9988 26740 1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 9

EKOBIS: JURNAL EKONOMI DAN BISNIS SYARIAH, VOLUME 1, NO.

1, 2017 E-ISSN: 2579-7042

Volume 1, No. 1
Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Januari-Juni 2017
Halaman: 1-9
Prodi Ekonomi Journal homepage: http://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/ekobis
Syariah

Pencatatan Laba Dalam Perspektif Akuntansi Syariah dan Konvensional


Ayumiati
Universitas Islam Negeri Ar-Raniry (UIN Ar-Raniry) Banda Aceh, Indonesia

INFO ARTIKEL ABSTRACT

This paper aims to photograph the formulation of profits in Islamic accounting and conventional accounting, as well as the system of recording and
Riwayat Artikel:
measuring earnings in conventional Islamic accounting and accounting and the effectiveness and accuracy of profit recording systems in
Submit 8 Januari 2017 Islamic accounting and conventional financial statements. The results of the study show that fundamentally Islamic accounting has a
Revisi 9 Maret 2017 difference with conventional accounting in the criteria and limits in profitability. Conventional accounting based on the capitalist system considers
profit to be the ultimate goal of business achievement. While Islamic accounting positions profit as a means to prosper various layers through its
Diterima 10 Mei 2017
relationship with the zakat payment system and without interest. Therefore, a method of recording is needed in accordance with the zakat
determination system. Conventional accounting uses a method based on the historical cost, which is not in accordance with Islamic accounting
Kata Kunci: which measures the mechanism of zakat by using the current price of the assets owned. Conventional accounting that uses historical cost
and accounting principles that are greatly affected by the capitalist system produces financial reports that tend to cause bias and accuracy
Taxes that are no longer relevant to the actual economic conditions. Sharia accounting with its relation to the zakat and interest-free payment system for
Sale Value of Taxable Object (SVTO ) Mechanism profit recording is not only a means of producing accurate financial statements based on current conditions and purely material and worldly values,
Islamic Prices atau Islamic Prices Mechanism but also contains social values that are religious.

ABSTRAK

Tulisan ini bertujuan untuk memotret tentang rumusan laba dalam akuntansi syariah dan akuntansi konvensional, serta sistem pencatatan
dan pengukuran laba dalam akuntansi syariah dan akuntansi konvensionaldan efektifitas dan keakuratan dari sistem pencatatan laba
dalam akuntansi syariah dan konvensional terhadap sebuah laporan keuangan. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada dasarnya akuntansi
syariah memiliki perbedaan dengan akuntansi konvensional dalam kriteria dan batasan dalam perolehan laba. Akuntansi konvensional yang
berlandaskan sistem kapitalis menganggap laba adalah tujuan akhir pencapaian usaha. Sementara akuntansi syariah memposisikan laba sebagai
sarana untuk mensejahterahkan berbagai lapisan melalui hubungannya dengan sistem pembayaran zakat dan tanpa bunga. Oleh sebab itu,
dibutuhkan metode pencatatan yang sesuai dengan sistem penetapan zakat. Akuntansi konvensional menggunakan metode berdasarkan
harga masa lalu (historical cost) yang mana kurang sesuai dengan akuntansi syariah yang mengukur mekanisme zakat dengan menggunakan
harga saat ini (current cost) dari aktiva yang dimiliki. Akuntansi konvensional yang menggunakan historical cost dan prinsip-prinsip
akuntansi yang sangat terpengaruh dengan sistem kapitalis menghasilkan laporan keuangan yang cenderung menyebabkan bias dan
keakuratan yang tidak relevan lagi dengan kondisi ekonomi yang sebenarnya. Akutansi syariah dengan hubungannya dengan sistem
pembayaran zakat dan tanpa bunga pada pencatatan laba bukan hanya menjadi sarana menghasilkan laporan keuangan berdasarkan bisnis
yang akurat dengan kondisi saat ini dan mengandung nilai material dan duniawi semata saja, namun juga mengandung nilai-nilai sosial yang
ukhrawi.

1. PENDAHULUAN
Laporan keuangan adalah produk atau hasil akhir dari suatu proses akuntansi. Laporan keuangan tersebut yang akan menjadi bahan
informasi bagi para pemakai sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan. Di samping sebagai informasi, laporan keuangan juga
sebagai pertanggung jawaban atau accountability. Dan juga dapat menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan untuk mencapai
tujuannya (Harahap, 1997). Perkembangan pemikiran Ekonomi Barat memberikan perubahan pada perkembangan akuntansi. Akuntansi konvensional
yang sekarang berkembang adalah sebuah disiplin dan praktik yang dibentuk dan membentuk lingkungannya. Jika akuntansi dilahirkan dalam
lingkungan kapitalis maka informasi yang disampaikanpun mengandung nilai-nilai kapitalis. Keputusan yang diambil pengguna informasi tersebut
juga mengandung nilai-nilai kapitalis. Jaringan kuasa yang kapitalis inilah yang akan terus mengikat manusia. Hal ini membuktikan bahwa akuntansi
merupakan produk sejarah dan refleksi budaya dan mematahkan argumen bahwa akuntansi hanyalah sebuah alat yang bebas nilai (value free) dan
merupakan teknologi universal yang dapat diterima dan diterapkan dalam prespektif agama Islam sekalipun.
Akuntansi syariah hadir dengan pelurusan kegiatan ekonomi konvensional yang semakin menjauh dan bertentangan dengan al-Quran dan
hadist. Akuntansi syariah mencoba merefleksi kembali ekonomi dan keadilan Islam dengan pemikiran-pemikiran ekonomi sebagai alternatif dan
tujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat madani. Perkembangan akuntansi syariah juga didukung hadirnya lembaga-lembaga keuangan bank
maupun bukan bank yang membutuhkan akuntansi sesuai dengan nilai-nilai syariah. Hal ini ikut membuktikan bahwa secara filosofi, teori, konsep

