Perkembangan Kebijakan Hukum Pertam-Bangan Mineral Dan Batubara Di Indonesia
Perkembangan Kebijakan Hukum Pertam-Bangan Mineral Dan Batubara Di Indonesia
Perkembangan Kebijakan Hukum Pertam-Bangan Mineral Dan Batubara Di Indonesia
Abstract
Mineral and coal mining activities in Indonesia have been going on for a
long time, and because of that, many legal instruments that support them
have been established. This article traces the development of mineral
and coal mining policies from the colonial period to the current reform,
with the aim of capturing in general the dynamics of the existing policy
developments. The study of this article shows that mining policies during
the colonial period were part of the politics of colonialization, so that
they were exploitative and monopolistic in character. For this purpose, a
concession/permit management system is applied. After independence, the
spirit of nationalism was embodied in a law that allowed for the nationalization
of foreign mining companies, as well as closing the meeting for foreign
investment. However, since 1967, foreign investment has been widely opened,
as well as the introduction and use of an enterprise system based on a contract
of work, a work agreement, and a mining authorization. Post-reformation,
with the spirit of decentralization and regional autonomy, mining policy
was directed to support the authority of mining management by local
governments, and at the same time, started to use a system of exploitation
based on mining business permits. Recent developments, the authority of
this local government was taken over by the central government. The various
dynamics of these developments show that mineral and coal mining has
always been seen as a strategic commodity so that it deserves to be contested,
whether it was formerly by the colonial authorities or later by the central and
local governments, and laws were then enacted to support these goals.
Keywords: law; business; minerals and coal mining.
Ahmad Redi & Luthfi Marfungah
Abstrak
Aktivitas pertambangan mineral dan batubara di Indonesia telah berlang-
sung sejak lama, dan karena itu, instrumen hukum yang mendukungnya
tentu telah banyak pula dibentuk. Artikel ini menelusuri perkembangan
kebijakan pertambangan mineral dan batubara dari masa kolonial sampai
reformasi saat ini, dengan tujuan memotret secara umum dinamika
perkembangan kebijakan yang ada. Kajian artikel ini memperlihatkan
kebijakan pertambangan pada masa kolonial merupakan bagian dari politik
kolonialisasi, sehingga berwatak eksploitatif dan monopolistik. Untuk
kebutuhan tersebut, diberlakukan sistem pengusahaan konsensi/izin.
Setelah kemerdekaan, semangat nasionalisme dituangkan dalam hukum
yang memungkinkan dilakukannya nasionalisasi terhadap perusahaan-
perusahaan tambang asing, sekaligus menutup rapat bagi investasi
asing. Namun, sejak 1967, investasi asing dibuka lebar, sekaligus mulai
diperkenalkan dan digunakan sistem pengusahaan berdasarkan kontrak
karya, perjanjian karya, dan kuasa pertambangan. Pasca-reformasi, dengan
semangat desentralisasi dan otonomi daerah, maka kebijakan pertambang-
an diarahkan untuk mendukung kewenangan pengelolaan pertambangan
oleh pemerintah daerah, dan pada saat bersamaan, mulai digunakan
sistem pengusahaan berdasarkan izin usaha pertambangan. Perkembangan
terkini, kewenangan pemerintah daerah ini diambil alih oleh pemerintah
pusat. Berbagai dinamika perkembangan tersebut memperlihatkan bahwa
pertambangan mineral dan batubara selalu dipandang sebagai komoditas
strategis sehingga layak diperebutkan, entah itu dulunya oleh penguasa
kolonial maupun belakangan oleh pemerintah pusat dan daerah, dan
hukum kemudian diadakan untuk mendukung tujuan-tujuan tersebut.
Kata kunci: hukum; pengusahaan; pertambangan mineral dan batubara.
A. Pendahuluan
Artikel ini membahas dinamika perkembangan kebijakan penge-
lolaan pertambangan mineral dan batubara di Indonesia. Kegiatan
pertambangan di Indonesia sendiri telah berlangsung lama, bahkan
sejak masa kolonial. Berbagai instrumen hukum telah banyak
diterbitkan untuk mendukung kegiatan pertambangan mineral dan
batubara, baik pada masa kolonial maupun setelah kemerdekaan.
Kebijakan terbaru, yang berlaku pada saat ini, dituangkan dalam
lebih terarah.13
Upaya Belanda melakukan kegiatan pertambangan tersebut
diwarnai pula dengan kebijakan-kebijakan yang berlaku di negara
asalnya. Peraturan mengenai pertambangan pertama yang dibentuk
ialah Mijn Reglement 1850. Regulasi ini menjadi dasar hukum bagi
pemerintah Hindia Belanda untuk memberikan konsesi kepada
swasta dalam mengusahakan pertambangan di Hindia Belanda. Ia
juga menjadi dasar hukum dalam penguasaan seluruh sumber daya
alam pertambangan yang ada di Hindia Belanda, termasuk dalam
pengambilalihan penambangan yang telah ada sebelum pemerintah
Hindia Belanda berdiri. Mijn Reglement 1850 ini dalam praktiknya
sangat efektif di luar Pulau Jawa, namun di Pulau Jawa sendiri tidak
karena potensi konflik pertanahan yang saat itu sedang diterapkan
sistem cultuur stelsel dalam pertanian dan perkebunan.14
Pada perkembangan kemudian berlaku pula di Hindia Belanda
adalah Indische Mijnwet Staatblad Tahun 1899 Nomor 214. Cikal
bakal regulasi ini adalah Undang-undang Pertambangan Tahun
1810 yang menggantikan Undang-undang Pertambangan 1791 di
Kota Limburg. Indische Mijnwet 1899 mengatur penggolongan bahan
galian dan pengusahaan pertambangan dengan sistem pengusahaan
konsensi. Setelah Indische Mijnwet, pemerintah Hindia Belanda
mengeluarkan beberapa peraturan lainnya terkait pertambangan,
yaitu Mijnordonnantie 1907 yang mengatur mengenai pengawasan
keselamatan kerja, dan Mijnordonnantie 1930 yang mencabut Mijnor-
donnantie 1907. Dalam Mijnordonnantie 1930, pengaturan mengenai
pengawasan kerja dihapus.15
Indische Mijnwet memungkinkan pemerintah kolonial untuk
16 Karen Mills dan Mirza A. Karim, “Disputes in the Oil and Gas Sector:
Indonesia”, Journal of World Energy Law & Business, 3, 1 (2010), hlm. 45.
17 Abrar Saleng, Hukum Pertambangan (Yogyakarta: UII Press, 2004), hlm. 66.
31 Tri Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan di Bawah Rezim UU No. 4 Tahun
2009 ( Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2015), hlm. 34.
32 Redi, Hukum Pertambangan ( Jakarta: Gramata Publishing, 2014), hlm. 46-7.
33 Hayati, Era Baru Hukum Pertambangan, hlm. 34-5.
bersangkutan.37
Kuasa pertambangan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Per-
aturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 (PP 32/1969) terdiri atas
Surat Keputusan Penugasan Pertambangan; Surat Keputusan Izin
Pertambangan Rakyat; dan Surat Keputusan Pemeberian Kua-
sa Pertambangan. Berdasarkan Pasal 7, Kuasa Pertambangan da-
pat berupa Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum; Kuasa
Pertambangan Eksplorasi; Kuasa Pertambangan Eksploitasi; Kuasa
Pertambangan Pengolahan dan Pemurnian; Kuasa Pertambangan
Pengangkutan; dan Kuasa Pertambangan Penjualan.
Selain kekhasan mengenai kuasa pertambangan, dalam UU
Pertambangan 1967 terdapat peraturan baru mengenai pengusahaan
pertambangan kuasa pertambangan yang berbentuk KK atau PKP2B
Pertambangan. Pengaturan KK dan PKP2B ini menjadi perjanjian
bagi pemerintah Indonesia dengan kontraktor atau penanaman
modal dalam negeri dan asing. UU Pertambangan 1967 bahkan
memperbolehkan kepemilikan saham seluruh atau sebagian bagi
asing, dapat pula dilakukan dengan bentuk perusahaan patungan
antara perusahaan asing dengan perusahaan dalam negeri.38
UU Pertambangan 1967 ini diatur lebih lanjut dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan
Pokok Pertambangan (PP 32/1969). PP 32/1969 kemudian juga
mengalami perubahan kembali melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 79 Tahun 1992 (PP 79/1992). Dalam PP 32/1969 disebutkan,
usaha pertambangan pada bahan galian vital dan strategis hanya bisa
dilakukan setelah mendapatkan kuasa pertambangan dari Menteri
Pertambangan,39 sedangkan usaha pertambanga selain bahan
E. Kesimpulan
Artikel ini telah memaparkan dinamika perkembangan kebijakan
hukum dalam pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
sejak sebelum sampai sesudah masa kemerdekaan. Secara umum
praktik pengelolaan dan pengusahaan minerba didasarkan pada
pertimbangan cermat seperti pendapatan informasi geografis
Daftar Pustaka
Artikel, Buku, dan Laporan
Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Kompas, 2010.
Ayudhia S., Amanda. “Batubara sebagai Sumber Energi: Asal,
Jenis, dan Kegunaannya”. https://ugrg.ft.ugm.ac.id/artikel/
batubara-sebagai-sumber-energi-asal-jenis-dan-kegunaannya/.
Diakses 10/10/2021.
Bank Dunia. “Ringkasan Eksekutif Perkembangan, Pemicu dan
Undang: Jurnal Hukum, Vol. 4, No. 2 (2021) 501
Ahmad Redi & Luthfi Marfungah