Penelitian
Penelitian
Penelitian
ABSTRAK
Varietas unggul padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Perakitan varietas padi sawah selain bertujuan untuk meningkatkan hasil, juga dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi agroekosistem, sosial, budaya, dan preferensi masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, pemuliaan padi bersifat dinamis. Varietas baru terbentuk sepanjang waktu, diikuti dengan peningkatan rata-rata produktivitas padi secara nasional. Beberapa tipe varietas padi yang telah berkembang di Indonesia adalah tipe Bengawan, PB5, IRxx, IR64, padi hibrida, dan padi tipe baru. Tipe-tipe tersebut muncul sesuai dengan kebutuhan, dimulai dengan perbaikan varietas lokal (tipe Bengawan), pembuatan padi yang genjah dan hasil tinggi karena responsif terhadap pemupukan (PB5), peningkatan ketahanan terhadap hama dan penyakit (IRxx), dan penambahan sifat unggul pada rasa nasi yang enak (IR64). Varietas-varietas yang telah dilepas tersebut banyak yang saling berkerabat, sehingga keragamannya kurang dan potensi hasilnya pun tidak berbeda. Upaya untuk meningkatkan potensi hasil padi yang selama ini stagnan adalah melalui pemanfaatan fenomena heterosis (padi hibrida) dan arsitektur tanaman (padi tipe baru). Kedua upaya tersebut diharapkan mampu menjawab tantangan perpadian di masa yang akan datang. Kata kunci: Padi sawah, pemuliaan, Indonesia
ABSTRACT
Advance in lowland rice breeding in Indonesia Improved rice variety is the key factor in increasing rice production in Indonesia. Development of lowland rice varieties in Indonesia is not only to improve the yield, but also to make it appropriate to agroecosystem conditions, social, culture, and consumer preference. Therefore, rice breeding became dinamic and resulted some types of rice varieties between time to time, followed by increasing the national average yield of rice. Some types of rice varieties developed in Indonesia are Bengawan, PB5, IRxx, IR64, hybrid rice, and new plant types. Those types are appropriate with the need, started with improvement of local varieties (Bengawan type) for early maturing with development of high yield because of responsiveness to fertilizers (PB5 type), utilization of pest resistant genes (IRxx type), and improvement of rice quality (IR64 type). Among these varieties, there are some varieties with high genetic relative among them, so they have poor variability and have no difference in the yield potential. Efforts to overcome this problem include the use of heterotic phenomenon (hybrid rice) and plant architecture (new plant type). The two efforts are expected to overcome the future world chalanges of rice. Keywords: Lowland rice, breeding, Indonesia
uas pertanaman padi di Indonesia diperkirakan mencapai 1112 juta ha, yang tersebar di berbagai tipologi lahan seperti sawah (5,10 juta ha), lahan tadah hujan (2,10 juta ha), ladang (1,20 juta ha), dan lahan pasang surut. Lebih dari 90% produksi beras nasional dihasilkan dari lahan sawah (Badan Pusat Statistik 2000), dan lebih dari 80% total areal pertanaman padi sawah telah ditanami varietas unggul (Badan Pusat Statistik 2000). Menurut Las (2002), peran peningkatan produktivitas (teknologi) dalam peningkatan
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003
produksi padi mencapai 56,10%, perluasan areal 26,30%, dan 17,60% oleh interaksi antara keduanya. Sementara itu, peran varietas unggul bersama pupuk dan air terhadap peningkatan produktivitas mencapai 75%. Informasi tersebut menunjukkan bahwa varietas unggul terutama padi sawah merupakan kunci keberhasilan peningkatan produksi padi di Indonesia. Upaya perakitan varietas padi di Indonesia ditujukan untuk menciptakan varietas yang berdaya hasil tinggi dan
sesuai dengan kondisi ekosistem, sosial, budaya, serta minat masyarakat. Sejalan dengan berkembangnya kondisi sosial ekonomi masyarakat, permintaan akan tipe varietas yang dihasilkan juga berbeda-beda. Daradjat et al. (2001b) menggolongkan varietas padi sawah ke dalam empat tipe, yaitu tipe Bengawan, tipe PB5, tipe IRxx, serta tipe IR64 yang tahan hama dan penyakit utama serta bermutu baik. Perkembangan tipe varietas tersebut berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah nasional se125
