Tahap ini
adalah proses pembelian mulai dilakukan.
152
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
2. Pencarian informasi dan penilaian sumber-sumber. Pencarian informasi dapat bersifat aktif
atau pasif, internal atau eksternal, pencarian informasi yang bersifat aktif dapat berupa
kunjungan terhadap beberapa toko untuk membuat perbandingan harga dan kualitas
produk, sedangkan pencarian informasi pasif hanya dengan membaca iklan di majalah atau
surat kabar tanpa mempunyai tujuan khusus tentang gambaran produk yang diinginkan.
Pencarian informasi internal tentang sumber-sumber pembelian dapat berasal dari
komunikasi perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari komunikasi
perorangan dan pengaruh perorangan yang terutama berasal dari pelopor opini, sedangkan
informasi eksternal berasal dari media masa dan sumber informasi dari kegiatan
pemasaran perusahaan.
3. Penilaian dan seleksi terhadap alternatif pembelian. Meliputi dua tahap yaitu menetapkan
tujuan pembelian dan menilai serta mengadakan seleksi terhadap alternatif pembelian
berdasarkan tujuan pembelian. Tujuan pembelian bagi masing-masing konsumen tidak
selalu sama, tergantung pada jenis produk dan kebutuhannya.
4. Keputusan untuk membeli. Tahapan dalam proses pengambilan keputusan pembelian
dimana konsumen benar-benar membeli produk. Keputusan untuk membeli atau tidak
produk yang ditawarkan. Keputusan untuk membeli yang diambil oleh pembeli sebenarnya
merupakan kesimpulan dari sejumlah keputusan, misalnya : keputusan tentang jenis
produk, bentuk produk, jumlah produk dan sebagainya. Apabila produk yang dihasilkan
perusahaan sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen untuk memuaskan kebutuhan
dan keinginan, maka produk tersebut mampu menarik minat untuk membeli. Bila
konsumen dapat dipuaskan maka pembelian berikutnya akan membeli merk tersebut lagi
dan lagi.
5. Perilaku sesudah pembelian. Setelah melakukan pembelian produk, konsumen akan
mengalami suatu tingkat kepuasan atau ketidakpuasan. Konsumen akan melakukan
tindakan setelah kegiatan membeli dalam hal penggunaan produk tersebut.
Seni kuliner adalah suatu seni yang mempelajari tentang makanan dan minuman yang
memiliki ciri khas yang spesifik dari hidangan tradisional di seluruh pelosok nusantara
(Ariani, 1994). Ardika menyebutkan seni menyajikan hidangan yang lezat, dalam dunia
memasak identik dengan seni menari atau seni lainnya. Makanan dirasakan enak apabila
mampu mengolah dengan keahlian masak dengan cara atau seni seorang juru masak, hal itu
disebut Gastronomi.
I Gusti Bagus Nyoman Panji dalam seminar Baliogi , mengungkapkan bahwa
batasan mengenai makanan khas suatu daerah termasuk Bali adalah makanan yang dijumpai
dan diolah, dihidangkan dan dimakan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi dan
153
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
METODE PENELITIAN
154
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
155
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
Penggunaan bumbu yang kebayakan rempah ini merupakan kelemahan yang dimiliki
ayam betutu khas Gilimanuk. Hampir semua masakan tradisional Bali menggunakan rempah
sehingga dikenal dengan spicy food. Tidak semua wisatawan mancanegara menyukai
makanan ini karena kalau dibandingkan dengan masakan barat, maka ayam betutu khas
Gilimanuk ini sangat spicy.
Ayam betutu atau makanan tradisional Bali pada umumnya tidak tahan lama. Begitu
juga ayam betutu original yang disajikan pada rumah makan ayam betutu khas Gilimanuk ini
cuma bertahan 2 jam. Jika ada pengunjung yang memesan untuk dibawa ke Jakarta misalnya
harus meperkirakan waktu terbangnya. Promosi ayam betutu khas Gilimanuk sangat kurang.
