181 181 1 PB

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

JITV Vol. 5. No.1. Th.

2000

PATOGENESIS SEPTICAEMIA EPIZOQTICA (SE) PADA


SAPI/KERBAU: GEJALA KLINIS, PERUBAHAN PATOLOGIS,
REISOLASI, DETEKSI PASTEURELLA MULTOCIDA DENGAN MEDIA
KULTUR DAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)
ADIN PRIADI dan LILY NATALIA

Balai Penelitian Veteriner, Bogor


Jalan R. E. Martadinata 30, PO. Box 151, Bogor 16114. Indonesia

(Diterima dewan redaksi 3 Nopember 1999)

ABSTRACT

ADIN PRIADI dan LILY NATALIA. 2000. Pathogenesis of Haemorrhagic Septicaemia (HS) in cattle and buffalo: clinical signs,
pathological changes, reisolation and detection of Pasteurella multocida using culture medium and Polymerase Chain Reaction
(PCR} Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 5 (1): 65-71.
In the study of the pathogenesis of Haemorrhagic Septicaemia (HS), one cattle and one buffalo were infected subcutaneously
with a dose of 4 x 108 colony forming units of Pasteurella multocida B:2 in the neck region. The post infection clinical findings
were observed. During this observation period, bacterial isolation was carried out from heparinised blood and nasal swabs. The
buffalo succumbed 2 hours earlier than the cattle.111e post mortem pathological changes in cattle and buffalo were similar but
the lesions most severe in the buffalo. The prominent changes were observed in the lungs and bronchi of both animals. Bacterial
reisolation and Polymerase Chain Reaction (PCR) for P. multocida were carried out trom various samples kept at room
temperature without any preservative for 15, 35 and 59 hours after the death of the animals. After 59 hours, heavily
contaminated samples were found in all organs except bone marrow. Reisolation of P. multocida trom these samples was
difficult, however, the organism can still be identified by PCRTo improve the viability of Pasteurella multocida and reducing
the growth of contaminants, transport medium containing selective antibiotics was developed. Amikacin and Gentamicin were
good selective antibiotics to suppress other contaminating organisms.
Key words: Pathogenesis, Pasteurella multocida B:2, cattle and buffalo, selective medium, PCR

ABSTRAK

ADIN PRIADI dan LILY NATALIA. 2000. Patogenesis Septicaemia Epizootica (SE) pada sapi dan kerbau: gejala klinis, perubahan
patologis, reisolasi, deteksi Pasteurella multocida dengan media kultur dan polymerase chain reaction (PCR). Jurnal Ilmu
Ternak dan Veteriner 5 (1): 65-71.
Pada pengamatan patogenesis Septicaemia Epizootica, seekor sapi dun seekor kerbau masing-masing diinfeksi dengan 4 x
108 colony forming units (CHI) kuman Pasteurella multocida B:2 secara sub cutan di daerah leher. Gejala klinis setelah infeksi
diamati. Selama pengamatan, dilakukan isolasi bakteri dari darah yang berheparin dan ulas kapas lidi dari hidung (nasal swab).
Kerbau mati 2 jam lebih dahulu daripada sapi. Pada pemeriksaan post mortem, perubahan patologi pada sapi dan kerbau yang
diinfeksi ternyata serupa tetapi lesi pada kerbau lebih parah dibandingkan pada sapi. Kelainan terutama tetjadi pada paru-paru
dan bronchi. Reisolasi bakteri dan Polymarase Chain Reaction (PCR) untuk P. multocida B:2 dilakukan terhadap berbagai
sampel yang disimpan pada suhu kamar tanpa pengawet pada waktu 15,35 dan 59 jam setelah kematian hewan. Sesudah 59 jam,
sampel dengan kontaminasi berat ditemukan hampir pada semua sampel kecuali sum sum tulang. Reisolasi P. multocida dari
sampel seperti ini sulit dilakukan tetapi PCR masih dapat mendeteksi mikroorganisme tersebut. Untuk memperbaiki daya hidup
Pasteurella multocida dan menekan pertumbuhan bakteri kontaminan, media transport yang mengandung antibiotik selektif
telah dikembangkan. Amikacin dan gentamicin merupakan antibiotik selektif yang baik untuk menekan mikroorganisme
kontaminal.
Kata kunci: Pathogenesis, Pasteurella multocida B:2, sapi dan kerbau, media selektif, PCR

