Jurnal Aia
Jurnal Aia
Jurnal Aia
Model Evaluasi Penerapan Aspek Pakan dan Air Minum dalam Good Farming
Practice Peternakan Domba di UP3J Bogor
The Model of Evaluation Feed and Drinking Water Aspects for the Implementation of Good Farming
Practice in UP3J Bogor Sheep Farming
ABSTRACT
Good Farming Practice applied as agovernment-based guideline for good and precise cultivation in
raising livestock. The main objective of good farming practice is to increase livestock population,
meat production and livestock productivity. Published guidance contained how to apply good farming
practices in goats and sheep cultivation, but priority of each aspect is not available. Based on that
guidance, 5 main aspects were determined which include aspects of facilities, feed and drinking water,
production processes. Unit Pendidikan dan Peternakan Jonggol (Jonggol Animal Husbandry Education
and Research Unit), which was established since 1984, has a sheep farm unit with semi-intensive
rearing methods, but the current production is less than optimal. This study aimed to examines Good
Farming Practice (GFP) appliance at Jonggol Animal Husbandry Education and Research Unit using
the Analytical Hierarchy Process (AHP) method to find priority vectors that will be apploed as the basis
for the priority weights for each aspect, and then conduct an evaluation model to assess and improve the
performance of livestock units in UP3J. The results showed priority aspects of GFP with the highest AHP
weight, namely feed and drinking water (weight 0.548). This study shows that the combined value of
observation and priority vector of the aspects of feed and drinking water is 42.7%. The value represents
the implementation of thus aspects of good farming practice categorized as LESS.
ABSTRAK
Good Farming Practice diterapkan sebagai pedoman berbasis pemerintah untuk budidaya yang baik
dan benar dalam memelihara ternak. Tujuan utama dari pedoman tersebut adalah untuk meningkatkan
populasi ternak, produksi daging dan produktivitas ternak. Pedoman yang diterbitkan memuat
bagaimana menerapkan praktik peternakan yang baik dalam budidaya kambing dan domba, tetapi
tingkat prioritas dari setiap aspek tidak tersedia. Berdasarkan pedoman tersebut ditetapkan 5 aspek
utama yang meliputi aspek fasilitas, pakan dan air minum, proses produksi. Unit Pendidikan dan
Penelitian Peternakan Jonggol (UP3J) yang berdiri sejak tahun 1984 memiliki unit peternakan domba
dengan metode pemeliharaan semi intensif, namun saat ini produksinya kurang optimal. Penelitian
ini bertujuan untuk mengkaji Good Farming Practice (GFP) di UP3J dengan menggunakan metode
Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk mencari vektor prioritas yang akan diterapkan sebagai dasar
bobot prioritas untuk setiap aspek, kemudian melakukan model evaluasi untuk menilai kinerja unit
peternakan di UP3J. Hasil penelitian menunjukkan aspek prioritas GFP dengan bobot AHP tertinggi
yaitu pakan dan air minum (bobot 0.548). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai gabungan
pengamatan dan prioritas vektor aspek pakan dan air minum adalah 42.7%. Nilai tersebut merupakan
implementasi dari aspek pakan dan air minum yang dikategorikan KURANG.
Kata kunci: good farming practice, evaluasi, ternak domba, UP3J Bogor
Gambar 1. Prosedur penilaian dengan metode Analitical Hierarchy Prosess (AHP) (Wijayanti 2018)
Eigen value digunakan untuk mengidentifikasi menunjukkan bahwa pakan dan air minum memiliki andil
pendapat masing-masing responden ahli dalam menentukan yang besar dalam GFP peternakan domba. Terdapat 5 kriteria
prioritas, sedangkan vektor prioritas merupakan pendapat penyusun aspek pakan dan air minum. Hasil pengamatan
dari gabungan responden ahli dalam menentukan prioritas. dan evaluasi aspek pakan dan air minum terdapat pada
Tabel 1.
Model Evaluasi Good Farming Practice
Tabel 1 menunjukkan skor pengamatan tiap kriteria
Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan
yang tergolong kurang baik, skor tertinggi hanya mencapai
keadaan atau kondisi peternakan domba UP3J dalam bentuk
angka 2 yaitu pada kriteria kecukupan nutrisi, kecukupan
model evaluasi penerapan Good Farming Practice (GFP)
air minum, dan pemberian vitamin dan supplemen.
budidaya domba. Aspek GFP yang diamati yaitu sarana,
Skor terrendah diperoleh pada kriteria pakan konsentrat
pakan dan air minum, proses produksi, kesehatan hewan dan
tambahan. Capaian aspek pakan dan air minum berdasarkan
masyarakat veteriner, pengawasan dan lingkungan. Model
skor pengamatan yaitu 40%. Menurut AHP, kriteria prioritas
evaluasi dibuat berdasarkan Wijayanti (2018) dan Andriyadi
pertama aspek pakan dan air minum adalah kecukupan
(2012) berdasarkan nilai konversi performa peternak yang
nutrisi dengan bobot AHP 0.327 dan kriteria prioritas
dimodifikasi menjadi nilai gabungan pengamatan dan vektor
terakhir adalah cara pemberian pakan dengan bobot AHP
prioritas. Skoring dilakukan berdasarkan metode skala
0.085. Nilai gabungan pengamatan dan vektor prioritas
penilaian atau rating scale (Silaen 2014) dengan rentang nilai:
aspek pakan dan air minum memiliki capaian 42.7%; yang
1 (Penerapan GFP Buruk), 2 (Penerapan GFP Kurang Baik), 3
menunjukkan bahwa penerapan aspek pakan dan air minum
(Penerapan GFP Baik), dan 4 (Penerapan GFP Sangat Baik).
terkategori kurang.
Kemudian dihitung capaian pengamatan dan nilai gabungan
Nutrisi ternak domba UP3J utamanya diperoleh
pengamatan dan vektor prioritas dengan menggunakan rumus:
dari pakan rumput di paddock, hal tersebut karena sistem
Capaian pengamatan kriteria = (Skor pengamatan/skor pemeliharaan yang dilakukan secara semi intensif dengan
sempurna) ×100% penggembalaan. Kuantitas dan kualitas nutrisi rumput
Nilai gabungan pengamatan dan vektor prioritas = Capaian yang ada dipengaruhi oleh kondisi paddock. Jenis rumput
pengamatan kriteria × vektor prioritas (bobot AHP) yang digunakan untuk paddock UP3J yaitu Brachiaria
humidicola. Produksi rumput Brachiaria humidicola
Kemudian dilanjutkan dengan perhitungan nilai
di UP3J menurut hasil penelitian Mulyaningsih (2010)
performa GFP metode Puspitasari 2008 dengan modifikasi.
berdasarkan berat keringnya adalah 1.14-3.79 ton/ha pada
Perhitungannya adalah nilai capaian pengamatan dikalikan
bulan September 2009, sedangkan pada bulan Oktober
bobot AHP aspek, sehingga akan didapatkan nilai tertimbang
produksinya mencapai 0.96-5.36 ton/ha. Rumput yang
lalu dijumlahkan. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan
berada di paddock penggembalaan UP3J memiliki kadar
nilai performa GFP yaitu:
kadar air (KA) 52.73-74.46%; protein kasar (PK) 6.14-
Nilai performa GFP aspek = Capaian pengamatan aspek × 8.77%; Abu 2.89-9.24%; lemak kasar (LK) 1.44-2.89%; dan
bobot AHP aspek serat kasar 21.39-26-80% (Mulyaningsih 2010). Sedangkan
Klasifikasi performa GFP aspek secara umum dilihat menurut Skerman dan Riveros (1990) Komposisi nutrien
dari nilai yang dihasilkan Puspitasari 2008. Berdasarkan nilai rumput Brachiaria humidicola muda berdasarkan
yang diperoleh, maka performa peternakan dikategorikan persentase bahan kering (BK) mengandung protein kasar
sebagai berikut: (PK) 5.1%; serat kasar (SK) 37.4%; abu 9.8% dan BETN
sebesar 46.1% sedangkan yang sudah berbunga atau dewasa
1) Jika nilai performa GFP aspek <55%, maka kategori mengandung protein kasar (PK) sebesar 7.9%; serat kasar
GFP di peternakan tersebut KURANG; (SK) 35.5%; abu 14.7% dan BETN sebesar 39.9%. Rumput
2) Jika nilai performa GFP aspek ≥55-75%, maka kategori Brachiaria humidicola memiliki kandungan TDN 55%,
GFP di peternakan tersebut CUKUP; dengan kecernaan berkisar antara 48-75% (Schultze-Kraft
3) Jika nilai performa GFP aspek ≥75-90%, maka kategori dan Teitzel 1992).
GFP di peternakan tersebut BAIK; dan Kecukupan nutrisi domba belum terpenuhi jika
4) Jika nilai performa GFP aspek >90%, maka kategori hanya didasarkan pada produktivitas rumput Brachiaria
GFP di peternakan tersebut SANGAT BAIK humidicola. Total produksi rata-rata rumput Brachiaria
Peubah yang diamati humidicola di UP3J yaitu 11.64 ton/ha/tahun, yang tergolong
Peubah yang diamati adalah kriteria dalam GFP rendah karena dalam kondisi optimal dapat menghasilkan
aspek pakan dan air minum, yaitu: cara pemberian pakan, 20 ton/ha/tahun (Mulyaningsih 2010) Tabel 2 menunjukkan
kecukupan nutrisi, kecukupan air minum, pakan konsentrat kebutuhan nutrisi domba dengan dua kelompok umur yang
tambahan, pemberian vitamin dan supplemen. berbeda menurut Scott (1977). Kebutuhan protein minimum
yaitu 14% pada umur 2-3 bulan dan 12% pada umur 5-7
HASIL DAN PEMBAHASAN bulan. Kebutuhan protein belum terpenuhi, karena rumput
hanya memiliki nilai protein kasar sebesar 6.14-8.77%
Evaluasi Aspek Pakan dan Air Minum (Mulyaningsih 2010). Berdasarkan Tabel 2 kebutuhan
Aspek pakan dan air minum merupakan aspek yang TDN dari rumput belum mencukupi untuk domba umur
menjadi prioritas pertama berdasarkan faktor penentu 2-3 bulan (TDN 60%), namun mencukupi untuk umur 5-7
produksi dengan bobot AHP 0.548. Bobot tersebut bulan. Tidak dilakukan pemberian garam, vitamin A dan
terramycin di unit peternakan. Kriteria kecukupan nutrisi sebaiknya tersedia setiap saat, karena setiap individu domba
mendapatkan skor pengamatan 2. memiliki kebutuhan air yang beragam berdasarkan faktor-
Air merupkan zat yang esensial bagi ternak domba faktor yang telah disebutkan. Karena ketersediaan air di
dan kambing, jenis ternak ini termasuk ternak yang hanya kandang tidak ada setiap saat, nilai pengamatan sub aspek
mau mengonsumsi air berkualitas baik, dalam arti keruh kecukupan air mendapatkan skor 2.
dan tidak berbau (Yamin et al. 2014). Air dalam konteks ini Konsentrat adalah bahan pakan yang digunakan
merupakan air untuk diminum yang berhubungan dengan bersama bahan pakan lain terutama hijauan untuk
konsumsi makanan. Kecukupan air minum dapat didasarkan meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan pakan yang
dari water intake atau asupan air. Asupan air minum domba diberikan kepada ternak dan dimaksudkan untuk disatukan
dapat dipengaruhi beberapa faktor, seperti feed intake atau dicampur sebagai suplemen atau bahan pelengkap
(asupan pakan), nitrogen intake, konsumsi mineral berlebih, (Fahmi et al. 2015). Pemberian konsentrat dalam sistem
temperatur lingkungan, temperatur air, serta laktasi dan produksi semi intensif bertujuan untuk menyuplai nutrisi
kebuntingan (Scott 1977). tambahan, seperti protein, energi (TDN), serta vitamin dan
Ketersediaan air minum dipengaruhi beberapa faktor, mineral, sehingga pertumbuhan bisa lebih optimal. Pada
salah satunya adalah musim. Saat musim penghujan bak unit peternakan domba UP3J konsentrat tambahan tidak
penampungan air yang terdapat di paddock penggembalaan diberikan untuk domba. Tidak adanya penyediaan khusus
secara berkala terisi ulang dengan air, sehingga domba dapat membuat nutrisi yang diberikan ke ternak domba hanya
minum dengan sendirinya. Namun, saat musim kemarau bergantung dari pastura. Berdasarkan Tabel 2, kebutuhan
bak tersebut kosong. Pemberian air minum dilakukan nutrisi domba dari segi protein dan TDN membutuhkan
secara berkala oleh petugas kandang dengan menggunakan setidaknya 12% protein dalam pakan dan 55% TDN dalam
traktor dan drum. Air disalurkan ke bak air minum yang pakan (umur domba 5-7 bulan), sedangkan ketersediaan
berada di paddock. Namun, air minum tidak tersedia di dilapangan minimum hanya terdapat 6.14% protein dan
dalam kandang sehingga saat malam hari tidak ada akses 55% TDN dari rumput Brachiaria humidicola. Protein
untuk air minum. Menurut Sutama dan Budiarsana (2009) tambahan diperlukan untuk mensubsidi kekurangan dari
ketersediaan air minum kambing untuk kambing harus rumput. Beberapa pakan sumber protein di Indonesia dapat
ada setiap saat. Ketersediaan air untuk domba selain dari berasal dari: bungkil kedelai (PK 46.9%), ampas tahu (PK
air minum juga berasal dari kandungan air dalam pakan 30.3%), bungkil kelapa (PK 21.3%), bungkil kelapa sawit
dan air metabolis (Yamin et al. 2014). Meskipun sebagian (PK 16.8%) dan dedak halus (PK 13%) (Yamin et al. 2014).
besar air didapat dari hijauan rumput atau daun-daunan, Pemberian konsentrat sendiri dianjurkan untuk mencukupi
kambing tetap harus diberi minum, karena air diperlukan kebutuhan nutrien untuk pertumbuhan, pemeliharaan kondisi
untuk membantu proses pencernaan, metabolisme, ekskresi, tubuh, dan bereproduksi. Dengan demikian pelaksanaan sub
melumasi persendian, dan homeostatis (Mahmud 2019). Air aspek pemberian konsentrat tambahan tergolong buruk dan
mendapat skor 1.
Tabel 2. Kebutuhan nutrisi domba (% dalam ransum) Vitamin esensial dibutuhkan untuk perkembangan
Nutrien Umur 2-3 bulan Umur 5-7 bulan jaringan normal dan untuk kesehatan, pertumbuhan dan
Protein 14 12 hidup pokok karena tubuh tidak dapat mensintesis sendiri
TDN 60 55 kecuali beberapa vitamin seperti vitamin C pada ayam
dan vitamin B kompleks pada ruminansia (Widodo 2002).
Calcium (Ca) 0.23 0.23
Pemberian vitamin dan mineral mendapat bobot 0.141.
Phosporus (P) 0.21 0.21 Pemberian vitamin dan supplemen di lokasi terkadang
Garam/NaCl 0.60 0.60 dilakukan. Pemberian vitamin yang sering dilakukan yaitu
Vitamin A 500 IU/ekor/hari 500 IU/ekor/hari vitamin B kompleks untuk menguatkan imunitas ternak
Terramycin 20mg/ekor/hari 20mg/ekor/hari yang sedang sakit. Namun, hal tersebut bertentangan
dengan Mathis dan Ross (2000) yang menyatakan bahwa
Sumber : Scott (1977)
Rosaliza, M. 2015. Wawancara, sebuah interaksi Silaen, S. 2014. Metodologi Penelitian Sosial untuk
komunikasi dalam penelitian kualitatif. J Ilmu Budaya Penulisan Skripsi dan Tesis. IN Media, Bogor.
11(2):71-79. Sutama, I. K., & I. G. M. Budiarsana. 2009. Panduan
Skerman, P. J., & F. Riveros. 1990. Tropical Grasses. Food Lengkap Kambing dan Domba. Penebar Swadaya,
and Agriculture Organization of the United Nations, Jakarta.
Rome. Widodo, W. 2002. Nutrisi dan pakan unggas kontekstual.
Saaty, T. L. 1990. The Analytic Hierarchy Process: Planning, Dalam rangka penulisan buku teks yang diadakan oleh
Priority Setting, Resource Allocation. University of Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pittsburgh Pr., Pittsburgh. Pendidikan Nasional. Fakultas Peternakan-Perikanan,
Scott, G. E. 1977. The Sheepman’s Production Handbook Universitas Muhammadiyah, Malang.
2nd edition. Sheep Industry Development Program, Wijayanti, V. 2018. Evaluasi faktor penentu produksi susu
Colorado. sapi perah di kawasan usaha peternakan Bogor Jawa
Schultze-Kraft, R., & J. K. Teitzel. 1992. Brachiaria Barat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
humidicola (Rendle) Schweick. In: ‘t Mannetje, L. and Yamin, M., S. Rahayu, M. Baihaqi, & M. Duljaman.
Jones, R.M. (eds) Plant Resources of South-East Asia 2014. Teknologi Produksi Ternak Domba dan Kambing.
No. 4. Forages. pp. 62-64. (Pudoc Scientific Publishers, IPB Press, Bogor.
Wageningen, the Netherlands).