Informasi hanya dari mulut ke mulut belum adanya promosi melalui brosur.
156
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
juga dapat dilihat dari banyaknya restoran menyediakan ayam betutu. Ancaman lainnya
adalah adanya barang substitusi lainnya. Pilihan makan yang berbahan utama ayam juga
sudah sangat banyak seperti KFC, Mc.D dan masih banyak lagi.
Strategi SWOT
Berdasarkan analisis SWOT tersebut maka dapat dijabarkan strategi SWOT
sebagaimana yang ditunjukkan seperti pada Gambar 1.
Matriks SWOT
Berdasarkan matriks SWOT ada beberapa set kemungkinan dalam pengembangan
ayam betutu sebagai daya tarik wisata kuliner. Strategi pengembangan dapat dilakukan
melalui strategi SO (strength dan opportunity), WO (weakness dan Opportunity), ST
(Strength dan Threat) dan WT (weakness dan Threat).
157
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
Memanfaatkan teknologi informasi sebagai pusat informasi, agar ayam betutu lebih
berkembang dan penjualan dapat ditingkatakan. Pemanfaatan teknologi dapat dilakukan
dengan membuat web, FB atau twitter. Hal ini dilakukan agar selain untuk promosi juga
untuk memperoleh informasi tentang komentar pengunjung baik mengenai kekurangan
atau keunggulan ayam betutu khas Gilimanuk. Komentar pengunjung mengenai
keunggulan dapat mengindikasikan hal apa yang perlu dipertahankan sedangkan komentar
pengunjung mengenai kekurangan baik dari segi penyajian, citarasa, kemasan, harga dan
pelayanan dapat dimanfaatkan sebagai media untuk memperbaiki citra ke arah yang lebih
baik.
b. Strategi WO (Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang)
Kelemahan yang dimiliki oleh rumah makan ayam betutu khas Gilimanuk adalah
kurangnya promosi. Promosi bertujuan untuk memperkenalkan produk atau mengingatkan
keberadaan rumah makan ayam betutu.
c. Strategi ST (Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman)
Agar pengembangan ayam betutu dapat berjalan dengan baik maka cita rasa yang dimiliki
harus dipertahankan, sehingga kepopuleran ayam betutu dapat tetap terjaga.
d. Strategi WT (Strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman )
Kurangnya promosi juga dapat menyebabkan kurang berkembangnya ayam betutu khas
Gilimanuk ini. Promosi perlu ditingkatkan baik dengan menggunakan media massa TV
maupun internet.
Adaptasi Bentuk
Ayam betutu yang disajikan pada rumah makan ayam betutu khas Gilimanuk sudah
mengalami proses adaptasi dari segi bentuk. Bentuk awal ayam betutu adalah satu ekor ayam
utuh yang dikeluarkan isi perutnya dan diganti dengan bumbu. Agar bumbu tidak keluar dari
perut ayam maka perut ayam dijahit. Kemudian dimasak sampai matang. Namun pada rumah
makan ayam betutu khas Gilimanuk bentuk ayamnya sudah sangat variasi. Ayam dipotong
sesuai dengan ukuranya pemesanannya. Kalau ¼ potong makan ayam dibagi menjadi empat
158
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
dua paha dan dua dada. Kalau ½ potong maka ayam akan dibagi dua. Perubahan bentuk itu
dilakukan agar lebih mudah menyajikan sesuai dengan pesanan pengunjung.
Bapak Mudita menyatakan bahwa: “Ayam betutu tidak dibuat seperti bentuk awalnya
yaitu 1 ekor ayam yang didalamnya diisi bumbu kemudian dijahit. Ayam betutu dibuat lebih
menekankan pada selera konsumen, kalau dimasak seperti bentuk awal maka diperlukan
waktu masak yang lama, serta warna bumbu akan menjadi kecoklatan”.