PENDAHULUAN akibat penyakit ini cukup besar. WIRYOSUHANTO


(1993) melaporkan bahwa kemgian ekonomi akibat
Penyakit Septicaemia Epizootica (SE)/ penyakit ini pada sapi dan kerbau di Indonesia
Haemorraghic Septecaemia (HS) atau disebut juga mencapai Rp 16,2 milyar pada tahun 1987. Penyakit ini
penyakit ngorok adalah penyakit yang menyerang tergolong dalam 14 jenis penyakit menular strategis
hewan sapi atau kerbau, bersifat akut dengan yang koordinasi pengendaliannya dilakukan di tingkat
mempunyai tingkat kematian yang tinggi. Kerugian pusat (DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEW AN, 1995).

65
ADIN PRIADI dan LILY NATALIA: Patogenesiss Septicaemia Epizootica (SE) Pada Sapi/Kerbau

Walaupun demikian, spesimen yang dikirim dari kasus ml pada agar darah, menurut metoda MILES, MISRA
penyakit SE di Indonesia masih sangat sedikit yang dau IRWIN (1938)
sampai dilaboratorium diagnostik veteriner (GRAYDON Seekor sapi Bali dari seekor kerbau yang masing-
et al., 1993). Demikian juga tingkat keberhasilau isolasi masing berumur 2 talmn diinfeksi dengau
bakteri penyebab penyakit tersebut masih sangat menyuntikkan 1 ml kultur yang mengandung 4 x 108
rendah. Isolasi bakteri sering mendapat kesulitan akibat CFU P. multocida B:2 (332), secara sub cutan di daerah
kontaminasi sampel lapangan yang diterima (ACIAR leher. Sesudah penyuntikkan, hewan diamati setiap 4
REPORT, 1994). jam sampai hewau mati. Pada tiap pengamatan, diambil
Dalam penelitiau ini dilakukan infeksi buatan sampel ulas kapas lidi dari hidung, darah dari vena
dengan P. multocida B:2 penyebab SE dan diamati jugularis dau kondisi/gejala klinis hewan seperti suhu
gejala klinis dan perubahan patologi yang terjadi pada tubuh juga dicatat. Terhadap hewan yang sudah mati
hewan. Setelah kematiau hewan, dipelajari tingkat dilakukan nekropsi dan diamati perubahan-perubahan
keberhasilan isolasi bakteri dan deteksi mikroorganisme patologis yang terjadi. Pada saat pemeriksaan post
penyebab dari berbagai organ tubuh hewan dengan mortem, juga diambil berbagai sampel seperti paru-
lama penyimpanan spesimen yang bervariasi sesuai paru, lymfoglandula prescapularis dau subman-
dengau keadaan di lapangan pada umumnya. dibularis, cairau oedema, tonsil, sumsum tulang, limpa,
Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui organ cairau pericardium, cairan ruang perut dan darah
terbaik yang dapat dikirimkan ke laboratorium jantung. Sesudah pemeriksaan post mortem, bangkai
diagnostik guna menunjang keberhasilan isolasi dan hewan disimpan pada suhu kamar (tanpa pengawet) dan
teknik terbaik untuk isolasi dan deteksi bakteri sampel serupa seperti di alas diambil kembali pada saat
penyebab untuk diagnosa penyakit SE. 15 jam setelah kematian hewan. Sampel berupa paru-
Untuk menunjang keberhasilan isolasi bakteri paru, tonsil, sumsum tulang, limpa, darah jantung
beberapa telall bauyak media transport dikembangkan kembali diambil dari bangkai hewan pada waktu 35 dan
(DE ALWIS, 1973). Media-media tersebut adalah 59 jam setelah kematian hewan.
modifikasi dari media yang mula-mula dibuat oleh
STUART (1946), untuk mentransportasikan gonococci Reisolasi bakteri dari deteksi Pasteurella multocida
yang mempunyai daya hidup yang buruk di luar tubuh dengan Polymerase Chain Reaction (PCR)
manusia. Menurut STUART, media transport yang baik
harus dapat mempertahankan keadaan bakteriologik Terhadap sampel ulas kapas lidi, darah (sewaktu
dari spesimen, jadi tidak menyebabkan kematian atau hewan masih hidup) dan sampel organ tubuh setelah
juga perkembangbiakkan bakteri. Dalam penelitian ini hewan mati dilakukan reisolasi P. multocida. Isolasi
dilakukau evaluasi dari beberapa media transport media dari identifikasi P. multocida dilakukan dengan
yang sering digunakan, kemudian akan dikembangkan pewarnaan Gram dan uji biokimia menumt Cowan and
untuk membuat media transport selektif (dengan Steel (COWAN, 1974).
penambahan autibiotik tertentu) yang menunjang Terhadap sampel yang sama juga dilakukan teknik
pertumbuhan Pasteurella multocida serta dapat PCR untuk deteksi P. multocida B:2. Satu set primers
menekan pertumbuhau bakteri kontaminan yang sering untuk mendeteksi P. multocida B:2 telah diidentifikasi
mengganggu usaha isolasi bakteri tersebut. di Victorian Institute of Animal Science (VIAS),
Australia (BRICKELL et al, 1998), digunakan pada
penelitian ini. Amplifikasi dari DNA dilakukan dalan
MATERI DAN METODE
jumlah volume 20µ. Campuran reaksi ini terdiri alas: 5
Infeksi percobaan pada sapi dan kerbau µM atau 1µ masing-masing oligonukleotida, 2 mM
atau 2 µl untuk masing-masing 4 deoksinuklcosida
Untuk infeksi percobaan, P. multocida B:2 (332) triposfat (dNTP) (Pro mega), 2 U atau 0,5 fll. ensim Tth
ditumbuhkan dahulu semalam pada suhu 37°C pada DNA polymerase (Pro mega), 10 x (2 µl) buffer PCR
lempeng agar darah domba, untuk kemudian dari koloni (10 mM Tris-HCI, pH 8,3; 50 mM KCl2; 1,5 mM
tunggal ditumbuhkan kembali pada Brain Heart MgCl2) dan sampel DNA yang dapat berupa cairan ulas
Infusion Broth (BHI broth) dan diinkubasi semalam kapas lidi, plasma, cairan tubuh dan lain-lain.
pada suhu 37°C. Sebanyak 1 ml BHI broth yang telah Campuran tersebut ditutup dengan satu tetes minyak
diinkubasi tersebut ditumbuhkan kembali pada BHI parafin dan kemudian dimasukkan dalam thermal cycler
broth yang baru, diletakkan dalam shaking waterbath (Hybaid Omnigene) yang sudah diprogram dengan 35
yang bersuhu 37°C dan dibiarkan selama 3 jam dengan siklus PCR, yaitu 30 detik pada 94oC, 30 detik pada
pemautauan densitas optikal untuk menentukan 65°C, 30 detik pada 72 Dc. Sebanyak 12 µl dari basil
pertumbullan yang optimal (densitas optikal: 0,3 pada amplifikasi tersebut kemudian diseparasi dalam 1% gel
panjang gelombang 620 nm). Jumlah kuman ditetapkan agarose yang diwarnai dengan cthidimn bromida dan
dengan perhitungan Colony Forming Unit (CFU) per

66
JITV Vol. 5. No.1. Th. 2000

fragmen DNA yang terjadi kemudian divisualisasikan Berbagai antibiotik diuji tingkat konsentrasi hambat
dengan Ultra Violet fluorescence dan. didokumentasi minimum (MIC: Minimal Inhibitory Concentration)
menggunakan kamera polaroid. Hasil PCR positif dalam media transport BHI dan dilakukan menurut
ditunjukkan oleh adanya band tunggal pada kira-kira FROST (1994). Antibiotik yang diuji adalah Ampicillin,
350 bp. Tidak adanya band tersebut menunjukkan Bacitracin, Chloramphenicol, Kanamycin, Streptomy-
sampel tersebut PCR negatif. cin, dan Vancomycin dalam pengenceran 1/2 dari
konsentrasi 0 hingga 100 µg/ml; Amikacin, Chlortetra-
Media ransport untuk P. multocida cyclin, Cycloheximide, Neomycin, Cloxacillin, Erythro-
mycin, Gentamycin, Pennicillin, Polymixin B dalam
Beberapa media transport yang biasa atau dapat pengenceran 1/2 dari konsentrasi 0 sampai 25 µglml.
digunakan untuk menumbuhkan bakteri dipersiapkan Pengujian dilakukan secara duplo. Pertumbuhan
untuk dipakai menumbuhkan P. multocida. Media kuman yang diuji diamati setelah inkubasi pada sulm
tersebut adalah: 30°C semalam. Kuman yang tumbuh pada BHI semi
1. Stuarts transport medimn (Difco) solid ini kemudian ditumbuhkan pada lempeng agar
2. Amies Transport Medium (Gibco) darall untuk dapat diidentifikasi. Kuman yang tidak
3. Brain heart Infusion broth (BHI broth/ Oxoid) tumbuh atau tumbuh dalam konsentrasi antibiotik
4. Semi-solid BHl broth (dengan penambahan 0,3 tertentu dicatat.
g agar/100 ml BHI broth)
5. Glycerol broth ( 37,5 g glycerol per 100 ml
Luria broth (per liter: 10 g tryptone, 5 g yeast HASIL DAN PEMBAHASAN
extract, 10 g NaCI; pH 7,4)
Pengujian media tersebut dilakukan dengan cara
sebagai berikut. P. multocida galur 332 mula-mula Infeksi P. multocida pada sapi dan kcrbau
ditumbuhkan pada BHI broth, dan diinkubasi semalam
pada sulm 37°C. Ulas kapas lidi steril diteteskan 100 µl Setelah dilakukan penghitungan kandungan kuman
biakan BHl broth yang telah ditumbuhkan tadi dan P. multocida yang akan diinfeksikan pada hewan,
dicampurkan dalam 900 µl peptone water. Setiap ulas ternyata didapat 4 x 108 CFU/ml kultur. Sebanyak 1 ml
kapas lidi tersebut ditumbullkan pada media transport kultur disuntikkan secara sun cutml pada hewan sapi
yang akan diuji secara duplo. Inkubasikan pada suhu maupun kerbau.
tertentu (37oC dan suhu ruangan) selama 24 jam, 48
jam, 72 jam, 120 jam daD 168 jam. Setelah inkubasi, Gejala klinis setelah infeksi
masukkan ulas kapas lidi tersebut dalam 5 ml PBS dan
divortex. Terhadap cairan ini kemudian dilakukan Terlihat bahwa kerbau mengalami gejala yang lebih
penghitungan CFU/ml pada lempeng agar darah. Hasil berat dibandingkan sapi. Suhu tubuh kerbau mencapai
penghitungan CFU dari berbagai media transport puncaknya pada 4 jam setelah infeksi, yaitu 43°C.
tersebut dicatat dan dibandingkan untuk dapat Keadaan ini berbeda dengan pengamatan HORAGODA
ditentukan media transport yang terbaik untuk et.al. (1991) yang menyatakan kenaikan suhu hingga
pertumbuhan P. multocida. 41°C dicapai 12 jam sesudah infeksi. Hal ini mungkin
karena rute infeksi yang berbeda yaitu diberikankan
Penambahan antibiotik pada media transport untuk secara oral (HORADAGODA et. al. 1991). Pada sapi suhu
menekan kontaminan tubuh mencapai puncaknya 12 jam setelah infeksi, yaitu
pada suhu 39,6°C. Gejala yang dapat diamati pada
Bakteri yang diuji terhadap antibiotik adalah bakteri kerbau adalah kemerahan mala dan keluarnya cairan
yang harus diperbaiki daya hidupnya (Pasteurella hidung. Sedangkan pada sapi yang terlihat hanya kulit
multocida), dan bakteri lain atau kontaminan yang harus yang memerah. Pembengkakan leher yang meluas dari
ditekan pertumbuhannya (Pasteurella haemolytica, tempat penyuntikkan sampai ke daerah sub mandibula
Escherichia coli. Proteus mirabilis, Pseudomonas terlihat pada sapi maupun kerbau pada 16 jam setelah
aeruginosa). Ke enam macam bakteri ini dicampur infeksi. Kerbau mati pada 22 jam setelah infeksi
sedangkan sapi mati 2 jam kemudian. Hasil pemantauan
menjadi satu masing-masing dalam jumlah 102/µl
gejala klinis setelah infeksi dapat dilihat pada Tabel 1.
dalam peptone water dan ditumbullkan pada media
Terlihat di sini kelainan yang terutama adalah gangguan
transport BHl semisolid (agar miring) yang
pernafasan yang disertai demam dan kelemahan tubuh.
mengandung antibiotik dalam berbagai konsentrasi.