perti dilaporkan Badan Pusat Statistik (1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000). Perkembangan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia pada kurun waktu 1970 2000 ditampilkan pada Gambar 1. Sampai dengan tahun 1970-an, program pengembangan varietas unggul padi sawah lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen dua sampai tiga kali. Menurut Suwarno (2000), untuk memenuhi kecukupan pangan, mulai tahun 1970-an dikembangkan padi yang memiliki sifat potensi hasil tinggi (tipe PB5). Sejalan dengan hal tersebut, produktivitas padi sawah meningkat dari 3,55 t/ha pada tahun 1972 menjadi 3,75 t/ha pada tahun 1974 (Badan Pusat Statistik 1978). Pada tahun 1977, produktivitas padi sawah menurun kembali menjadi 3,03 t/ha (Badan Pusat Statistik 1978) karena munculnya wabah hama wereng coklat. Berkaitan dengan hal itu, pada tahun 19751985 dikembangkan varietas padi dengan sifat produktivitas tinggi serta tahan terhadap hama dan penyakit tanaman seperti IR36, dan IR42 (tipe IRxx). Selanjutnya, untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun ekspor, mulai tahun 1985 dikembangkan varietas padi yang memiliki rasa enak (Suwarno 2000) seperti IR64. Laju peningkatan produktivitas padi sawah melonjak tajam setelah tahun 1977. Namun, peningkatan produktivitas mulai
melandai pada tahun 19852000, yang menandakan semakin sempitnya keragaman genetik potensi hasil varietas yang telah dilepas. Untuk mengantisipasi melonjaknya kebutuhan beras di masa sekarang dan yang akan datang, perbaikan potensi hasil padi mutlak diperlukan. Wujud nyata terobosan perakitan varietas padi untuk masa yang akan datang adalah pengembangan padi hibrida dan padi tipe baru (Daradjat et al. 2001b).
PERIODE PEMULIAAN PADI SAWAH DI INDONESIA Pemuliaan Padi Sawah Tipe Bengawan (1943 1967)
Menurut Harahap et al. (1972), persilangan padi di Indonesia dimulai pada tahun 1920-an dengan memanfaatkan gene pool yang dibangun melalui introduksi tanaman. Sampai dengan tahun 1960-an, pemuliaan padi diarahkan pada lahan dengan pemupukan yang rendah, atau tanaman kurang responsif terhadap pemupukan. Musaddad et al. (1993) melaporkan bahwa pelepasan varietas padi pertama kali dilakukan pada tahun 1943, yaitu varietas Bengawan. Varietas tipe Bengawan memiliki latar belakang genetik yang merupakan perbaikan dari varietas Cina yang berasal dari Cina, Latisail dari India,
dan Benong dari Indonesia (Hargrove et al. 1979). Karakteristik padi sawah tipe Bengawan menurut Daradjat et al. (2001b) adalah umur 140155 hari setelah sebar (HSS), tinggi tanaman 145165 cm, tidak responsif terhadap pemupukan, rasa nasi pada umumnya enak, dan daya hasil menurut Musaddad et al. (1993) sekitar 3,504 t/ha. Contoh varietas tipe Bengawan menurut Harahap et al. (1972), Djunainah et al. (1993), Musaddad et al. (1993), dan Sunihardi et al. (1999), antara lain adalah Bengawan (1943), Jelita (1955), Dara (1960), Sinta (1963), Bathara (1965), dan Dewi Ratih (1969). Pembentukan varietas padi dilakukan dengan menyilangkan beberapa tetua, kemudian dari turunan persilangan tersebut dipilih tanaman-tanaman yang mempunyai sifat-sifat yang baik. Persilangan umumnya dilakukan dengan silang tunggal ( single cross ), silang puncak (top cross), silang ganda (double cross), dan silang balik (back cross). Metode pemuliaan yang digunakan di Indonesia sampai dengan tahun 1950-an adalah metode bulk, kemudian beralih kepada metode pedigree (Harahap dan Silitonga 1989).
t/ha 5 4,50 4 3,50 3 2,50 2 1,50 1 0,50 0 1970 1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005
Gambar 1.
Peningkatan rata-rata produktivitas padi sawah di Indonesia, 1972 1999 (Badan Pusat Statistik 1978; 1981; 1986; 1991; 1996; 2000).
126
tanam rapat yang ternyata lebih praktis, mudah, dan murah (Harahap dan Silitonga 1989).
