Makalah Korupsi Dan Penyelesaiannya

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

MAKALAH

KORUPSI DAN PENYELESAIAN PERMASALAHAN KORUPSI

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

ANNISA ISMASYAH LUBIS 2124370300


ABBA CHATERINE DIANA TAMBUNAN 2124370164

PROGRAM STUDI SISTEM KOMPUTER


FAKULTAS SAINS & TEKHNOLOGI
UNIVERSITAS PANCABUDI MEDAN
2021
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................3


1.1. Latar Belakang Masalah...................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................4
1.3. Tujuan .............................................................................................................4
1.4. Manfaat ...........................................................................................................4
BAB II DASAR TEORI ..................................................................................................5
2.1. Pengertian Korupsi ...............................................................................................5
2.2. Ciri – Ciri Korupsi ................................................................................................5
2.3. Bentuk – Bentuk Korupsi......................................................................................6
BAB III PENYEBAB KORUPSI DAN DAMPAKNYA ............................................... 11
BAB IV PENYELESAIAN PERMASALAHAN .......................................................... 16
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................ 19
5.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 19
5.2. Saran .................................................................................................................. 19

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang sangat
parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan. Perkembangan praktek
korupsi dari tahun ke tahun semakin meningkat, baik dari kuantitas atau jumlah
kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis,
canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana
tidak saja terhadap kehidupan perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan
berbangsa dan bernegara pada umumnya. Maraknya kasus tindak pidana korupsi di
Indonesia, tidak lagi mengenal batas-batas siapa, mengapa, dan bagaimana. Tidak
hanya pemangku jabatan dan kepentingan saja yang melakukan tindak pidana
korupsi, baik di sektor publik maupun privat, tetapi tindak pidana korupsi sudah
menjadi suatu fenomena.
Penyelenggaraan negara yang bersih menjadi penting dan sangat diperlukan
untuk menghindari praktek-praktek korupsi yang tidak saja melibatkan pejabat
bersangkutan, tetapi juga oleh keluarga dan kroninya, yang apabila dibiarkan, maka
rakyat Indonesia akan berada dalam posisi yang sangat dirugikan. Menurut Nyoman
Serikat Putra Jaya menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi tidak hanya
dilakukan oleh penyelenggara negara, antar penyelenggara negara, melainkan juga
penyelenggara negara dengan pihak lain, seperti keluarga, kroni dan para
pengusaha, sehingga merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara.
Tindak pidana korupsi merupakan perbuatan yang bukan saja dapat
merugikan keuangan negara akan tetapi juga dapat menimbulkan kerugian-
kerugian pada perekonomian rakyat. Di samping itu, mengingat materi hukum
pidana yang sarat dengan nilai-nilai kemanusian mengakibatkan hukum pidana
sering kali digambarkan sebagai pedang yang bermata dua. Satu sisi hukum pidana
bertujuan menegakkan nilai kemanusiaan, namun di sisi yang lain penegakan

3
hukum pidana justru memberikan sanksi kenestapaan bagi manusia yang
melanggarnya.

Perkembangan korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi, sedangkan


pemberantasannya masih sangat lamban.Oleh karena itu, tindak pidana korupsi
tidak lagi dapat digolongkan sebagai kejahatan biasa melainkan telah menjadi suatu
kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Hal ini dikarenakan, metode
konvensional yang selama ini yang digunakan, terbukti tidak bisa menyelesaikan
persoalan korupsi yang ada di masyarakat. Dengan demikian, dalam
penanganannya pun juga harus menggunakan cara-cara luar biasa (extra-ordinary).
Selain itu, penanganan tindak pidana korupsi di Indonesia masih
dihadapkan pada beberapa kondisi, yakni masih lemahnya upaya penegakkan
hukum tindak pidana korupsi, kualitas SDM aparat penegak hukum yang masih
rendah, lemahnya koordinasi penegakkan hukum tindak pidana korupsi, serta masih
sering terjadinya tindak pidana korupsi dalam penanganan kasus korupsi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada, maka rumusan masalah


dalam makalah ini adalah bagaimana memberantas atau menyelesaikan perkara
korupsi yang sering terjadi di Indonesia?
1.3. Tujuan

Makalah ini dibuat dengan tujuan agar mahasiswa dapat mengetahui dan
mempelajari korupsi yang di Indonesia dan bagaimana cara memberantasnya.

1.4. Manfaat
Makalah ini memberikan manfaat kepada pembaca untuk lebih mengenal
pentingnya memahami tentang korupsi agar tidak terjerumus dan bagaimana tindak
pidana terhadap korupsi yang ada di Indonesia.

4
BAB II

DASAR TEORI

2.1. Pengertian Korupsi

Korupsi merupakan suatu bentuk patologi sosial yang sangat berbahaya


yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Masalah korupsi bukan hanya disebabkan oleh kemiskinan dan moral. Karena
banyak pelaku tindak korupsi justru orang kaya bukan orang miskin. Begitu juga
kalau dilihat dari sisi agama, ada pelaku korupsi yang merupakan tokoh agama.
Oleh karena itu masalah korupsi adalah masalah yang kompleks dan pengaruhi oleh
banyak faktor. Berbagai faktor yang diidentifikasi berpengaruh terhadap terjadinya
tindakan korupsi dapat digambarkan pada bagan analisis pohon masalah sebagai
berikut.

2.2. Ciri – Ciri Korupsi

Alatas (1999) menyebut korupsi sebagai suatu tindakan pengkhianatan


(peng-ingkaran amanah). Melihat sifat korupsi yang seperti itu, maka upaya untuk
mendefinisikan korupsi cenderung memiliki masalah pada dirinya sendirinya.

5
Disadari atau tidak, upaya untuk mendefinisikan korupsi hampir selalu terjebak ke
dalam dua jenis standar penilaian yang belum tentu akur satu sama lain, yaitu norma
hukum yang berlaku secara formal dan norma umum yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Ciri - ciri dari korupsi, yaitu:

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang;


b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali ia telah
begitu merajalela, dan begitu mendalam berurat akar, sehingga individu-
individu yang berkuasa, atau mereka yang berada dalam lingkungannya
tidak tergodauntuk menyembunyikan perbuatan mereka;
c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik;
d. Mereka yang mempraktikkan cara-cara korupsi biasanya berusaha untuk
menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran
hukum;
e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan
keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu untuk
memengaruhi keputusan-keputusan itu;
f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan;
g. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkhianatan kepercayaan;
h. Setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari
mereka yang melakukan tindakan itu;
i. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan
pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.
2.3. Bentuk – Bentuk Korupsi

Diketahui bahwa korupsi merupakan sesuatu yang bersifat amoral (manusia


yang tidak memiliki moral), jahat, dan merusak menyangkut jabatan instansi,
penyelewengan kekuasaan, dan perilaku lain yang berhubungan dengan suap dan
penempatan keluarga atau golongan pada posisi-posisi tertentu di pemerintahan.
Lalu bagaimana kita dapat mengidentifikasi tindakan dan perilaku yang mengarah
kepada tindak pidana korupsi?

Bentuk – bentuk korupsi, yaitu :


1. Kerugian Keuangan Negara

6
• Secara melawan hukum melakukan perbuatan memper kaya diri sendiri
atau orang lain atau korporasi;

• Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada.

2. Suap Menyuap

• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Pegawai Negeri atau


penyelenggara negara dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu dalam jabatannya;

• Memberi sesuatu kepada Pegawai Negeri atau penyelenggara negara


karena atau berhubungan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan
dalam jabatannya;

• Memberi hadiah atau janji kepada Pegawai Negeri dengan mengingat


kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
atau oleh pemberi hadiah/janji dianggap melekat pada jabatan atau
kedudukan tersebut;

• Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima


pemberian atau janji;

• Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah


atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji
tersebut diberikan untuk meng-gerakan agar melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;

• Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah,


padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan sesuatu atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;

• Bagi Pegawai Negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah


atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji

7
tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan
dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan
hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya;

• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk


mempengaruhi putusan perkara;

• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada advokat untuk menghadiri


sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;

• Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara. Diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena
kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau
yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada
hubungan dengan jabatannya;

• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk


mempengaruhi putusan perkara;

• Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada advokat untuk menghadiri


sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara;

• Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi
putusan perkara.

3. Penggelapan dalam Jabatan

• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga
yang disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan oleh orang lain atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut;

8
• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang dtugaskan
menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;

• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan, merusakkan atau
membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan
untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang,
yang dikuasai karena jabatannya;

• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang di tugaskan


menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk
sementara waktu, dengan sengaja membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,
akta,surat, atau daftar tersebut;

4. Pemerasan

• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud


menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut
bukan merupakan utang;
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan
tugas, meminta atau menerima atau memotong pembayaran kepada
Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah-olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas
umum tersebut mempunyai utang kepadanya.

9
5. Benturan Kepentingan dalam Pengadaan

• Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak


langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau
persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian
ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.

6. Gratifikasi

• Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara dianggap


pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang
berlawanan dengan kewajiban tugasnya.

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa korupsi adalah penyalahgunaan


jabatan resmi untuk keuntungan pribadi.

10
BAB III

PENYEBAB KORUPSI DAN DAMPAKNYA

Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan manusia Indonesia


seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil, makmur, sejahtera dan
tertib berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera tersebut perlu secara terus-menerus
ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pada
umumnya serta tindak pidana korupsi pada khususnya. Di tengah upaya
pembangunan nasional di berbagai bidang, aspirasi masyarakat untuk memberantas
korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya semakin meningkat, karena dalam
kenyataan adanya korupsi telah menimbulkan kerugian negara yang sangat besar
yang berdampak pada timbulnya krisis diberbagai bidang. Untuk itu, upaya
pencegahan dan pemberantasan korupsi perlu ditingkatkan dan diintensifkan
dengan tetap menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kepentingan masyarakat.

Pengertian Tindak Pidana Korupsi

Tindak pidana korupsi dalam Kamus Hukum diartikan sebagai perbuatan


curang, tindak pidana yang merugikan keuangan negara. Rumusan tindak pidana
korupsi diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Undang Undang No. 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 ayat (1) menyatakan bahwa
setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara paling sedikit empat
tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,- (dua
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).
Berdasarkan pasal tersebut, unsur-unsur tindak pidana korupsi adalah :

1. melawan hukum;

2. memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;

3. yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

11
Pengertian “secara melawan hukum” dalam pasal tersebut adalah mencakup
perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun melawan hukum dalam arti
materiil, yaitu meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan
perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam
masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana. Disamping itu kata “dapat
merugikan keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak
pidana korupsi merupakan delik formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup
dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang sudah dirumuskan bukan dengan
timbulnya akibat. Pasal 3 Undang Undang No. 31 tahun 1999 mengatur bahwa
setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara
atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau
pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda
paling sedikit Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp
1.000.000.000,- (satu milyar rupiah). Menurut pasal tersebut, unsur-unsur tindak
pidana korupsi adalah :

1. Tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi;
2. Menyalahgunakan kewenangan atau sarana yang ada padanya , karena
jabatan atau kedudukan;

3. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Maksud dari keuangan negara adalah seluruh kekayaan negara dalam


bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk segala bagian
kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul karena :

1. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban pejabat


lembaga negara baik di tingkat pusat maupun daerah;

2. Berada dalam penguasaan, pengurusan dan pertanggungjawaban Badan


Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum dan
perusahaan yang menyertakan modal negara atau perusahaan yang

12
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan negara.
Pengertian perekonomian negara adalah kehidupan perekonomian yang
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan ataupun
usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada kebijakan
pemerintah, baik ditingkat pusat maupun daerah sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat,
kamakmuran dan kesejahteraan pada seluruh kehidupan rakyat.

Tindak pidana korupsi sebagai tindak pidana (kejahatan) yang luar biasa atau
extraordinary crime mempunyai ciri-ciri khusus yaitu :

1. Melibatkan lebih dari satu orang.

2. Dilakukan secara rahasia.

3. Melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik, dimana


kewajiban dan keuntungan tersebut tidak selalu berupa uang.

4. Biasanya berusaha menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di


balik pembenaran hukum.

5. Biasanya menginginkan keputusan yang tegas dan mampu


mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

6. Setiap tindak pidana korupsi mengandung penipuan, biasanya dilakukan


oleh badan publik atau umum (masyarakat).

7. Setiap bentuk korupsi adalah suatu pengkianatan kepercayaan.

Tindak pidana korupsi yang banyak terjadi di Indonesia dikarenakan adanya faktor-
faktor yang menjadi penyebab yaitu :

1. Lemahnya pendidikan agama dan moral. Pemahaman terhadap agama


yang setengah-setengah bahkan kurang dan moral yang buruk membuat
seseorang tidak malu melakukan korupsi.

2. Keserakahan dan etos kerja yang rendah. Saat ini pelaku korupsi bukan
saja dari kalangan tidak mampu, tetapi juga kalangan yang mampu di bidang

13
ekonomi. Karena keserakahan dan etos kerja yang rendah yang medorong
melakukan korupsi.

3. Tidak adanya sanksi yang keras/berat. Dalam UU Pemberantasan Tindak


Pidana Korupsi terdapat sanksi pidana mati tehadap mereka yang
melakukan tindak pidana korupsi dalam keadaan tertenut, artinya
pemberatan bagi pelaku korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan
pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang
yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai
pengulangan tindak pidana korupsi atau pada saat negara dalam keadaan
krisis ekonomi (moneter). Walaupun ada sanksi yang berat dalam UU
tersebut, namun selama ini pelaku korupsi hanya dijatuhkan hukuman
pidana penjara yang ringan atau bahkan dibebaskan dengan alasan kurang
cukup bukti dll.

4. Kurangnya pengawasan pada aparat pemerintah. Kurangnya pengawasan


terhadap kerja aparat memberi peluang pada aparat pemerintah untuk
melakukan korupsi seperti yang terjadi pada Gayus di Departemen Pajak.

Tindak pidana korupsi yang merajalela di negara Indonesia menimbulkan dampak


atau akibat yang sangat luas yaitu:

1. Berkurangnya kepercayaan terhadap pemerintah. Berkurangnya


kepercayaan terhadap pemerintah tidak hanya datang dari masyarakat tetapi
juga negara lain. Hal ini akan mempengaruhi negara lain dalam kerjasama
di bidang politik, ekonomi yang akan mengakibatkan pembangunan di
segala bidang akan terhambat khususnya pembangunan ekonomi serta
terganggunya stabilitas perekonomian negara dan stabilitas politik.

2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah dalam masyarakat. Masyarakat


akan bersifat apatis terhadap anjuran dan tindakan pemerintah, hal ini
mengakibatkan ketahanan nasional rapuh dan mengganggu stabilitas
keamanan negara. Pada akhirnya masyarakat dapat menuntut mundur
presiden karena dinilai tidak lagi dapat mengemban amanat rakyat dan
melakukan tindakan melawan hukum.

14
3. Menyusutnya pendapatan negara. Penerimaan negara didapat dari
pungutan bea dan penerimaan pajak. Pendapatan negara akan berkurang bila
tidak diselamatkan dari penyelundupan dan penyelewengan oleh oknum
pejabat pemerintah pada sektor penerimaan negara tersebut.

4. Rapuhnya keamanan dan ketahanan negara. Keamanan dan ketahanan


negara akan rapuh bila para pejabat pemerintah mudah disuap karena
kekuatan asing yang hendak memaksakan ideologi atau pengaruhnya pada
bangsa Indonesia akan menggunakan penyuapan sebagai sarana untuk
mewujudkan cita-citanya. Pengaruh korupsi juga dapat mengakibatkan
berkurangnya loyalitas masyarakat terhadap negara.

5. Perusakan mental pribadi Moralitas yang rendah menyebabkan orang


mudah untukk melakukan penyelewengan dan penyalahgunaan wewenang.
Hal ini mengakibatkan segala sesuatunya diukur dengan materi. Sehingga
melupakan tugas yang diemban dan melakukan tindakan atau perbuatan
yang bertujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Korupsi pada
akhirnya menjadi hambatan bagi bangsa Indonesiaj untuk mewujudkan
masyarakat yang adil dan makmur.

6. Hukum tidak lagi dihormati semakin banyaknya korupsi yang terjadi


merupakan indikasi bahwa hukum tidak lagi diindahkan atau dihormati. Hal
ini karena pelaku korupsi selama ini hanya dijatuhi sanksi pidana yang
ringan, sehingga kurang menimbulkan efek jera bagi pelaku. Cita-cita untuk
menggapai tertib hukum tidak akan terwujud apabila para penegak hukum
yang seharusnya menegakkan hukum, melakukan tindak pidana korupsi
yang pada akhirnya menyebabkan hukum tidak dapat ditegakkan, ditaati,
serta tidak diindahkan oleh masyarakat.

15
BAB IV

PENYELESAIAN PERMASALAHAN

Dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi agar dapat menjangkau


berbagai modus operandi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian
negara yang semakin rumit dan canggih, maka dalam penjelasan umum UU No. 31
Tahun 1999 juncto UU No. 20 Tahun 2001. Tindak pidana korupsi dirumuskan
sedemikian rupa sehingga meliputi perbuatan-perbuatan memperkaya diri sendiri
atau orang lain atau suatu korporasi secara melawan hukum dalam pengertian
formil dan materiil. Dengan perumusan tersebut, pengertian melawan hukum
(unsur melawan hukum) dalam tindak pidana korupsi dapat pula mencakup
perbuatan-perbuatan tercela yang menurut perasaan keadilan masyarakat harus
dituntut dan dipidana. Ketentuan ini membuka peluang untuk digunakannya
pembuktian terhadap unsur melawan hukum yang lebih luas.

Dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi, undang-undang menetapkan ancaman pidana
minimum khusus, pidana denda yang lebih tinggi dan ancaman pidana mati yang
merupakan pemberatan pidana. Undang-undang juga menetapkan pidana penjara
bagi pelaku tindak pidana korupsi yang tidak dapat membayar pidana tambahan
berupa uang pengganti kerugian negara. Undang-undang juga memperluas
pengertian pegawai negeri, yang antara lain meliputi orang yang menerima gaji atau
upah dari korporasi yang mempergunakan modal atau fasilitas dari negara atau
masyarakat. Arti dari fasilitas adalah perlakuan istimewa yang diberikan dalam
berbagai bentuk, misalnya bunga pinjaman yang tidak wajar, harga yang tidak
wajar, pemberian ijin yang eksklusif termasuk keringanan bea masuk atau pajak
yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal baru lainnya adalah dalam hal terjadi tindak pidana korupsi yang sulit
pembuktiannya, maka dibentuk tim gabungan yang dikoordainasikan oleh Jaksa
Agung, sedang proses penyidikan dan penuntutan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hal ini dimaksudkan dalam rangka
meningkatkan efisiensi waktu penanganan tindak pidana korupsi dan sekaligus
perlindungan hak asasi tersangka dan terdakwa. Beberapa Lembaga atau komisi

16
dibentuk untuk memberantas tindak pidana korupsi, seperti lembaga ombudsman,
KPKPN dan KPK.

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dibentuk berdasarkan Undang


Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
KPK merupakan lembaga yang bersifat independen dan bebas dari pengaruh
kekuasaan manapun. Tujuan pembentukannya yaitu untuk meningkatkan daya guna
terhadap upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, dengan asas kepastian
hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum dan proporsional. Komisi
Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang :

1. Melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara dan orang lain


yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh
aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;

2. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

3. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp 1.000.000.000 (satu


milyar rupiah).Guna memperlancar proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan tindak pidana korupsi, undang-undang telah mengatur kewenangan
penyidik, penuntut umum atau hakim sesuai dengan tingkat penanganan perkara
untuk dapat langsung meminta keterangan tentang keadaan keuangan tersangka
atau terdakwa kepada bank dengan mengajukan hal tersebut kepada Gubernur Bank
Indonesia.

Alat bukti dalam tindak pidana korupsi sama seperti yang diatur dalam
KUHAP, namun ada penambahan dimana untuk alat bukti petunjuk dapat diperoleh
dari, pertama alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan,
diterima atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan
itu “Disimpan secara elektronik” misalnya data yang disimpan dalam mikro film
Compact Disk Read Only Memory (CD-ROM) atau Write Once Read Many
(WORM). Yang dimaksud dengan “alat optik atau yang serupa dengan itu” adalah
tidak terbatas pada data penghubung elektronik, surat elektronik, telegram, teleks
dan faksimili. Kedua, dokumen, yaitu setiap rekaman data atau informasi yang

17
dapat dilihat, dibaca dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa
bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apa pun selain
kertas maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka atau perforasi yang memiliki angka.
Ketiga, petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan
terdakwa.

Pembuktian yang dianut UU No. 20 Tahun 2001 berbeda dengan


pembuktian dalam KUHAP. Dalam UU No. 20 Tahun 2001 diterapkan pembuktian
terbalik, dimana terdakwa wajib memberikan keterangan tentang seluruh harta
bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau
korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara yang didakwakan.
Apabila terdakwa tidak dapat membuktikan tentang kekayaan yang tidak seimbang
dengan penghasilannya atau sumber penambahan kekayaannya, maka keterangan
tersebut digunakan untuk memperkuat alat bukti yang sudah ada bahwa terdakwa
telah melakukan tindak pidana korupsi. Dalam hal ini penuntut umum dapat
mengajukan tuntutan kepada hakim agar harta benda terdakwa dirampas untuk
negara. Tuntutan ini diajukan oleh penuntut umum pada saat penuntut umum
membacakan tuntutannya pada perkara pokok. Apabila terdakwa dapat
membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi, penuntut umum
tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaannya. Hal ini merupakan ketentuan
pembuktian terbalik yang terbatas yang dianut di Indonesia, dimana penuntut umum
tetap wajib membuktikan dakwaannya. Terdakwa yang diputus bebas atau lepas
dari segala tuntutan hukum dari perkara pokok, maka tuntutan perampasan harta
benda harus ditolak oleh hakim.

18
BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Tindak pidana korupsi yang telah berkembang dan terjadi secara sistemik
dan meluas harus segera dilakukan penanggulangan secara tegas untuk
memberantasnya. Pelaku korupsi perlu dijatuhi sanksi yang berat (penjatuhan
hukuman mati bila perlu) disamping perampasan harta kekayaan yang didapat dari
tindak pidana korupsi. Kerjasama berbagai pihak harus ditingkatkan agar proses
penegakan hukum berjalan dengan tertib dan sesuai prosedur, sehingga pelaku
dijatuhi sanksi pidana yang setimpal (sehingga sanksi tersebut mempunyai efek
jera) dan pada akhirnya menjadi anggota masyarakat yang baik dan berguna.

5.2. Saran

1. Sebaiknya Tindakan kasus korupsi ini secepatnya di tangani, agar tidak


merugikan banyak orang.
2. Berikan hukuman penjara sesuai dengan korupsi yang telah dia lakukan,
karena sekarang yang dikorupsi banyak tetapi tidak sesuai dengan
hukuman penjara yang akan dijalaninya.
3. Perketat keamanan Ketika akan terjadinya proses putusan dari
pengadilan, ini bertujuan agar tidak adanya curang.
4. Tidak membeda-bedakan status kedudukan masyarakat.
5. Tanamkan pada diri, berikan didikan sejak dini bahwa perilaku korupsi
itu salah dan tidak boleh dilakukan.

19
20

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy