Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea Aquatica) Fermentasi Probiotik Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking
Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea Aquatica) Fermentasi Probiotik Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking
Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea Aquatica) Fermentasi Probiotik Dalam Ransum Terhadap Performans Itik Peking
ABSTRACT
ABSTRAK
Salah satu limbah pertanian yang potensial digunakan menjadi bahan pakan itik Peking adalah
limbah kangkung. Kendala yang dihadapi dalam penggunaan limbah kangkung sebagai pakan
ternak yaitu sifatnya yang voluminous, sehingga masih belum banyak dimanfaatkan sebagai pakan
ternak. Untuk memudahkan penyimpanan dan menjaga ketersediaannya maka limbah kangkung
dimanfaatkan dengan pengolahan dalam bentuk fermentasi. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh penggunaan hijauan kangkung fermentasi terhadap performans itik Peking.
Materi penelitian yang digunakan adalah itik Peking sebanyak 96 ekor berumur satu hari dibagi ke
dalam empat perlakuan. Setiap perlakuan terdiri atas tiga ulangan. Ransum yang digunakan selama
satu bulan pertama penelitian adalah ransum komersil dan satu bulan terakhir menggunakan
ransum perlakuan yaitu ransum basal yang diformulasikan sesuai kebutuhan itik Peking. Ransum
perlakuan yang diberikan selama penelitian adalah R0 = Ransum basal (kontrol), R1 = Ransum
basal 10% + kangkung fermentasi, R2 = Ransum basal + 15% kangkung fermentasi dan R3 =
Ransum basal + 20% kangkung fermentasi. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum,
pertambahan bobot badan, bobot badan akhir dan konversi ransum. Penelitian ini menggunakan
rancangan acak lengkap. Data yang diperoleh dianalisis dengan ANOVA dan jika terdapat
perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan kangkung fermentasi probiotik dalam ransum berpengaruh nyata terhadap konsumsi
479
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2015
ransum. Itik Peking yang diberi ransum kangkung fermentasi menghasilkan pertambahan bobot
badan dan bobot badan akhir lebih tinggi dibandingkan dengan itik Peking yang diberi ransum
tanpa penggunaan kangkung fermentasi. Penggunaan kangkung fermentasi dalam ransum memberi
pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai konversi ransum. Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa penggunaan kangkung fermentasi dalam ransum tidak berpengaruh negatif
terhadap performans itik Peking.
Kata Kunci: Fermentasi, Kangkung, Probiotik, Itik Peking
PENDAHULUAN
Keberhasilan dan kegagalan suatu usaha peternakan sangat ditentukan oleh faktor
pakan. Pakan yang seimbang sesuai dengan kebutuhan ternak merupakan syarat mutlak
untuk dihasilkannya produktivitas yang optimal. Untuk mewujudkan produktivitas ternak
yang optimal sangat diperlukan perhatian yang serius terhadap penyediaan pakan yang
cukup dan berkelanjutan serta kualitas pakan. Pemanfaatan sumber bahan baku pakan
lokal yang melimpah terutama dari sumber limbah pertanian (agricultural
byproducts) dan limbah industri pertanian (agroindustrial byproduct), perlu
digalakkan dalam upaya pemanfaatan dan penyediaan bahan baku pakan guna
menopang suatu usaha peternakan. Dengan demikian, fluktuasi harga pakan ternak
maupun produksi pakan dapat dipertahankan dalam kondisi yang stabil.
Permasalahan ketersediaan pakan ternak bukan disebabkan karena kurangnya
produksi, akan tetapi lebih kepada faktor pengelolaan yang kurang baik. Kendala lainnya
adalah kualitas pakan yang rendah namun berharga mahal yang diakibatkan oleh teknologi
pengolahan pakan yang belum efisien. Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan
untuk menanggulangi permasalahan tersebut adalah dengan menggali potensi dan
pemanfaatan/penyediaan bahan baku pakan lokal dari limbah pertanian dan industri secara
kuantitatif maupun kualitatif. Selain itu, perlu juga diketahui potensi limbah pertanian dan
kecukupannya untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak pada daerah pengembangan
peternakan dan inovasi teknologi pakan yang berorientasi ekonomi yang secara
komplementer mampu menyediakan pakan setiap saat.
