Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, Dan Stres Akademik Terhadap School Well-Being Pada Siswa Sekolah Menengah
Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, Dan Stres Akademik Terhadap School Well-Being Pada Siswa Sekolah Menengah
Hubungan Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, Dan Stres Akademik Terhadap School Well-Being Pada Siswa Sekolah Menengah
Dean Permata Sari1*, Fadhilah Febrianti Widyasari2, Ivani Zulvia Jelita3, Syahnur
Rahman4
1,2,3,4
Program Studi Psikologi, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
*
E-mail: deanpermatasr@upi.edu
Abstract
The implementation of school well-being is important in every school. School well-
being crisis could impact students’ laziness to attend school and even juvenile
delinquency. The purpose of this study was to identify the relationship between the
variables of learning motivation, peer relations, and academic stress on school well-
being. The method used for this research is a literature study. Article searches were
performed using Harzing's Publish or Perish software and Google Scholar and
ScienceDirect sites. The result of this study showed that there is a relationship between
the independent variables and the dependent variable. Learning motivation and peer
relation have a linear relationship with school well-being, whereas academic stress
has an inversely proportional relationship with school well-being. Therefore, school is
expected to create a comfortable and safe environment to increase learning motivation,
establish a good peer relation, and minimize academic stress
Keyword: School Well-being, Learning Motivation, Peer Relationship, Academic
Stress.
Abstrak
School well-being atau kesejahteraan sekolah merupakan hal yang penting untuk
diterapkan di setiap sekolah. Krisis kesejahteraan sekolah bisa berdampak pada
kemalasan siswa untuk datang ke sekolah sampai terjadinya kenakalan remaja.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel motivasi
belajar, relasi antar teman sebaya, dan stres akademik terhadap school well-being.
Penelitian ini menggunakan metode studi literatur. Pencarian artikel dilakukan
dengan menggunakan software Harzing’s Publish or Perish, laman Google Scholar
dan Science Direct. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antar
variabel independen dan variabel dependen. Motivasi belajar dan relasi teman sebaya
memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan school well-being, sedangkan stres
akademik memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan school well-being.
Maka dari itu, sekolah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan
sejahtera agar siswa dapat meningkatkan motivasi belajar, membangun hubungan
relasi teman sebaya yang baik, dan meminimalisir stres akademik.
Kata kunci: School Well-being, Motivasi Belajar, Relasi Teman Sebaya, Stres
Akademik.
PENDAHULUAN
Beberapa dekade ke belakang, marak kasus siswa yang seringkali memilih mogok sekolah.
Fenomena tersebut dapat terjadi karena beberapa hal, diantaranya adalah rendahnya motivasi
belajar, hubungan dengan teman sebaya dan guru yang buruk, stres akademik, dan masalah
keluarga. Namun, semua itu bisa dihindari jika sekolah menerapkan program kesejahteraan
sekolah yang merupakan keadaan di mana sekolah memberikan kenyamanan dan keamanan
pada siswa (Ampuni & Andayani, 2015).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ampuni & Andayani (2015), terdapat dua siswa
yang memiliki masalah di sekolah dan mendapat penanganan yang berbeda dari sekolah mereka
masing-masing. Siswa A mengalami kecemasan akibat dimarahi oleh guru sehingga ia
memutuskan untuk mogok sekolah. Namun sekolah siswa A tidak tinggal diam. Mereka
memberikan dukungan kepada siswa A sehingga masalah terselesaikan. Kasus yang kedua
adalah siswa B. Ia memilih mogok sekolah karena memiliki hubungan yang kurang baik dengan
teman sebayanya. Namun, penanganan sekolah siswa B kurang mendukung. Permasalahan
tersebut tidak terselesaikan sehingga mengharuskan siswa B pindah sekolah. Oleh karena itu
penerapan school well-being merupakan hal yang penting.
Terdapat beberapa variabel yang memiliki hubungan positif dengan school well-being siswa.
Dari sekian banyaknya variabel yang ada, kami memilih tiga variabel untuk diteliti. Variabel
pertama adalah motivasi belajar. Penelitian yang dilakukan oleh Maria & Astuti (2020)
menunjukkan hasil bahwasannya motivasi belajar memiliki hubungan yang positif, signifikan,
dan saling berpengaruh antara satu sama lain terhadap school well-being. Meningkatnya school
well-being, akan diiringi oleh meningkatnya motivasi belajar pada diri siswa yang bersangkutan
(Hasanah & Sutopo, 2020). Variabel yang kedua adalah hubungan teman sebaya (peer
relationship). Penelitian yang dilakukan oleh Faizah, dkk. (2020) menyatakan bahwa hubungan
antar teman sebaya memiliki peran paling besar dalam membentuk kesejahteraan siswa di
sekolah. Selain meningkatkan well-being, penelitian yang dilakukan oleh Moore, dkk (2018)
keterhubungan antar teman sebaya di sekolah juga dapat meningkatkan kesehatan mental siswa.
Variabel yang ketiga adalah stres akademik. Penelitian yang dilakukan oleh Evans, dkk. (2018)
menyatakan bahwa cara remaja mengatasi stres di sekolah secara signifikan terkait dengan
kepribadian. Adanya kesadaran dalam memprediksi kepuasan sekolah, dan ekstraversi (positif)
129
dan neurotisisme (negatif) memprediksi kebahagiaan subjektif.
Penelitian terdahulu banyak meneliti hubungan dari masing-masing variabel motivasi
belajar, teman sebaya, dan stres akademik dengan school well-being. Namun, berdasarkan studi
literatur yang telah dilakukan, belum terdapat penelitian yang membahas hubungan antara
ketiga variabel tersebut dengan school well-being. Sehingga, kami tertarik untuk melakukan
penelitian terkait hubungan antara motivasi belajar, hubungan teman sebaya, dan stres
akademik dengan school well-being.
School well-being merupakan hak setiap siswa. Menurut Rasyid (2021) menciptakan
lingkungan sekolah yang aman dan nyaman merupakan hal yang penting untuk diperhatikan
oleh seluruh warga sekolah demi kelancaran belajar peserta didik. School well-being dibentuk
oleh empat dimensi, yaitu having, loving, being, dan health. Dimensi having merupakan kondisi
sekolah berupa lingkungan fisik sekolah. Dimensi ini dapat dinilai dari tingkat kenyamanan,
keamanan, sampai kebersihan. Dimensi loving adalah hubungan sosial. Hubungan sosial pada
dimensi ini meliputi hubungan antara siswa dan guru, pertemanan antar siswa, dinamika
kelompok, kasus perundungan, sampai suasana organisasi di sekolah.
Dimensi yang ketiga adalah dimensi being atau pemenuhan diri. Dimensi ini dapat diukur
dari bagaimana sekolah menawarkan pemenuhan diri untuk siswanya, seperti bagaimana siswa
berprestasi di sekolah, partisipasi siswa dalam kegiatan sekolah, dan pengambilan keputusan
terkait sekolah. Lalu yang keempat adalah dimensi health atau kesehatan. Dimensi ini dilihat
dari aspek fisik dan mental. Aspek fisik dilihat dari kondisi tubuh seseorang dari perspektif
kedokteran sedangkan aspek mental dilihat dari perasaan yang dialami seseorang. Implementasi
dari keempat dimensi tersebut dapat dilakukan di setiap institusi pendidikan guna memberikan
kenyamanan, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi para siswa.
Beberapa penelitian terdahulu yang telah mengkaji hubungan antara masing masing variabel
motivasi belajar, hubungan teman sebaya, dan stres akademik dengan school well- being. Untuk
mengetahui hubungan antara keempat variabel tersebut tentunya perlu dilakukan kajian yang
mendalam terkait masing-masing variabel.
Motivasi belajar
Kajian yang pertama terkait variabel motivasi belajar. Dalam Hasanah & Sutopo (2020)
terdapat gagasan yang diungkapkan oleh David McClelland terkait definisi motivasi belajar.
Menurut David McClelland, motivasi belajar merupakan pelajaran dalam hidup yang membuat
130
individu merasa terdorong untuk menjadi lebih unggul atau berprestasi. Adapun definisi
motivasi belajar menurut Wlodkowski (Hasanah & Sutopo, 2020) adalah proses internal dalam
diri individu yang menyebabkan individu merasa bergairah atau semangat dalam belajar.
Motivasi merupakan proses yang melibatkan energi. Oleh karena itu, Maria & Astuti (2020)
mengungkapkan bahwa motivasi belajar terbagi atas dua jenis, yaitu motivasi intrinsik, yaitu
dorongan berasal dari dalam diri dan motivasi ekstrinsik, yaitu dorongan berasal dari luar diri.
Selain itu, Worell dan Stiwell (Hasanah & Sutopo, 2020) mengungkapkan bahwa terdapat
enam aspek yang membentuk motivasi belajar individu, yaitu: (a) Tanggung jawab. Merupakan
bentuk kesadaran individu atas kewajiban yang harus dilakukan. Tingkat motivasi belajar
berbanding lurus dengan rasa tanggung jawab yang dimiliki oleh individu atau siswa. Siswa
yang memiliki motivasi belajar tinggi, akan merasa bertanggung jawab atas tugas yang
dikerjakan dan tidak akan mengabaikan tugas tersebut; (b) Tekun. Merupakan kemampuan
individu untuk bertahan walaupun merasa tertekan dan kesulitan saat melaksanakan kewajiban.
Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung akan terus berjuang dan tidak mudah
menyerah saat menjalankan kewajibannya; (c) Usaha. Merupakan kegiatan mengeluarkan
semua kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk mencapai tujuan tertentu. Siswa dengan
motivasi belajar yang tinggi tentunya akan melakukan usaha yang lebih banyak daripada siswa
dengan motivasi belajar yang rendah; (d) Umpan balik. Merupakan tanggapan atau respon yang
diberikan oleh orang lain terhadap hasil pekerjaan individu yang bersangkutan. Siswa dengan
motivasi yang tinggi cenderung menyukai umpan balik yang diterima atas hasil pekerjaannya;
(e) Waktu. Merupakan kemampuan individu untuk mengelola waktu yang dimiliki dalam
melaksanakan kewajiban. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi cenderung akan
mengerjakan tugas dengan cepat, sehingga tidak membuang banyak waktu; (f) Tujuan.
Merupakan target yang dimiliki oleh individu. Siswa dengan motivasi belajar yang tinggi
cenderung dapat menetapkan tujuan yang realistis, memiliki keselarasan antara kemampuan
dan keinginan.
Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu telah mengungkapkan hubungan antara
motivasi belajar dengan school well-being:
Penelitian terkait hubungan motivasi belajar dengan school well-being dilakukan oleh Maria
& Astuti (2020) dengan judul artikel School Well-being with Student Learning Motivation in
Active Students in Extracurricular Activities at X Senior High Schools in North Jakarta Region
dan Hasanah & Sutopo (2020) dengan judul artikel Pengaruh School Well- Being terhadap
131
Motivasi Belajar Siswa di Madrasah Aliyah. Kedua artikel ini berisi tentang motivasi belajar
dan school well-being yang menunjukkan bahwa motivasi belajar dengan school well-being
memiliki hubungan yang positif, signifikan, dan saling memengaruhi satu sama lain. Sehingga,
semakin tinggi kesejahteraan sekolah siswa, maka semakin tinggi pula motivasi belajarnya.
Rehman, dkk (2020) pun melakukan penelitian yang diberi judul Linking Burnout to
Psychological Well-being: The Mediating Role of Social Support and Learning Motivation.
Artikel ini berisi tentang hubungan motivasi belajar dengan burnout, salah satu item dalam
dimensi school well-being. Selain itu, artikel ini menunjukkan bahwa burnout memiliki
hubungan yang erat dengan kesejahteraan psikologis melalui perantara dukungan sosial dan
motivasi belajar. Peningkatan motivasi belajar dan adanya dukungan sosial cenderung
menunjukkan tingkat burnout yang rendah, sehingga kesejahteraan psikologis mahasiswa
meningkat.
Penelitian lainnya terkait motivasi belajar dilakukan oleh Ilyas & Liu (2018) dengan judul
artikel Hubungan Motivasi Berprestasi dan Motivasi Belajar dengan Hasil Belajar Fisika
Mahasiswa di Universitas Flores. Artikel ini berisi tentang hubungan motivasi berprestasi dan
hasil belajar, bagian dari dimensi school well-being dengan motivasi belajar. Selain itu, artikel
ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi belajar
dengan hasil belajar. Sehingga, meningkatnya motivasi belajar dalam diri siswa akan diiringi
dengan meningkatnya hasil belajar siswa.
132
Indonesia. Faizah, dkk melakukan penelitian untuk mengetahui school well-being siswa
Sekolah Dasar (SD) dan siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang menerapkan sistem
full-day school. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa peer relation dan peer acceptance
merupakan faktor penting dalam keberhasilan school well-being pada siswa sekolah menengah.
Penelitian lainnya mengenai hubungan teman sebaya dengan school well-being dilakukan
oleh Moore, dkk (2018) dalam artikel yang berjudul School, Peer and Family Relationships and
Adolescent Substance Use, Subjective Wellbeing and Mental Health Symptoms in Wales: a
Cross Sectional Study. Para peneliti melakukan penelitian untuk mengidentifikasi peran
keluarga, teman sebaya, dan hubungan di sekolah dalam memprediksi penggunaan zat,
subjective well-being, dan gejala kesehatan mental pada remaja usia 11-16 tahun di Wales.
Penelitian ini menunjukkan bahwa keterhubungan antar teman sebaya (peers) di sekolah
menghasilkan kesejahteraan (well-being) dan kesehatan mental yang baik.
Penelitian lain dilakukan oleh Rimpela, dkk (2020) dalam artikel yang berjudul Academic
Well-being and Structural Characteristics of Peer Networks in School. Rimpela, dkk (2020)
meneliti tentang hubungan well-being akademik siswa dengan posisi mereka di sebuah jaringan
pertemanan dan mengidentifikasi hubungan well-being akademik siswa dengan struktur
jaringan pertemanan mereka di sekolah. Dari penelitian ini didapatkan hasil bahwa keadaan
siswa dalam sebuah jaringan pertemanan dan jenis jaringan pertemanan mereka di sekolah
berpengaruh pada kesejahteraan akademiknya.
Penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti, dkk (2019) dalam artikel yang berjudul
Peningkatan Subjective Well-being in School pada Siswa melalui “Peer Support and Teaching
Method Program”. Para peneliti melakukan penelitian mengenai efektivitas program intervensi
peer support dan teaching method program kepada guru dan siswa dalam peningkatan
subjective well-being siswa di sekolah. Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa peer acceptance
atau penerimaan teman sebaya sangat berpengaruh pada subjective well-being siswa di sekolah.
Stres Akademik
Kajian yang terakhir terkait variabel stres akademik. Definisi stres akademik menurut
Olejnik & Holschuh (Prasetyo, Bakar, & Bustamam, 2018) mengatakan stres akademik adalah
respon yang dikeluarkan karena banyaknya tuntutan dan tugas yang harus segera dikerjakan
oleh siswa. Ada juga definisi stres akademik menurut Weidner, Kohlmann, Dotzauer dan Bruns
(Priskila & Savira, 2019) yaitu stres yang terjadi karena kegiatan pendidikan yang terjadi pada
133
saat melaksanakan pendidikan dan yang diakibatkan oleh tuntutan yang timbul saat siswa dalam
masa pendidikan. Selain itu, ada juga definisi stres akademik menurut Misra & Castillo (Putra
& Ahmad, 2020) yaitu stres yang dipengaruhi oleh anggapan siswa karena banyak pengetahuan
yang harus dikuasai.
Berikut adalah beberapa contoh penelitian terdahulu telah mengungkapkan hubungan antara
stres akademik dengan school well-being:
Ferdiyanto, dkk. (2020). Stres akademik pada siswa: menguji peranan iklim kelas dan school
well-being, berisi tentang stres akademik dan school well-being. Para peneliti melakukan
penelitian mengenai peran iklim kelas dan adanya school well-being terhadap stres akademik
pada siswa. Penelitian ini menunjukkan bahwa siswa yang dapat beradaptasi dengan tuntutan
akademik dan merasa nyaman belajar di sekolah cenderung dapat mendeteksi adanya school
well-being. Siswa yang merasa school well-being tinggi cenderung rendah stres akademiknya,
sebaliknya siswa yang rendah school well-being cenderung berpeluang besar mengalami stres
akademik. Menurut Stecker (Ferdiyanto, dkk 2020), siswa yang merasa well-being di
lingkungan akademiknya maka terhindar dari depresi dan stres.
Evans, dkk. (2018). Personality, coping, and school well-being: an investigation of high
school students, berisi tentang mengatasi stres akademik dan school well-being. Para peneliti
melakukan penelitian yaitu adanya peran potensial yang dimiliki kepribadian dalam melakukan
koping stres akademik dalam school well-being. Penelitian ini menemukan cara remaja untuk
mengendalikan stres akademik secara signifikan terkait dengan school well-being dan
kepribadian.
METODE
Penelitian ini menggunakan metode kajian literatur dengan kriteria artikel: 1) artikel yang
memaparkan tentang school well-being; 2) artikel yang memaparkan tentang peer relationship;
3) artikel yang memaparkan tentang stres akademik; 4) artikel minimal diterbitkan tahun 2018;
5) artikel diutamakan berbahasa Inggris. Kajian literatur merupakan metode penelitian
kepustakaan dengan cara membaca berbagai buku, artikel jurnal, dan terbitan lain yang
berkaitan dengan topik penelitian agar dapat menghasilkan tulisan dengan topik yang
bersangkutan (Marzali, 2016).
Pencarian artikel dilakukan dengan menggunakan software Harzing’s Publish or Perish
melalui Google Scholar dan Science Direct menggunakan kata kunci: “school well- being,
134
motivasi belajar, peer relationship, dan stres akademik”. Artikel yang muncul, kemudian dipilih
berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, sehingga mempermudah peneliti untuk menyusun
systematic review mengenai Pengaruh Motivasi Belajar, Hubungan Teman Sebaya, dan Stres
Akademik terhadap School Well-being pada Siswa Sekolah Menengah.
HASIL
Hasil pencarian dengan kata kunci “school well-being, motivasi belajar, peer relationship,
dan stres akademik” menggunakan software Harzing’s Publish or Perish, Google Scholar, dan
Science Direct menghasilkan ratusan artikel. Selanjutnya, peneliti memilih 40 artikel yang
sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Kemudian didapat 10 artikel yang menunjukkan
kaitan antar variabel independen sekaligus antara variabel independen pada variabel dependen
dari hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian sejumlah artikel tersebut dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
135
terhadap motivasibelajar siswa.
Jui-Che Tu dan Ku- 2020 126 mahasiswa, yang Hasil penelitian ini
Hsi Chu terdiri atas 64 mahasiswa menunjukkan bahwa hubungan
senior dan 62 mahasiswa teman sebaya yang baik dapat
tahun kedua. meningkatkan motivasi belajar
dan efektifitas belajar.
136
Puspita Adhi 2019 32 siswa kelas XI Hasil penelitian ini
Kusuma W., Lucia Akuntansi dan wali menunjukkan bahwa
Voni Pebriani, kelasnya di SMK X pendekatan dalam mengajar
Whisnu Yudiana Jatinangor. berkontribusi menciptakan
well-being pada siswa. Hasil
penelitian inijuga menunjukkan
bahwa peer acceptance sangat
berpengaruh pada subjective
well-being remaja di sekolah.
Faizah Faizah, Ulifa 2020 Partisipan penelitian ini Hasil penelitian menunjukkan
Rahma, Yuliezar adalah 285 siswa dari lima peer relation atau hubungan
Perwira Dara, SD dan 275 siswa dari tiga antar teman sebaya dalam
Candra Laksmana SMPdi Kota Malang. dimensi loving (salah satu
Gunawan dimensi well-being) memiliki
peran paling besar pada aspek
perasaan siswa. Siswa dengan
kesejahteraan tinggi salah satu
penyebabnya adalah
keterbukaan dalam menjalin
persahabatan.
Joanna Giota & 2020 Jumlah peserta dalam Hasil penelitian inimenunjukan
Jan-Eric Gustafson survei 6 kelas adalah bahwa siswa kelas 6 yang
8.603 (4.387 laki-laki mengalami tantangan dalam
dan 4.216 perempuan). hal tuntutan akademik yang
Untuktindak lanjut kelas tinggi juga memberitahukan
9, tingkat responnya tingkat stres yang tinggi,
adalah 48%. sejalan dengan tuntutan nilai
akademik yang tinggi. Adapun
siswa yang stres akibat
dikucilkan oleh lingkungan.
Hasil dari penelitian ini juga
menunjukkan siswa yang
merasa dikucilkan olehteman-
temannya di kelas 6 menjadi
lebih stres dan khawatir, yang
mempengaruhi kesehatan
mental di kelas 9 secara
negatif.
Hyunkyung Noh, 2019 Semua siswa kelas Hasil penelitian inisiswa yang
Hyunmo Seong & sembilan laki-laki (N= terlibat dalam kegiatan seperti
Sang Min Lee 170, 16 tahun) diminta mengakui status keterlibatan
untuk mengisi Maslach akademik atau stress mereka
Burnout Inventory- saat ini, mengetahui
Student Survey kepribadian mereka,
memikirkan cara untuk
mengatasi stres akademik
mereka, dan mencita citakan
karir masa depan mereka,
dengan fokuspada kualitas dan
137
potensi positif, akan
meningkatkan motivasi dan
keterampilan mengatasi dan
pada akhirnya mengurangi
pengalaman stres.
DISKUSI
School well-being bukan merupakan istilah yang asing di dunia pendidikan karena
kesejahteraan sekolah dapat menjadi cerminan keadaan siswa di sekolah tersebut. Pada
hakikatnya, kesejahteraan sekolah bukanlah suatu hal yang dapat dipandang sebelah mata
karena kesejahteraan sekolah berkaitan erat dengan kenyamanan siswa dalam proses
pembelajaran. Kenyamanan yang dirasakan oleh siswa dapat memengaruhi keberhasilan belajar
mereka. Tingkat school well-being yang baik, akan membawa banyak dampak positif, seperti
timbulnya semangat belajar pada diri siswa, siswa tidak akan terbebani dengan segala tugas
yang ada, siswa akan selalu ceria dan senang saat berada di lingkungan sekolah, dan lain-lain
(Jalal, dkk, 2020).
School well-being atau kesejahteraan sekolah ini merupakan salah satu konstruk psikologi
yang dikembangkan oleh Konu dan Rimpela yang membahas terkait penilaian subjektif
terhadap sekolah tempatnya melakukan proses pembelajaran (Hasanah & Sutopo, 2020).
Terdapat beberapa dampak buruk apabila siswa tidak merasakan adanya kenyamanan dan
kesejahteraan di sekolah, yaitu siswa dapat melakukan banyak hal negatif, seperti membolos,
tidur saat jam pelajaran, merokok di lingkungan sekolah, dan lain-lain (Hasanah & Sutopo,
2020). Penelitian yang dilakukan oleh Rimpela, dkk (2020) juga menunjukkan bahwa risiko
school burnout minim dialami oleh siswa dengan keterhubungan sekolah yang tinggi.
Keterhubungan sekolah tersebut berupa relasi antarwarga yang baik di sekolahnya. Relasi
antarwarga ini erat kaitannya dengan kesejahteraan sekolah atau school well-being. Pada
nyatanya, school well-being dipengaruhi oleh banyak variabel namun peneliti tertarik untuk
mengidentifikasi hubungan antara variabel motivasi belajar, relasi teman sebaya, dan stres
akademik terhadap kesejahteraan sekolah atau school well-being.
Variabel pertama yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah menengah
adalah motivasi belajar. Motivasi belajar merupakan salah satu bagian dari dimensi being dalam
variabel school well-being karena termasuk dalam aspek pemenuhan diri. Selain itu, motivasi
belajar merupakan salah satu komponen penting yang perlu diperhatikan di lingkungan sekolah
138
karena motivasi belajar yang rendah akan menimbulkan beragam hal buruk, seperti prestasi
belajar yang menurun, meningkatnya perilaku membolos, hingga terjadinya kenakalan remaja
(Hasanah & Sutopo, 2020). Hal tersebut berbanding lurus dengan pernyataan Wlodkowski
(Hasanah & Sutopo, 2020) bahwa sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi motivasi belajar. Bahkan, Rehman, dkk (2020) mengungkapkan bahwa motivasi
belajar dianggap sebagai salah satu faktor penting untuk melihat keberhasilan siswa.
Selain dengan school well-being, motivasi belajar diyakini memiliki hubungan yang
berbanding lurus dengan relasi teman sebaya atau peer relationship. Hal tersebut dibuktikan
oleh Tu & Chu (2020) yang mengatakan bahwa hubungan teman sebaya yang baik dapat
meningkatkan motivasi dan efektifitas belajar. Hubungan motivasi belajar dengan relasi teman
sebaya pun dibuktikan oleh hasil penelitian yang dilakukan Zhang, dkk (2020) yang
menunjukkan bahwa cara siswa memuji teman sebayanya dapat berpengaruh pada motivasi
akademik mereka. Pujian yang berfokus pada proses memiliki kecenderungan peningkatan
motivasi daripada pujian yang berfokus pada orang. Seorang siswa yang mengapresiasi proses
yang dilakukan temannya lalu memujinya dengan fokus pada proses tersebut (“usahamu sudah
bagus”) menunjukkan peningkatan motivasi yang lebih tinggi daripada seorang siswa yang
memuji temannya dengan fokus pada orang (“kamu orangnya hebat”). Selain itu, motivasi
belajar memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan stres akademik, semakin tinggi
motivasi belajar siswa, semakin rendah pula tingkat stres akademik yang dialami oleh siswa
(Rehman, dkk, 2020).
Variabel kedua yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah menengah adalah
relasi teman sebaya atau peer relationship. Penelitian Wijayanti & Sulistiobudi (2018)
membuktikan bahwa relasi antar teman sebaya merupakan faktor penting dalam pembentukan
perasaan positif maupun negatif bagi siswa sekolah dasar. Jika relasi pertemanannya bersifat
terbuka, perasaan negatif siswa terhadap sekolah akan terminimalisir. Sebaliknya, jika mereka
merasa diabaikan oleh teman sebaya, dapat diprediksi akan muncul perasaan sedih. Hal ini pun
ternyata juga berlaku pada siswa yang duduk di sekolah menengah. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Arslan (2020), diketahui bahwa inklusi sosial atau perasaan dilibatkan oleh
lingkungan sosial meningkatkan subjective well-being remaja di sekolah. Jika level inklusi
seorang remaja rendah, ia akan merasa kesepian. Perasaan kesepian yang dialami siswa dapat
berpengaruh negatif pada subjective well-being-nya, bahkan dapat berdampak pada masalah
kesehatan mental. Adapun Moore, dkk (2018) juga mendukung gagasan tersebut. Dari
139
penelitiannya dapat diketahui bahwa hubungan antar teman sebaya di sekolah berasosiasi
dengan kesehatan mental dan kesejahteraan siswa yang lebih baik.
Relasi teman sebaya juga diyakini memiliki pengaruh pada kinerja akademik, yang
merupakan salah satu elemen dari dimensi being pada school well-being. Wang, dkk (2020)
menyatakan bahwa kinerja akademik siswa dipengaruhi oleh dua hal penting, yaitu teman
sebaya dan kualitas sekolah. Siswa yang teman sebayanya memiliki kinerja akademik yang baik
cenderung menunjukkan kinerja akademik yang baik pula. Namun, jika interaksi antar teman
sebaya dilakukan di tengah pembelajaran, kemungkinan besar dampaknya tidak terlalu bagus.
Penelitian oleh Moon & Ke (2020) menunjukkan bahwa interaksi siswa dengan teman sebaya
yang dilakukan di tengah pembelajaran berbasis game berkorelasi secara negatif dengan
efisiensi tugas mereka. Hsiao, dkk (Moon & Ke, 2020) menyatakan bahwa interaksi non-
pengetahuan yang terjadi dalam pembelajaran dapat berpengaruh secara negatif pada
pencapaian siswa di sekolah.
Variabel ketiga atau terakhir yang berpengaruh terhadap school well-being pada sekolah
menengah adalah stres akademik. Carveth (Nurmaliyah, 2014) mengemukakan stres akademik
yaitu pandangan siswa seharusnya pengetahuan itu harus dikuasai dan siswa merasakan
ketidakcukupan untuk bisa mengembangkannya. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian Noh,
Seong & Lee (2019) yaitu adanya kesadaran untuk terlibat pada akademik, sadar adanya stres
akademik, bisa mengenali potensi atau kelebihan pada diri individu, memikirkan cara untuk
mengatasi stres akademik yang ada pada individu dan juga telah memikirkan karir masa depan.
Hal ini dapat meningkatkan motivasi yang akhirnya mengurangi pengalaman stres dan memiliki
personal emotional adjustment yang baik.
Personal emotional adjustment yang baik dapat mengatasi stres akademik pada siswa, hal
ini menunjukan secara signifikan bahwa personal emotional adjustment yang baik dipengaruhi
oleh school well-being dan kepribadian siswa. Adanya school well-being pada pendidikan bisa
meminimalisir stres akademik yang dialami oleh siswa, yaitu dengan tidak banyaknya tuntutan
akademik, penggolongan siswa, dan terciptanya lingkungan yang supportive. Hal ini sejalan
dengan penelitian dari Giota & Gustafsson (2020) yang menunjukkan bahwa siswa yang
mengalami tantangan yaitu tuntutan akademik seperti tuntutan nilai yang tinggi, dikucilkan
teman sebaya sehingga membuat para siswa mengalami stres akademik yang tinggi, adanya
peran penting dari school well-being dalam mengurangi stres akademik dan meningkatkan
kesehatan mental pada siswa.
140
KESIMPULAN
School well-being memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan motivasi belajar,
relasi teman sebaya, dan stres akademik. Motivasi belajar memiliki hubungan yang berbanding
lurus dengan kesejahteraan sekolah atau school well-being. Semakin tinggi kenyamanan dan
kesejahteraan di sekolah yang dirasakan oleh siswa, semakin tinggi pula motivasi belajarnya.
Relasi pertemanan yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan dan
kesehatan mental siswa. Siswa yang merasa school well-being tinggi, cenderung memiliki
tingkat stres akademik yang rendah, sebaliknya siswa yang merasa school well-being rendah,
cenderung berpeluang besar mengalami stres akademik. Maka dari itu, sekolah diharapkan
mampu menciptakan lingkungan yang nyaman dan sejahtera agar siswa dapat meningkatkan
motivasi belajar, membangun hubungan relasi teman sebaya yang baik, dan meminimalisir stres
akademik.
Penelitian ini telah mengkaji hubungan antara motivasi belajar, relasi teman sebaya, stres
akademik, dan school well-being dengan metode kajian literatur. Penelitian selanjutnya dapat
melakukan riset menggunakan variabel yang sama dengan metode yang berbeda.
REFERENSI
Ampuni, S., & Andayani, B. (2015). Memahami anak dan remaja dengan kasus mogok sekolah:
Gejala, penyebab, struktur kepribadian, profil keluarga, dan keberhasilan penanganan.
Jurnal Psikologi, 34(1), 55–75.
Arslan, G. (2020). School belongingness, well-being, and mental health among adolescents:
Exploring the role of loneliness. Australian Journal of Psychology, August 2019, 1–10.
https://doi.org/10.1111/ajpy.12274.
Evans, P., Martin, A. J., & Ivcevic, Z. (2018). Personality, coping, and school well-being: an
investigation of high school students. Social Psychology of Education, 21(5), 1061- 1080.
https://doi.org/10.1007s11218-018-9456-8.
Faizah, F., Rahma, U., Dara, Y. P., & Gunawan, C. L. (2020). School Well-being Siswa Sekolah
Dasar dan Siswa Sekolah Menengah Pertama Pengguna Sistem Full-Day School di
Indonesia. Jurnal Kajian Bimbingan Dan Konseling, 5(1), 34–41.
https://doi.org/10.17977/um001v5i12020p034.
Ferdiyanto, F., & Muhid, A. (2020). Stres akademik pada siswa: Menguji peranan iklim kelas
dan school well-being. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 9(1), 140-156.
https://doi.org/10.30996/persona.v9i.3523.
Filade, B. A., Bello, A. A., Uwaoma, C. O., Anwanane, B., Bassey, & and Nwangburuka, K.
(2019). Peer group influence on academic performance of undergraduate students in
Babcock University, Ogun State. African Educational Research Journal, 7(2), 81–87.
https://doi.org/10.30918/aerj.72.19.010.
141
Giota, J., & Gustafsson, J. E. (2020). Perceived academic demands, peer and teacher
relationships, stress, anxiety and mental health: changes from grade 6 to 9 as a function of
gender and cognitive ability. Scandinavian Journal of Educational Research, 1-16.
Hasanah, M., & Sutopo. (2020). Pengaruh School Well-being Terhadap Motivasi Belajar Siswa
di Madrasah Aliyah. Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan, 15(02),
34–42.
Ilyas, & Liu, A. N. A. M. (2018). Hubungan Motivasi Berprestasi dan Motivasi Belajar dengan
Hasil Belajar Fisika Mahasiswa di Universitas Flores. Physics Education Journal, 1(1), 12–
21. i.yusuf@unipa.ac.id.
Jalal, N. M., Dewi, E. M. P., Basti, B., & Halima, A. (2020). School Well-being Analysis of
Online Learning During Covid-19 in Students and Lecturers. International Conference on
Science and Advanced Technology (ICSAT), 958–965.
https://ojs.unm.ac.id/icsat/article/view/17871.
Lu, F. (2020). A Research on the Peer Relationship of Primary and Middle School Students and
Its Impact on Self-learning Pressure and Motivation. Atlantis Press, 496, 796–800.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.201214.612.
Maria, A. M., & Astuti, N. W. (2020). School Well-being With Student Learning Motivation in
Active Students in Extracurricular Activities at X Senior High Schools in North Jakarta
Region. Atlantis Press, 478(Ticash), 603–609.
https://doi.org/10.2991/assehr.k.201209.093.
Moon, J., & Ke, F. (2020). Exploring the Relationships Among Middle School Students’ Peer
Interactions, Task Efficiency, and Learning Engagement in Game-Based Learning.
Simulation and Gaming, 51(3), 310–335. https://doi.org/10.1177/1046878120907940.
Moore, G. F., Cox, R., Evans, R. E., Hallingberg, B., Hawkins, J., Littlecott, H. J., Long, S. J.,
& Murphy, S. (2018). School, Peer and Family Relationships and Adolescent Substance Use,
Subjective Wellbeing and Mental Health Symptoms in Wales: a Cross Sectional Study.
Child Indicators Research, 11(6), 1951–1965. https://doi.org/10.1007/s12187- 017-9524-1.
Noh, H., Seong, H., & Lee, S. M. (2020). Effects of Motivation-Based Academic Group
Psychotherapy on Psychological and Physiological Academic Stress Responses among
Korean Middle School Students. International Journal of Group Psychotherapy, 70(3), 399-
424. https://doi.org/10.1080/00207284.2019.1685884.
Nurmaliyah, F. (2014). Menurunkan Stres Akademik Siswa dengan Menggunakan Teknik.
Self-Intruction. Jurnal Pendidikan Humaniora, 2(3).
Prasetyo, D., Bakar, A., & Bustamam, N. (2018). Terapi Musik untuk Mengurangi Tingkat
Stres Akademi pada Siswa SMA Negeri 5 Banda Aceh. JIMBK: Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Bimbingan & Konseling, 3(3).
Priskila, V., & Savira, S. I. (2019). Hubungan antara Self Regulated Learning dengan Stres
Akademik pada Siswa Kelas XI SMA Negeri X Tulungagung dengan Sistem Full Day
School. Character: Jurnal Penelitian Psikologi, 6(3).
Putra, A. H., & Ahmad, R. (2020). Improving Academic Self Efficacy in Reducing First Year
Student Academic Stress. Jurnal Neo Konseling, 2(2).
Rasyid, A. (2020). Konsep dan Urgensi Penerapan School Well-being Pada Dunia Pendidikan.
Jurnal Basicedu. 5. 376-382. 10.31004/basicedu.v5i1.705.
Rehman, A. U., Bhuttah, T. M., & You, X. (2020). Linking burnout to psychological well being:
The mediating role of social support and learning motivation. Psychology Research and
Behavior Management, 13, 545–554. https://doi.org/10.2147/PRBM.S250961.
Rimpelä, A., Kinnunen, J. M., Lindfors, P., Soto, V. E., Salmela-Aro, K., Perelman, J.,
Federico, B., & Lorant, V. (2020). Academicwell-being and structural characteristics of peer
142
networks in school. International Journal of Environmental Research and Public Health,
17(8), 1–14. https://doi.org/10.3390/ijerph17082848.
Santrock, J. W. (2012). Life-Span Development. Penerbit Erlangga.
Tu, J. C., & Chu, K. H. (2020). Analyzing the relevance of peer relationship, learning
motivation, and learning effectiveness-design students as an example. Sustainability
(Switzerland), 12(10). https://doi.org/10.3390/SU12104061.
Wang, X., Yuan, Z., Min, S., & Rozelle, S. (2020). School Quality and Peer Effects: Explaining
Differences in Academic Performance between China’s Migrant and Rural Students.
Journal of Development Studies, 57(5), 842–858.
https://doi.org/10.1080/00220388.2020.1769074.
Wijayanti, P. A. K., & Sulistiobudi, R. A. (2018). Peer Relation Sebagai Prediktor Utama
School Well-being Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Psikologi, 17(1), 56-67.
https://doi.org/10.14710/jp.17.1.56-67
Wijayanti, P. A. K., Pebriani, L. V., & Yudiana, W. (2019). Peningkatan Subjective Well-
Being in School Pada Siswa Melalui “Peer Support and Teaching Method Program.” Journal
of Psychological Science and Profession, 3(1), 31.
https://doi.org/10.24198/jpsp.v3i1.19363.
Zhang, J., Kuusisto, E., Nokelainen, P., & Tirri, K. (2020). Peer Feedback Reflects the Mindset
and Academic Motivation of Learners. Frontiers in Psychology, 11(July).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01701.
143