Adaptasi Rasa
Rasa pada makanan memiliki pengertian sebuah reaksi kimia dari gabungan berbagai
bahan makanan dan menciptakan sesuatu rasa baru yang dirasakan oleh lidah. Sedangkan
aroma merupakan hasil dari uap proses pengolahan makanan, uap ini tercipta dari bahan
makanan yang diolah, tiap bahan memiliki aroma yang berbeda, proses dan metode memasak
juga akan menentukan hasil dari aroma yang akan tercium. Tekstur makanan adalah hasil atau
159
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
rupa akhir dari makanan, mencakup: warna tampilan luar, warna tampilan dalam, kelembutan
makanan, bentuk permukaan pada makanan, keadaan makanan (kering, basah, lembab)
Adaptasi rasa ayam betutu berupa pengurangan rasa pedas, untuk mengurangi rasa
pedas maka kuahnya akan dikurangi pada saat menyajikannya. Dalam segi rasa, ayam betutu
yang awalnya sangat pedas namun seiring dengan perkembangan maka rasa pedas dikurangi
agar semua pengunjung dapat menikmatinya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bapak Made
Mudita yang dijumpai saat melakukan kunjungan ke objek penelitian.
160
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
mengurangi jumlah waktu yang diperlukan serta tuntutan pengunjung juga. Jika memasak
dengan cara konvesional memerlukan waktu 2 jam dan daging ayam kelihatan kecoklatan
karena terlalu lama dimasak. Alasan lainya dimasak dengan cara diungkep adalah lebih
mudah dalam menyajikan sesuai dengan keinginan pengunjung.
161
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
Strategi ST, agar pengembangan ayam betutu dapat berjalan dengan baik maka cita rasa yang
dimiliki harus dipertahankan, sehingga kepopuleran ayam betutu dapat tetap terjaga. Strategi
WT, kurangnya promosi juga dapat menyebabkan kurang berkembangnya ayam betutu khas
Gilimanuk ini. Promosi perlu ditingkatkan baik dengan menggunakan media massa TV
maupun internet.
Strategi adaptasi yang diperlukan dalam mengolah dan menyajikan ayam betutu khas
Gilimanuk adalah adaptasi bentuk, fungsi, bahan-bahan, rasa, pemesanan, menewarkan menu
dan cara menikmatinya.
Disarankan dari segi penyajian makanan terhadap para pelanggan rumah makan ayam
betutu khas Gilmanuk perlu dilakukan adanya penambahan alas daun pada piring terutama
untuk nasi karena akan menambah aroma lebih pada nasi itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, Risa Panti. (1994). Studi Kelayakan Seni Kuliner Bali Mengenai Hidangan
Tradisional Propinsi Bali. Laporan Penelitian. Singaraja STKIP Singaraja.
Billas, Richard. A. (1992). Ekonomi Makro. Penerjemah. Sahat Simamora. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Cooper, Chris. (2005). Tourism Principles and Practise. Third edition. London: Pitman
Publishing
Damsar. (2011). Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana
Dellya, Ria Yudyanti Wina. (2009). Pengaruh Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Proses
Keputusan Konsumen Dalam Memilih Jasa Penginapan (Studi Pada Hotel Montana I
Malang). Skripsi, Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri
Malang. Diakses 20 Maret 2011 dari http://karya-
ilmiah.um.ac.id/index.php/Manajemen/article/view/4248.
Indrawijaya, A. Ibrahim. (2000). Perilaku Organisasi. Bandung: Sinar Baru
Kotler, P. (2007). Manajemen Pemasaran : Analisis Perencanaan, Implementasi, dan
Kontrol. Edisi Revisi Jilid 2. Jakarta : PT. Prenhalindo
Kotler , P. and Armstrong. (2004). Principles of Marketing. The Eighth Edition. New Jersy:
Prentice-hall International,Inc
Marsiti. (2005). Hidangan Bali. Diktat Perkuliahan UNDIKSHA Singaraja.
Marsum, WA. (1999). Restaurant dan segala Permasalahannya. Yogyakarta: Andi
Milles, Matthew, A Michael Huberman, 1992. Analisis data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Moleong, Lexy J. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Nawawi, Hadari. (1998). Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press,.
Nurul Zuriah. (2005). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara
Omliem. (2011). Industry Kuliner Diusulkan Masuk Dalam RUU Pariwisata. Diakses 8 Mei
2011 dari http://www.jajanan.com.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKiS
Pitana, I Gede.1994. Dinamika Masyarakat dan Kebudayaan Bali. Denpasar: Bali Post.
Ruki, Made. (2010). Pengembangan Wisata Kuliner Sebagai Bentuk Pemanfaatan Daerah
Pesisir. Sintesa Jurnal Ilmu Sosial dan Politik. Vol.1 No.2 November 2010. Hal. 159-
290. ISSN: 2086-6224
162
SOSHUM JURNAL SOSIAL DAN HUMANIORA, VOL. 3, NO. 2, JULI 2013
Sadjuni, Ni Luh Gde Sri, (2006). Ekspektasi Dan Persepsi Wisatawan Terhadap Gastronomi
Makanan Bali (Kasus : Pada Restauran Hotel Di Kawasan Pariwisata Nusa Dua).
Tesis. Universitas Udayana.
Stanton, W.J. (1996). Prinsip-Prinsip Pemasaran. Penerjemah Yohanes Lamoto. Jakarta:
Erlangga
Suci, dkk. (1986). Pengolahan Makanan Khas Bali. Denpasar : Proyek Penelitian dan
Pengkajian Kebudayaan Bali Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen P dan K
Sudiara, (1999). Wisata Boga Diversifikasi Produk Wisata Menyongsong Melinium Ketiga.
Nusa Dua : Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Administrasi. Bandung : Penerbit Alfabeta
Sujatha, Ketut, (2001). Seni Kuliner Bali sebagai Aspek Kebudayaan Dalam Menunjang
Industri Pariwisata. Laporan Penelitian Universitas Udayana.
Soekadijo, R.G. (2000). Anatomi Pariwisata : Memahami Pariwisata sebagai Sistemic
Linkage. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sukarsa, I Made. (1999). Pengantar Pariwisata. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Badan Kerjasam Perguruan Tinggi Negeri
Indonesia Timur.
Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar teori dan terapannya dalam
penelitian. Edisi-2. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Swasta, Basu dan Handoko. (2006). Manajemen Pemasaran : Analisa Perilaku
Konsumen. Yogyakarta : Liberty.
Tedjakusuma, Hartini, dan Muryani. 2001. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perilaku Konsumen dalam Pembelian Air Minum di Kota Surabaya. Jurnal Penelitian
Dinamika Sosial Vol. 2 No. 3 Desember 2001: 50 -58. Diakses 30 April 2011 dari
http://www.scribd.com/doc/14339457/
Tjiptono, F. (2002). Manajemen Jasa. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Andi
Wahab, Salah. (2003). Manajemen Kepariwisataan. Jakarta: PT. Pradnya Paramita
Winaya, Made. (2011). Panasihat Indonesian Chef Asssociation (ICA), Instruktur Tata Boga
Sekolah Perhotelan Bali. Diakses 30 April 2011 dari
http://www.cybertokoh.com/index.php?
Wahjosumidjo. (1994). Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wolf, Erik. (2011) Culinary Art. Diakses 29 Februari 2011 dari
(http://en.wikipedia.org/wiki/Culinary_art).
Yoeti, Oka A. (1996). Pemasaran Pariwisata. Bandung: Angkasa
Putri, Ida Ayu Trisna Eka, Agung Sri Sulistyawati, Fanny Maharani Suarka, dan Yuyun
Indrawati. (2010). Eksistensi Dan Esensi Makanan Tradisional Bali Sebagai
Penunjang Culinary Tourism Di Kabupaten Badung. Analisis Vol. 10 No. 1 Th. 2010,
Hal. 97
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata R.I, (2009). Undang-Undang R.I. No 10 Tahun 2009
Tentang Kepariwisataan. Jakarta.
163