32989-Article Text-129215-1-10-20210305
32989-Article Text-129215-1-10-20210305
32989-Article Text-129215-1-10-20210305
Mario Putra Suhana1, Risandi Dwirama Putra2, Leica Febby Shafitri1, Muhamad Muliadi1, Khairunnisa1,
I Wayan Nurjaya3, Nyoman Metta N. Natih3
1
Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
2
Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tanjungpinang
3
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB University
Korespondensi: risandi@umrah.ac.id
ABSTRACT
Coastal areas are unique, dynamic, and complex because they are zones of interaction between land, oceans, and
atmosphere. This makes coastal areas the most vulnerable areas on Earth. To find out how big the vulnerability is
in a coastal area, a study is needed to determine the vulnerability level of coastal areas and the influencing factors.
Research on the coastal vulnerability level at this location was conducted in 2016 and it was concluded that the coastal
vulnerability level is in the medium category. With the development of potential utilization in the area, it is necessary to
conduct similar research in 2016 to find out if there is a change in vulnerability level between 2016 and 2020. The data
used consisted of coastal geomorphology, tidal, Landsat 7 ETM+ and 8 OLI, sea level rise and DEM satellite imagery.
Data analysis using Coastal Vulnerability Index (CVI) method. The results showed the coastal vulnerability level at the
research site was in the low-medium category, with a CVI score range of 9,93-25,86. Topography, geomorphology,
intensity of shoreline changes, and coastal slope are factors that can cause the vulnerability level at the research site can
be very high. However, the interconnectedness between other parameters can inhibit the high level of vulnerability,
making the level of coastal vulnerability at the research site to be only in the low-medium category. There was a change
in vulnerability level conditions between 2016 and 2020 the level of vulnerability at the east coast decreased to a low
category.
ABSTRAK
Wilayah pesisir sangat unik, dinamis, dan kompleks karena merupakan zona interaksi antara daratan, lautan, dan
atmosfer. Hal ini menjadikan wilayah pesisir sebagai wilayah yang paling rentan di Bumi. Untuk mengetahui seberapa
besar kerentanan di suatu wilayah pesisir, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat kerentanan wilayah
pesisir dan faktor yang mempengaruhi. Penelitian mengenai tingkat kerentanan pesisir di lokasi ini pernah dilakukan
pada tahun 2016 dan diperoleh simpulan bahwa tingkat kerentanan pesisir berada pada kategori sedang. Dengan
semakin berkembangnya pemanfaatan potensi di daerah tersebut maka dirasa perlu dilakukan penelitian serupa
dengan tahun 2016 untuk mengetahui apakah terdapat perubahan tingkat kerentanan antara tahun 2016 dengan tahun
2020. Data-data yang digunakan terdiri dari Data-data yang digunakan terdiri dari geomorfologi pantai, pasang surut,
citra satelit Landsat 7 ETM+ dan 8 OLI, kenaikan muka laut dan DEM. Analisis data menggunakan metode Coastal
Vulnerability Index (CVI). Hasil penelitian menunjukkan tingkat kerentanan pesisir di lokasi penelitian berada pada
kategori rendah-sedang, dengan kisaran skor CVI 9,93-25,86. Topografi, geomorfologi, intensitas perubahan garis
pantai, dan kemiringan pantai merupakan faktor yang dapat menyebabkan tingkat kerentanan di lokasi penelitian
menjadi sangat tinggi. Namun, keterhubungan antara parameter lain yang dapat menjadi faktor penghambat tingginya
tingkat kerentanan, menyebabkan tingkat kerentanan pesisir di lokasi penelitian hanya berada dalam kategori rendah-
sedang. Terdapat perubahan kondisi tingkat kerentanan antara tahun 2016 dengan tahun 2020 dimana pada tahun 2020
tingkat kerentanan di pantai timur mengalami penurunan menjadi kategori rendah.
12 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
di pantai timur dan utara Pulau Bintan. lokasi penelitian yang dilakukan oleh
Alasan penambahan lokasi penelitian Suhana et al. (2016) di pesisir timur Pulau
dibandingkan dengan penelitian pada Bintan, namun pada penelitian ini lokasi
tahun 2016 adalah bahwa pantai utara penelitian diperluas hingga ke pesisir utara
Pulau Bintan memiliki potensi dan bentuk Pulau Bintan dengan pertimbangan bahwa
pemanfaatan yang sama yaitu sebagai pesisir utara Pulau Bintan juga merupakan
kawasan pariwisata. Selain itu penelitian kawasan dengan pemanfaatan yang sama
kali ini menggunakan 7 (tujuh) parameter dengan pesisir timur Pulau Bintan yaitu
penilaian yaitu geomorfologi pantai, sebagai kawasan pariwisata dan kawasan
perubahan garis pantai, kemiringan pantai, konservasi padang lamun. Kesamaan/
kenaikan muka air laut relatif, ketinggian padanan lokasi penelitian dengan lokasi
permukaan tanah, tunggang pasang surut, penelitian yang dilakukan oleh Suhana et
dan gelombang laut. al. (2016) disajikan pada Tabel 1.
Data-data dan bahan yang Royo et al. 2016). Variabel, bobot, dan skor
digunakan pada penelitian ini terdiri dari penilaian kerentanan pesisir disajikan pada
data geomorfologi pantai yang diperoleh Tabel 2.
dari pengamatan visual di lapangan, sampel Penentuan tingkat kerentanan
sedimen untuk mengetahui karakteristik pesisir berdasarkan persamaan berikut
substrat dasar pantai, citra satelit Landsat 7 mengacu pada Hammar-Klose et al. (2003)
ETM+ tahun 1990, dan citra satelit Landsat dan Koroglu et al. (2019):
8 OLI tahun 2020 untuk pengamatan
perubahan garis pantai, citra satelit TOPEX/
POSEIDON Jason 1-Jason 2 untuk data
kenaikan muka laut relatif, data topografi,
dan bathimetri yang diperoleh dari citra
satelit DEM (Digital Elevation Model) dari Dimana CVI merupakan indeks
Badan Informasi Geospasial (BIG), data kerentanan pesisir, a merupakan skor
pasang surut, serta data kecepatan angin kerentanan dari variabel geomorfologi
dari Copernicus untuk prediksi ketinggian pantai, b merupakan skor kerentanan dari
gelombang laut. Alat-alat penelitian yang variabel perubahan garis pantai (abrasi/
digunakan terdiri dari sediment core untuk akresi), c merupakan skor kerentanan dari
pengambilan sampel sedimen, water pass variabel kemiringan pantai, d merupakan
untuk pengukuran kemiringan pantai, tide skor kerentanan dari variabel ketinggian
master untuk pengukuran pasang surut, permukaan tanah (topografi), e merupakan
MIKE 21 untuk prediksi pasang surut, skor kerentanan dari variabel perubahan
Ocean Data View (ODV) untuk ekstraksi muka air laut relatif, f merupakan skor
data arah dan kecepatan angin, ENVI dan kerentanan dari variabel tinggi gelombang
ArcGIS untuk pengolahan dan analisis data laut rata-rata, g merupakan skor kerentanan
spasial, serta Digital Shoreline Analysis dari variabel tunggang pasang surut, dan n
System (DSAS) untuk analisis perubahan merupakan jumlah variabel yang digunakan.
garis pantai. Setelah diperoleh nilai CVI pada masing-
masing lokasi selanjutnya kategori tingkat
Analisis tingkat kerentanan pesisir kerentanan pesisir ditentukan berdasarkan
rentang nilai yang disajikan pada Tabel 3
Analisis kerentanan pesisir mengacu pada Hammar-Klose et al. (2003).
menggunakan metode CVI (Coastal Terdapat beberapa perbedaan
Vulnerability Index) berdasarkan bobot dan variabel yang digunakan pada penelitian
skor dari variabel yang telah ditetapkan ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
oleh USGS (United States of Geological Suhana et al. (2016) (Tabel 4). Oleh sebab itu
Survey) yang telah dimodifikasi dan pada artikel ini akan dijelaskan perbedaan
disesuaikan dengan area kajian (Hammar- hasil yang diperoleh dengan penelitian
Klose et al. 2003; Handartoputra et al. sebelumnya berdasarkan variabel yang
2015; Joesidawati 2016; Koroglu et al. 2019; sama.
14 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
16 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
Perbedaan hasil pengukuran kemiringan variabel tinggi gelombang laut rata-rata dan
pantai dengan hasil yang diperoleh pada tunggang pasang surut. Pada kedua variabel
penelitian sebelumnya disajikan pada Tabel ini memiliki kategori rendah dan sangat
6. rendah. Kedua variabel ini merupakan
Selain kemiringan pantai, elevasi variabel dengan skor kerentanan paling
permukaan tanah di kawasan pesisir juga rendah, baik di tahun 2020 maupun di
memberikan pengaruh terhadap tingkat tahun 2016. Pada tahun 2020 kisaran
kerentanan di kawasan pesisir. Secara tinggi gelombang laut rata-rata di lokasi
keseluruhan ketinggian permukaan tanah penelitian adalah 1,34-1,50 m/tahun
di masing-masing lokasi penelitian berada sedangkan pada tahun 2016 diperoleh
pada kisaran 0,00-193,85 m (Gambar 3), kisaran tinggi gelombang laut per tahun
sedangkan ketinggian permukaan tanah adalah 0,44-0,72 m (Tabel 7). Sedangkan
sekitar 100 m dari garis pantai ke arah darat pada variabel tunggang pasang surut pada
berada pada kisaran 1,06-4,06 m. Kisaran tahun 2020 berada kisaran 0,95-1,34 m
ketinggian tersebut menunjukkan tingkat sedangkan pada tahun 2016 nilai tunggang
kerentanan pesisir di utara dan timur Pulau pasang surut adalah 0,71 m (Tabel 7).
Bintan berdasarkan ketinggian permukaan Terdapat kondisi dimana terjadi kenaikan
tanah berada pada kategori kerentanan pada kisaran tinggi gelombang laut maupun
sangat tinggi. Oleh sebab itu, hasil analisis tunggang pasang surut di lokasi penelitian.
elevasi permukaan tanah di kawasan pesisir Hal ini memungkinkan terjadi mengingat
utara dan timur Pulau Bintan cenderung saat ini pemanasan global semakin tinggi
sangat rentan terhadap segala faktor yang yang menyebabkan terjadinya pencairan
dapat menyebabkan kerusakan pada es di daerah kutub sehingga menyebabkan
kawasan pesisir. naiknya volume air laut. Oleh sebab itu
Dari hasil penelitian yang diperoleh fenomena ini diduga menjadi penyebab
pada tahun 2020 dengan hasil penelitian naiknya kisaran tunggang pasang surut
pada tahun 2016 yang dilakukan oleh dan tinggi gelombang laut rata-rata di lokasi
Suhana et al. (2016) variabel kerentanan penelitian pada tahun 2020.
yang memiliki simpulan yang sama adalah
Tabel 6. Perbandingan skor kerentanan pesisir dari variabel kemiringan pantai tahun 2020
dengan tahun 2016 yang dilakukan oleh Suhana et al. (2016)
Tahun 2020 Tahun 2016 oleh Suhana et al. (2016)
Lokasi KPT (%) Skor Kategori Lokasi KPT (%) Skor Kategori
Kelurahan Pantai Sangat
0,94 3 Sedang 0,16 5
Kawal Trikora 1 Tinggi
Desa Teluk Pantai Sangat
0,81 4 Tinggi 0,28 5
Bakau Trikora 2 Tinggi
Desa Malang Pantai Sangat
0,87 4 Tinggi 0,22 5
Rapat Trikora 3 Tinggi
Pantai Sangat
Desa Berakit 1,63 2 Rendah 0,17 5
Trikora 4 Tinggi
Desa Sangat
0,18 5 - - - -
Pengudang Tinggi
Desa Sri
1,73 2 Rendah - - - -
Bintan
Desa Sebong
1,20 3 Sedang - - - -
Lagoi
Desa Sebong Sangat
0,40 5 - - - -
Pereh Tinggi
Keterangan: GEO: Geomorfologi pantai; untuk padanan/kesamaan lokasi lebih jelas dapat
dilihat pada Tabel 1.
18 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
Tabel 7. Perbandingan skor kerentanan pesisir dari variabel tinggi gelombang laut rata-rata
dan tunggang pasang surut tahun 2020 dengan tahun 2016 yang dilakukan oleh
Suhana et al. (2016)
Tahun 2016 oleh Suhana et
Tahun 2020
al. (2016)
Variabel
Kisaran Kisaran
Skor Kategori Skor Kategori
Nilai Nilai
Tinggi gelombang laut rata- Sangat
1,34-1,50 2 Rendah 0,44-0,72 1
rata (m/tahun) Rendah
Sangat
Tunggang pasang surut (m) 0,95-1,34 2 Rendah 0,71 1
Rendah
Variabel lain yang dapat menentukan sekitar pantai Desa Berakit dengan jarak
kerentanan pada suatu kawasan pesisir akresi sejauh 148,00 m atau sekitar 4,93 m/
adalah proses perubahan garis pantai. tahun. Berdasarkan rataan perubahan garis
Perubahan profil pantai merupakan salah pantai per tahun, Desa Sebong Lagoi, Desa
satu indikator untuk mengetahui apakah Sri Bintan, dan Desa Malang Rapat sangat
suatu kawasan pesisir mengalami tekanan dominan mengalami abrasi, sedangkan
(Suhana et al. 2016). Perubahan garis Kelurahan Kawal, Desa Teluk Bakau,
pantai juga menunjukkan dinamika proses Desa Berakit, Desa Pengudang, dan Desa
di kawasan pesisir (Aedla et al. 2015; Bagli Sebong Pereh cenderung mengalami akresi
et al. 2004). Berdasarkan hasil analisis (Tabel 8). Berdasarkan kondisi perubahan
perubahan garis pantai selama periode garis pantai per tahun, Desa Sebong Lagoi
1990-2020 (30 tahun), fenomena abrasi memiliki tingkat kerentanan sangat tinggi
tertinggi terjadi di sekitar pantai Desa disebabkan pada daerah ini abrasi dapat
Sebong Lagoi dengan jarak pergeseran terjadi hingga 2,18 m/tahun. Sementara itu,
posisi garis pantai sejauh 197,16 m atau daerah dengan tingkat kerentanan rendah
sekitar 6,57 m/tahun, sedangkan fenomena berdasarkan perubahan garis pantai per
akresi/sedimentasi tertinggi terjadi di tahun adalah Desa Sebong Pereh dimana
Tabel 8. Perbandingan skor kerentanan pesisir dari variabel perubahan garis pantai tahun
2020 dengan tahun 2016 yang dilakukan oleh Suhana et al. (2016)
Tahun 2020 Tahun 2016 oleh Suhana et al. (2016)
PGP PGP
Lokasi Skor Kategori Lokasi Skor Kategori
(m/tahun) (m/tahun)
Kelurahan Pantai
0,66 3 Sedang 3,25 2 Rendah
Kawal Trikora 1
Desa Teluk Pantai
0,59 3 Sedang 2,08 2 Rendah
Bakau Trikora 2
Desa Malang Pantai
-0,10 3 Sedang 1,49 3 Sedang
Rapat Trikora 3
Pantai
Desa Berakit 0,61 3 Sedang 2,09 5 Sedang
Trikora 4
Desa
0,31 3 Sedang - - - -
Pengudang
Desa Sri
-0,67 3 Sedang - - - -
Bintan
Desa Sebong Sangat
-2,18 5 - - - -
Lagoi Tinggi
Desa Sebong
1,02 2 Rendah - - - -
Pereh
Keterangan: PGP: Perubahan garis pantai; untuk padanan/kesamaan lokasi lebih jelas
dapat dilihat pada Tabel 1.
20 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
Perubahan kategori kerentanan juga pantai per tahun. Dari penelitian yang telah
ditemukan di sekitar Desa Berakit dan Desa dilakukan diketahui bahwa laju perubahan
Malang Rapat (Pantai Trikora 4 pada tahun garis pantai mengalami perubahan
2016). Tahun 2016 kerentanan pesisir yang cukup signifikan baik fenomena
di sekitar kawasan tersebut berada pada abrasi maupun akresi. Hal inilah yang
kategori sedang, sedangkan pada tahun menyebabkan kategori kerentanan yang
2020 tingkat kerentanan turun menjadi diperoleh mengalami perubahan kategori di
kategori rendah. Laju perubahan garis beberapa lokasi.
pantai juga diduga menjadi faktor penyebab Seperti yang telah dijelaskan
perubahan kondisi tingkat kerentanan di sebelumnya bahwa tingkat kerentanan
kawasan tersebut. Tahun 2016 laju abrasi pesisir di utara dan timur Pulau Bintan
mencapai -1,19 m/tahun, sedangkan tahun berada dalam kategori rendah-sedang
2020 laju abrasi turun hingga -0,10 m/ (Gambar 4). Sekitar 57,68 % wilayah pesisir
tahun (Tabel 9). Menurunnya laju abrasi utara dan timur Pulau Bintan berada dalam
di kawasan tersebut diduga merupakan kategori sedang yang meliputi wilayah
hasil dari penanaman mangrove dan pesisir Kelurahan Kawal, Desa Teluk Bakau,
pembangunan water breaker di sepanjang Desa Pengudang, Desa Sebong Lagoi, dan
pantai di Desa Malang Rapat dan Desa Desa Sebong Pereh, sedangkan wilayah
Berakit. Hal ini menyebabkan laju abrasi dengan kategori kerentanan rendah berada
akibat pengaruh arus, gelombang laut di sekitar pesisir Desa Malang Rapat,
maupun pasang surut menjadi tereduksi. Desa Berakit, dan Desa Sri Bintan dengan
Variabel yang paling mempengaruhi tingkat persentase 42,32 %. Skor kerentanan pesisir
kerentanan juga memiliki kesamaan dengan di utara dan timur Pulau Bintan berada
tahun 2016 yaitu variabel geomorfologi dan pada kisaran 9,93-25,86 (Tabel 10). Wilayah
kemiringan pantai, namun hasil penelitian dengan skor kerentanan tertinggi ditemukan
pada tahun 2020 diperoleh satu variabel di sekitar pesisir Desa Berakit, sedangkan
lain yang dapat mempengaruhi tingkat wilayah dengan skor tertinggi ditemukan di
kerentanan yaitu laju perubahan garis sekitar pesisir Desa Pengudang.
Tabel 10. Hasil analisis kerentanan pesisir pada masing-masing lokasi penelitian
Skor Variabel Kerentanan
Lokasi Skor CVI Kategori
GEO PGP KPT KTP PML TGL TPS
Kawal 5 3 3 5 3 2 2 19,64 Sedang
Teluk Bakau 5 3 4 5 3 2 2 21,92 Sedang
Malang Rapat 2 3 4 5 3 2 2 14,33 Rendah
Berakit 2 3 2 5 3 2 2 9,93 Rendah
Pengudang 5 3 5 5 3 2 2 25,86 Sedang
Sri Bintan 5 3 2 5 3 2 2 15,78 Rendah
Sebong Lagoi 5 5 3 5 3 2 2 24,45 Sedang
Sebong Pereh 5 2 5 5 3 2 2 20,27 Sedang
Keterangan: GEO: Geomorfologi; PGP: Perubahan Garis Pantai; KPT: Kemiringan Pantai;
KTP: Ketinggian Permukaan Tanah; PML: Perubahan Muka Laut; TGL: Tinggi
Gelombang Laut; TPS: Tunggang Pasang Surut
22 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
berpasir dan pantai berlumpur, sehingga mangrove dengan kerapatan tinggi akan
material sedimen penyusun pantai akan cenderung memiliki tingkat kerentanan
lebih mudah tergerus oleh proses fisika yang rendah, hal ini disebabkan ekosistem
oseanografi (arus, gelombang, dan pasang mangrove merupakan barrier (penghambat)
surut) yang terjadi di sepanjang kawasan utama untuk mereduksi efek hantaman
pantai (Handartoputra et al. 2015; Suhana arus dan gelombang laut ke pantai yang
et al. 2016; Suprapto et al. 2016). dapat menyebabkan profil penyusun pantai
Tingkat kerentanan merupakan menjadi tergerus. Hal serupa juga dijelaskan
suatu hal yang penting untuk diketahui oleh Handartoputra et al. (2015) dalam
karena dapat berpengaruh terhadap penelitiannya tentang geomorfologi pantai
terjadinya bencana. Proporsi setiap kategori dengan profil pantai bertebing dan berbatu.
indeks kerentanan dapat menjadi petunjuk Dijelaskan dalam penelitian tersebut bahwa
karakteristik spasial jenis variabel ataupun pantai dengan profil bertebing dan berbatu
cakupan tingkat atau kategori kerentanan yang terjal tinggi dan curam akan lebih
pada suatu kawasan. Proporsi ranking tahan dalam menahan gelombang dan
jenis variabel yang bervariasi menunjukkan abrasi, sehingga mampu menjaga kondisi
bahwa keragaman karakteristik spasial lingkungannya.
variabel tersebut bersifat lokal (relatif) pada Secara keseluruhan diketahui bahwa
skala lokasi penilaian. Sebaliknya, apabila variabel geomorfologi pantai, kemiringan
jenis ranking variabel yang hampir konstan pantai, dan ketinggian permukaan tanah
atau konstan sepanjang garis pantai yang menjadi variabel yang paling besar
dinilai menunjukkan bahwa jenis variabel pengaruhnya terhadap tingkat kerentanan
tersebut berkarakter regional hingga global di pesisir utara dan timur Pulau Bintan.
(Kasim & Siregar 2012). Penilaian kerentanan Walaupun secara keseluruhan tingkat
pesisir menggunakan berbagai variabel yang kerentanan pesisir utara dan timur Pulau
dianggap paling mempengaruhi perubahan Bintan berada dalam kategori rendah-
kondisi kawasan pesisir. Variabel-variabel sedang namun tetap terdapat beberapa
tersebut dapat dimodifikasi dan disesuaikan variabel yang memiliki skor kerentanan
dengan lokasi yang diamati. Hal ini dengan kategori sangat tinggi seperti
disebabkan kawasan pesisir di tiap wilayah geomorfologi pantai, kemiringan pantai
memiliki kondisi dan profil yang berbeda dan ketinggian permukaan tanah. Hal-
(Hammar-Klose et al. 2003; Handartoputra hal serupa juga ditemukan di beberapa
et al. 2015; Joesidawati 2016; Koroglu et al. penelitian serupa yang telah dilakukan
2019; Royo et al. 2016). di daerah pesisir lain di Indonesia seperti
Kawasan pesisir dengan elevasi yang dilakukan oleh Gemilang et al. (2007)
permukaan tanah yang rendah akan di daerah pesisir Sumatera Barat yang
cenderung menyebabkan tingkat kerentanan menjelaskan kondisi geomorfologi pesisir
di suatu kawasan pesisir menjadi tinggi, sangat mempengaruhi tingkat kerentanan
hal ini disebabkan kawasan pesisir dengan pesisir di kawasan tersebut. Penelitian
elevasi permukaan tanah yang rendah lain yang dilakukan oleh Handartoputra
dapat menyebabkan kawasan tersebut akan et al. (2015) di pesisir Pantai Sendag Biru,
terendam air dan menyebabkan volume Kabupaten Malang menemukan bahwa
luas daratan berkurang apabila tinggi variabel jarak vegetasi dari pantai dan
gelombang laut yang sampai ke pantai tunggang pasang surut (tidal range) menjadi
memiliki ketinggian yang lebih tinggi dari faktor yang paling mempengaruhi tingkat
elevasi permukaan tanah di sekitar pesisir kerentanan di kawasan tersebut. Penelitian
(Hamuna et al. 2018; Marwasta & Priyono yang dilakukan oleh Joesidawati (2016)
2016). Tidak selamanya kawasan pesisir menjelaskan kondisi geomorfologi pantai,
dengan elevasi permukaan tanah yang ketinggian permukaan tanah (topografi),
rendah akan selalu menyebabkan tingkat kenaikan muka air laut relatif, serta lebar
kerentanan di kawasan tersebut menjadi sabuk hijau menjadi variabel yang paling
tinggi. Struktur dan profil geomorfologi mempengaruhi tingkat kerentanan pesisir
juga dapat memberikan pengaruh apakah di pesisir Kabupaten Tuban, sedangkan
kawasan pesisir dengan elevasi permukaan Hamuna et al. (2018) menemukan bahwa
yang rendah akan memiliki tingkat variabel elevasi permukaan tanah menjadi
kerentanan pesisir yang tinggi ataupun variabel yang paling mempengaruhi tingkat
rendah. Seperti yang dijelaskan oleh kerentanan di pesisir kota dan kabupaten di
Hamuna et al. (2018) bahwa pantai dengan Jayapura.
geomorfologi yang tersusun dari ekosistem Melihat dari hasil penelitian yang
24 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871
apa saja yang paling tepat untuk menjadi Coastline Alteration Rate of Weh
indikator penilaian tingkat kerentanan Island, Aceh Province, Indonesia.
suatu kawasan pesisir dirasa sangat perlu IOP Conference Series: Earth
untuk dilakukan agar tingkat keakuratan and Environmental Science.
penilaian menjadi lebih tinggi lagi. https://doi.org/10.1088/1755-
1315/216/1/012010.
Dolan AH, Walker IJ. 2006. Understanding
UCAPAN TERIMA KASIH Vulnerability of Coastal Communities
to Climate Change Related Risks.
Ucapan terima kasih diberikan Journal of Coastal Research. 39:
kepada Direktorat Jenderal Penguatan Riset 1316-1323.
dan Pengembangan, Kementerian Riset Field CB, Barros VR, Dokken DJ, Mach KJ,
dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Mastrandrea MD, Bilir TE, Chatterjee
Nasional yang telah memberikan hibah dana M, Ebi KL, Estrada YO, Genova
Penelitian Dosen Pemula (PDP). Ucapan RC, Girma B, Kissel ES, Levy AN,
terima kasih juga diberikan kepada Fakultas MacCracken S, Mastrandrea PR,
Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas White LL. 2014. Climate Change
Maritim Raja Ali Haji yang telah memberikan 2014: Impacts, Adaptation, and
dukungan terhadap penelitian in. Kami Vulnerability. Part A: Global and
juga berterima kasih kepada reviewer atas Sectoral Aspects. IPCC.
komentar dan saran konstruktif yang secara Gemilang WA, Husrin S, Wisha UJ, Kusumah
substansial meningkatkan isi artikel ini. G. 2007. Kerentanan Pesisir terhadap
Bencana Tanah Longsor di Bungus,
Sumatera Barat, dan Sekitarnya
DAFTAR PUSTAKA Menggunakan Metode Storie. Jurnal
Geosaintek. 3(1): 37–44. https://doi.
Aedla R, Dwarakish GS, Reddy DV. 2015. org/10.12962/j25023659.v3i1.2954.
Automatic Shoreline Detection Giambastiani BMS, Colombani N, Greggio N,
and Change Detection Analysis of Antonellini M, Mastrocicco M. 2017.
Netravati-Gurpur Rivermouth Using Coastal Aquifer Response to Extreme
Histogram Equalization and Adaptive Storm Events in Emilia-Romagna,
Thresholding Techniques. Aquatic Italy. Hydrological Processes. https://
Procedia. 4: 563–570. https://doi. doi.org/10.1002/hyp.11130.
org/10.1016/j.aqpro.2015.02.073. Hammar-Klose ES, Pendleton EA, Thieler
Angkotasan AM, Nurjaya IW, Natih NMN. ER, Williams SJ, Norton GA. 2003.
2012. Analisis Perubahan Garis Coastal Vulnerability Assessment of
Pantai di Pantai Barat Daya Pulau Cape Cod National Seashore (CACO)
Ternate, Provinsi Maluku Utara. to Sea-Level Rise. USGS Open File
Jurnal Teknologi Perikanan dan Report 02-233.
Kelautan. 3(1): 11–22. https://doi. Hamuna B, Sari AN, Alianto A. 2018. Kajian
org/10.24319/jtpk.3.11-22. Kerentanan Wilayah Pesisir Ditinjau
Bagli S, Soille P, Fermi E. 2004. Automatic dari Geomorfologi dan Elevasi Pesisir
Delineation of Shoreline and Lake Kota dan Kabupaten Jayapura,
Boundaries from Landsat Satellite Provinsi Papua. Jurnal Wilayah dan
Images. Proceedings of Initial ECO- Lingkungan. 6(1): 1–14. https://doi.
IMAGINE GI and GIS for Integragted org/10.14710/jwl.6.1.1-14.
Coastal Management. Handartoputra A, Purwanti F, Hendrarto B.
Bukvic A, Rohat G, Apotsos A, de Sherbinin 2015. Penilaian Kerentanan Pantai
A. 2020. A Systematic Review of di Sendang Biru, Kabupaten Malang,
Coastal Vulnerability Mapping. terhadap Variabel Oceanografi
Sustainability (Switzerland). https:// Berdasarkan Metode CVI (Coastal
doi.org/10.3390/su12072822. Vulnerability Index). Diponegoro
Chandrasekar N. 2013. Coastal Vulnerability Journal of Maquares. 4(1): 91–97.
and Shoreline Changes for Southern Imran Z, Sugiarto SW, Muhammad AN.
Tip of India-Remote Sensing and GIS 2020. Coastal Vulnerability Index
Approach. Journal of Earth Science Aftermath Tsunami in Palu Bay,
& Climatic Change. https://doi. Indonesia. IOP Conference Series:
org/10.4172/2157-7617.1000144. Earth and Environmental Science.
Dhiauddin R, Gemilang WA. 2018. https://doi.org/10.1088/1755-
26 Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 11 No. 1 Mei 2020: 11-27
ISSN 2087-4871