67
ADIN PRIADI dan LILY NATALIA: Patogenesiss Septicaemia Epizootica (SE) Pada Sapi/Kerbau

Tabel 1. Perubahan yang terjadi setelah infcksi sampai kematian hcwan


Kerbau Sapi
Waktu
pasca infeksi Suhu tubuh Gcjala klinis Suhu tubuh Gejala klinis

0 jam 39,1 oC normal 39,0°C Normal


o
4 jam 43,0 C Mata kemerahan 39,0°C Normal
Ekskrcsi cairan hidung
8 jatn 43,0 oC Mata merah, cairan 39,0°C mata mcrah
Hidung makin jelas
12jam 39,0 oC Gejala di atas makin 39,6°C mata merah
Parah
16 jam 39,6 oC Pembengkakan leher 39,6°C Ekskrcsi hidung
Pembcngkakan lcher
20 jam 39,6 oC Gejala makin jelas 40,O°C makin lcsu
22 jam - hcwan mati 39,4°C Hcwan jatuh/kejang
24 jam - - - Hcwan mati

Perubahan patologi kapas lidi, pada kerbau P. multocida dapat ditemukan


saat 12 jam pasca infeksi, sedangkan pada sari ham
Lesi yang ditemukan pada kerbau lebih parah dapat ditemukan 16 jam pasca infeksi. Terlihat bahwa
dibandingkan pada sari. Terdapat oedema sub eutan perjalanan kuman lebih cepat pada kerbau dibandingkan
yang meluas di daerah penyuntikkan (daerah leher). pada sari. Kontaminasi yang terjadi pada sampel ulas
Jaringan otot dibawahnya pucat dan oedemlatous. kapas lidi ditemukan pada 4 jam dan 24 jam setelah
Oedema juga meluas ke bawah ke daerah bahu, juga ke infeksi mungkin disebabkan rendahnya jumlah P.
alas ke daerah sub mandibula. Limfoglandula multocida pada jam ke 4 dan menurunnya jumlah
preseapulla dan sub mandibulla terlihat membengkak kuman ini pada jam ke 24. Hasil selengkapnya dapat
dan oedematous. Pada paru-paru terlihat adanya dilihat pada Tabel 2.
pembendungan dan busa terlihat banyak terdapat di Pada Tabel 3. dapat dilihat basil reisolasi bakteri
bronchus dan saluran udara lainya. terlihat juga dan PCR untuk mendeleksi P. multocida. Saat 15 jam
perdarahan titik (ecchymotic) pada permukaan setelah kematian hewan, P. multocida dapat diperolch
epicardial dan endocardial. FacIa saluran pemafasan dalam kultur murni dari semua sampel yang diambil
bagian alas dan tonsil juga terlihat adanya perdarahan sewaktu nekropsi, kecuali satu sampel paru-paru sa pi
petechiae. Secara mnum dapat dilihat bahwa perubahan yang terkontaminasi. Untuk sampel yang dikoleksi pada
yang menyolok bempa oedema subcutan yang meluas 35 dan 59 jam setelah kematian hewan, isolasi bakteri
sampai perubahan pada pam-paru yang bempa sudah sulit dilakukan karena adanya kontaminasi yang
pembendungan/pnemnonia. Hal sempa juga ditemukan cukup berat. Kontaminan yang ditemukan umumnya
oleh DE ALWIS (1991) dan GRAYDON et al (1993) adalah E. coli, Proteus .sp., Pseudomonas sp., dan
Dari hasil pemeriksaan patologis ini dapat terlihat Streptococcus sp. Meskipun demikian dengan cara
bahwa kerbau lebih peka terhadap in[eksi P. multocida pcngenceran sampel secara seri (kelipatan 10), kadang-
dibanding sari. DE ALWIS (1991); MARERO (1991); kadang P. Multocida masih dapat dimungkinkan untuk
RAHIM (199J) juga telah mendapatkan kenyataan yang dapat diisolasi dari paru-paru pada 35 jam dan 59 jam
serupa di lapangan. pasca infeksi. Sedangkan PCR dapat menunjukkan basil
positif dari sampel limpa dan paru-paru 59 jam sesudah
Rcisolasi daD dctcksi P. multocida dcngan PCR kematian. Hasil PCR positif spesifik terhadap P.
multocida B:2 yang ditujukkan oleh adanya band
Reisolasi kuman dari darah hari hewan terinfeksi tunggal pada 350 bp dapat dilihat pada Gambar 1. Dari
menunjukkan bahwa bakteriaemia dideleksi 12 jam basil itu dapat dilihat keunggulan teknik PCR yang
setelah infeksi baik pada sari maupun kerbau. Pada ulas dapat mendeteksi P. multocida dalam keadaan sampel
kapas lidi, P. multocida hanya ditemukan pada sampel yang terkontaminasi berat. Teknik PCR yang digunakan
dari kerbau. Biakkan mtmu P. multocida dapal diisolasi Telah diuji kemampuannya untuk mendeleksi P.
dari semua sampel darah sejak 12 jam pasca infcksi Multocida B:2 dalam sampel yang terkontaminasi
sampai pada saat kematian hewan. Pada sampel ulas bakteri lain (NATALIA, J 996).

68
JITV Vol. 5. No.1. Th. 2000

Tabel 2. Hasil Reisolasi P. multocida setelah infeksi sampai kematian hewanLama

Pasca infeksi Hewan Jenis sampel


Darah berheparin Ulas kapas lidi Cairan oedem
0 jam Sapi TD TD TD
Kerbau TD TD TD
4 jam Sapi Negatif Kontaminasi TD
Kerbau Negatif Kontaminasi TD
12 jam Sapi 3 x 103 CFU/ml Negatif TD
Kerbau 8,5 x 104 CFU/ml 1 x 102 CFU/ml TD
16 jam Sapi 2,4 x 104 CFU/ml 6 x 103 CFU/ml TD
Kerbau 6 x 104 CFU/ml 1,1 x 104 CFU/ml TD
20 jam Sapi 4,2 x 105 CFU/ml 6 x 102 CFU/ml TD
Kerbau 4,0 x 107 CFU/ml 5 x 104CFU/ml TD
22 jam Kerbau 4,9 x 109 CFU/ml Kontaminasi 9
1,6 x 10 CFU/ml
24 jam Sapi 7,5 x 106 CFU/ml Kontaminasi 2,4 x 104 CFU/ml

Tabel 3. Reisolasi kuman Pasteurella multocida dan reaksis PCR 15 jam, 35 jam dan 59 jam sesudah kematian sapi dan
kerbau
Sesudah kematian
Organ/Cairan 15 jam 35 jam 59 jam
Isolasi PCR Isolasi PCR Isolasi PCR
L.g.Presacpularis s 8 x 109 TD TD TD TD TD
K 2,3 x 1010 TD TD TD TD
L.g. Submaxillaris s 1,3 x 10 9 TD TD TD TD TD
K 6 x 10 9 TD TD TD TD TD
Tonsil s TD - TD - Kont TD
K 3,4 x 1010 - Kont - Kont -
Sumsum s 1,9 x 10 9 - Kont TD 2 x 10 9 -
K 2,5 x 1010 - 6 x 10 9 TD Kont -
Limpa s 8 x 10 9 + Kont TD Kont +
K 2 x 1010 + Kont TD Kont +
Paru-paru s 1 x 1010 + Kont TD Kont -
K 2,5 x 10 9 + 1 x 1010 TD Kont +
Darah jantung s 5 x 1010 + Kont - Kont -
K 1,6 x 1011 + Kont + Kont -
Cairan pericardium s TD TD TD TD TD TD
K 2,7 x 1010 + TD TD TD TD
Cairan oedem s 6,3 x 1010 TD TD TD TD TD
K 4,5 x 1010 TD TD TD TD TD
Cairan abdominal s TD TD TD TD TD TD
K 2,5 x 1010 TD TD TD TD TD
S = sapi K = kerbau
Kont = Kontaminasi td = Tidak dilakukan
= + reaksi PCR positif - = reaksis PCR negatif

69
ADIN PRIADI dan LILY NATALIA: Patogenesiss Septicaemia Epizootica (SE) Pada Sapi/Kerbau

Tabel 4. Hasil pemantauan pertumbuban P. multocida pada berbagai media transport

Media Suhu 0 jam * 24 jam* 48 jam* 72 jam* 120 jam* 168 jam*

Stuart suhu ruang 31. 104 n.g. n.g. n.g. n.g. n.g.
Amies suhu ruang 31. 104 n.g. n.g n.g n.g n.g
BHI suhu ruang 31. 104 166.106 167. 106 50. 106 86. . 104 57. 104
BHI 37°C 31. 104 229. 106 0,03. 106 A 0 0
BHI semi suhu ruang 31. 104 99. 106 1,3. 106 1,9. 106 14,9. 104 51. 104
BHIsemi 37°C 31. 104 13. 106 0,6. 106 0,24. 106 12,1. 104 7,1. 104
Gly broth 37°C 31. 104 - 195.103 155 225 <100
*: cfu/ulas kapas lidi dalam 1 m1PBS

Media transport untuk P. multocida Penambahan antibiotik pada media transport untuk
menekan kontaminan
Hasil selengkapnya dari pengujian media transport
dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 1. Untuk media Hasil pengujian berbagai antibiotik pada media
Amies dan Stuart, P. multocida mengalami kematian transport dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Terlihat
dalam waktu 24 jam setelah inkubasi. Pada media BHI, bahwa Amikacin dan Gentamicin merupakan antibiotik
P. multocida mengalami kematian setelah 72 jam yang dapat ditambahkan pada media transport untuk
inkubasi pada suhu 37°C. Jadi media Stuart, Amies dan menekan bakteri kontaminan (E. coli, Proteus mirabilis,
BHI ini tidak dapat digunakan sebagai media transport. Pseudomonas aeruginosa dan Pasteurella hemolytica).
Untuk media Glycerol broth, pertumbuhan P. multocida Amikacin dapat digunakan 4 µg/ml dan Gentamicin
tidak sebaik pertumbuhan pada media BID semi solid. dapat digunakan 5l-lg/ml untuk menekan bakteri
Dari hasil yang didapat, media BHI semi solid kontaminan tanpa mengganggu pertumbuhan P.
merupakan media transport yang terbaik (P. multocida Multocida sendiri. Gentamicin dan Amphotericin B
dapat tmnbuh dengan baik pada suhu ruang ataupun telah dipakai olch MOORE et at. (l994).dalam media
pada suhu 37°C walaupun sampai hari ke tujuh atau 168 lempeng agar darah selektif untuk P. multocida.
jam). Dinyatakannya bahwa Amikacin dan Gentamicin (dari
kelompok antibiotik aminoglycoside), mempunyai nilai
hambat bakteri yang konsisten dan efektif untuk
menghambat penyebaran Proteus mirabilis yang seeing
menyulitkan isolasi P. multocida. Amphotericin B
digunakan sebagai fungisida dengan tanpa
mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Selain itu untuk
menghambat pertumbuhan ragi atau cendawan, media
dapat ditambahkan amphotericin B sebesar 4 µl/ml
(ACIAR REPORT, 1994).

KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan di atas dapat disimpulkan


bahwa kerbau lebih peka terhadap Septicaemia
Epizootka dibandingkan sari. Gejala penyakit yang
menyolok adalah demam yang disertai gangguan
pernafasan dan kebengkakan daerah leher yang meluas
1. pGEM positive markers ke atas dan ke daerah dada. Bakteriaemia pada sapi dan
2. PCR product dari P. multocida B:2 (HS) - positif(350 kerbau terjadi pada 12 jam pasca infeksi, dan bakteri
bp) dapat ditemukan di cairan hidung kerbau pada saat yang
3. Kontrol negatifuntukPCR P. multocida B:2 sama tetapi pada sa pi 4 jam sesudahnya. Perubahan
4. dan 5. PCR product dari P. multocida (non-HS) patologis yang menonjol adalah oedema yang meluas di
Gambar 1. Reaksi positif PCR Pasteurella mllitocida B:2 daerah leber, pembendungan paru-paru/pneumonia, dan
(HS) dan P. nlllitocida (Non-HS) adanya perdarahan petechiae pada saluran pernafasan
bagian atas.

70
JITV Vol. 5. No.1. Th. 2000

Reisolasi P. multocida masih dapat dilakukan pada DIREKTORAT BINA KESEHATAN HEWAN. 1995. Kebijaksanaan
sampel yang diambil 35 jam setelah kematian hewan. Pemberantasan daB Pengendalian Penyakit Ngorok di
Tetapi sesudah itu, adanya kontaminasi oleh bakteri Indonesia. Rapat Evaluasi Pemberantasan Penyakit SE
kontaminan (terutama Proteus sp.) sangat menyulitkan di Wilayah BPPH Wilayah VI dan Evaluasi Protek
ACIAR, Denpasar, 28 Agustus 1995.
usaha isolasi. Dalam hal ini sampel sumsum tulang
merupakan sampel terbaik, karena dari sampel ini masih FROST, 1.A 1994. Testing for Resistance to Antimicrobial
dapat dilakukan isolasi bakteri penyebab. Meskipun Drugs. hl Methods in Practical Laboratory Bacteriology.
sampel telah berumur lama (lebih dari 3 hari), teknik Edited by Henrik Chart. CRC Press. InC.
PCR masih dapat mendeteksi bakteri penyebab. Untuk GRAYDON, R. 1.; B.E. PATTEN and H. HAMID. 1993. The
menunjang keberhasilan diagnosa dan isolasi P. Pathology of Experimental Haemorrhagic Septicaemia
multocida , dapat digunakan media transport BHI semi in Cattle and Bufialo. Pasteurellosis in Production
solid dengan penambahan Amikacin 4 µg /ml; Animals. ACIAR Proceedings no. 43.
Gentamicin: 5 µg/ml, dan Amhotericin B 4 µg /ml. HORADAGODA, N.U., M.C.L DE ALWIS, T.G WIJEWARDANA,
K. BELAK, AI.U. GOMIS, and AA VILULASIRI. 1991.
Experimental Haemorrhagic Septicaemia in Buffalo
UCAPAN TERIMA KASIH Calves. Proceedings of The Fourth Intemational
Workshop on Haemorrhagic Septicaemia, Sri Lanka 11-
Ucapan terima kasih terutama ditujukan pada 15 February 1991: 73-81
Australian Centre for International Agricultural
MILES, A A, S.S. MISRA, and 1. O. IRWIN. 1938. The
Research (ACIAR) yang telah membantu terlaksananya Estimation of the bactericidal power of blood. J. Hyg.
penelitian ini. Kepada Dr. Phillip Wielders dan Ms. Camb. 38:732.
Simone Warner dari Victorian Institute of Animal
Science, Australia juga kami ucapkan terima kasih alas MOORE, M.K., L.C. CHUBBS and R1. GATES. 1994. A New
Selective Enriclunent Procedure for Isolating
segala bantuan dan saran-sarannya. Kepada M.
Pasteurella multocida from Avian and Enviromnent
Syafarudin yang telah membantu pekerjaan di Samples. Avian Dis. 38:517-524.
laboratorium tidak lupa kami ucapkan terima kasih.
MORERO, RF. 1991. Status Report- Phillipines. Proceedings of
the fourth hltemational Workshop on Haemorrhagic
DAFTAR PUSTAKA Septicaemia. FAO, Bangkok, Thailand. 11-15 Feb.
1991.
ACIAR. 1994. Annual Report. Diagnosis and Control of
NATALIA, 1. 1996. Abattoir survey for P. multocida B:2 in
Haemorrhagic Septicaemia in Indonesia. ACIAR
Indonesia using conventional and PCR technology.
Project No. 9202.
Intemational Workshop on Diagnosis and Control of
BRICKELL, S. K., L.M. THOMAS, K.A. LONG, M. P ANACCIO, Haemorrhagic Septicaemia. Denpasar, Bali 28-30 May
and P.R WIDDERS. 1998. Development of a PCR test 1996.
based on a gene region associated with the Patho-
STUART, RD. 1946. Diagnosis and Control og Gonorrhoea by
genicity of Pasteurella multocida serotype B:2 the
Bacterial Culture with a Preliminary Report on a New
Causal Agent of Haemorrhagic Septicaemia in Asia.
Vet. Microbiol. 59(4):294-307. Method of Transporting Clinical Specimens. Glasg.
Med. J. 27:131.
COWAN, S.T. 1974. Cowan and Steel's Manual for the
identification of Medical Bacteria. Cambridge RAHIM, N.A.A. 1991. Status Report- Malaysia. Proceedings of
the fourth hltemational Workshop on Haemorrhagic
University Press, Cambridge.
Septicaemia. FAO, Bangkok, Thailand. 11-15 Feb.
DE ALWIS, MC.L. 1973. Bacteriological changes in 1991.
specimens during transport. Ceylon Vet. 1. 21(1-2):2-6
WIRYOSUHANTO, S.D. 1993. Sistem kesehatan Hewan dalam
DE ALWIS,, M.C.L. 1991. Haemorrhagic Septicaemia - A Era Tinggal Landas. Rapat Konsultasi Teknis Nasional
Direktorat Jendral Peternakan, Cisarua, 5-8 Januari
Review of the present status. Proceedings of the fourth
1993 hlm. 20.
Intemational Workshop on Haemorrhagic Septicaemia.
FAO,Bangkok, Thailand. 11-15Feb. 1991.

71

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy