Content-Length: 172716 | pFad | https://www.academia.edu/57166531/ONTOLOGI_DALAM_ISLAM

(PDF) ONTOLOGI DALAM ISLAM
Academia.eduAcademia.edu

ONTOLOGI DALAM ISLAM

2021

Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu;

ONTOLOGI DALAM ISLAM Raysatul Fasya Radina Syalsabila Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Lhokseumawe Jl. Medan-Banda Aceh, Alue Awe, Muara Dua, Lhokseumawe, 24352 e-mail: raysatulfasya16@gmail.com salsabilazxc@gmail.com Pendahuluan Sistematika filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu; epistemologi atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh pengetahuan, ontologi atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologi atau teori nilai yang membahas tentang guna pengetahuan. Sehingga, mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya. 1 Ontologi membahas tentang apa objek yang dikaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan hubungannya dengan daya pikir. 2 Secara ontologis, ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah-daerah yang berada pada jangkauan pengalaman manusia. Dengan demikian, objek penelaahan yang berada dalam daerah pra pengalaman (seperti penciptaan manusia) atau pasca pengalaman (seperti hidupsesudah mati) tidak menjadi pembahasan dalam ontologi.3 M. Quraish Shihab, dalam buku Membumikan al-Qur’an, menyatakan bahwa ada realitas lain yang tidak dapat dijangkau oleh panca indra, sehingga terhadapnya tidak dapat dilakukan observasi atau eksperimen. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh firman Allah swt. dalam Q.S. al-Haqqah [69]: 38-39, yang artinya, “Maka, aku bersumpah dengan apa-apa yang kamu lihat, dan dengan apa yang tidak kamu lihat.” “Apa-apa” tersebut sebenarnya ada dan merupakan satu realitas, tetapi tidak ada dalam dunia empiris. 4 1 Muh Haris Zubaidillah, FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI, (2018), hlm. ii Chusnul CAH, Panji SR et al., KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU, (Makassar, 2018) hlm. 155. 3 Fatkhul Mufid, PERKEMBANGAN ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ISLAM, Jurnal Penelitian, Vol.7 No. 2, 2013, hlm. 277 4 Ibid, hlm. 277 2 1 Pembahasan 1. Pengertian Ontologi Pendidikan Islam A. Dardiri mengemukakan bahwa ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang berbeda di mana entitas dari kategori-kategori yang logis yang berlainan (obyek-obyek fisis, hal universal, abstrak) dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontology dianggap sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal yang ada, sedangkan dalam hal pemakiannya akhir-akhir ini ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. Jadi ontologi menyelidiki, mempelajari esensi tentang sesuatu kenyataan yang ada. Berdasarkan hasil pemahaman terhadap apa yang ada, manusia melakukan proses konstruksi ilmu pengetahuan secara sistematis-rasional, dengan sendirinya maka ontologi lazim juga disebut teori tentang hakikat yang ada. 5 Dalam kajian filsafat, ontologi oleh para ahli diartikan sebagai salah satu cabang filsafat yang menyelidiki dan mempelajari mengenai hakikat yang ada dari sesuatu yang ada dan berkeberadaan. Hakikat yang ada masing-masing mempunyai gejala yang menandai akan adanya sesuatu dan keberadaannya. Atas dasar itu, Sidi Gazalba menegaskan bahwa ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari kenyataan. Karena itu disebut sebagai ilmu hakikat, hakikat yang bergantung pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang Tuhan. 6 Secara manusia ontologis, sebagai pendidikan makhlukberpikir, Islam merupakan hakikat merasa, mengindra, dari kehidupan dan bertindak. Selanjutnya pendidikan sebagai usaha pengembangan potensi-potensi diri manusia, dijadikan sarana untuk mendidik dan mengembangkannya. Ontologi pendidikan Islam menyelami hakikat dari pendidikan Islam, kenyataan dalam pendidikan Islam dengan segala pola organisasi yang melingkupinya, meliputi hakikat pendidikan Islam dan ilmu pendidikan Islam, hakikat tujuan pendidikan Islam, hakikat manusia sebagai subjek pendidikan ditekankan kepada pendidik dan peserta didik, yang dan hakikat kurikulum pendidikan Islam. 7 5 Anwar, KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM: (PENGUATAN ASPEK TEOSENTRIS DAN HUMANISTIK), Vol. 3 No. 1, STAIN Parepare, 2019, hlm. 33 6 Ibid, hlm. 33 7 Fajar Dwi Mukti & Ayu Sholina, Ontologi Pendidikan Islam, Al-Fahim, Vol. 1 No. 2, 2019. 2 2. Landasan Ontologis Kajian Keislaman Landasan ontologis ilmu pengetahuan adalah analisis tentang objek material dari ilmu pengetahuan tertentu. Adapun objek material dari ilmu pengetahuan adalah hal-hal atau benda-benda empiris. Sementara landasan epistemologi ilmu pengetahuan adalah analisis tentang proses tersusunnya ilmu pengetahuan.8 Karena ilmu pengetahuan disusun melalui proses yang disebut metode ilmiah (keilmuan), maka landasan epistemologis ilmu pengetahuan adalah metodeniya. Hal ini juga berlaku bagi ilmu-ilmu keislaman. Namun yang hendak dikaji adalah landasan ontologis kajian keislaman secara umum, maka ia dibedakan dari landasan ontologis ilmu karena sifatnya yang umum. 9 Beranjak dari kesimpulan bahwa ontologi kajian keislaman adalah realitas teks AlQuran, maka landasan ontologis kajian keislaman adalah asumsi dasar bahwa teks al-Quran bersifat fisis. Asumsi ini bisa dibenarkan, baik dengan melihat al-Quran sebagai lafaz (kata, atau ucapan), maupun sebagai tulisan (kitābah). Menurut al- Ghazzālī, sebagai objek fisis, lafaz (mawjūd fi al-alfāz) menduduki urutan ketiga dalam hirarki mawjūdāt, yaitu setelah ‘ada’ secara empirik-sensual (mawjūd fi al- khārij), ‘ada’ secara metafisik-rasional (mawjūd fi al-adhhān). Adapun tulisan (mawjūd fi al-kitābah) berada pada urutan keempat dalam arti wujud terendah dalam hirarki mawjūdāt. Sebab tulisan menunjuk pada lafaz, lafaz menunjuk pada makna dalam jiwa, dan makna itu semisal dengan objek empirik-sensualnya.10 3. Karakteristik Ontologi Pendidikan Islam Pada bagian ini dikelompokkan ke dalam 4 kategori, adalah sebagai berikut; 1. Berdasar pada ideolgi ketuhanan; Jika konsep ideologi dilihat dari perspektif Islam, maka yang dimaksud adalah sistem keyakinan yang sarat dengan nilai-nilai ketuhanan yang substansinya sebagai nilai kebenaran mutlak, menjadi panduan dalam bersikap dan mengatur pandangan hidup bagi setiap pribadi muslim. Sistem keyakinan berintikan ketuhanan memandu manusia dengan pandangan hidup yang sebanarnya tentang dunia dan akhirat.11 8 Jabbar Sabil, MASALAH ONTOLOGI DALAM KAJIAN KEISLAMAN, Jurnal Ilmiah ISLAM FUTURA, vol. 13 No. 2, 2014, hlm. 151-152 9 Ibid, hlm. 152 10 Ibid. 11 Anwar, KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM, Op. Cit., h. 34 3 2. Komponen materi kesatuan holistik; Kesatuan holistik, menurut pemahaman Yusuf Al-Qardawi, bahwa karena dunia dan akhirat merupakan satu kesatuan konsistensi struktural yang utuh, maka ilmu-ilmu kealaman dan kemanusiaan (natural dan social sciences) dan ilmu-ilmu keagamaan hendaknya mempunyai rujukan yang sama, yakni Allah swt. Atas dasar pandangan tersebut, maka pendidikan Islam juga bersumber dari ontologi yang demikian. Dengan demikian, konsepsinya merupakan perwujudan dari pandangan yang menganggap segala wujud merupakan satu kesatuan holistic, sehingga implikasinya adalah satu kesatuan antara ilmuilmu kealaman dan ilmu-ilmu sosial serta dengan ilmu-ilmu keagamaan.12 3. Manusia sebagai makhluk antropocentris Potensi manusiawi yang bersifat antropocentris, yaitumanusia adalah makhluk individualitas, makhluk bermoral, dan makhluk sosial. Ketiga aspek ini sangat mendasar ketika manusia dipandang sebagai subyek pendidikan, dan jika terabaikan maka justeru menjadikan manusia hanya sebagai makhluk yang memiliki sifat-sifat primitif. 13 4. Jawaban atas hakikat dan eksistensi manusia Pendidikan Islam berfungsi mengantar, membina dan menguatkan kualitas hidup manusia yang tercermin pada tiga hal sebagai berikut; a. Keberadaan manusia. Pendidikan Islam memandang bahwa keberadaan manusia mencakup tiga ruang waktu yang saling berkesinambungan. b. Hakikat hidup manusia. Manusia sebagai makhluk edukatif sangat membutuhkan proses pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan berlangsung sejak masa pranatalis, selanjutnya berlanjutnya pada masa post-natalis. c. Hakikat tujuan hidup manusia yaitu mencapai kualitas metafisis-keagamaan (segalanya mencari keredhaan dari Tuhan Sang Pencipta). Konsepsi dasar pendidikan Islam menempatkan segala yang berkaitan duniawi hanya merupakan tujuan elementer yang perlu diusahakan dicapai secara seimbang tujuan yang lebih substansial, yaitu tujuan akhirat. 14 12 13 14 Anwar, KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM, Op. Cit., h. 35. Anwar, KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM, Op. Cit., h. 36-37. Anwar, KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM, Op. Cit., h. 37. 4 4. Objek-objek Ontologi Ditinjau dari segi ontologi, ilmu membatasi diri pada kajian yang bersifat empiris. Objek penelaah ilmu mencakup seluruh aspek kehidupan yang dapat diuji oleh panca indera manusia. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa hal-hal yang sudah berada diluar jangkauan manusia tidak dibahas oleh ilmu karena tidak dapat dibuktikan secara metodologis dan empiris, sedangkan ilmu itu mempunyai ciri tersendiri yakni berorientasi pada dunia empiris. Berdasarkan objek yang ditelaah dalam ilmu pengetahuan dua macam: 1. Obyek material (obiectum materiale, material object) ialah seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu. 2. Obyek Formal (obiectum formale, formal object) ialah penentuan titik pandang terhadap obyek material. 15 Untuk mengkaji lebih mendalam hakekat obyek empiris, maka ilmu membuat beberapa asumsi (andaian) mengenai objek itu. Asumsi yang sudah dianggap benar dan tidak diragukan lagi adalah asumsi yang merupakan dasar dan titik tolak segala pandang kegiatan. Asumsi itu perlu sebab pernyataan asumtif itulah yang memberikan arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan. Ada beberapa asumsi mengenai objek empiris yang dibuat oleh ilmu, yaitu: Pertama, menganggap objek-objek tertentu mempunyai kesamaan antara yang satu dengan yang lainnya, misalnya dalam hal bentuk, struktur, sifat dan sebagainya. Kedua, menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu. Ketiga, determinisme yakni menganggap segala gejala bukan merupakan suatu kejadian yang bersifat kebetulan. Asumsi yang dibuat oleh ilmu bertujuan agar mendapatkan pengetahuan yang bersifat analitis dan mampu menjelaskan berbagai kaitan dalam gejala yang tertangguk dalam pengalaman manusia. Asumsi itupun dapat dikembangkan jika pengalaman manusia dianalisis dengan berbagia disiplin keilmuan dengan memperhatikan beberapa hal; Pertama, asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disiplin keilmuan. Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar dari pengkajian teoritis. Kedua, asumsi harus disimpulkan dari “keadaan sebagaimana adanya” bukan “bagaimana keadaan yang seharusnya”. 15 16 Bahrum, ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI, vol. 8 No. 2, Sulesana, 2013, hlm. 37 Ibid, hlm. 37 5 16 Asumsi pertama adalah asumsi yang mendasari telaah ilmiah, sedangkan asumsi kedua adalah asumsi yang mendasari moral. Oleh karena itu seorang ilmuan harus benarbenar mengenal asumsi yang dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang berbeda maka berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan. Suatu pengkajian ilmiah hendaklah dilandasi dengan asumsi yang tegas, yaitu tersurat karena yang belum tersurat dianggap belum diketahui atau belum mendapat kesamaan pendapat. 17 Pertanyaaan mendasar yang muncul dalam tataran ontologi adalah untuk apa penggunaan pengetahuan itu? Artinya untuk apa orang mempunyai ilmu apabila kecerdasannya digunakan untuk menghancurkan orang lain, misalnya seorang ahli ekonomi yang memakmurkan saudaranya tetapi menyengsarakan orang lain, seorang ilmuan politik yang memiliki strategi perebutan kekuasaan secara licik. 18 Penutup Ontologi adalah ilmu yang membahas lingkup penelaahan keilmuan hanya pada lingkup daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia secara emperis dalam proses penemuan/ penyusunan pernyataan yang bersifat benar secara ilmiah. Dengan nilai kebenaran universal antologis ilmu dan tehnologi diberdayakan dalam bentuk sikap dan prilaku spiritual untuk menjaga kelestarian ekosistem dalam keseimbangan. Ontologi kajian keislaman adalah realitas teks Al-Quran, maka landasan ontologis kajian keislaman adalah asumsi dasar bahwa teks al-Quran bersifat fisis. Hakekat obyek ilmu (ontologi) terdiri dari objek materi yang terdiri dari jenis-jenis dan sifat-sifat ilmu pengetahuan dan objek forma yang terdiri dari sudut pandang dari objek itu. Karakteristik ontologi pendidikan islam dapat dikelompokkan ke dalam 4 kategori, yaitu: 1) Berdasar pada ideolgi ketuhanan; 2) Komponen materi kesatuan holistik; 3) Manusia sebagai makhluk antropocentris; dan 4) Jawaban atas hakikat dan eksistensi manusia. 17 18 Ibid, hlm. 37-38 Ibid, hlm. 38. 6 Daftar Pustaka Anwar. "KARAKTERISTIK ONTOLOGI PENDIDIKAN ISLAM: (PENGUATAN ASPEK TEOSENTRIS DAN HUMANISTIK)." 2019. Bahrum. "ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI." 2013. Mufid, Fatkhul. "PERKEMBANGAN ONTOLOGI DALAM FILSAFAT ISLAM." 2013. Panji SR, Chusnul CAH, Asril S, Nur A, Andi MA, Rahmat A, Abd. Rizal, Indah B, Fitratul M, dan Abustan N. "KUMPULAN MAKALAH FILSAFAT ILMU." 2018. Sabil, Jabbar. "MASALAH ONTOLOGI DALAM KAJIAN KEISLAMAN." 2014. Sholina, Fajar Dwi Mukti & Ayu. "Ontologi Pendidikan Islam." 2019. Zubaidillah, Muh Haris. FILSAFAT ILMU: ONTOLOGI, EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI. 2018. 7








ApplySandwichStrip

pFad - (p)hone/(F)rame/(a)nonymizer/(d)eclutterfier!      Saves Data!


--- a PPN by Garber Painting Akron. With Image Size Reduction included!

Fetched URL: https://www.academia.edu/57166531/ONTOLOGI_DALAM_ISLAM

Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy