KERANGKA TEKTONOSTRATIGRAFI TIMOR,
INDONESIA TIMUR
TECTONOSTRATIGRAPHIC FRAMEWORK OF TIMOR,
EAST INDONESIA
‘S Sartono!, BSuprapto’, K.Poncomoyono? & I.Hendrobusono”
1 luau Tekzolog Bandung,
22 UPN *Veteran” Yogyakarta
‘SARI Pertentangan pendapat tentang geologi Timor bermula dari beda pandangan mengenai bagaimana scharusnya
‘menginterpretasitan batwan acak yang ada di pulau it. Yakni sebagai satuan liostraigrafi atau sebagai satuan
teltonostratigraf
Timor terletak dalam zona atresi. Anjakan melange tektonik hasl telionisasi Larami dan olistostrom akhir
Miosen Bawah membentuk sebogiah besar pulau itu. Formasi Bobonaro Scaly Clay di Timor Timur sebanding dengan
satuan teltonik Sonnebait di bagian bartanya, keduanya terbentuk pada athir Miosen Bawah
‘Mulai Eosen hingga Miosen Bawah teltonikgravitasi memainkan peranan penting diTimor, setelah perioda itu
proses tersebutterhenti dan kemudian diendapkan satuan sedimen normal usia Mioven Atas hinge akhir Kuarter,
‘Kombinasisubduksi dan pengangkatan athir Plesionen menyebabkan pensesaran lateral terhadap batuan acak
di Timor maupun terhadap endapan normal pascal-gravitesitektonik yang menyebabkan lerjadinya undak pantai
‘maupun undak sunga jaman Kuarter. Telionofisiograi Timor pada waltu ini merupakan ekspresi dari tektonogenesis
im,
rock
‘ABSTRACT - Disputes on the geology of Timor strated from the different views on how fo interpret the choa
compleces onthe island. aslihastatigraphic or as teconostraligraphic units.
Timor is situated in an accretionary zone. Tectonic melange wedges formed by Laramie tectonization and
olisthosiromesof late Lover Miocene frm the largest part ofthe island The Bobonaro Scaly Clay formation of East
Timor is equivalent to Sonnebat tectonic wnt ts westem part, both ofthese were formed atthe end of Lower Miocene
From Eocene o Loner Miocene time gravity tectonics played an important role in Timor, whereas aftr these
periods is ceased to exis and normal sedimentary unit of Upper Miocene to Quarternary time were deposited
Combination of subducion and uplift ate Upper Peistocene aso caused a lateral displacement onthe choatic
rock complexes and on the postgravtytectonical sediments causing the formation of Quarternary coast and river
terraces. The presen tecionophysiography of Timor isthe expression ofthis tectogeness.
PENDAHULUAN
‘Tidak ada satu pulaupun di Indonesia selain Timor yang begitu banyak sorotan dari para pakar geologi.
Sejak dari awal abad ke-20 tentang adanya struktur kelopak di Timor Barat telah dibahas oleh berbagi peneli
‘geologi. Di timor Timur juga dilaporkan tentang adanya batuan acak serta campur aduk.
Tentang paleontoiogi Timor Barat telah ditulis oleh berbagai peneliti terutama yang menyangkut fosil
Jaman Mesozoikum dan yang berusia Plestosen. Dengan diajukannya konsep teknonik lempeng, maka diskusi
tentang geotektonik Timor lebih menghangat.
‘Konsep tektonik gravitasi serta akresi pada waktu ini mendapat perhatian besar dari para pakar geologi,
‘makalah ini membahas tektogenesis pulau Timor dilihat dari sudut tektonostratigrafinya.
PROCEEDINGS OF THE INDONESIAN ASSOCIATION OF GEOLOGISTS
XXI ANNUAL SCIENTIFIC MEETING, YOGYAKARTA, DECEMBER, 7-10, 1992
ISBN 979 -8126- 04-1
547548
GEOLOGI WILAYAH TELITIAN
Daerah telitian yang dibahas dalam makalah ini meliputi Propinsi Timor Timur dan Barat (Gambar 1).
mad ke-20 hingga sekarang geologi pulau Timor sudah membingungkan para pakar yang menelitinya.
iscbabkan karena dasar-dasarilmu geologi yang diterapkan dalam penelitian tersebut pada umumnya
tidak sama. Oleh sebab itu dlam makalah ini pertama-tama diusahakan untuk menyamakan dasar-dasar tersebut,
dan kemudian menerapkannyadi seluruh pulau Timor.
Timor Barat
Berdasarkan tektonostratigrafi geologi Timor Barat didominasi oleh berbagi kelopak berbentuk sesar
sungkup (Wanner 1913, Molengraaff 1915, Brouwer 1942, Waard 1957, Marks 1961, Koesmono 1975, Sartono
dan Koesmono 1975 serta Sartono 1989), yang kedudukannya dari yang tinggi ke yang rendah : kelopak Fatu
(alokton), kelopak Palelo (alokton), keolpak Sonnebait (alokton), kelopak Kekneno (para- otokton). Pendapat
‘mereka itu dipertihatkan dalm gambar 2makalah ini Juga disimpulakn bahwa berbgai kelopak itu dapatmemiliki
usia yang sama atau berlainan sesuai dengan kumpulan fosil yang terkadung di dalamnya (Gambar 2). Hal inilah
sebenarnya yang membikin rancunya geologi Timor Barat, ditambah lagi dengan berubah-rubahnya jumlah
kelopak seria urutan tektonostratigrafinya dari waktu kewaktu. Misalnya kelopak Mutis (Waard 1957), oleh
Marks (1961) bagian bawahnya dimasukkan ke dalam Upper Nappe (Kelopak Alas) sedangkan bagian atasnya
menjadi Lower Nappe (Kelopak Bawah) (Gambar 3).
Satuan tektonik Kekneno yang dianggap para-otokton (parotokton, para-autocgthonus) sesungguhnya
berupa komplkes melange tektonik Larami, Rombakan melange tektonik itu ditemukan dalam bentuk olstolit
berumur Perm hingga Kapur dalam satuan tektonik Sonnebait di Timor Barat dan dalam Bobonaro Sealy Clay
i Timor Timur. -
‘Saluan tektonik Sonnebait umumnya terdiri dari e
an marin dan volkanik seperti batugamping, napal,
tufa, tufa napalan, konglomerat, trakhit, riolit basalt, splitserpib, rijang radiolarit, batulempung dan konkresi
besi, serta mengandung banyak fosil antaranya koral, briozoa, blastoid, ammonit, brachiopoda, fusulina,
Globotruncana, Globigerina, Aucella, Carcharodon megolodon, halobia dan radiolaria.
Satuan tektonik Fatu terdiri dari batugamping masif berupa bongkah-bongkah besar dan kecil dan juga
banyak mengandung fosil.
Satuan tektonik Palelo mengandung bongkab sekis, rijang, radiolaria, breksi, diabas, spilit, grewak,
batupasir, napal, tufa, serpih dan konglomerat.
Oleh sebab kerancuan di atas maka Koesmono (1975) mencoba memisahkan pengertian satuan tektonik
dari satuan stratigrafi dengan mengusulkan adanya berbagai formasi sebagai satuan stratigrafi yang terkandung
dalam masing- masing kelopak. Dengan cara ini tidak hanya posisi satuan tektonik dalam urutan kelopak dapat
diketabui, tetapi juga dapat dilihat masing -masing formasi yang terkadung didalamnya beserta usianya
berdasarkan kumpulan fosilnya, Cara pendekatan bimodus itu sesungguhnya mirip dengan cara pendekatan
berdasarkan tektonostratigrafi (Gambar 4).
‘Oleh Sartono dan Koesmono (1975) diperlihatkan bahwa kelopak Sonnebait tidak hanya melingkup
kelopak Mutis tetapi ternyata pula bahwa kelopak Fatu dapat dite- mukan di bagian bawah atau menumpang,
maupun terlingkup oleh kelopak Sonnebait (Gambor 3).
Oleh Rosidi dk. (1981) di Timor Barat diusulkan berbagai satuan batuan yang diberi nama serta status
sebagai formasi (Gambar 5). Istilah formasi sebenarnya digunakan untuk penamaan suatu komplek batuan yang
terbentuk oleh proses sedimentasi tanpa mengindahkan proses pasca sedimentasinya. Yang tersebut pertama
adalah penamaan secara deskriptif sedangkan yang kedua berdasarkan pengamatan genetis, yakni yang pertama
melahirkan satuan lithostratigrafi sedangkan yang kedua adalah satuan tektonostratigrafi. Dengan menerapkan
satuan formasi pada batuan di Timor Baratsesungguhnya berarti pula digunakan satuan lithostratigrafi dan bukan
satuan tektonostratigrafi, sehingga yang diketahui sebenarnya hanya sifat litologinya dan tidak (boleh)
membahas sampai tektoniknya. Sebagai misal Rosidi dkk (1981) menyebut satuan tektonik Ofu (Brouwer 1942)
sebagai seri Ofu, satuan tektonik Mutis sebagai kompleks Mutis. Kompleks Bobonaro di Timor Timur (Audley
Charles 1965) dianggap sebanding dengan satuan tektonik Sonnebait pula dengan formasi Bobonaro Scaly Clay
‘yang dianggap sebagai olistostrom, artinya dianggap sebagai oliston dan bukan formasi (Gambar 6). Form549
lain di Timor Barat yang disebandingkan denga formasi yang terdapay di Timor Timur yang sesungguhnya
berupa oliston dapat dilihat pada gambar 7.
Timor Timur
Dj bagian timur pulau Timor adanya batuan bersifat acak juga sudah lama diketahui (Grunau, 1957;
Gageonetdan Limoine, 1957 a danb). Malahan Lemoine (1959) menyebut pulau inisebagai contoh "Tectonique
choatic” (tektonik campuraduk).
Audley Charles (1968) yang melakukan pemetaan geologiseluruh bagian timur Timor menyebutkan pula
adanya formasi alokhton dan otokhton, juga endapan lengseran lainnya berupa nendatan dan turbidit serta
berbagai bongkash yang terpindahkan oleh gaya gravitasi meskipun untuk gaya akhir ini ia tidak jelas
menyebutkan sebagai tektonik gravitasi. Dalam kaitan itu juga ia tidak konsekuen memisahkan formasi sebagai
satuan lithostratigrafi dari endapan yang terbentuk oleh tektonik gravitasi yang sebenarnya adalah satuan
tektonostratigrafi. Ketidak-konsekuennya itu menyebabkan kekeliruan seperti yang tercantum dalam gambar 8
makalah ini, (Audley Charles, 1968, hal. 61) dimana satuan formasi, alokhton maupun otokhton, disebut sama
sebagai bagian atau keseluruhan suatu tektonostratigrafi, misalnya sesar sungkup Sonnebait, Kekneno dan
Palelo. Ketidakbenaran itu tampak pula pada halaman 46 yang menyebutkan bahwa formasi Batulempung Sisik
Bobonaro berumur Trias-Yura-Kapur-Eosen, yang sebenarnya berusia Miosen Tengah (T.f.). Yang
dimaksudkan disini sesungguhnya berupa berbagai bongkah berumur tersebut dan malahan juga mencakup Perm
dan Pra-Perm yang dilingkupi oleh matrik Miosen Tengab. Pada akhir kala inilah terbentuknya satuan lengseran
olistostrom Bobonaro Scaly Clay yang bersifat alokhton, Selain itu kesimpulan yang dapat diambil dari gambar
itu adalah bahwa batuan metamorfosis deraja tinggi seperti sekis dan genes merupakan bongkah dalam endapan
Mesozoikum yang bersifat lengseran (olistostrom). Batuan metamorfosis derajat tinggi tersebut terbentuk oleh
tektonisasi Variscia menjadi melange Variscia. Batuan campuraduk berupa melange tektonik inilah yang pada
zaman Mesozoikum masih bersifat olistostrom darvatau batuan delapsional lainnya, pada akhir zaman Kapur
terpengaruh oleh tektonisasi Larami untuk berubah menjadi melange tektonik Larami. Batuan sekis dan genes
Variscia yang dianggap batuan daar di pulau Timor tidak nampak karena tidak tersingkap, lain halnya dengan
bbatuan metamorfosis derajat rendah Larami berupa batupasir filitan yang sangat luas penyebarannya. Berbagai
bongkah yang berasal dari tektonik Variscia dan Larami tersebut ditemukan lagi sebagai olistolitdalam apa yang
disebut formasi Bobonaro Scaly Clay.
Karena matriks formasi Bobonaro Scaly Clay itu masih bersifat batuan nonmetamorf, maka dapat
disimpulkan bahwa formasi itu sebenarnya bersifat olistostrom yang belum terpengaruh oleh tektonisasi
Pasca-Larami. Memang sesungguhnya proses tektonisasi tersebut hingga kini belum ada. Yang menycbabkan
lerjadinya olistostrom bersangkutan adalah apa yang disebut dengan fasa orogenesis Intra- Miosen. Fasa itu
hanya menyebabkan terjadinya pengangkatan dan bukan suatu tektonisasi yang menutup suatu perioda siklus
geologi.
Perihal Tektonik Timor Timur memang ada kemiripan antara hasil yang dicapai oleh Audley Charles
(1968) dengan apa yang diutarakan dalam laporan ini. la membagi struktur Timor Timur menjadi empat
kelompok yang didasarkan atassifat struktur batuan, sebagai berikut
1. Batuan berumur Perm - Tias - Yura - Kapur yang mengalami deformasi sangat kuat, Batuan tersebut berupa
Pperlipatan besar dan lebarserta memiliki jarak antar porosnya scbesar lebih dari S kilometer. Dibagian sayap-
‘sayap perlipatan itu terdapat perlipatan dan pensesaran yang kecil-kecil
2. Batuan berumur Eosen - Oligosen - Miosen Bawah berupa endapan yang tidak memiliki perlapisan baik
serta _tersebar sebagai sisa suatui kompleks batuan. Pada batuan ini sukar untuk mendapatkan perlipatan
dan _pensesaran sangat kuat mempengaruhinya.
3, Batuan berumur Miosen Atas - Pliosen ditandai oleh perlipatan sederhana dengan arah poros yang sejajar.
Proses diapirisma ditemukan dalam satuan batuan ini.550
4, Batuan berumur Pasca-Pliosen yang hanya terlipat lemah dengan sudut tidak melebihi 2 - 3°. Kompleks
‘batuan ini tidak begitu terpengaruh pensesaran jika dibandingkan dengan satuan batuan berumur Miosen
Atas - Pliosen,
Dariapa yang dikemukakan diatas terlihatbahwa tethadap berbagai satuan batuan itu oleh Audley Charles
(1968) diterapkan sifat kronostratigrafinya, sedang apa yang diterapkan dalam makalah ini adalah sifat tektono-
Stratigrafinya. Dengan kata lain, Audley Charles (1968) menggunakan sifat kronostratigrafinya, sedang apa
yang diterapkan dalam makalah iniadalah Sifat tektonostratigrafinya. Ia sebenarnya harus menggunakan sebutan
formasi, meskipun kadang-kadang yang dimaksudkan adalah olistostrom atau batuan lain yang terpengaruh oleh
proses lengseran, sedangkan dalam makalah ini digunakan sebutan tekton untuk satuan batwan yang telah
terpengaruh oleh tektonisasi dan oliston untuk satuan batuan yang belum terpengaruh oleh tektonisasi tetapi
terkena proses delapsi, masing-masing berupa melange tektonik dan melange sedimenter (olistostrom). Bagi
kelompok batuan yang belum terkena proses tektonisasi maupun delapsi tetap digunakan penamaan formasi.
Jadisehubungan dengan penggolongan batuan epertidikemukakan Audley Charles (1965, hal. 50) diatas, maka
‘golongan 1 berupa tekton dan golongan 2 berupa oliston, sedangkan golongan 3 dan 4 berupa formasi. Malahan
satuan tekton di atas dapat dibagi menjadi 2 tahap yang masing- masing dipengaruhi oleh tektonisasi yang.
‘mengakhir suatu siklus geologi, yaitu siklus geologi Variscia yang terjadi pada sekitar akhir zaman Karbon
Bawah dan siklus geologi Larami pada akhir Kapur. Siklus geologi yang tua berupa mintakat Variscia berupa
batuan metamorfosis derajat tinggi yang hasil rombakannya ditemukan dalam melange tektonik Larami serta
dalam melange sedimenter Bobonaro Scaly Clay di Timor Timur pula dalam satuan tektonik Sonnebaitdi Timor
Barat. Bongkah mintakat Larami tentunya juga ditemukan dalam kedua olistostrom Bobonaro Scaly Clay dan
Sonnebait. 7
Kesebandingan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan berbagai bal sebagai berikut
1. Di daerah Timor ditemukan batuan acak berbentuk nendatan dan batuan campuraduk berupa melange.
Disamping itu dijumpai juga turbidit yang dianggap pula sebagai endapan delapsional pasca-sedimentasi.
‘Adanya batuan acak di pulau ini dikemukakan juga oleh Audley Charles (1968) dan Rosidi dk. (1981) yang
dalam makalah inj oleh masing-masing disebut sebagai alokhton dan olistostrom (Gambar 5 dan 6).
2, Melange ditemukan dalam bentuk melange tektonik dan melange sedimenter. Melange tektonik terbentuk
leh tektonisasi Larami sedangkan melange sedimenter oleh apa yang disebut fasa orogenesa Intra-Miosen.
3. Disamping melange tektonik Larami disimpulkan pula adanya melange tektonik Variscia (Gambar 9) yang
kebe radaannya ditandai oleh adanya batuan metamorfisis tingkat tinggi sepertisekis dan genes sebagai kelas
dalam matrik melange tektonik Larami.
4. Adanya berbagai satuan tektonik yang dimiliki bermacam- macam umur dikarenakan satuan-satwan tektonik
tersebut berbentuk olistolit didaiam matriks olistostrom Miosen Bawah yang di Timor Barat dinamakan
satuan tektonik Sonnebait sedang di Timor Timur disebut sebagai Bobonaro Scaly Clay (Gambar 2).
5, Kescbandingan formasi di Timor Barat dan Timur seperto diperlihatkan dalam gambar 6 (Rosidi dick, 1981)
tidak dapat dibenarkan mengingat formasi-formasi sebagai satuan lithostratigrafi di pula ini tidak dapat
disebandingkan dengan satuan yang sama berupa satuan tektonostratigrafi. Begitu juga seperti dikemukakan
‘Audley Charles (1968) dalam gambar 7 dan 8 makalah ini.
6. Tektonostratigrafi'Timor dari yang tua ke yang muda sebagai berikut: Melange tektonik Larami dan melange
sedimenter Miosen Bawah (Gambar 9). Yang disebut akhir itu secara lithostratigrafi tertutup oleh sedimen
‘normal berusia Miosen Atas - Kuarter.551
TEKTOGENESIS
Indonesia bagian timur, khususnya yang dinamakan Wallacea, terletak di antara lempeng benua Asia dan
‘Australia. Wilayah ini dianggap sebagai bagian Indonesia yangtterjepit diantara kedua benua tersebut yangsaling.
bertumbukan, Lempeng Asia di bagian barat dan tenggara serta timur dibatasi oleh zona subduksi Sunda, sedang
dibagian utara oleh apa yang disebut dengan North Borneo Geosyncline. Lempeng benua Australia ke arah barat
laut dibatasi oleh zona subduksi Banda., sedang ke uatara dan timur laut oleh apa yang disebut dengan Irian
Jaya-Papua Geosyncline (Mobile belt). Diantara kedua zona sunduksi tersebut wilayahnya didasari oleh lempeng
samodera Luat Banda. Lempeng samodera Pasifik terdapat di utara Irian Jaya- Papua, sedang di barat daya
‘Sumatera dan selatan Jawa terdapat lempeng samodera Hindia (Sartono, 1991). Arab tumbukan benua Australia
dan lempeng samodera Pasifik adalah timur laut-barat days.
Dengan gambaran diatas dismpulkan adanya suatu busur kepulauan di uatara Australia yang termasuk
alam zona subduksi Banda, atau juga kadang-kadang disebut dengan geosyncline Banda, Busur kepulauan itu
memanjang dari barat ke timur dan mencakup Sabu, Rejua, Roti, Timor. Leti, Luang, Babar, Moa, Tanimbar
dan pulau-pulau kecil lainnya yang terdapat disekitar busur kepulauan tersebut. Pulau Sumba dianggap sebagai
termasuk dalam busur kepulavan itu, namun oleh sesar mendatar mengarah tenggara - barat laut tergeser kearah
barat laut pada akhir plestosen untuk tiba ditempatnya sekarang dan seolah-olah berada diluar zona subduksi
Banda. Adanya berbagai fosil jaman Perm dan Mesozoikum di busur kepulauan diatas menunjukkan bahwa
zona subduksi Banda sudah ada sejak jaman itu, Pula adanya berbagai bongkah batuan metomorfosis derajat
tinggi seperti sekis dan genes terlingkup dalam matriks filit melange tektonik Larami menunjukkan bahwa zona
subduksi Banda Perm- Mesozoikum didasari oleh suatu mintakat yang terdiri dari batuan yang lebih tua dari
Perm, kemungkinan besar berupa mintakat Variscia, Dalam zona subduksi Perm-Mesozoikum itu diendapkan
berbagai endapan jaman tersebut. Mengingat berbagai batuan jaman tersebut berupa bongkah besar dan kecil
terlingkup oleh matriks filit, maka ditarik kesim- pulan bahwa batuan tersbut mengalami proses delapsi
(lengseran) yang discbabkan oleh tektonik gravitasi setelah proses sedimentasinya serta diagenesanya lewat.
Lengseran itu menyebabkan terputusnya atau terpotongnya batuan yang bersifat keras dan hancur batuan yang
relatif lunak seperti batulempung untuk berubah menjadi matriks yang melingkupi bongkah atau fragmen hasil
hancuran itu. Dengan demikian akan terjadi suatu batuan bersifat acak seperti nendatan atau campuraduk seperti
melange sedimenter (olistostrom), atau malahan juga batuan yang nampaknya berlapis baik tetapi sesungguhnya
bersifat delapsional seperti misalnya turbidit. Berbagai batuan jaman Perm- Mesozoikum itu kemudian
dipengaruhi tektonisasi pada akhir Kapur untuk berubah menjadi meiange tektonik Larami yang berupa mintakat
Larami. Melange tektonik Larami itu selain mengandung bongkah batuan jaman Perm-Mesozoikum juga
melingkupi bongkah yang berasal dari mintakat Variscia yang lebih tua, yakni berupa melange tektonik Variscia
(Gambar 9).
Mintakat Larai
hasil tektonisasi Larami selanjutnya terpengaruh oleh fasa akresi yang menhasilkan
berbagai anjakan terdiri dari batuan mintakat Larami. Anjakan yang timbul diatas muka laut awal Tersier berupa
tinggian struktural Larami yang terpengaruh oleh denudasi dan erosi begitu timbul diatas muka laut. Dengan
demikian terjadi sedimentasi diberbagai tempat sekitar anjakan itu. Sedimen itu dinamakan endapan kubang
(pond deposit) namun dalam makalah ini lebih condong disebut dengan nama endapan antar-anjakan. Endapan
yang terbentuk dalam cekungan antar-anjakan itu pada awalnya berupa sedimen normal, artinya tidak bersiat
acak maupun campuraduk, sampai pembentukannya pada akhir Miosen Bawah. Pada akhir saat ini fasa orogen
mempengaruhi endapan tersebut hingga terbentuk sedimen campuraduk serta acak berupa nendatan dan
olistostrom serta turbidit, Olistostrom itu mengandung berbagai olistolit berasal dari mintakat Larami serta
‘mintakat Variscia. Rupa-rupanya proses tektonik gravitasi telah mulai terjadi pada jaman cosen yang dapat
dilibat dari olistolit pada jaman itu yang menunjukkan struktur lengseran. Melange sedimenter (clistosirom)
berusia Miosen Bawah tersebut dinamakan sebagai satuan tektonik Sonnebait di Timor Barat sedang di Timor
‘Timur disebut sebagai Batulempung Sisik Bobonaro (Bobonaro Scaly Clay).
Kelihatannya setelah kala Miosen Bawah proses tektonik gravitasi terhenti. Ini dapat dilihat dari sedimen
Pasca-Miosen Bawah yang bersifat normal, Namun demikian bersama dengan terhentinya proses tektonik
gravilasi fasa orogen mempengaruhi zona Busur Banda yang mengakibatkan terjadinya berbagai busur
Kepulauan beserta cekungan antar-anjakannya yang arahnya kurang lebih sejajar dengan poros panjang busur
itusendiri, DiTTimor Baratcekungan antar-anjakan itu secara morfologi berupa terban dan disebut dengan Terban$952
Tengah (Central Graben). Sebenarnya terban berupa cekungan antar-anjakan itu pada kala Miosen Atas hingga
Pliosen Atas berupa suatu selat yang memisahkan bagian utara Timor dari bagian selatannya. Fenomena ini
khususnya jelas tampak di Timor Barat.
Pada akhir kala Pliosen cekungan antar-anjakan tersebut menjadi dangkal kerena proses pengankatan
sehingga berubahlah sifataya dari lautan (marin) menjadi daratan. Melalui berbagai terban berupa daratan
(jembatan daratan, land-bridge) itulah dpatberlangsung migrasi fauna daratan Asia dari paparan Sunda melewati
‘Busur Sunda ke Busur Banda dan terus ke Australia selama kala Pliosen Atas hingga akhir Plestosen Atas. Proses
pensesaran terhadap Busur Banda kemudian berlangsung hingga ke kala Holosen yang menyebabkannya
terkoyak dan terpotong-potong dengan arah sesar pada umumnya ke tenggara-timur laut. Karena proses tektonik
itu maka terbentuklah ribuan pulau besar kecil di wilayah Wallacea antara paparan Sunda dan paparan Sabul.
Undak-undak pantai maupun sungai juga terbentuk diseluruh wilayah itu berupa antaranya undak- undak pantai
bertangga-tangga.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian geologi di Timor Timur dilakukan dengan bantuan yang diperoleh dari Universitas
Pembangunan Nasinal "Veteran" (UPN) Yogyakarta, sedangkan yang di Timor Barat berdasarkan kerjasama
dengan Dipartimento Scienze della Terra Universita Roma di Roma dan Instituto di Paleontologia Universita
Modena, kedua-duanya di Italia. Kepada ketiga’instanst tersébut diucapkan teritna kasih dan: pénghargaan.
Kesitapolan yang: dapat ditatik darl:bab tektogenésis dalam makalab ini adalah'sebagai berikut
(Gambar 9): eth Ha sos ee c
1. Pada jamin Pra-Variscia Wlah tetjadi'p jpan di Wilayah Tottior, éidapan mana mengalami proses
clistostromisasi menjadi endspai Pasca-sedimentasiberbentuk mélange Sedimenter (olistostrom). Batuan ini
Kemudian terpengarut ole ' i pads akhi jaman Karbon Bawah dan berubah menjadi Melange
tektonik Variscia. Tektdni Variscia ini mengakhiri pula siklus geologi Varis
z Sevimentasi Han olistositomisisi sebagai endapan Puse - ientasi berulang lai pads jamvan Karbon Atas,
= 'Kapiir yang pala akhir jamas, Kapit olistbstrom tersébut mengalami tektonisasi Larami untuk berubah
" menjadi melange tektonik Larami. Tek! i ini mengakhiri siklus geologi Larami.
3, Pada tahap berikutnya sedimentasi dan,
dengan membentuk « ¢ s
‘Timur). Olistostrom ini berbentuk melange sedimenter dan belum berupa melange tektonik karena endapan
bersangkutan belum terpengaruh oleh proses tektonisasi hingga sekarang.
4, Pada akhirnya menumpang diatas olislostrom Miosen Bawah diendapkan berbagai sedimen normal yang
belum dipengaruhi oleh proses tektonik gravitasi untk menjadi Pasca- sedimentasi.
DAFTAR. PUSTAKA
Audley Charles, M.Gy:1965,. The Geology of Portuguése Timor, London Geol: Soc. Memoir 4.
Barber, -Au., S: Tjokrosapoetro’ and’ T.R. Charlton''1986, Mud volcanoes, shale diapits, wrench fault, and
miclanges in‘accretiondty' complexes, Eastern Indonesia, Amer, Ass., Petrol. Geol. Bull,v.70, no. 17
1729-1941. : .
Brouwer, H.A., 1942, Suiinmary of thé geological result of the expedition. Dalam : Geological expedition to the
"Lesser Sunda Islands, vol. IV : 345-402. N.V. Noord Hollandsche Uitgevers Mij, Amsterdam 1942.
Gageonet, R, and M. Lemoine, 1957, a. Sur la stratigraphie de |’autochtone au Timor Pourtugais. Seance Acad,
=, Science Paris 244 ; 2168 - 2171 st aft 2
Gageonet, R, and M, Lemoine, 1957:b, Composition et subdivisions du complex charrie au Timor Pourtugais.
Seance Acad. Science Paris : 2246-2249.553
Grunau, H. R. 1957, Neue Daten zur Geologie von Portugissisch Ost Timor. Eclog. Geol. Helvit, 50 : 69 - 98
Hooijer, D. A. 1969. The Stegodon from Timor. Kon, Ned. Acad. Wet. Amsterdam. B, 72. no. 3 ; 203 - 210.
Jouannic. Chr., Chi-Trach Hoang,, W.S. Hantoro and R. M. Delinom. 1988, Uplift rate of coral reef terraces in
the area of Kupang, West Timor : Preliminary results, Paleogeogr., Paleoclimat., Paleoecol., 68 : 259 -
272,
Koesmono, M. 1975, Rekonstruksi palinspastik dan evolusi geologi daerah tubuh Bokon, Timor. Disertasi
Doktor Univ. Padjadjaran 19 Juli 1975.
Leme, J, de Azaredo, 1963. The eastern and geology of Portuguese Timor. Garcia de Orto, 11 : 379 - 388.
Lemoine, M. 1959. Un exemple de tectonic chaotique : Timor. essai de co-ordination et d’interpretation, Revue
Geographique physique Geologie dynamique.
Marks, P. 1961. The succession of nappes in the western Miomaffo area of the island of Timor : A possible key
{o the structure of Timor, Proc. IXth Pacific Science. Congr., Bangkok, vol. 12, Geol. Geophys : 306 -
310,
Molengraaff, G.A.F. 1915, Folded mountain chains, overthrust sheets and block - faulted montains in the East
Indian Archipelago. X1/th Intern. Geol. Congr., Toronto, Canada : 689 - 702.
Rosidi, H.M.D., K. Suwitodirdjo dan S, Tjokrosapoetro. 1981. Geological map of the Kupang - Atambua
quadrangles, Timor. Geol, Res, Developm. Centre, scale 1 : 250.000.
Sartono, S. 1962. The Banda geosyncline during Permian time : A paleogeographicsynthesis. Madj. Insti. Tekn
Bandung. Proc. Il.no. 4: 8 -43.
Sartono, S. 1962, Stegodon timorensis : A pygmy specimen from Timor (Indonesia). Kon. Ned. Akad. Wed.
Amsterdam. 72 : 192 - 202.
Sartono, S. and M. Koesmono, 1972, Recognition of the geological units in Timor : A bimodal approach. Geol.
Indon., J, no. 3 : 29-34
‘Sartono, S. 1980. The Ofu series in West Timor, Indonesia, Bul. Dept. Geol. ITB, J. 1: 1-10.
Sartono, S. 1987. Migrasi manusia Plestosen Indonesia : Kaitannya dengan tektonik lempeng. Loka Karya
Geologi Kuarter dan Lingkungan Hidup. Kerjasama P3G -JICA, Bandung 18 - 19 Maret 1987.
Sartono, S. dan S, Hadiwisastra, 1988. Comparison of Post Variscan tectonostratigraphic framework of western
and eastern Indonesia, 17th Ann, Cony. Indon. Petrol. Assoc, Jakarta 25-27 Oct. 1988.
Sartono, S. 1991. East Arm Sulawesi : Banggai Microplate Sunda Subduction zone collision.Ann. Conv. Assoc.
Indon. Geol. (PIT-IAGI) Jakarta, 10 - 12 December 1991.
Tjokrosapoetro, S. 1978. Holocene tectonics on Timor island, Indonesia. Bull. Geol. Res. Developm. Centre. v
448-63.
Verhoeven, Th. 1964, Stegodon-Fossilien auf der Insel Timor. Anthropos, 59 : 634.
Waard, D. de, 1957. Contribution to the geology of Timor, XII. The third Timor Geological expedition.
Preliminary results. Madj, Iimu Alam Indonesia, vol. 113 : 136 - 150.
Wanner, J. 1913, Geologie von West Timor. Geol. Rundschau, vol. 4: 136 - 150.554
De20110% YADA WOIOP sow, NoIAd Is180g 1 sOqWOD
cwviniaas
nvuava ISvxOT555
(2ye1' wmnos@ ) “yOs0G s0WL IP
wnyjozorew UDP soly WNyJoz0eI0g Yodo}Ox * Z s0qQWD
Lome |
woqauues orig togetuos muise
ousuney
e1elod upg sviws
ug
mea - noqeuuos, vune
2098 usury, i
erie 11d Hoaeaues
ts26! 1961 (iver foo igaietins
euerses) | ‘cvomseen )
woxoa Noxoe | oddvnoim | NORV
Hvuava556
J010g Jow!L IP OdoIey smpo|xUEWON * ¢ 2qWOD
oveuiey
ousuxey,
skuienGombar 4 . Pendekatan bimodus terhadap sotuan
geolog! di Timor Barct.(Kossmonc,1975)
987558
‘Alok ton
Otokton
men volkanik
parotokton
Blsone
2. Altutu wre ¥
3. Wallult ee
4. Nokfunu ete
5. ofu eye)
6. Noll Toko
7. Cabloc we
8. Mutis
9. Maubiss:
10. Noni 4 pease
11. Hovtas! dan Noni
tak teruraikon ......}....... ce cee fees
12. Houlesi seeeeeee fee
13. Meton seven salbves vores gan ve
14, Diorit,dioritkuorsa fe... eee
1S. Monomas ws. fee ee eee eee
16, Ultra basa
17. Bobonaro
18. Batuputth
19. Noele
J20. Botugamping koral
21. Konglomerat da:
keraka! ‘
22. Aluvium
Gombar 5. SATUAN LITOSTRATIGRAFI TIMOR BARATSATUAN SATUAN
Botugemping
UMUR TIMOR TIMUR
Suol , Poros
TIMOR SARAT
PLIOSEN
KUARTER
MIOSEN
f
Konglomerar fUndok_sungol_tue
eee —Teantemst cer | jan
Komplaks Sobenare
wall Lull
Bowoh
Botugemping Dorteliu
JURA Tengen
fa
Altutu Altre ‘Sarl Kekna
TRIAS
ff
Seri Kekneno
Bisone Fosles Fils
PERM Laie mn
Moublase
b——+-} 4 o9—_
PRA- PERM Kompleks Lotote! Mutts |Kompleks Mutis
Komplake Fotu
Wel Lull Seri ofu
Gombar 6 . Kesebandingan
tuen botuan di Timor Timur
dan Timor Borat
559560
TIMOR BARAT
Sebogion
sebagian
‘Sebagian
sebagion
Sebagian
Seri Sonnebait
Seri Sonneboit don
Seri Palelo.
Seri Sonnebait dan
Kompleks Fatu.
Sekis Kristalin (?)
Sekis Kristalin
Gombor 7
TIMOR TIMUR
Batulempung Sisik Bobonaro
Batugamping Borolalo
Formas! Maybisse
Formasi Alleu
Kom pleks Lolotol
TAudley ~ Charles,
+ Kesebondingan sotuan batuan alokton
di Timor baglan barat don timur,
berumur tebih tua dori Miosen Bawoh.TIMOR BARAT
Sebagion Kompleks Fotu
Botuan volkanik Tersier Muda
don sebagian Seri Paleto
Sebagian Seri Palelo
Sonnebalt don
Palelo
Sebagion
sebagian Seri
‘Sebagian
sebagion
Sert
Serl
Sonnebalt dan
Palelo.
Sebagian Seri
sebagion Seri
Sonnebalt don
Palelo
Sebagion Serl_ Kekneno (7)
dan sebagion Seri Paleo (7)
serta sebagion Seri Sonnebait.
Sebaglan si
sebagion
1 Kekneno. don
jeri Sonnebait.
Sebagion Ser! Kekneno
Sebaglan Seri Kekneno.
TIMOR TIMUR
Batugamping Coblac
Formasi Barique
Batugamping Dartollu
Formasi Selcal
Batugamping Borolalo
Formasi Wal Bua
Formas! Wal Lull
Formasi Atahoc
Formas! Cribas
Formas! Atchoc
Thudiey- Chet
Gambar 8 . Kesebondingan_satuan batuan otokton
antora Timor Borat don Timor Timur,
berumur lebih tuo dort Miosen Bowah.
S61562
IP osBuox1sou1ys) uoBuipuogasey * 6 s0qW09
owopereg eroune | doxbuie i x
um wop | ovsUNEX — wud - vad
voxor ui
onto 0p ps.
wusd
sviws
vune
unavx
naso3
Naso91t0
Nasoim
wabos0 003 | uomjoq uonjog | 140s6);0s0u0}x94 Hy0s6ji011s0u0}40),
uop : unos Meniog.wentos uonsos 180}0U0s>4
Isosjuowyen
1805} wW0s1s058110 ynWId HOWL L ivava YOW!L563
Desonom YOkoA
WOIOP sow, NoINd [880g 1 sD>QUIDD
cwviniqas
Hyuava 1svx07
voywoutioy