* Corresponding author: Ayumiati


E-mail address: ayumiati@ar-raniry.ac.id
2 Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017

dan praktik, akuntansi konvensional tidak sesuai dan tidak dapat diterapkan sepenuhnya pada lembaga-lembaga keuangan syariah tersebut.
Dalam teori ekonomi dan aplikasinya ternyata laba memiliki perspektif yang sangat kritis dari para ekonom dan akademisi sehingga terus
mengalami perubahan. Berbagai macam konsep laba dalam akuntansi bermunculan, begitu juga konsep laba dalam akuntansi syariah. Ada perbedaan
yang begitu mendasar tentang laba dalam akuntansi syariah dan akuntansi konvensional. Laba (income) merupakan salah satu pos dasar dan penting
dalam laporan keuangan yang memiliki berbagai kegunaan dalam berbagai konteks. Pada umumnya, laba dipandang sebagai suatu dasar perhitungan
bagi perpajakan, penentuan kebijakan pembayaran deviden, pedoman investasi dan pengambilan keputusan dan unsur prediksi kerja perusahaan
(Aliamin, 2017). Laba dalam akuntansi konvensional oleh para akuntan merupakan kelebihan pendapatan (surplus) dari kegiatan usaha, yang
dihasilkan dengan mengaitkan (matching) antara pendapatan (revenue) dengan beban terkait dalam suatu periode yang bersangkutan yang dihitung
biasanya dalam waktu tahunan. Laba dianggap sebagai selisih nilai aktiva di awal dan akhir periode fiskal yang dipengaruhi oleh adanya peningkatan
nilai dikurangi dengan pembayaran bunga dan kerugian yang timbul. Laba akuntansi berhubungan dengan pengukuran modal dan dalam
kenyataannya digunakan sebagai analisis terhadap perubahan modal secara temporer. Dalam konsep pemeliharaan modal, laba diakui
sesudah modal dipertahankan atau biaya telah dipulihkan. Oleh karena itu, laba merupakan jumlah residual yang tertinggal setelah semua
beban (termasuk penyesuaian pemeliharaan modal, kalau ada) dikurangkan pada penghasilan. Jika beban melebihi penghasilan, maka jumlah
residualnya merupakan kerugian bersih.
Dalam konstruksinya, akuntansi syariah menggunakan “metafora amanah” dan metafora zakat. Konsekuensi dari dua metafora ini
adalah bahwa akuntansi syariah dibangun berdasarkan pada konsep dan nilai zakat. Laba merupakan salah satu informasi yang diperlukan untuk
mengetahui besarnya zakat perusahaan. Zakat perusahaan itu sendiri besarnya adalah: 2,5% x (laba bersih ditambah kekayaan bersih). Dari
formula tersebut terlihat bahwa laba (bersih) merupakan salah satu unsur dari besarnya zakat (Triyuwono dan as’udi, 2001). Sementara itu,
historical cost ini kurang sesuai dengan akuntansi syariah. Karena nilai historis yang dijadikan dasar penilaian dan pengukuran atas aktiva atau
transaksi yang akan dikenai zakat tidak bisa mengakui transaksi yang berdasarkan nilai wajarnya yang ditunjukkan dengan nilai saat ini. Di sisi lain,
historical cost menggunakan unsur bunga dan time value of money yang bersifat mutlak dan pasti.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk melihat beberpa hal yang terkait dengan perumusan laba dalam
akuntansi syariah dan konvensional serta efektifitas dan keakuratan dari system pencatatan laba

2. TINJAUAN TEORITIS
Setelah mengadakan kajian kepustakaan, penulis tidak menemukan pembahasan yang spesifik dan mendetail dalam tesis dan disertasi
mengenai Pencatatan Laba dalam perspektif akuntansi syariah dan konvensional. Namun ada beberapa tulisan yang berkaitan dengan penelitian
ini, di antaranya:
Pertama, Ekasari (2014) tentang “Hermeneutika Laba dalam Perspektif Islam”. Penelitian ini membahas konsep laba dalam islam. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa setiap bisnis harus dibagun sesuai prinsip yang terdapat dalam islam dengan tujuan agar tidak hanya
memaksimalkan laba perusahaan saja tetapi harus memakmurkan sesama manusia.
Kedua, Faradila dan Cahyati 2013 dalam kajiannya “Analisis manajemen laba pada perbankan syariah”. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji dan menganalisis manajemen laba pada perbankan syariah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbankan syariah melakukan
manajemen laba dalam laporan keuangan ini dapat dilihat dari hasil Discretionary Accrual selama dua tahun bernilai positif dan negative.
Ketiga, siregar tahun 2015 berjudul “Implementasi Akuntansi dalam Kehidupan Menurut Perspektif Islam”. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui konsep, prinsip, akidah akuntansi dalam perpektif islam. Hasil penelitian menunjukan bahwa akuntansi merupakan suatu konsep
yang didalamnya harus dijalankan sesuai dengan syariah, dalam sehingga akuntan dalam menjalankannya sesuai dengan aturan baik dalam
pembukuan, analisis, pengukuran dan lain sebagainya sehingga menjadi pijakan dalam menjelaskan suatu peristiwa.
Keempat, Sirat 2012 berjudul “corporate governance practice, share ownership struktur, and size on earning management (manufacturing
Companies)”. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis. Dalam pengukuran perusahaan dan kepemilikan keluarga memiliki pengaruh yang siqnifikan
terhadap jumlah earning managemen, parktik penerapan corporate governance dan kepemilikan perusahaan tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap earning management.
Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses manajemen laba dalam akuntansi syariah dan konvensional.
2. Untuk mengetahui efektifitas dan keakuratan dalam pencatatan laba
Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017 3

3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Penelitian ini merupakan penelitian akuntansi. Penelitian ini membahas tentang laba dalam
akuntansi syariah dan konvensional. Pendekatan Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan studi kepustakaan, dimana pengumpulan
informasi dan data dari berbagai buku, dokumen, majalah dlan laian (Mardalis, 1999). Sumber Data dalam pelitian ini dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: primer
adalah informan yang terlibat dalam kegiatan penetapan harga NJOP. Sekunder adalah seperti buku, jurnal, majalah, artikel, website dan hasil penelitian lainnya
yang berkaitan dengan objek penelitian. Tekhnik Pengumpulan Data dengan cara dokumentasi dimana mencari data yang berkaitan dengan hal-hal atau variable
yang termauk catatan, buku, makalah maupun artikel, jurnal (Arikunto, 2010). Penelitian ini dalam pengumpulan data melalui dokumentasi. Metode Analisis
Data dalam penelitian ini adalah conten analisis yaitu untuk mendapatkan inferensi yang valid sehingga dapat diteliti ulang (kripendoff, 1993).

4. TEMUAN DAN PEMBAHASAN


Konsep Laba dalam Akuntansi Syariah dan Akuntansi Konvensional pada Tingkatan Sintaksis, Semantik dan Praqmatis

Laba dalam tingkatan sintaksis memberikan aturan-aturan yang merupakan interprestasi dunia nyata atau dampak dari perlakuan laba yang
didasarkan pada prinsip dan premis yang terjadi. Aturan-turan tersebut dibuat logis dan konsisten dengan mendasarkan pada premis dan konsep yang
dikembangkan dari praktik akuntansi yang telah ada, contohnya: aturan bahasa, aturan matematik, dan sebagainya (triyuwono dan As’udi, 2001). Akuntansi
konvensional cenderung menerima dan menggunakan aturan- aturan tersebut sebagai interprestasi dunia nyata. Padahal laba akuntansi konvensional yang
merupakan penjumlahan dari banyak pos positif dan negatif kadang-kadang juga tidak memiliki kandungan interpretif. Struktur silogisme yang membentuk
aturan tidak seluruhnya bisa menjamin kebenaran. Sintatik hanya menggambarkan kenyataan dalam bentuk bahasa ilmiah atau teori. Untuk memahami
arti laba dalam tingkatan sintaksis hanya dapat dimengerti dengan mengetahui bagaimana laba diukur, diakui dan disajikan sehingga menghasilkan
jumlah laba. Dalam akuntansi konvensional terdapat dua pendekatan dalam pengukuran laba pada tingkatan sintaksis ini, yaitu: pendekatan transaksi
dan pendekatan aktivitas. Pendekatan transaksi pada pengukuran laba adalah pendekatan yang melibatkan pencatatan penilaian aktiva dan kewajiban
hanya bila merupakan hasil dari transaksi, yaitu transaksi internal dan transaksi eksternal (Hendriksen dan Brenda, 1999). Transaksi internal berasal dari
penggunaan atau konversi aktiva dalam perusahaan itu. Sedangkan transaksi eksternal berasal dari kegiatan bisnis yang dengan pihak luar dan transfer
aktiva atau kewajiban ke atau dari perusahaan tersebut. Dalam transaksi internal perubahan dalam nilai tidak dimasukkan jika hal itu berasal dari
perubahan penilaian pasar atau perubahan dari pengharapan saja. Dalam pendekatan transaksi, fokus pengukuran laba cenderung pada transaksi
eksternal dengan pengelompokan sumber laba bersih sesuai pengklasifikasiannya, seperti menurut produk atau kelompok pelanggan, guna memperoleh
informasi yang lebih berguna bagi manajemen. Dan sering digunakan oleh akuntansi konvensional.

Dalam akuntansi syariah pada tingkatan sintaksis diperlukan pemahaman yang sama tentang bagaimana operasionalisme untuk mengukur laba
dan bagaimana proses yang dilakukan untuk menghasilkan laba. Seperti halnya akuntansi konvensional, akuntansi syariah juga mengenal dua
pendekatan, yaitu pendekatan transaksi dan pendekatan aktivitas. Sebagaimana yang diketahui bahwa dasar hukum adanya akuntansi syariah
terdapat dalam al-Quran surah al-Baqarah 282. Dalam ayat tersebut konsep laba telah mengarah pada pendekatan aktivitas (muamalah) dan transaksi
secara bersamaan, berbeda dengan akuntansi konvensional yang memisahkan dua pendekatan tersebut. Meskipun dalam praktiknya akuntansi syariah lebih
menekankan pada pendekatan aktivitas, bukan berarti pendekatan transaksi tidak perhatikan dalam pengukuran laba. Laba pada tingkatan semantik
membahas perhatiannya terhadap hubungan-hubungan antara fenomena (objek atau peristiwa) dengan simbol yang mewakili fenomena tersebut. Teori
laba dihubungkan ke objek nyata yang dituangkan dalam bentuk aturan yang sesuai/definisi operasional, contoh hubungan kata, tanda atau simbol dari
kenyataan (Harahap, 2002) .Misalnya: Laba = Pendapatan – Biaya. Lebih lanjut, laba pada tingkatan semantik membahas bagaimana laba dimaknai atau
fungsi laba itu sendiri seperti apa dan apa makna yang seharusnya melekat pada laba. Akuntansi konvensional menggunakan konsep ekonomi sebagai
titik tolak, yaitu konsep perubahan kesejahteraan dan keberhasilan perusahaan memaksimumkan kas. Perubahan kesejahteraan adalah penjabaran dari
konsep pemeliharaan kekayaan dan memaksimumkan kas adalah penjabaran bentuk lain daripada usaha untuk memaksimalkan laba dalam akuntansi
konvensional. Tujuan pelaporan laba ditekankan untuk menyentuh makna interpretatif pada tujuan perolehan laba, seperti pengukur efisiensi, konfirmasi
harapan investor dan estimator dari laba ekonomik.

Dalam akuntansi syariah, laba pada tingkatan semantik sangat berkaitan erat dengan tujuan akuntansi syariah itu sendiri. Secara umum dapat
diketahui bahwa tujuan laba adalah untuk memenuhi kewajiban menunaikan zakat. Laba yang diperlukan untuk menilai jalannya operasional usaha,
sudah seharusnya menjadi pengukur efisiensi perusahaan baik tanggung jawabnya terhadap pemilik (pemegang saham) maupun kepada Allah SWT
sebagai pemilik mutlak yang dimanifestasikan dalam bentuk penentuan pembayaran zakat. Operasi perusahaan yang efisien mempengaruhi jumlah laba
yang dihasilkan dan berapa besarnya zakat yang akan ditunaikan. Efisiensi perusahaan juga akan menunjukkan kinerja perusahaan yang merupakan
acuan riil untuk menjelaskan laba pada tingkatan semantik dalam akuntansi syariah. Efisiensi merupakan sebuah istilah yang relatif dan akan
mempunyai arti apabila dapat dibandingkan dengan yang ideal atau beberapa dasar lain. Penandingan efisiensi dengan kewajiban membayar zakat dalam
akuntansi syariah berkaitan dengan tujuan akuntansi syariah sendiri, sehingga apabila perusahaan menetapkan sasaran untuk memaksimalkan laba
maka perusahaan itu sendiri akan berupaya untuk melakukan efisiensi sebagai salah satu bentuk pertanggung jawaban baik kepada pemilik maupun kepada
Allah SWT. Untuk itu diperlukan juga penggunaan ukuran laba yang tepat sesuai akuntansi syariah.
Pada tingkatan pragmatis dari laba berkaitan dengan proses keputusan yang dilakukan pihak-pihak yang menggunakan informasi laba tersebut
4 Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017

atau peristiwa-peristiwa yang dipengaruhi oleh informasi atas laba tersebut. Dalam tingkatan ini, dibahas bagaimana laba diinterprestasikan dan digunakan
dalam praktik dan apakah informasi tentang laba tersebut bermanfaat (Triyuwono dan As’udi, 2001). efisien, alat pengendali manajemen dan sebagai
kandungan informasi dari laba dan teori pasar efisien.

Sedangkan dalam akuntansi Syariah laba pada tingkatan pragmatik harus mencerminkan nilai-nilai etika Islam, dimana pihak- pihak yang memakai
laporan harus berprilaku dari pribadi-pribadi atau kelompok-kelompok yang sebagai akibat yang disajikannya informasi akuntansi. Informasi atas laba
diharapkan seharusnya:
1. Menggunakan prosedur-prosedur akuntansi yang dapat memberikan perlakuan yang sesama kepada semua pihak.
2. Laporan laba-rugi harus menyajikan pernyataan yang benar dan akurat.
3. Data akuntansi harus layak, tidak bias, dan tidak memihak pada kepentingan-kepentingan tertentu.

Kelayakan, keadilan, dan tidak memihak, sebenarnya merupakan pandangan bahwa laporan keuangan syariah tidak boleh terjangkit oleh
pengaruh bias yang tidak seharusnya terjadi. Laporan keuangan syariah tidak boleh dibuat untuk memenuhi kepentingan seseorang atau sekelompok
orang atas kerugian yang lainnya.Dalam hal ini, laba pada tingkatan pragmatis dalam akuntansi syariah dapat dibagi dalam berbagai tujuan:
1. Laba sebagai sarana perhitungan zakat.
2. Laba sebagai dasar pengambilan keputusan dan kontrak
3. Laba sebagai alat peramal

Akuntansi syariah memberikan gambaran bagaimana laba pada tingkatan sintaksis, semantik dan pragmatis. Dalam pencatatan laba, satu
angka laba berguna untuk berbagai tujuan. Beda tujuan sebuah perusahaan dan para pemakai yang terkait di dalamnya maka metode pengukuran laba
dengan hasilnya juga akan berbeda. Laba dalam akuntansi syariah tidak hanya diharapkan mampu memperlihatkan akuntansi yang bernilai
akuntability, namun juga mampu menjadi perdiksi kelangsungan perusahaan ke depan dengan menghadirkan data yang relevan dan realistis dengan
kondisi ekonomi saat aktivitas perusahaan berlansung. Hal tersebut tentu akan mengahasilkan akuntansi yang lebih efektif dan akurat. Dan memindahkan
laporan keuangan tersebut menjadi pendistribusiannya kepada mahkluk sosial lainnya sebagai peran laba dalam kaitannya dengan sistem
pembayaran zakat.

Perbandingan Hasil laporan Keuangan Atas Laba dan Pencatatannya dalam Akuntansi Syariah dan AkuntansiKonvensional

Dengan melihat adanya metode pengukuran laba dalam akuntansi alternatif lain yang lebih relevan dengan akuntansi syariah dibandingkan
metode historical cost, tentunya menghasilkan laporan keuangan yang berbeda. Hal tersebut juga akan berpengaruh pada berbagai fungsi laba yang
bermanfaat bagi segala pihak yang membutuhkannya. Untuk itu, mari kita lihat contoh akuntansi konvensional dengan menggunakan metode Historical Cost
dan akuntansi syariah jika menggunakan Replacement Cost pada contoh kasus di bawah ini:

Kita misalkan PT Jaya yang didirikan pada tanggal 21 Maret 2013 akan memasarkan produk baru yang disebut ESTIMA. Modal berjumlah Rp30.000,-,
utangnya Rp30.000,- dengan bunga 10%. Pada tanggal 1 januari PT Jaya memulai kegiatannya dengan membeli 6.000 unit ESTIMA dengan harga
Rp10,- per unit. Pada tanggal 1 Mei perusahaan menjual 5.000 unit dengan harga Rp15,- per unit.

Sementara itu, perubahan tingkat harga selama tahun 2013 adalah sebagai berikut:
Tabel Data Perubahan Tingkat Harga
1 Januari 1Mei 1 Desember

Replacement cost 10 12 13
General Price Level Index 100 130 156

Sebelum kita melihat laporan keuangan yang dihasilkan dari contoh kasus di atas, perlu diketahui bahwa dalam menyusun laporan keuangan
konsep pemeliharaan modal banyak digunakan. Konsep ini merupakan konsep yang membedakan antara pengembalian atas modal (laba) dan
pengembalian modal (pemulihan biaya), laba diakui sesudah modal dipertahankan atau biaya telah dipulihkan. Belkaoui menyatakan ada dua konsep
utama pemeliharaan modal atau pemulihan biaya tersebut, yaitu dalam satuan unit uang (modal keuangan) dan dalam satuan unit daya beli umum
(modal fisik). Dalam pengertian umum perusahaan sudah dikatakan telah memelihara modalnya kalau modal yang dimiliki pada akhir periode sama dengan
jumlah pada awal periode. Konsep pemeliharaan modal berkepentingan dengan bagaimana perusahaan mendefinisikan modal yang ingin dipelihara
(dipertahankan). Oleh karena itu, laporan keuangan yang akan kita bandingkan nantinya juga akan melihat laba yang dihasilkan dengan menggunakan konsep
pemeliharaan modal tersebut. Adapun perbandingan akuntansi konvensional yang menggunakan historical cost dan akutansi syariah jika menggunakan
replacement cost, dapat dilihat dari penyelesaian kasus di atas, sebagai berikut:

1. Menggunakan model akuntansi yang diukur dengan unit uang, Laporan Laba Rugi dan Neraca untuk dua akuntansi tersebut adalah
PT Jaya Laporan Laba Rugi
Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017 5

Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2013


Historical Cost Replacement Cost
Keterangan pada Akuntansi pada Akuntansi
Konvensional Syariah

Hasil 75.000 75.0001


Harga pokok penjualanLaba kotor (50.000)2 (60.000)3
Bunga / Eqv rate 10 %Laba 25.000 15.000
Operasi (3.000) (3.000)
Realisasi holding gain and loss 22.000 12.000
Holding gain and loss yang tidak direalisasi sudah termasuk 10.0004
General price level gain and loss tidak dihitung 3.0005
Laba bersih
tidak dihitung Tidak dihitung
22.000 25.000

Keterangan:
175.000 = 5.000 x 15
250.000 = 5.000 x 10
360.000 = 5.000 x 12
410.000 = 5.000 x (12-10)
53.000 = 1.000 x (13-10)
Pada laporan laba rugi di atas, laba bersih yang dihasilkan antara kedua laporan ternyata berbeda. Harga pokok penjualan dari
akutansi syariah lebih besar karena diukur dengan menyesuaikan pada harga ganti (replacement cost). Sebab, data sebelumnya
menunjukkan bahwa produk “ Estima” yang dijual pada bulan Mei telah terjadi peningkatan nilai dari harga Rp. 10,- manjadi Rp. 12,-. Dalam
metode penilaian berdasarkan harga pasar atau saat ini, maka akuntansi syariah harus mengakui keadaan perubahan harga yang terjadi dengan
menggunakan harga ganti (replacement cost). Sedangkan akuntansi konvensional tetap menghitung harga pokok penjualan sesuai harga
perolehan awal dan tidak mengakui kenaikan atas harga dari produk yang dijual tersebut (historical cost).
Perbedaan akutansi konvensional dan akuntansi syariah terlihat pada pengakuan akan gain and loss yang belum terealisasi, dimana
akuntansi konvensional tidak mengakui laba jika tidak terjadi transaksi. Sementara akuntansi syariah tetap menganggap gain and loss sebagai
bagian dari laba meskipun belum terealisasi untuk menggambarkan peristiwa atau aktivitas yang telah terjadi dalam kegiatan perusahaan. Hal ini
sesuai dengan konsep laba dalam akutansi syariah jika dilihat pada tingkatan sintaksis, dimana laba dipandang berdasarkan pendekatan
transaksi dan aktivitas perusahaan diakui secara bersamaan. Sementara akuntansi konvensional hanya mengakui laba yang telah
direalisasi pada pendekatan transaksi yang benar-benar telah terjadi.

PT JayaNeraca
31 Desember 2008
Historical Cost Replacement Cost
Keterangan pada Akuntansi pada Akuntansi
Konvensional syariah
6 Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017

Harta
Kas Persediaan 72.000 72.000
Total Harta 10.000 13.0001
82.000 85.000
Utang dan Modal
Kewajiban
Modal: 30.000 30.000
Modal saham
Laba ditahan realisasiBelum 30.000 30.000
realisasi 22.000 22.000
Total laba ditahan Total - 3.000
modal setor Total utang 22.000 25.000
dan Modal 52.000 55.000
82.000 85.000

Keterangan:
113.000 = 13 x 1.000
Neraca yang dihasilkan memperlihatkan bahwa laba bersih yang ada pada laporan laba rugi pada tabel sebelumnya
dimasukkan ke dalam neraca, dan tentu saja ini mempengaruhi total aktiva (harta) dan passiva (utang dan modal) yang dimiliki perusahaan.
Untuk mendapatkan total harta bersih perusahaan, maka penilaian persediaan berdasarkan replacement cost lebih besar dari pada historical
cost. Akuntansi konvensional tetap menilai persediaan pada harga perolehan, yaitu Rp. 10,-Sedangkan akuntansi syariah menganggap
persediaan harus dinilai berdasarkan harga saat ini, harga pengganti yang sesuai yaitu pada bulan desember dari harga persediaan adalah
Rp. 13,-. Sebab, “ Estima” tersisa 1000 unit lagi maka diukur dengan metode harga saat ini: 1000 x Rp. 13 = 13.000,-
Karena aktiva yang dihasilkan lebih besar oleh akuntansi syariah, maka passiva (utang dan modal) yang dihasilkan juga lebih besar
dibandingkan dengan apa yang dihasilkan akuntansi konvensional. Hal ini sesuai dengan persamaan teori akuntansi dimana Aktiva( harta)
= Passiva (utang + modal).
2. Menggunakan model akuntansi yang diukur dengan unit tenaga beli umum.
Unit tenaga beli umum adalah salah satu alat ukur dengan melihat daya beli uang yang mampu dihasilkan dari aktiva dan kewajiban
yang dimiliki perusahaan. Daya beli uang tentu tidak sama setiap waktunya karena sistem ekonomi sendiri membuat daya beli uang ini
terus berfluktuasi. Apabila laporan keuangan baik akuntansi konvensional maupun akuntansi syariah ingin mengukur atribut yang ada
dalam akutansi tersebut dengan unit tenaga beli umum ini, maka laporan laba rugi dan neraca yang dihasilkan adalah sebagai berikut
(Harahap, 2007).
PT Jaya Laporan Laba/Rugi
Untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2008
GPLA Historical Cost GPLA Replacement
Keterangan pada Akutansi Costpada Akuntansi
Konvensional syariah
Hasil 90.0001 90.000
Harga pokok penjualanLaba kotor (78.000)2 (72.000)3
Bunga/ Eqv rate 10 %Laba 12.000 18.000
Operasi (3.000) (3.000)
Realisasi holding gain and loss 9.000 15.000
Holding gain and loss yang tidak direalisasi sudah termasuk (6.000)4
General price level gain and loss tidak dihitung (2.600)5
Laba bersih
1.8006 1.800
10.800 8.200
Keterangan:
190.000 = 75.000 x 156/130 (75.000 = 5000 x 15)
278.000 = 50.000 x 156/100
372.000 = 60.000 x 156/130
Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017 7

4(6000) = (12 x 156/130) – (10 x 156/100) x 5.000


5(2.600) = 13 – (10 x 156/100) x 1.000
61800 = (aset yang belum disesuaikan dengan tingkat harga umum - aset yang telah disesuaikan dengan tingkat harga
umum; 42.000 - 40.200 = 1.800)
Dari laporan laba rugi yang dihasilkan terlihat laba dari akuntansi syariah jika diukur dengan unit tenaga beli umum lebih kecil dibandingkan
dengan akuntansi konvensional. Laba merupakan kenaikan daya beli yang diinvestasikan selama satu periode, gain and loss yang belum terealisasi
tetap tidak diakui sebagai laba dalam akuntansi konvensional. Jadi, hanya dari kenaikan harga aktiva yang melebihi kenaikan tingkat harga umum yang
diakui sebagai laba. Sedangkan akuntansi syariah melihat kenaikan modal itu sebagai perubahan harga yang mempengaruhi aktiva dan kewajiban
perusahaan yang berdasarkan pengukuran kapasitas produktif sehingga tetap berdasarkan pengukuran biaya kini dengan menggunakan harga
ganti (replacement cost) atau bentuk yang hampir sama dengannya.
Akutansi konvensional yang menyesuaikan dengan tingkat harga umum merubah perhitungan harga pokoknya, dari harga perolehan Rp.
10,- dengan penyesuaian tingkat harga umum sehingga menghasilkan harga pokok Rp. 78.000,- dari Rp. 50.000,-. Sedangkan akutansi syariah
mengakui tingkat harga umum yang berganti pada periode perolehan dengan periode penjualan, sehingga harga pokok yang dihasilkan dari Rp.
60.000,- menjadi Rp. 72.000,-. Penyesuaian ini membuat laba dalam akuntansi konvensional lebih besar hasilnya dibandingkan akutansi syariah
(harahap, 2007).
PT Jaya Neraca Menurut General Price Level
Per 31 Desember
Historical Cost Replacement Cost
Keterangan Pada Akuntansi pada Akuntansi Syariah
Konvensional
Aktiva:
Kas Persediaan 72.000 72.000
Total Aktiva 15.6001 13.000
87.600 85.000

Passiva
Modal: 30.000 30.000
ObligasiModal 46.8002 46.800
Laba ditahan:
Realisasi Belum 9.000 9.000
realisasiLaba/Rugi (0) (2.600)3
GPL 1.800 1.800
Total Passiva 87.600 85.000

Keterangan:
115.600 = 10.000 x 156/100
246.800 = 30.000 x 156/100
32.600 = 13 – (10 x 156/100) x 1000

Akuntansi konvensional dengan menggunakan alat ukur unit tenaga beli umum memperlihatkan modal keuangan yang
diukur dengan jumlah unit daya beli yang sama melalui penyesuaian dengan tingkat harga umum yang berlaku. Sementara akuntansi
syariah menekankan konsep pemeliharaan modal dengan berdasarkan kapasitas produktif terhadap daya beli umum, dimana modal fisik
diukur dalam jumlah unit daya beli yang sama dengan juga menyesuaikan dengan tingkat harga umum.
Dari beberapa contoh akun di atas, baik model pengukuran yang menggunakan alat ukur nilai uang maupun daya beli umum, dapat
kita bedakan bahwa jumlah laba yang dihasilkan oleh akuntansi konvensional dengan menggunakan historical cost berbeda dengan
akuntansi syariah yang menggunakan replacement cost. Pada prinsipnya pemilihan dasar dalam konsep pemeliharaan modal baik
menggunakan atribut unit uang maupun unit tenaga beli, tergantung pada jenis modal yang ingin dipelihara perusahaan. Apapun model
atribut yang digunakan akan menghasilkan model akuntansi yang akan digunakan dalam penyusunan laporan keuangan sesuai keinginan dan
tujuan masing-masing perusahaan dalam menghasilkan laba dan memelihara modalnya.
8 Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017

Bagi kinerja manajemen, laba dalam akuntansi syariah sangat berguna bagi pengukuran efisiensi sebuah perusahaan dan alat
pengambil keputusan dimana atribut yang dinilai berdasarkan nilai saat ini bukan masa lalu. Bagi para pemakai laporan ini juga dapat menjadi
sumber penilaian kinerja perusahaan dan penetapan keputusan investasi. Sebab data yang dihasilkan bukan data yang menyesatkan akibat
kegiatan perusahaan dalam penilaian aktiva maupun kewajiban dari transaksi masa lalu. Namun, menjadikan transaksi masa lalu sebagai
tolak ukur atau dasar menilai aktiva dan kewajiban pada saat ini. Mengingat nilai dari atribut tersebut tidak akan selamanya tetap karena
perekonomian yang juga tidak akan selamanya stabil.
Dalam kaitannya dengan penetapan zakat, laba yang dihasilkan dari akuntansi syariah yang lebih besar daripada historical cost
adalah keadaan yang seharusnya disyukuri. Laba yang semakin besar tentunya akan memberikan distribusi kesejahteraan yang besar
pada manusia lainnya. Namun, keadaan laba dalam akutansi syariah berdasarkan nilai saat ini tidak selamanya berada lebih besar dari pada
historical cost. Sebab, terkadang harga ganti (replacement cost) pada suatu keadaan ekonomi bisa menurun sehingga laba yang dihasilkan
juga lebih kecil dibandingkan historical cost.
Inilah yang diinginkan sebagai tujuan dari akuntansi Syariah yang berkaitan dengan penetapan zakat. Pengukuran yang sesuai
kondisi dan situasi ekonomi dan kegiatan sebuah perusahaan menjadi sesuatu yang harus diperhatikan bahwa sudah seharusnya
kejujuran dari apa yang dihadapi perusahaan menjadi apa yang didistribusikan bagi pihak yang lainnya. Hal tersebut menghindari penetapan
zakat yang terlalu kecil atau terlalu besar dengan harga perolehan awal yang tidak disesuaikan dengan kondisi pasar yang sebenarnya.
Hal yang paling penting dari pengungkapan aset dan kewajiban dalam konteks ketidakpastian yang tinggi, memungkinkan timbulnya
kesalahan dalam pengukuran. Situasi seperti ini melahirkan prinsip konservatisme dalam akuntansi konvensional, yang mana lebih memilih
dan menilai aset dan pendapatan yang paling minimal, yaitu dengan mencatat kerugian terlebih dahulu meskipun belum terealisasi dan
tidak dapat mencatat laba walau sudah ada indikasi tapi belum terealisasi. Ini dapat menunjukkan keberpihakkan akuntansi pada pemilik
modal, karena jika laba itu terealisasi nantinya itu akan dinikmati pemilik modal.
Sementara untuk penyajian laba itu dalam laporan keuangan akuntansi konvensional hanya mencatat pendapatan yang berasal dari
kegiatan normal, pada laporan laba rugi sedangkan laba insidentil (gain and loss) diabaikan dan dicatat sebagai laporan laba ditahan.
Pembagian laba normal dan tidak normal ini bisa mengakibatkan manipulasi manajemen dalam menentukan golongan masing-masing laba.
Terkadang konsep income smoothing (upaya menstabilkan atau meratakan laba) untuk menghasilkan laporan keuangan yang dianggap baik
dari periode satu ke periode lain masih digunakan manajemen demi mempertahankan jabatan.
Akuntansi syariah dengan menggunakan metode current cost ini mengakui dan mencatat laba dalam kegiatan normal dan insidentil
ikut dicatat dalam laporan laba rugi. Hasil akhirnya saja yang dicatat ke laporan laba ditahan. Seandainya ada koreksi pada periode
masa yang sudah berlalu, hal ini dilaporkan ke dalam laba ditahan, bukan laporan laba rugi. Dengan konsep laba menyeluruh ini para
pembaca diharapkan tidak mengalami kesalahan dalam menafsirkan laporan keuangan yang dihasilkan karena akutansi syariah tidak
menyembunyikan laba rugi realisasi dalam pencatatannya. Dan praktik-praktik income smoothing dan sejenisnya dapat dihindari
sehingga menghasilkan laporan keuangan yang dapat dipertanggungjawabkan dan bermanfaat bagisegala pihak.

5. KESIMPULAN
1. Rumusan laba dalam akuntansi syariah memiliki perbedaan mendasar dengan akuntansi konvensional, baik dari kriteria dan batasan dalam
perolehannya maupun cara memandang peran laba dalam sebuah laporan keuangan. Akuntansi konvensional yang dipengaruhi sistem ekonomi
kapitalis tidak membatasi tingkat perolehan laba dan memberikan kebebasan pada aktivitas ekonomi yang mengandung halal maupun haram demi
perolehan laba, serta mengutamakan tingkat kepuasan dan kebutuhan yang tanpa batas pula. Hal tersebut menjadikan laba hanya menjadi tujuan
akhir dari pencapaian usaha sehingga posisi laba hanya ditekankan pada nilai-nilai materi saja dan kekurangan nilai-nilai non materinya (aspek
moral dan sosial). Akuntansi Syariah yang berlandaskan nilai-nilai sistem ekonomi Islam memang tidak memberikan batasan tertentu untuk
penetapan laba yang seharusnya diperoleh seorang pengusaha atau perusahaan. Tetapi, batasan penetapan laba tersebut harus
memperhatikan kriteria dan batasan yang sesuai dengan nilai-nilai syariah, yaitu: Kelayakan dalam penetapan laba, keseimbangan antara
tingkat kesulitan dan laba, masa perputaran modal, dan cara menutupi harga penjualan. Posisi laba yang berkaitan erat dengan sistem
pembayaran zakat dan tanpa bunga memberikan gambaran bahwa laba bukan tujuan akhir seorang pengusaha, tetapi laba sebagai sarana
untuk mensejahterahkan berbagai lapisan masyarakat. Hal ini sesuai dengan konsep kepemilikan harta dalam Islam yang tidak hanya mengakui
hak milik pribadi tetapi juga dengan menjamin pendistribusian kekayaan yang seluas-luasnya.
2. Pencatatan laba dalam akuntansi konvensional menggunakan metode historical cost, yang mana didasarkan pada pendekatan transaksi.
Perubahan dalam penilaian aktiva dan kewajiban hanya dicatat jika terjadi transaksi (realisasi). Penilaian harta dalam historical cost diukur
berdasarkan harga dasarnya (nilai historis). Hal ini merupakan kelemahan akuntansi konvensional karena jika harga-harga cenderung berubah
maka dasar penilaian tersebut tidak mampu mendukung kecukupan sumber dana perusahaan untuk penggantian. Sedangkan akuntansi
syariah mencatat laba berdasarkan pada pendekatan transaksi dan aktivitas secara bersamaan sehingga penangguhan keuntungan yang
Ekobis: Jurnal Ekonomi dan Bisnis Syariah Vol. 1 No. 1, 2017 9

belum terealisasi tetap diakui sebagai laba. Dasar penilaian harta dalam akuntansi syariah menggunakan harga saat ini (current cost). Current
cost lebih bersifat objektif, dimana laba yang disajikan dapat dijadikan sebagai dasar penentuan besarnya kewajiban zakat. Penentuan tersebut
sesuai dengan kondisi perusahaan saat ini, agar kewajiban zakat tidak dikenakan lebih tinggi atau lebih rendah dari yang seharusnya
dibayarkan.
3. Ditinjau pandangan laba dari berbagai tingkatan dalam akuntansi konvensional dan akuntansi syariah, yaitu laba pada tingkatan sintakasis,
semantis dan pragmatis diharapkan pencatatan laba mampu mempengaruhi pengambilan keputusan bagi para pemakai laporan keuangan
dan memposisikan peran laba sesuai tujuan perusahaan. Akuntansi konvensional memposisikan angka laba sebagai salah satu item dalam
laporan keuangan dan menganggap sebagai bahasa bisnis yang bernilai materil sehingga langkah-langkah yang diambil dalam pengakuan
dan pengukuran laba terpengaruh pada kebutuhan pihak tertentu saja sehingga kurang berhasil menjadi laporan yang ditujukan buat
pemakai secara umum (general purpose) dan tidak menggambarkan sifat akuntansi sebagai realitas ekonomi saat ini. Akuntansi syariah
dengan hubungannya pada sistem pembayaran zakat dan tanpa bunga menghasilkan laporan keuangan yang menyajikan kinerja perusahaan
secara nyata, baik dalam tataran sintaksis, semantis dan pragmatis yang dilandasi oleh nilai-nilai sistem Islam sehingga informasi atas laba dapat
bebas dari bias atau manfaat yang hanya dapat dirasakan oleh salah satu pemakai laporan keuangan tersebut. Akuntansi Syariah bukan
hanya menghasilkan informasi bisnis yang harus akurat dan efisien bagi jalannya perusahaan saja melainkan menggambarkan pertanggung
jawaban yang bernilai duniawi dan ukhrawi

DAFTAR PUSTAKA

Aliamin. (2007). Akuntansi Syariah (The Recontruction of Syariah Accounting). Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Triyuno, Iwan dan Moh. As’udi, (2001). Akutansi Syariah: Memformulasikan Konsep Laba dalam Konteks Zakat. Jakarta: Salemba Empat.
Ekasari, K. (2014). Hermeneutika Laba dalam Perspektif Islam. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 5(1), 67-75.
Siregar, B. G. (2015). Implementasi akuntansi dalam kehidupan menurut perspektif Islam. Al-MASHARIF: Jurnal Ilmu Ekonomi dan Keislaman, 3(1), 1-17.
Rokhlinasari, S. (2016). Perbankan Syariah dan Manajemen Laba. Al-Amwal: Jurnal Ekonomi dan Perbankan Syari'ah, 6(1). Krippendorff, K. (2018).
Content analysis: An Introduction to its Methodology. Sage Publications.
Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Eldon S. Hendriksen, dan Michael F. Brenda (terj. Nugroho W). (1999). Teori Akuntansi. Edisi Keempat jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Harahap S. S. (2007). Teori Akuntansi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy