Adab Kepada Orang Tua
Adab Kepada Orang Tua
Adab Kepada Orang Tua
KELAS : VII. B
MTS YABIKA
Orangtua merupakan orang yang telah melahirkan dan menjaga kita sedari kecil. Orangtua
adalah pendidik, pengayom, dan sosok yang seharusnya menjadi teladan bagi kita. Maka tak
heran jika kita selalu diajarkan untuk bisa menyayangi mereka, saat hidup maupun saat mereka
telah tiada.
Lalu apa saja adab kepada orangtua dan cara menghormatinya menurut agama Islam? Berikut ini
pembahasannya.
Perintah untuk berkata yang sopan santun tertuang pada surat Al-Isra berikut ini:
{َوَقَضى َر ُّبَك َأال َتْعُبُدوا ِإال ِإَّياُه َوِباْلَواِلَدْيِن ِإْح َس اًنا ِإَّما َيْبُلَغَّن ِع ْنَدَك اْلِكَبَر َأَحُدُهَما َأْو ِكالُهَما َفال َتُقْل َلُهَما
) َواْخ ِفْض َلُهَما َجَناَح الُّذِّل ِمَن الَّر ْح َمِة َوُقْل َر ِّبي اْر َح ْمُهَما23( ُأٍّف َوال َتْنَهْر ُهَما َوُقْل َلُهَما َقْوال َكِريًما
)24( } َكَما َر َّبَياِني َصِغيًر ا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah
kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali
janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah’ dan janganlah kamu membentak
mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu
terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku, kasihilah
mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” (QS. Al-Isra:
23-24)
2. Berbuat baik pada kedua orangtua
Seorang anak juga mempunyai kewajiban yang tidak boleh ditinggalkan ataupun dilupakan,
yakni berbuat baik kepada orangtua. Seperti adab kepada orangtua yang telah dijelaskan pada
surat Alquran di atas dalam Al-Isra ayat 23.
Artinya: Dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu. (Al-Isra: 23)
Berbuat baik bisa dengan selalu membantu orangtua, bertutur kata dan berperilaku baik,
menghormati orangtua, merawat mereka di hari tua, dan menyayangi mereka dengan tulus.
Rasa syukur yang dimaksud telah tertera pada Surat Luqman ayat 14
َأ ُأ
َوَوَّصْيَناِإْلنَٰسَن ِبَٰوِلَدْيِهَحَمَلْتُه ُّمُه َوْهًناَعَلٰىَوْهٍن َوِفَٰصُلُه ِفىَعاَمْيِن ِن ْشُكْر ِلىَوِلَٰوِلَدْيَكِإَلَّى ْلَمِصيُر
Artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya;
ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-
Kulah kembalimu."
Setiap umat Muslim dianjurkan untuk selalu bersyukur atas berkat dari Allah SWT serta
keberadaan orangtua terutama ibu yang sudah melahirkan, mendidik, serta mengasuh sejak kecil.
Hal itu bentuk tanda rasa syukur kepada kedua orangtua untuk memuliakannya selama masih
hidup di dunia.
Anjuran ini sesuai dengan firman Allah yang telah dicantumkan pada Alquran dalam surat Al-
Isra ayat 23. Di dalamnya menjelaskan bahwa sebagai anak, kita harus menjaga dan merawat
kedua orangtua ketika sudah berumur lanjut.
{ }ِإَّما َيْبُلَغَّن ِع ْنَدَك اْلِكَبَر َأَحُدُهَما َأْو ِكالُهَما َفال َتُقْل َلُهَما ُأٍّف
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan 'ah' kepada keduanya (Al-Isra:
23)
Selain itu, kita juga harus menjaga setiap kata yang keluar dari mulut untuk tidak mengatakan
kalimat kasar ataupun ‘ah’. Artinya, meskipun kata-kata ringan sekalipun harus tetap dijaga agar
tidak menyakiti hati kedua orangtua.
Perihal adab yang berkaitan dengan kedua orangtua memang tercantum lengkap dalam Alquran
surat Al-Isra ayat 23. Begitu pula anjurannya untuk tidak membentak kedua orangtua.
Hubungan anak dan orangtua tentu tak lepas dari konflik. Ada kalanya, kita berbeda pendapat
dengan orangtua, namun hal itu tidak berarti kita bisa berkata kasar dan membentak orangtua.
Seberapa kesalnya kita pada orangtua, selalu ingat bahwa sosok orangtua adalah sosok yang
harus kita hormati.
Selain kita tidak boleh berkata kasar dan membentak orangtua, kita juga tidak boleh
mengeluarkan perkataan ataupun perilaku yang buruk kepada kedua orangtua. Allah memberikan
perintah kepada setiap umatnya agar berbuat baik dan berkata yang sopan kepada kedua
orangtuanya.
Artinya: "Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (Al-Isra: 23)
Perkataan yang mulia adalah tutur kata yang lemah lembut, penuh kasih sayang, dan rasa hormat.
7. Mengasihi orangtua
Adab kepada orangtua yang berikutnya adalah mengasihi kedua orangtua. Kamu bisa
memberikan kasih sayang dan perhatian kamu kepada kedua orangtua, seperti mereka
menyayangimu selagi masih kecil.
Bersikaplah rendah hati pada orangtua. Jangan merasa sombong, apalagi berada di atas orangtua,
misalnya karena kamu memiliki pendidikan tinggi atau karier yang hebat. Bagaimanapun,
kesuksesan yang kamu capai, sedikit banyak merupakan buah dari doa dan restu orangtua. Sudah
sewajarnya kamu selalu mengasihi mereka.
8. Mendoakan orangtua
Seorang anak mempunyai kewajiban untuk mendoakan kedua orangtuanya supaya diberikan
ampunan oleh Allah dan keberkahan umurnya selama hidup. Hal ini tercantum dalam Al-Qur’an
surat Ibrahim ayat 41.
Artinya: "Ya Tuhan kami, ampunilah aku dan kedua ibu bapakku dan semua orang yang beriman
pada hari diadakan perhitungan (hari Kiamat).” (QS. Ibrahim: 41)
Demikianlah delapan adab anak kepada orangtua yang menjadi kewajiban kamu agar bisa
dijalankan dengan baik. Ketika orangtua sudah lanjut usia sudah menjadi kewajiban kita semua
untuk menjaga dan merawatnya. Saat mereka meninggal pun, kita harus terus mendoakan
mereka.
Fiqih Thaharah
Ketika kita membuka kitab fiqih apapun itu, mulai dari kitab Taqrib karya Abu Suja’, sampai
kitab fiqih yang berjilid-jilid seperti Fathu al-Wahhab dan kitab-kitab yang serupa dengannya,
maka bab pertama yang dibahas adalah bab thaharah.
Kitab hadits pun sama. Seperti kitab Bulugh al-Marom. Kitab hadits ini, pembahasan pertama
juga thaharah. Sedikit beda dengan kitab tasawuf, yang menjadikan thaharah sebagai bab kedua
setelah pembahasan bab iman. Sebagaimana susunan kitab Ihya’ Ulum ad-Din karya Imam
Gazali.
Timbul pertanyaan, kenapa bab thaharah dijadikan pembahasan utama? Bukankah terdapat
hadits yang berbunyi:
ِإَّن َأَّوَل َما ُيَح اَس ُب ِبِه اْلَعْبُد َيْوَم اْلِقَياَمِة الَّصَالُة
Artinya: sesungguhnya awal perkara yang dihisah pada seorang hamba besok pada hari Kiamat
adalah shalat (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Baihaqi)
Bahwa shalat adalah ibadah yang pertama akan dihisab pada hari Kiamat nanti. Lalu, kenapa
tidak shalat yang dibahas pertama kali? Kenapa thaharah?
Artinya: kunci shalat adalah suci (HR. Abu Dawud, Ahmad, Tirmidzi, Baihaqi, dan ad-
Daruquthni)
Dari hadits di atas, bisa dipahami bahwa shalat seseorang dianggap sah adalah ketika memenuhi
syarat. Syaratnya shalat diterima adalah dengan menjalankan thaharah.
Thaharah menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh dikatakan bahwa tanpa adanya
thaharah, ibadah kita kepada Allah Swt tidak akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama
mensyaratkan thaharah secara mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah. Bila ibadah tidak sah,
maka tidak akan diterima Allah. Kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesia-
siaan. Oleh karena itu, thaharah menjadi bab pertaama yang dikaji dalam semua kitab fiqih.
Dalam beberapa kitab fiqih, seperti kitab al-Fiqh al-Islmamy wa adillatuhu karya Wahbah az-
Zuhaily, bahwa thaharah secara bahasa berarti bersuci, dan thaharah juga bermakna an-
Nadhzafah, yaitu kebersihan.
Maka, thaharah secara istilah bisa diartikan sebagai kegiatan bersuci dan membersihkan.
Namun yang dimaksud di sini tentu bukan semata suci dan kebersihan. Thaharah dalam istilah
para ahli fiqih sebagaimana yang terdapat dalam kitab Kifayah al-Akhyar karya Taqiyuddin Abu
Bakr bin Muhammad al-Husainy al-Hashini, kitab bermadzhab Syafi’i dan Kasysyaf al-Qinna’
karya Manshur bin Yunus bin Idris al-Bahuty, kitab bermadzhab Hanbali, adalah :
Dari dua pengertian di atas, bisa dipahami bahwa thaharah bentuk kesucian dan kebersihan
secara ritual yang berdasarkan ketentuan resmi dari Allah Swt dan dibawa oleh Rasulullah Saw
secara sah.
Jenis Thaharah
Thaharah terdiri dari dua jenis. Yaituu thaharah dari hadats, dan thaharah dari najis.
Dalam beberapa kitab fiqih, thaharah dari hadats ini disebut dengan istilah thaharah hukmi.
Thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari hadats, baik hadats kecil maupun hadats
besar (kondisi janabah).
Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara pisik. Bahkan boleh jadi secara pisik tidak
ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya kotoran yang menempel pada diri kita, belum
tentu dipandang bersih secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.
Seorang yang tertidur batal wudhu’-nya, boleh jadi secara pisik tidak ada kotoran yang
menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang dengan cara berwudhu’ bila ingin melakukan
ibadah ritual tertentu seperti shalat, thawaf dan lainnya.
Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah mencuci maninya dengan bersih,
lalu mengganti bajunya dengan yang baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar
hingga selesai dari mandi janabah.
Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara pisik memang tidak ada
kotoran yang menempel, namun seolah-olah dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah.
Dalam beberapa kitab fiqih, thaharah dari najis ini disebut dengan istilah thaharah hakiki.
Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait dengan kebersihan badan, pakain
dan tempat shalat dari najis. Boleh dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya
seseorang dari najis.
Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda darah atau air kencing, tidak sah
shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari ketidaksucian secara hakiki.
Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang menempel, baik pada badan,
pakaian atau tempat untuk melakukan ibadah ritual.
Caranya bermacam-macam. Tergantung dari level kenajisannya. Bila najis itu ringan, cukup
dengan memercikkan air saja, maka najis itu dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus
dicuci dengan air 7 kali dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan
dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan rasa najisnya.