Dara
Pelita I-1
Bengawan
Sinta
Cimandiri Ayung Cipunagara Krueng Aceh Atometa I Atometa II Cisokan Progo Cisanggarung Ciliwung Walanai Lusi Adil Makmur Cilamaya Muncul Cikapundung
Sintanur
Remaja Jelita
Eratnya kekerabatan antarvarietas tersebut terjadi akibat suatu varietas disilangkan dengan sisterline-nya atau dengan varietas yang merupakan keturunannya. Sebagai contoh adalah perakitan varietas Cisadane dan Pelita I-1 (Gambar 3). Terlihat bahwa Cisadane berasal dari Pelita I-1 yang disilangkan dengan keturunan Pelita I-1. Sementara itu Pelita I-1 merupakan hasil persilangan Sinta dengan PB5 yang keduanya merupakan keturunan persilangan Cina dengan Latisail (McLaren et al. 2002). Menurut Daradjat et al. (2001b), varietas tipe PB5 memiliki karakteristik
umur sedang (135 145 HSS), postur tanaman pendek-sedang (100130 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (1520), panjang malai sedang (75 125 butir/malai), responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil rata-rata sedang (45 t/ ha), serta rasa nasi antara pera sampai pulen. Contoh varietas tipe PB5 adalah Pelita I-1 (1971), Pelita I-2 (1971), Cisadane (1980), Cimandiri (1980), Ayung (1980), dan Krueng Aceh (1981). Metode pemuliaan yang digunakan adalah metode pedigree. Namun, sejak tahun 1976 diterapkan juga metode bulk
Cina
Peta
Sinta
Cisadane
B2388
Sinta
Pelita 1-1
rupakan sumber plasma nutfah untuk pembentukan varietas yang memiliki ketahanan ganda (tipe IRxx). Varietas tipe IRxx menurut Daradjat et al. (2001b) memiliki karakteristik umur sedang (115125 HSS), postur tanaman pendek sampai sedang (95 115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakan sedang (1520), panjang malai sedang (75 125 butir/malai), responsif terhadap pemupukan, daya hasil sedang (45 t/ha), tahan hama dan penyakit utama serta cekaman abiotik, serta rasa nasi antara pera sampai pulen. Contoh varietas/galur tipe IRxx untuk tahan wereng coklat biotipe 1 adalah IR26, IR28, IR29, IR30, IR34; tahan wereng coklat biotipe 2 adalah IR32, IR36, IR42, Kencana Bali, Kelara, Babawee, PTb 33; dan tahan wereng coklat biotipe 3 yaitu IR70, IR68, Bahbutong, Barumun, dan Memberamo (Baehaki dan Rifki 1998; Soewito et al. 2000). Latar belakang genetik tetua varietas tipe IRxx adalah varietas lokal yang berasal dari berbagai negara Asia, Afrika, dan Amerika. Metode pemuliaan yang digunakan terus berkembang, dan mungkin pula diterapkan metode pemuliaan modern seperti quantitative trait loci (QTL) dan marker assisted selection (MAS) untuk menyeleksi genotipe yang diharapkan.
pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (56 t/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Contoh varietas tipe IR64 adalah Way Apo Buru (1988), Widas (1999), Ciherang (2000), Tukad Unda (2000), dan Konawe (2001). Latar belakang genetik tetua varietas IR64 relatif lebih luas daripada varietas PB5, tetapi masih banyak menggunakan varietas-varietas sebelumnya sebagai tetua sumber gen ketahanan terhadap hama dan penyakit serta keistimewaan tertentu. Pemanfaatan gen dari spesies Oryza nivara telah dilakukan pada varietas PB28, PB30, PB32, dan PB36. Kekerabatan dari sejumlah varietas yang dikembangkan pada periode ini dapat dilihat pada Gambar 4. Metode pemuliaan yang digunakan terus berkembang dan dilakukan modifikasi, misalnya digunakan metode bulk pada generasi awal. Setelah mengalami fiksasi dan seleksi individu selama beberapa generasi, kemudian dilanjutkan dengan metode pedigree.
pemulih kesuburan (restorer), dan galur pelestari (maintainer), sehingga biasa disebut dengan teknik tiga galur. Selanjutnya berkembang teknik hibrida dua galur yang memanfaatkan galur environment genic male sterility (EGMS). Galur EGMS dapat menjadi steril pada kondisi tertentu sehingga dapat digunakan sebagai mandul jantan, tetapi dapat menjadi fertil pada kondisi yang lain sehingga digunakan untuk memperbanyak galur EGMS tersebut. Satu galur yang lain adalah tetua jantan. Menurut Virmani et al. (1997), teknik tiga galur memerlukan dukungan komponen-komponen sebagai berikut: 1) Galur mandul jantan (CMS = galur A) yang 100% mandul dan stabil kemandulannya. 2) Galur pemulih kesuburan (restorer = galur R) dengan daya pemulihan kesuburan yang tinggi serta daya gabung khususnya, sehingga nilai heterosisnya tinggi. 3) Galur pelestari kemandulan tepung sari (galur B) yang murni. Negara yang pertama meneliti padi hibrida adalah Cina. Pada tahun 1960 telah ditemukan CMS yang pertama dan pada tahun 1973 diperoleh hibrida padi yang pertama. Pada tahun 1976 padi hibrida disebarluaskan kepada petani dan memberikan nilai standar heterosis 20 30%. Padi hibrida terus berkembang pesat dan pada tahun 1994 lebih dari 50% areal pertanaman padi di Cina telah ditanami padi hibrida (Yuan 1994). Selanjutnya, IRRI mulai meneliti kembali padi hibrida pada tahun 1979 yang diikuti oleh 17 negara seperti India, Korea, Jepang, Amerika Serikat, Brasil, Vietnam, dan beberapa perusahaan swasta internasional. Pada tahun 1986 IRRI meneliti TGMS dan memanfaatkan bioteknologi dalam perakitan varietas
Baruhun
IR36
IR5
dan
Peta
IR8
IR64
Memberamo Maros Towuti Ciherang Tukad Petanu Tukad Unda Singkil Konawe Widas Way Apo Buru
Cimelati
Gambar 4.
padi hibrida (Rothschild 1998). Di Indonesia, penelitian padi hibrida dimulai pada tahun 1983 (Suprihatno dan Satoto 1998) setelah diintroduksikan padi hibrida dari Cina pada tahun 1979 (Danakusuma 1985). Varietas padi hibrida diharapkan memiliki daya hasil lebih tinggi daripada varietas yang umum ditanam petani saat ini. Selain keunggulan potensi hasil, padi hibrida juga harus mempunyai berbagai sifat unggul yang terdapat pada varietas yang saat ini banyak ditanam petani. Virmani (1994) melaporkan bahwa berdasarkan penelitian pada MK 1986MH 1992, padi hibrida dapat meningkatkan hasil 15 20% daripada varietas nonhibrida (inbrida). Padi hibrida yang dihasilkan banyak memiliki latar belakang genetik galurgalur yang berasal dari IRRI. Namun demikian, pemanfaatan galur-galur yang beradaptasi baik di Indonesia mulai dilaksanakan, sehingga pada masa mendatang diharapkan hibrida yang dihasilkan sudah beradaptasi terhadap kondisi agroekosistem di Indonesia. Peluang untuk memperoleh padi hibrida yang demikian cukup besar, karena Virmani et al. (1997) melaporkan bahwa persilangan indica/japonica tropik prospektif menghasilkan hibrida yang unggul. Perakitan dan pengujian padi hibrida di Indonesia telah menghasilkan tiga kombinasi hibrida harapan dan telah diuji multilokasi (Adijono et al. 2000). Pada tahun 2002, dua varietas hibrida telah dilepas, yaitu Maro dan Rokan. Pengembangan padi hibrida menghadapi beberapa kendala antara lain: 1) Standar heterosis tidak stabil pada lingkungan yang berbeda (Adijono et al. 2000; Yuniati et al. 2000). 2) Produksi benih hibrida masih rendah, karena tidak sinkronnya pembungaan galur CMS dengan restorer (R) dan maintainer (B) (Suprihatno dan Satoto 1989). Namun, Sutaryo et al. (2000) melaporkan bahwa sinkronisasi pembungaan antara galur CMS dan restorer cukup baik dan tidak ada interaksi yang nyata antara galur dan lingkungan. 3) Galur-galur CMS sangat peka terhadap hama dan penyakit daerah tropis (Suprihatno et al. 1986). Namun, dengan pemanfaatan restorer yang tahan, kelemahan tersebut diharapkan dapat tertutupi.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(3), 2003
Berbagai penelitian dan percobaan terus dilakukan dengan melibatkan para peneliti dari berbagai disiplin ilmu, sehingga diharapkan kendala-kendala tersebut dapat teratasi.
rendah, berumur genjah (100130 hari), beradaptasi tinggi pada kondisi musim yang berbeda, IP mencapai 0,60, efektif dalam translokasi fotosintat dari source ke sink (biji), responsif terhadap pemupukan berat, dan tahan terhadap hama dan penyakit. Kendala dalam program padi tipe baru adalah produksi biomassa yang rendah serta tingkat sterilitas yang tinggi (Peng et al. 1998). Hal ini diduga karena populasi awalnya dibuat dengan menyilangkan padi yang berbeda subspesies (indica x japonica tropic), sehingga terjadi ketidakteraturan meiosis dan tidak samanya distribusi kromosom pada keturunannya (Abdullah et al. 2001). Upaya pemecahan dilakukan dengan persilangan sebanyak-banyaknya untuk membentuk populasi dengan memanfaatkan tetua japonica tropik yang memiliki sterilitas malai yang rendah (Daradjat 2001). Untuk persilangan yang sulit menghasilkan benih dilakukan dengan kultur embrio (Abdullah et al. 2001). Populasi dasar padi tipe baru banyak dibentuk dengan memanfaatkan tetua dari subspesies indica dan japonica tropik sehingga latar belakang genetiknya cukup luas. Dengan demikian, stagnasi pada varietas-varietas yang sudah ada diharapkan dapat dipecahkan. Hidayat (2001) melaporkan bahwa IRRI telah banyak memanfaatkan varietas lokal Indonesia sebagai tetua dalam pembentukan padi tipe baru. Varietas yang dijadikan donor untuk sifat anakan sedikit antara lain adalah Gaok, Genjah Gempol, dan Genjah Wangkal. Varietas-varietas yang dapat membentuk sifat malai lebat antara lain adalah Djawa, Ketan Gubat, dan Pare Bogor. Sumber gen sifat batang kuat berasal dari Putih Dayen, Gunang, dan Sirah Bareh dan untuk tahan tungro dari Bali Ontjer, Gundil Kuning, Jimbrug, dan Umbuk Putih. Pada awalnya, pembentukan populasi tanaman padi tipe baru di Indonesia menggunakan varietas IRBB5, Weshang II, Memberamo, Maros, TB154, BP68, dan IR65600 sebagai tetua persilangan. Kegiatan tersebut telah menghasilkan galur-galur yang sedang diuji daya hasilnya seperti BP138E-KN36-2-2, BP364B-MR-33-2-PN-5-1, dan IR66160-121-4-5-3-MR-3-PN-1-2-1-1 (Balai Penelitian Tanaman Padi 2001). Diharapkan dalam beberapa tahun ke depan, salah satu dari galur tersebut dapat dilepas sebagai varietas padi tipe baru. 129
TANTANGAN KE DEPAN
Padi merupakan sumber makanan pokok bagi hampir seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu, padi menjadi komoditas strategis yang dapat memberikan dampak yang serius pada bidang sosial, ekonomi, maupun politik. Sejalan dengan hal tersebut, pengadaan beras nasional harus diperhatikan agar tidak terjadi gejolak yang tidak diinginkan. Kebutuhan beras secara nasional terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Produksi padi di Indonesia pada tahun 2000 sekitar 51,20 juta ton (Badan Pusat Statistik 2001), sedangkan kebutuhan padi pada tahun 2025 diperkirakan sebesar 70 juta ton (IRRI 2001). Kebutuhan tersebut dapat dipenuhi dengan luas pertanaman dan intensitas tanam seperti saat ini, dengan produktivitas sebesar 6 t/ha, atau 1,60 t/ha lebih tinggi dari produktivitas tahun 2000 sebesar 4,40 t/ha. Padahal, pada tahun 1982 produktivitas sebesar 4,04 t/ha, sehingga selama 18 tahun produktivitas hanya meningkat 0,36 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produktivitas padi nasional harus betul-
betul dipacu agar dapat mencapai tingkatan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan beras yang terus meningkat. Berkaitan dengan hal tersebut, perakitan varietas yang memiliki produktivitas nyata lebih tinggi dari yang sudah dilepas mutlak diperlukan. Varietas hibrida yang dapat memberikan lonjakan peningkatan produktivitas memberikan harapan terpenuhinya kebutuhan padi di masa yang akan datang. Balai Penelitian Tanaman Padi (2001) melaporkan bahwa padi hibrida memberikan hasil 78 t/ha, atau 15% lebih tinggi dari IR64 pada lokasi-lokasi yang dicoba. IRRI (2001) melaporkan bahwa teknologi padi hibrida potensial untuk memenuhi kebutuhan pangan di Asia Selatan dan Asia Tenggara pada tahun 2020 sebesar 800 juta ton. Padi tipe baru juga diharapkan dapat memacu peningkatan produksi padi di Indonesia. Peng et al. (1994) melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan yang ideal, potensi hasil padi tipe baru mencapai 3050% lebih tinggi dari varietas unggul yang telah ada. Balai Penelitian Tanaman Padi, dalam jangka
panjang memprogramkan pengembangan padi tipe baru dengan potensi hasil 12 15 t/ha. Keunggulan padi tipe baru ini dapat dimanfaatkan dalam perakitan varietas padi hibrida, yang diharapkan memiliki produktivitas 15% lebih tinggi dari padi tipe baru asalnya. Keunggulan tersebut memberi harapan bahwa pelandaian peningkatan produktivitas padi nasional dewasa ini dapat diatasi.
KESIMPULAN
Pemuliaan padi di Indonesia terus berkembang sesuai dengan semakin kompleksnya kebutuhan, sehingga tipe varietas yang dihasilkan pun mengalami perkembangan. Kekerabatan yang tinggi atau latar belakang genetik yang sempit menyebabkan tidak diperolehnya peningkatan potensi hasil yang nyata, sehingga terjadi kemandegan peningkatan potensi hasil padi di Indonesia. Padi hibrida dan padi tipe baru memberikan harapan untuk mengatasi pelandaian peningkatan potensi hasil varietas padi yang dihasilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, B., D.S. Brar, and A.L. Carpena. 2001. Introgression of biotic resistance genes from Oryza minuta J.S. Presl. Ex C.B. Presl. into new plant type of rice (O. sativa L). Seminar Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Adijono, Suwarno, P. Yuniati, E. Lubis, Sudibyo, dan B. Sutaryo. 2000. Pengujian beberapa padi hibrida harapan di berbagai lingkungan pengujian dalam upaya pengembangan varietas padi hibrida. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Baehaki, S.E. dan A. Rifki. 1998. Skrining galurgalur harapan terhadap wereng coklat Biotipe 1, 2, dan 3. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1997/98 seri B. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Badan Pusat Statistik. 1978. Statistik Indonesia 1977. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1981. Statistik Indonesia 1980. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1986. Statistik Indonesia 1985. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1991. Statistik Indonesia 1990. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 1996. Statistik Indonesia 1995. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2000. Statistik Indonesia 1999. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2001. Statistik Indonesia 2000. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Balai Penelitian Tanaman Padi. 2001. Laporan Tahunan 1999/2000 Balai Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Danakusuma, T. 1985. Hasil pendahuluan pengujian dua varietas padi hibrida. Media Penelitian Sukamandi Vol. 1. hlm. 58. Daradjat, A.A. 2001. Laporan Perjalanan Dinas ke Luar Negeri on Job Training on the Breeding High Yielding New Plant Type for Enhanching Productivity and Sustainability in Indonesia. Seminar Ilmiah Rutin Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Daradjat, A.A., Tj. Soewito, B.P. Ismail, D. Murdani, P. Adijono, and A. Mukelar. 2001a. INGER network activities in Indonesia. Paper presented at INGER Workshop on Intellectual Property Right, Contracts and Germplasm Exchange, Bangkok, Thailand, 17 18 July 2001. Daradjat, A.A., Suwarno, B. Abdullah, Tj. Soewito, B.P. Ismail, dan Z.A. Simanullang. 2001b. Status penelitian pemuliaan padi untuk memenuhi kebutuhan pangan masa depan. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Direktorat Bina Perbenihan. 2000. Inventarisasi Penyebaran Varietas Padi (ha) MT 2000 Seluruh Indonesia. Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura, Jakarta. Djunainah, Tw. Susanto, dan H. Kasim. 1993. Deskripsi Varietas Unggul Padi 19431992. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Harahap, Z., H. Siregar, and B.H. Siwi. 1972. Breeding rice varieties for Indonesia. p. 141 146. In Rice Breeding. IRRI, Philippines. Harahap, Z. dan T.S. Silitonga. 1989. Perbaikan varietas padi. Dalam M. Ismunadji, M. Syam, dan Yuswadi (Ed) Padi Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. hlm. 335 362. Hargrove, T.R., W.R. Coffman, and V.L. Cabanilla. 1979. Genetic interrelationship of improved rice varieties in Asia. IRRI Research Paper Series No. 23.
130
Hidayat, Y.R. 2001. Strategi pengembangan "New Plant Type" varietas-varietas padi. Seminar Ilmiah Rutin Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. IRRI. 2001. Sekilas Kerja Sama Indonesia-IRRI, Dampak dan Tantangan ke Depan. IRRI, Filipina. Khush, G.S. 1996. Prospects of and approaches to increasing the genetic yield potential of rice. In R.I. Everson, R.W. Herdt, and M. Hossain (Eds). Rice Research in Asia: Progress and Priorities. IRRI, Philippines. Las, I. 2002. Alternatif inovasi teknologi peningkatan produktivitas dan daya saing padi. Power Point PPN 2002. Balai Penelitian Tanaman Padi. 2002. McLaren, C.G., L. Ramos, C. Lopez, and W. Eusebio. 2002. Ref. ICIS05M. Application of the Genealogy Management System (as CDROM programe of JCIS ver 0.5 M revised) IRRI Philippines. Musaddad, A., H. Kasim, dan Sunihardi. 1993. Varietas Unggul Tanaman Pangan (High Yielding Varieties of Food Crops) 1918 1993. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Peng, S., G.S. Khush, and K.G. Cassman. 1994. Evolution of the New Plant Idiotype for increased yield potential. In K.G. Cassman (Ed). Breaking the Yield Barrier. Proceedings of a Workshop on Rice Yield Potential in Favourable Environment. IRRI, Philippines. Peng, S., G.S. Khush, R. Visperas, and A. Evangelista. 1998. Progress in increasing
grain yield by breeding a new plant type. In IRRI Program Report for 1998. IRRI, Philippines. Rothschild, G.H.L. 1998. IRRIs role an vision for hybrid rice. In. S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI, Philippines. Soewito, T., P. Adijono, E. Suparman, Supartopo, dan P.H. Siwi. 2000. Peningkatan ketahanan varietas padi unggul tahan terhadap wereng coklat. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Sunihardi, Yusanti, dan Sri K. 1999. Deskripsi Varietas Unggul Padi dan Palawija 1993 1998. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. Suprihatno, B. dan Satoto. 1989. Rasio barisan dan pengguntingan daun pada perbanyakan benih galur mandul jantan V41A dan MR365A. Media Penelitian Sukamandi Vol. 7. hlm. 31 34. Suprihatno, B. and Satoto. 1998. Research and development for hybrid rice technology in Indonesia. In S.S. Virmani, E.A. Siddiq, and K. Muralidharan (Eds). Advances in Hybrid Rice Technology. IRRI. Philippines. Suprihatno, B., B. Sutaryo, dan P.M. Yuniati. 1986. Identifikasi galur-galur pelestari (maintainer ) dan pemulih kesuburan (restorer) pada usaha pembuatan galur mandul jantan baru. Media Penelitian Sukamandi Vol 2. hlm. 1 5.
Sutaryo, B., Suwarno, dan Adijono. 2000. Interaksi genotipe x lingkungan pada sinkronisasi pembungaan varietas tetua padi hibrida. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Suwarno. 2000. Orientasi penelitian plasma nutfah dan pemuliaan untuk menyongsong tantangan perpadian masa depan. Apresiasi Seminar Hasil Penelitian Tanaman Padi. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, 10 11 November 2000. Virmani, S.S., B.C. Viraktamath, C.L. Casal, R.S. Toledo, M.T. Lopez, and J.O. Manalo. 1997. Hybrid Rice Breeding Manual. IRRI, Philippines. Virmani, S.S. 1994. Prospects of hybrid rice in the tropics and subtropics. In S.S. Virmani (Ed). Hybrid Rice Technology, New Development and Future Prospects. Selected Papers from the International Rice Research Conference, IRRI, Philippines. Yuan, L.P. 1994. Increasing yield potential in rice by exploitation of heterosis. p. 16. In S.S. Virmani (Ed). Hybrid Rice Technology, New Development and Future Prospects. Selected Papers from the International Rice Research Conference, IRRI, Philippines. Yuniati, P.M., O. Syahromi, dan Suwarno. 2000. Respons padi hibrida terhadap pemupukan. Kumpulan Makalah Hasil Penelitian 1999/ 2000 Buku II. Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
131