Studi Kasus Fertilitas
Studi Kasus Fertilitas
Studi Kasus Fertilitas
ISSN : 1907-3275
ABSTRACT
Discourse on migrants are frequent in Bali. In addition to several social effects, such as civil
order, crimes, slums, domintaion in informal sectors and so on, caused by them, discussions on
migrants also related to family planning program. There are opinions that point to migrants as the
non or less cooperative social groups to the program.
This research asses the level of participation of migrants in family planning program in Tegal
Kertha Village, West Denpasar, in Denpasar City. The topic brought up is the type of participation
in family planning; the factors that have caused some migrant choose not to use contraception, and
the impact and meaning of their participation in family program.
This research aim to determin the participation level of migrants in family planning program,
factors causing unmet need and the impact and meaning of their participation. Its uses the
combination of both qualitative and quantitative methods. The data we used both primary and
secondary data. The theory applied in this research are The Theory of Participation, The Theory of
Feminism, and The Theory of Hegemony.
There are six type of participation researched with the following result as follow: (1) first marital
age of migrant female is 20.6 years old, the highest is found on Batak ethnic group and the lowest is
in Sasak ethnic group; (2) the average number of amount of person in a family in temporary resident
is 3.1, while the number in permanent migrant is 4.3. The highest number is found in Java ethnic
families and the lowest is in Madura families; (4)the number of active FP participant for temporary
resident significantly lower compared to the those among permanent migrants; (5) the number of
temporary resident that uses long term contraception is only nine percent, rises to twenty two
percent among permanent migrant. The percentage of Bali is fourty three percent; (6) The
percentage for male contraception among temporary resident is very low only one percent, but it is
higer among permanent migrants. The unmet need rate for temporary resident is at a very high
nineteen percent and decreased to eight percent among permanent migrants.
Keywords: participation, migrant, and family planning program.
PENDAHULUAN
Masih segar dalam ingatan kita ketika
program Keluarga Berencana (KB) menjadi
salah satu isu strategis dalam debat Capres
putaran ke-3 pada Juni 2009 yang baru lalu serta
disiarkan secara langsung melalui media televisi.
Apresiasi semua kandidat terhadap program KB
sangat positif. Semua berjanji jika mereka
terpilih nanti akan
melakukan revitalisasi
program KB. Pemilihan KB menjadi tema yang
dilontarkan oleh moderator tentu bukan suatu
kebetulan saja, tetapi memang disadari adanya
kemunduran pelaksanaan program KB.
Volume V No.1 Juli 2009
Lalu
bagaimana
dengan
masalah
kependudukan dan program KB di Bali?
Hasilnya tidak jauh berbeda dengan pencapaian
secara nasional atau terjadi stagnasi. Bahkan
beberapa indikator seperti Laju Pertumbuhan
Penduduk (LPP) dari tahun ketahun terus
mengalami peningkatan. LPP pada periode
1980-1990 mencapai 1,18 %, naik lagi menjadi
1,26 % pertahun pada periode 1990-2000, dan
naik lagi menjadi 1,43 % pertahun pada periode
2000-2005 (BPS, 2005). Diyakini tingginya LPP
di Provinsi Bali lebih disebabkan karena adanya
migrasi netto, selain adanya sumbangan angka
kelahiran.
Isu menarik yang sering muncul di media
massa tentang masalah kependudukan dan KB
di Bali selain arus pendatang yang banyak
menyerbu Bali, adalah adanya kecurigaan bahwa
penduduk pendatang banyak yang tidak ber-KB
seperti penduduk lokal. Memang diskursus
tentang penduduk pendatang sering dilakukan
dalam masyarakat Bali. Tidak saja implikasi
permasalahan sosial yang ditimbulkan oleh
penduduk pendatang yang sangat kompleks,
seperti masalah ketertiban penduduk, stereotif
sebagai pelaku pencurian, penyebab kekumuhan,
dominasi penguasaan sektor informal dan
sebagainya. Terhadap dugaan ini ada beberapa
elemen masyarakat yang menghawatirkan bahwa
penduduk pendatang akan semakin banyak
sementara penduduk lokal akan semakin sedikit
karena terus disuruh ber-KB. Sinyalemen ini
pernah ditulis melalui media massa bebeberapa
tahun yang lalu, sebagai berikut.
Siapa Melestarikan Tradisi Bali. Bukan
jaminan punya anak dua kualitas hidup masyarakat
meningkat. KB di Bali sukses tahun 80-an. Apakah
SDM Bali benar berkualitas?. Saya berencana ingin
punya anak empat, karena sekarang baru dua, supaya
tidak hilang Ketut-nya. Ini masalah menjaga tradisi.
Persoalan mampu atau tidak mengurusi anak itu
urusan kami bukan urusan negara. Buktinya mertua
saya punya anak lima dan mampu kelimanya sekolah
sampai SMA. Jika program KB mau digalakkan,
silahkan itu merupakan program pemerintah.
Pemerintah Bali jangan sampai meminimilisasi tingkat
kelahiran, keluarga kita menjadi sedikit namum
keluarga lain yang masuk ke Bali banyak. Akhirnya
orang Bali disuruh bertransmigrasi. Lantas siapa yang
disuruh melestarikan budaya Bali, jika bukan orang
Bali (Kak Nges, Denpasar dalam Tokoh: 16-22
Juli 2007:2).
Kondisi
tersebut
sebenarnya
telah
melahirkan adanya sumber konflik baru di
masyarakat, walaupun baru pada tahap konflik
kognitif dan afektif akibat kecurigaan penduduk
pendatang yang kurang berpartisipasi dalam
program KB. Menurut pandangan psikologi,
konflik dapat dibagi menjadi tiga taraf, yaitu: (1)
konflik kognitif yaitu konflik yang berhenti
sampai pada pemikiran; (2) konflik afektif yaitu
konflik
yang
melibatkan
keberpihakan
emosional; dan (3) konflik konatif yaitu konflik
yang meniscayakan tindakan kekerasan (Jatman,
1996:122).
Selain LPP yang semakin naik, angka
kelahiran total (TFR) juga mengalami
peningkatan dari 1,89 pada tahun 2000
berdasarkan hasil Sensus Penduduk naik menjadi
2,1 pada tahun 2007 berdasarkan hasil SDKI
2007. Yang menarik adalah adanya stagnasi
TFR pada periode 2002 dan 2007 berdasarkan
hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) yang tetap yaitu 2,1 walaupun
sebenarnya prevalensi KB aktif dapat
ditingkatkan dari 61,2% (2002) menjadi 69,4%
(2007). Terhadap fenomena tersebut diduga
penyebabnya antara lain.
Pertama, terjadinya penurunan pemakaian
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
berdasarkan hasil SDKI dari 42,8% (1997),
31,6% (2002) dan 28,0% (2007). Secara teori
tingkat kegagalan MKJP lebih rendah jika
dibandingkan dengan non-MKJP. Jenis alat
kontrasepsi yang termasuk MKJP adalah
Vasektomi, Tubektomi, IUD dan Implant,
sedangkan yang termasuk non-MKJP antara lain
suntik KB, Pil, dan Kondom.
Menurut Hatcher (1984) rata-rata angka
kegagalan berbagai kontrasepsi pada tahun
pertama, yaitu: 1) Tubektomi 0,04%; 2)
Vasektomi 0,15%; 3) Suntikan KB 0,25 % ; 4)
Pil kombinasi 2,0%; 5) Pil progestin 2,50%; 6)
IUD 5,0%, 6) Kondom 10%; 7) Senggama
terputus 23%; 9) Pantang berkala 24% dan 10)
tidak memakai kontrasepsi tingkat kegagalannya
90% (Singarimbun, 1996:14). Jadi kurang
signifikan naiknya prevalensi peserta KB aktif
sementara kualitas pemakaian kontrasepsi
menurun. Penduduk pendatang diduga banyak
yang tidak memakai MKJP.
Kedua, terjadinya peningkatan kontrasepsi
tradisional dari 2,0% (1997), 2,4% (2002) dan
4,0% (2007). Kontrasepsi tradisional yang
advokasi
kepada
stakeholder
untuk
meningkatkan akses pelayanan KB terutama bagi
keluarga miskin di daerah perkotaan; (2) dapat
dipakai sebagai bahan referensi untuk
menajamkan strategi operasional pelayanan KB
di daerah perkotaan; (3) dapat dipakai sebagai
bahan masukan untuk memperbaiki stragei
pelayanan penyuluhan dan konseling KB di
daerah perkotaan.