Untuk itu, penerapan strategi melalui aplikasi teknologi pakan fermentasi diyakini
akan mampu menumbuh kembangkan usaha peternakan khususnya usaha peternakan itik
pedaging yang lebih layak. Teknologi fermentasi merupakan salah satu alternatif dalam
upaya memaksimalkan penggunaan bahan baku pakan lokal, melalui proses metabolisme
dimana enzim dari mikroorganisme melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis dan reaksi
kimia lainnya terjadi perubahan kimia pada subtrat organik dengan menghasilkan produk
tertentu. Bahan makanan yang telah mengalami fermentasi mempunyai kandungan dan
kualitas gizi yang lebih baik dari bahan asalnya karena mikroba bersifat katabolik atau
memecah komponen-komponen kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga
lebih mudah dicerna. Disamping itu, mikroba dapat pula menghasilkan asam amino dan
beberapa vitamin seperti riboflavin, vitamin B12, provitamin A, dapat menghasilkan
flavour yang lebih disukai dan dapat mengurangi racun/antinutrisi yang terdapat pada
bahan (Carlile & Watkinson 1995).
Kendala dalam memanfaatkan bahan pakan lokal antara lain tidak adanya jaminan
keseragaman mutu dan kontinuitas produksi. Disamping itu, kemungkinan adanya faktor
pembatas, misalnya zat racun atau antinutrisi dan keterbatasan kualitas karena kandungan
protein, TDN, palatabilitas dan kecernaan yang rendah, sehingga memerlukan proses
pengolahan secara fermentasi atau enzimatik terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
pakan ternak, sehingga dapat menurunkan biaya ransum serta meningkatkan produktivitas
ternak (Kawamoto et al. 2002; Diwyanto 2008; Mayulu et al. 2010). Untuk itu, maka perlu
480
Daud et al.: Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea aquatica) Fermentasi Probiotik dalam Ransum terhadap Performans Itik Peking
dilakukan suatu strategi untuk memanfaatkan secara efektif dan efisien bahan-bahan pakan
lokal dan bahan-bahan yang berasal dari limbah pertanian seperti hijauan kangkung
melalui aplikasi teknologi pakan fermentasi.
Hijauan kangkung merupakan tanaman tahunan yang banyak ditanam di daerah tropis
maupun subtropis. Bagian dari tanaman kangkung yang paling banyak dimanfaatkan ialah
batang muda dan daun-daunnya. Daun dan batang kangkung merupakan sumber vitamin A
yang sangat baik. Kandungan gizi dalam 100 g kangkung adalah energi 29 kkal, protein 3
g, lemak 0,3 g, karbohidrat 5,4 g, kalsium 73 mg, fosfor 50 mg, zat besi 3 mg, vitamin A
6.300 IU, vitamin C 32 mg, vitamin B1 0,07 mg, kalium 458 g dan natrium 49,00 g. Daun
kangkung juga mengandung zat kimia seperti karoten, hentriakontan dan sitosterol. Oleh
karena itu, tanaman kangkung berkhasiat sebagai anti-inflamasi, diuretik dan hemostatik
(Pupon 1992).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan hijauan kangkung
fermentasi terhadap performans itik pedaging. Manfaat dari penelitian ini adalah
menghasilkan produk pakan itik pedaging dalam bentuk pakan fermentasi dengan
memanfaatkan bahan pakan lokal (hijauan kangkung) sebagai pakan itik pedaging.
481
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2015
Selama penelitian berlangsung ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.
Ransum perlakuan mulai diberikan pada itik Peking umur 4-8 minggu. Penimbangan sisa
ransum dilakukan setiap seminggu sekali. Peubah yang diamati meliputi konsumsi ransum
(g/ekor/minggu), pertambahan bobot badan (g/ekor/minggu), bobot badan akhir (g/ekor),
dan konversi ransum. Konversi ransum diperoleh dengan cara membagi jumlah
ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan selama periode penelitian.
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL)
yang terdiri atas empat perlakuan dan tiga ulangan. Data yang diperoleh dianalisis
dengan sidik ragam dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan
dengan Uji Duncan (Steel & Torrie 1995).
Konsumsi ransum
Tabel 2. Rata-rata konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, bobot badan akhir dan konversi
ransum itik Peking umur 4-8 minggu
Variabel Perlakuan
pengamatan R0 R1 R2 R3
Konsumsi 6.476,7±102,41a 6.593,7±98,46ab 6.679,0±90,50b 6.705,3±97,13b
ransum
Pertambahan 1.597,0±4,35a 1.907,3±4,04b 2.002,7±3,78c 2.107,3±3,51d
bobot badan
Bobot badan 1.641,7±7,63a 1.950,0±5,00b 2.050,0±5,00c 2.150,0±5,00d
akhir
Konversi ransum 3,93±0,45d 3,37±0,45c 3,25±0,35b 3,11±0,40a
Nilai rata-rata dengan superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata (P<0,05)
Berdasarkan kebiasaan makan ternak itik menyukai konsumsi hijauan lebih tinggi dari
pada jenis unggas lainnya sehingga dengan penggunaan kangkung fermentasi sangat
bermanfaat dalam meningkatkan konsumsi ransum karena adanya perubahan sifat fisik
pakan yang diberikan. Selain itu, penggunaan kangkung fermentasi menyebabkan pakan
lebih basah sehingga ternak itik lebih suka mengkonsumsi lebih banyak. Disamping faktor
proses fermentasi yang dilakukan, tanaman kangkung baik bagian daun maupun batang
merupakan sumber vitamin A yang sangat baik. Sesuai dengan pendapat (Nuraini et al.
2008; 2009) yang menyatakan bahwa perlakuan fermentasi pada bahan pakan ternak akan
dapat merubah palatabilitas dan kualitas pakan ternak sehingga cenderung lebih disenangi
482
Daud et al.: Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea aquatica) Fermentasi Probiotik dalam Ransum terhadap Performans Itik Peking
dan dicerna lebih baik oleh ternak. Pakan fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi
yang lebih tinggi daripada bahan aslinya karena adanya enzim yang dihasilkan dari
mikroba itu sendiri (Yaman et al. 2014). Konsumsi ransum pada ternak dapat dipengaruhi
oleh berbagai faktor, salah satu faktor utama menurut Hernández et al. (2004) adalah
kualitas pakan termasuk kandungan gizi yang terdapat di dalam pakan tersebut.
Rataan pertambahan bobot badan itik Peking yang diberikan ransum kangkung
fermentasi adalah berkisar antara 1.597,0-2.107,3 g/ekor (Tabel 2). Hasil analisis sidik
ragam memperlihatkan bahwa penggunaan kangkung fermentasi dalam ransum
berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan bobot badan itik Peking selama
pemberian. Itik Peking yang diberi ransum kangkung fermentasi menghasilkan
pertambahan bobot badan lebih tinggi dibandingkan dengan itik yang mendapat ransum
kontrol (tanpa penggunaan kangkung fermentasi), dimana semakin meningkat persentase
kangkung fermentasi di dalam ransum pertambahan bobot badan itik Peking semakin
tinggi. Peningkatkan bobot badan maksimum tercapai pada penggunaan 20% kangkung
fermentasi dalam ransum dan berbeda nyata apabila dibandingkan dengan perlakuan R0
(kontrol), R1 dan R2.
Pertambahan bobot badan sangat dipengaruhi oleh konsumsi ransum. Konsumsi
ransum menentukan masukan zat nutrisi ke dalam tubuh yang selanjutnya dipakai untuk
pertumbuhan dan keperluan lainnya. Jull (1978) menyatakan bahwa secara tidak langsung
pertumbuhan merupakan peningkatan air, protein dan mineral serta terdapat hubungan
yang erat antara kecepatan tumbuh dengan jumlah ransum yang dikonsumsi pada periode
tertentu. Pada saat pertumbuhan berjalan cepat, ternak sangat sensitif terhadap tingkat gizi
pada ransum (Wahju 1992) dan apabila lebih banyak ransum yang dikonsumsi maka lebih
cepat pertambahan bobot badan ternak tersebut (Schaible 1979). Namun demikian, dengan
konsumsi dan kandungan energi-protein yang sama, akan menghasilkan pertumbuhan yang
sama bila makanan yang dikonsumsi dapat dicerna dengan baik. Kandungan nutrisi
ransum yang tinggi tidak berarti jika daya cernanya rendah, karena tidak dapat
dimanfaatkan oleh ternak untuk pertumbuhan. Ransum yang berprotein dan berenergi
cukup biasanya mempunyai daya cerna yang baik apabila dalam ransum tidak ada faktor
pembatas seperti serat kasar, racun dan lain-lain, sehingga akan menunjang pertumbuhan
ternak.
Pertumbuhan ternak yang normal tergantung pada unsur-unsur nutrisi yang diperoleh
dari ransum yang diperoleh ternak tersebut (Dorup 2004). Namun, dijelaskan lebih lanjut
bahwa pertumbuhan yang normal tidak cukup hanya sebatas ketersediaan bahan-bahan
sumber energi (asam amino, lemak dan karbohidrat) atau substrat sebagai hasil sintesis
protein (asam amino), tapi juga sangat berpengaruh alur di dalam regulasi pertumbuhan,
sintesis protein oleh adanya interaksi dengan hormon pertumbuhan (growth hormone) atau
insulin-like growth factor (IGH) system (Dorup 2004; Soeparno 2005).
Rata-rata pertambahan bobot badan (PBB) itik Peking yang diperoleh dalam
penelitian ini tergolong tinggi bila dibandingkan dengan hasil penelitian lainnya. Randa
(2007) melaporkan bahwa rata-rata PBB itik Cihateup jantan dengan penambahan vitamin
E+C umur 10 minggu (1.154,69 ± 84,95 g/ekor) lebih rendah dari hasil penelitian yang
dilakukan. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh perbedaan jenis ternak,
komposisi maupun nutrien yang terkandung dalam pakan. Ketaren & Prasetyo (2001) juga
melaporkan bahwa rata-rata PPB itik hasil persilangan Mojosari × Alabio (MA) umur
delapan minggu (1.260 g/ekor). Iskandar et al. (2001) melaporkan rata-rata PBB itik jantan
483
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2015
lokal dengan pemberian 20% ikan rucah + 80% dedak padi pada umur 2-10 minggu (1.138
g/ekor).
Rata-rata bobot badan akhir itik Peking yang diperoleh pada hasil penelitian ini adalah
1.641,7-2.150,0 g/ekor (Tabel 2). Rata-rata bobot badan akhir yang paling rendah
ditemukan pada perlakuan R0 (kontrol), sedangkan yang paling tinggi diperlihatkan pada
perlakuan R3 (20% kangkung fermentasi). Berdasarkan hasil analisis statistik, penggunaan
kangkung fermentasi dalam ransum berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata bobot
akhir itik Peking umur delapan minggu. Hal ini memberikan indikasi bahwa respon itik
Peking pada setiap perlakuan dalam mengkonsumsi maupun mencerna ransum hingga
dimanfaatkan untuk mencapai bobot hidup pada umur delapan minggu relatif berbeda.
Kandungan gizi yang terkandung di dalam ransum yang diberikan berdasarkan perlakuan
diduga kuat telah memenuhi syarat dan sesuai kebutuhan itik Peking untuk memperoleh
bobot hidup yang optimal. Hasil ini juga memberikan gambaran bahwa penggunaan
kangkung fermentasi dalam ransum tidak memberikan pengaruh yang negatif khususnya
terhadap pencapaian pertambahan bobot badan dan bobot badan akhir itik Peking selama
pemberian.
Dilihat dari perlakuan terlihat jelas bahwa penggunaan kangkung fermentasi sampai
20% memberikan dampak yang optimal terhadap berat badan akhir itik Peking dimana
pada umur delapan minggu dapat mencapai 2.150 g/ekor. Hasil penelitian ini memberikan
indikasi bahwa penggunaan 20% kangkung fermentasi dalam ransum, mampu
meningkatkan kadar gizi ransum basal dan meningkatkan keseimbangan gizi sehingga
dapat memacu pertumbuhan itik Peking dengan baik.
Konversi ransum
484
Daud et al.: Penggunaan Hijauan Kangkung (Ipomoea aquatica) Fermentasi Probiotik dalam Ransum terhadap Performans Itik Peking
penggunaan kangkung fermentasi kecuali pada ransum perlakuan kontrol. Hal ini
kemungkinan besar adalah pengaruh perbedaan jenis kelamin dan lama pemeliharaan itik.
Salah satu kelemahan dalam pemeliharaan itik adalah FCR yang cenderung tinggi bila
dibandingkan dengan ayam sehingga sangat berpengaruh terhadap nilai input. Buruknya
efisiensi penggunaan pakan pada itik petelur maupun pedaging diakibatkan oleh berbagai
faktor termasuk: (1) Faktor genetik/bibit; (2) Banyaknya pakan tercecer; (3) Kandungan
gizi pakan yang tidak sesuai kebutuhan (Ketaren 2007). Hasil penelitian ini memberi
indikasi bahwa penggunaan kangkung fermentasi dalam ransum itik Peking tidak memberi
pengaruh yang negatif terhadap konversi ransum itik Peking selama empat minggu
pemberian.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Carlile MJ, Watkinson SC. 1995. The fungi. London (UK): Academic Press Inc.
Diwyanto K. 2008. Pemanfaatan sumber daya lokal dan inovasi teknologi dalam mendukung
pengembangan sapi potong di Indonesia. Pengembangan Inovasi Pertanian. 1:173-188.
Dorup I. 2004. The impact of minerals and micronutrients on growth control. In: Te Pas MFW,
Everts ME, Haagsman HP, editors. Muscle development of livestock animals physiology,
genetics and meat quality. Wallingford (UK): CABI Publishing. p. 125-136.
Hernández F, Madrid J, García V, Orengo J, Megías MD. 2004. Influence of two plant extracts on
broilers performance, digestibility and digestive organ size. Poult Sci. 83:169-174.
Iskandar S, Vanvan S, Nugroho VS, Suci DM, Setioko AR. 2001. Adaptasi biologis itik jantan
muda lokal terhadap ransum berkadar dedak padi tinggi. Dalam: Pengembangan Agribisnis
Unggas Air Sebagai Peluang Usaha Baru. Bogor (Indonesia): Fakultas Peternakan IPB
Bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak, Puslitbangnak. hlm. 118-127.
Jull MA. 1978. Poultry husbandary. 3rd ed. New York (US): Mc. Graw Hill Book Co. Inc.
Kawamoto H, Wan Azhari M, Shukur NIM, Ali MS, Ismail J, Oshiho S. 2002. Palatability
digestibility and volumary intake of processed oil fronds in cattle. Dalam: Prosiding
Lokakarya Nasional. Bengkulu, 9-10 September 2003. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak.
Ketaren PP, Prasetyo LH. 2001. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap penampilan itik
silang Mojosari × Alabio (MA) Umur 8 Minggu. Dalam: Prosiding Lokakarya Unggas Air.
Bogor, 6-7 Agustus 2001. Bogor (Indonesia): Fakultas Peternakan IPB Bekerjasama dengan
Balai Penelitian Ternak, Puslitbangnak. hlm. 105-110.
Ketaren PP, Prasetyo LH. 2007. Pengaruh pemberian pakan terbatas terhadap produktivitas itik
silang Mojosari × Alabio (MA): Masa Pertumbuhan sampai bertelur pertama. JITV. 12:10-15.
Ketaren PP. 2007. Peran itik sebagai penghasil telur dan daging nasional. Wartazoa. 17:117-127.
Mayulu H, Sunarso, Sutrisno CI, Sumarsono. 2010. Kebijakan pengembangan peternakan sapi
potong di Indonesia. J Litbang Pertanian. 29:34-41.
485
Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2015
Nesheim MC, Austic RE, Card LE. 1979. Poultry production. 12th ed. Pennsylvania (US): Lea and
Febige.
North MO, Bell DD. 1990. Commercial chicken production manual. 2nd ed. Westport (US): The
Avi Publishing Co. Inc.
Nuraini, Latif SA, Sabrina. 2009. Improving the quality of tapioka byproduct through fermentation
by Neurospora crassa to produce carotene rich feed. Pakistan J Nutr. 8:487-490.
Nuraini, Sabrina, Latif SA. 2008. Performance and egg quality feeding cassava fermented by
Neurospora crassa. J Media Peternakan. 31:195-202.
Pupon. 1992. Manfaat tanaman kangkung darat. Sinar Tani.
Randa SY. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak
serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E) dalam pakan [Disertasi]. [Bogor
(Indonesia)]: Institut Pertanian Bogor.
Schaible PJ. 1979. Poultry feed and nutirient. 3rd ed. Westport (US): The Avi Publishing Co. Inc.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan ke-4. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada
University Press.
Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan prosedur statistika. Edisi ke-2. Jakarta (Indonesia): PT
Gramedia.
Wahju J. 1992. Ilmu nutrisi unggas. Cetakan ke-4. Yogyakarta (Indonesia): Gadjah Mada
University Press.
Yaman MA, Daud M, Zulfan, Hildayani. 2014. Efisiensi penggunaan pakan fermentasi asal hijauan
dan probiotik untuk menekan biaya produksi dan meningkatkan produksi itik pedaging
komersial fase awal pertumbuhan. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peternakan. Banda
Aceh (Indonesia): UNSYIAH.
486