KAJIAN PUSTAKA
Penduduk Pendatang
Penduduk pendatang adalah setiap warga
negara Republik Indonesia yang datang dari luar
daerah dan bermaksud diam sementara di daerah
(Pasal 1 ayat 2 Perda Kota Denpasar No. 5
Tahun 2000). Di
lapangan
sulit
untuk
menetapkan penduduk yang dikategorikan
penduduk pendatang jika mengacu pada definisi
Penduduk Pendatang sesuai dengan Perda Kota
Denpasar Nomor 5 Tahun 2000 terutama yang
menyangkut pengertian bermaksud diam
sementara di daerah.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam
penelitian ini ada dua konsep penduduk
pendatang yang dipakai sebagai definisi
operasionbal, sesuai dengan sumber data yang
tersedia serta dapat diolah dan dianalisis yaitu:
(1) Penduduk Tinggal Sementara (PTS), dan (2)
Penduduk Pendatang Tetap. Penduduk Tinggal
Sementara (PTS) adalah penduduk pendatang
yang bermukin di wilayah Kota Denpasar tetapi
belum memiliki kartu tanda penduduk (KTP)
Kota Denpasar. Mereka belum dicatat dalam
Register Pendataan Keluarga (R/I/KS), tetapi
dicatat dalam Register Pendataan Penduduk
Tinggal Sementara (R/I/TP/2007). Penduduk
Pendatang Tetap adalah setiap warga negara
Republik Indonesia yang datang dari luar daerah
Kota Denpasar dan sudah memiliki KTP
Denpasar. Penduduk pendatang yang sudah
menetap sudah dimasukkan dalam Register
Pendataan Peluarga (R/I/KS/2008) yang
dilaksanakan oleh kepala dusun setempat.
Kebijakan pengaturan masalah penduduk
pendatang yang diterapkan di Desa Tegal Kertha
sangatlah ketat, seperti yang diungkapkan oleh
Kelian Banjar Adat
Mertha Gangga
mengatakan.
No
Etnis
Pengaturan Kelahiran
Pengaturan jarak kelahiran antara anak
pertama dengan anak kedua dan seterusnya
selain bertujuan untuk mengendalikan tingkat
kelahiran melalui penjarangan kehamilan, juga
bertujuan untuk mengurangi resiko negatif
terhadap bayi dan ibu yang jarak kehamilannya
terlalu dekat. Resiko-resiko yang bisa terjadi
bila kehamilan terlalu dekat antara lain:
keguguran, anemia pada ibu, payah jantung, bayi
bisa lahir sebelum waktunya, bayi bisa lahir
dengan berat badan rendah, bayi bisa cacat
bawaan, serta tidak optimalnya tumbuh
kembang balita. Akan sangat beresiko lagi jika
kehamilan yang terlalu dekat terjadi di kalangan
keluarga miskin, yang tidak mampu untuk
mencukupi gizi pada saat ibu sedang hamil. Jarak
kelahiran yang ideal yang dianjurkan melalui
program KB minimal 2-3 tahun, sehingga untuk
kehamilan anak yang kedua secara fisik dan
psikhologis siibu lebih siap (BKKBN, 2006:3).
Etnis
Bali
Jawa
Cina
Sasak
Madura
Batak
Rata-rata
Rata-rata jarak
kelahiran
3,9 tahun
3,7 tahun
3,0 tahun
3,3 tahun
3,0 tahun
5,2 tahun
3,7 tahun
No
Etnis
Jumlah
PUS
1
2
3
4
5
6
7
8
Jumlah
Peserta
KB
591
491
Bali
467
381
Jawa
31
25
Cina
22
17
Sasak
82
80
Madura
25
22
Batak
7
4
NTT
25
20
Lainnya
1250
1040
Jumlah
Sumber: Data R/I/KS, 2008
Persen
83,1
75,2
80,7
77,3
97,6
88,0
57,1
80,0
83,2
No Daerah Asal
Jumlah
Jumlah
Persen
PUS
Peserta KB
184
107
58,2
1 Bali luar Dps.
2 Jawa
311
175
56,3
3 Madura
8
7
87,5
4 Sumatra
7
2
28,6
5 Sulawesi
1
1
100,0
6 NTB
7
5
71,4
7 NTT
5
3
60,0
8 Lainnya
0
0
0,0
Jumlah
520
300
57,4
secara umum di Bali tentu kualitas kontrasepsi
yang dipakai oleh PTS kurang efektif. Jenis alat
kontrasepsi yang dipakai oleh penduduk
pendatang yang sudah menetap berdasarkan
hasil Pendataan Keluarga di tiga lokasi penelitian
tercatat MKJP persentasenya mencapai 22,0%.
Jadi masih lebih baik dibandingkan dengan
penduduk pendatang yang dikategiorikan PTS.
Etnis Bali paling banyak memakai jenis
kontrasepsi MKJP yaitu sebesar 32,2%.
Partisipasi KB Pria
Partisipasi KB pria di kalangan penduduk
yang dikategorikan PTS hanya mencapai 1%.
Etnis dari NTT prevalensi KB prianya paling
tinggi yang mencapai 25,0%, sedangkan Etnis
Madura dan Batak tidak ada yang memakai KB
Pria. Dibandingkan dengan hasil SDKI 2007
yang mencapai 3%, maka partisipasi KB pria di
kalangan penduduk PTS sangat rendah,
sedangkan penduduk pendatang yang sudah
menjadi penduduk tetap mencapai 3,9%.
Jawaban responden
terhadap penyebab
rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB di
kalangan penduduk pendatang yaitu: (1)
menganggap urusan KB adalah urusan
perempuan (43,3%); (2) suami tidak mau
(26,7%); (3) tidak tahu ada kontrasepsi pria
(20,0%); (4) takut kondom disalahgunakan
suami (3,3%); (5) kondom tidak bagus (3,3%);
dan (5) yang menjawab tahunya hanya KB
perempuan (3,3%). Persepsi yang menganggap
KB adalah urusan perempuan harus dihilangkan
melalui peningkatan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat. Urusan KB bukan urusan
perempuan, tetapi merupakan urusan berdua
suami isteri. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa masih adanya hegemoni lakilaki terhadap perempuan karena tidak mau
memakai alat kontrasepsi. Kesetaraan dan
Unmet Need
Jml
PUS
Jml
PA
184
311
8
7
1
7
5
0
107
175
7
2
1
5
3
0
523
300
IAT
15
25
1
2
0
0
0
0
43
Unmet Need
TIA
%
Total
20
19,0
35
31
18,0
56
0
12,5
1
0
28,6
2
0
0,0
0
2
28,6
2
1
20,0
1
0
0,0
0
54
10,3
97
%
19,0
18,0
12,5
28,6
0,0
28,6
20,0
0,0
18,6
DAFTAR PUSTAKA
Adian Donny Gahral. 2005. Percik Pemikiran
Kontemporer,
Sebuah
Pengantar
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Agger, Ben. 2007. Teori Sosial Kritis, Kritik,
Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta:
Kreasi Wacara Yogyakarta.
Azyumardi Azra. 2002. Konflik Baru Antar
Peradaban. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Barker, Chris. 2005. Cultural Studies: Theory dan
Praktek. Yogyakarta: PT Bentang
Pustaka.
Bintaro, R. 1986. Urbanisasi dan Permasalahannya.
Jakarta: Ghalian Indonesia.
BKKBN. 2008. Indonesia Demodgraphic and Health
Survey 2007. Jakarta.
Bocock, Robert. 1986. Pengantar Komprehensif
untuk Memahami Hegemoni, Yogyakarta
dan Bandung: Jalasutra.
Daldjoeni, N. 1992. Seluk Belum Masyarakat Kota
(Pusparagam Sosiologi Kota dan Ekologi
Sosial. Bandung: Alumni.
Ehrlich, Paul R. 1982. Ledakan Penduduk. Jakarta:
PT Gramedia.
Gugler Josef dan Alan Gilbert. 1996. Urbanisasi
dan Kemiskinan di Dunia Ketiga.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.
Hanington, P. Huntington. 2003. Benturan Antar
Peradaban dan Masa Depan Politik Dunia.
Yogyakarta: CV. Qalam.
Haris, Abdul dan Nyoman Andika. 2002.
Dinamika Kependudukan dan Pembangunan
di Indonesia: Dari Persfektif Makro ke
Realitas Mikro. Yogyakarta: Lembaga
Studi Filsafat Islam.
Jatman, Darmato. 1996. Perilaku Kelas Menengah
Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya.
Mansour, Fakih. 2003. Analisis Gender dan
Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar Ofsset.
Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan
Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Mantra, Ida Bagus dan Sukaya Sukawati, ed.
1993. Bali Masalah Sosial Budaya dan
Modernisasi. Denpasar: Upada Sastra
May, Larry, Dkk. 2001. Etika Terapan I Sebuah
Pendekatan Multikultural. Yogyakarta:
PT. Tiara Wacana.
Muluk