Makalah Geografi
Makalah Geografi
Makalah Geografi
Disusun oleh
Shinta Dwi Suci Ramdani
Kelas X MIPA 1
BAB I
PENDAHULUAN
manfaat
ekonomis
sebagai
penyumbang
devisa
bagi
kelangsungan
pembangunan di Indonesia. Hutan yang seharusnya dijaga dan dimanfaatkan secara optimal
dengan memperhatikan aspek kelestarian kini telah mengalami kerusakan yang cukup
mencenangkan.
Penyebab utama kerusakan hutan adalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan terjadi
karena kemarau yang ekstrim dan karena manusia yang mengubah hutan untuk perkebunan
dan pertanian. Selain itu, kebakaran didukung oleh pemanasan global yang memberikan
kondisi ideal untuk terjadinya kebakaran hutan.
Propinsi Riau berpotensi rawan bencana alam, seperti banjir, abrasi, longsor, kebakaran
hutan, gempa tektonik dan vulkanik dan lain-lain. Bencana alam kebakaran hutan dan lahan
(gambut) bukan saja berakibat kepada menurunnya kualitas udara di Provinsi Riau yang
buruk, sehingga berdampak kepada kesehatan, juga telah mengganggu penerbangan serta
hubungan baik dengan negara tetangga. Asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Provinsi
Riau telah mencapai Singapura dan Malaysia. Oleh karena itu, upaya meminimalisir
kebakaran hutan dan lahan perlu menjadi prioritas penangan bencana di Provinsi Riau.
Selama periode 2009 2013, jumlah titik api yang terjadi di Provinsi Riau meningkat.
Pada tahun 2009, konsentrasi titik api berada di Kabupaten Rokan Hilir, Bengkalis dan
Pelalawan. Pada tahun 2012 dan 2013 titik api di tiga kabupaten relatif tidak berkurang, dua
kabupaten lainnya, yaitu Indragiri Hulu dan Indragiri Hilir jumlah titik api cenderung
meningkat. Pada tahun 2014 (Januari-Maret), titik api di Riau berjumlah ribuan, sehingga
menjadikan Riau Bencana Asap, sehingga menyebabkan kerugian yang besar dari segala
aspek, baik materi maupun non materi yang secara nyata dapat dilihat dari aspek lingkungan
dan kesehatan.
1.2 Identifikasi Masalah
1. Mengetahui pengertian hutan dan manfaatnya
2. Mengetahui pengertian kebakaran hutan dan penyebabnya
BAB II
ISI
2.2
Kebakaran Hutan
Kebakaran hutan adalah sebuah kebakaran yang terjadi di alam liar, tetapi juga dapat
titik panas yang terdeteksi, yaitu di wilayah Pelalawan (60 titik), Siak (11), Indragiri Hilir
(45), Indragiri Hulu (54), Dumai (6), Bengkalis (5), Siak (11), Kampar (3). Dari 186 titik
panas itu, yang diindikasikan ada api, yaitu di Bengkalis (3), Dumai (4), Pelalawan (40),
Kampar (2), Siak (9), Indragiri Hilir (33), dan Indragiri Hulu (47). Ancaman kebakaran hutan
semakin meningkat karena cuaca wilayah Provinsi Riau kering.
Beberapa wilayah Indonesia terkena hujan, termasuk Sumatera Selatan, Jawa bagian
Barat, dan sebagian wilayah Kalimantan. Namun, ketika wilayah-wilayah itu hujan, wilayah
Riau justru kering. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika memperkirakan
kekeringan bertambah pada bulan Agustus. Sehingga potensi kebakaran hutan di Riau akan
meningkat. Luas cakupan wilayah yang dilanda kebakaran sekitar 240 hektare lahan yang
dilalap api. Sejauh ini, upaya pemadaman masih berlangsung.
kedelapan kabupaten/kota tersebut adalah Siak, Rokan Hilir, Kepulauan Meranti, Bengkalis,
Indragiri Hilir, Dumai, Indragiri Hulu, dan Pelalawan.
Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari faktor iklim dan kondisi geografis
adalah dominasi lahan gambut seluas 5,7 juta hektare atau 56,1 persen total gambut di
Sumatera, cuaca ekstrim akibat curah rendah dan suhu tinggi, adanya kanalisasi lahan gambut
berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan lahan pertanian yang sporadis. Sedangkan
faktor pemicu dari aspek tata ruang dan sosial ekonomi adalah belum ditetapkannya RT dan
RW di Provinsi Riau, pembukaan lahan pertanian oleh masyarakat dan perusahaan dengan
membakar hutan, serta pesatnya usaha perkebunan kelapa sawit.
Dampak dari kebakaran hutan itu adalah berkurangnya sumber daya hutan dan lahan
gambut, menurunnya kesuburan tanah, menurunnya keanekaragaman hayati, memburuknya
kualitas
udara,
serta
terjadinya
gangguan
kesehatan
khususnya
masalah
dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia. Dampak
kebakaran hutan terhadap lingkungan biologis, yaitu segala sesuatu di sekitar manusia yang
berupa organisme hidup selain dari manusia itu sendiri seperti hewan, tumbuhan, dan
decomposer.
Kebakaran hutan akan memusnahkan sebagian spesies dan merusak kesimbangan alam
sehingga spesies-spesies yang berpotensi menjadi hama tidak terkontrol. Selain itu,
terbakarnya hutan akan membuat hilangnya sejumlah spesies; selain membakar aneka flora,
kebakaran hutan juga mengancam kelangsungan hidup sejumlah binatang. Berbagai spesies
endemik (tumbuhan maupun hewan) terancam punah akibat kebakaran hutan. Selain itu,
kebakaran hutan dapat mengakibatkan terbunuhnya satwa liar dan musnahnya tanaman baik
karena kebakaran, terjebak asap atau rusaknya habitat. Kebakaran juga dapat menyebabkan
banyak spesies endemik/khas di suatu daerah turut punah sebelum sempat dikenali/diteliti.
Kebakaran hutan akan mengakibatkan banyak binatang akan kehilangan
tempat
tinggal yang digunakan untuk berlindung serta tempat untuk mencari makan. Dengan
demikian, hewan yang tidak dapat beradaptasi dengan lingkungan baru setelah terjadinya
kebakaran tersebut akan mengalami penurunan jumlah bahkan dapat mengalami kepunahan.
Sementara itu, kehidupan tumbuhan berhubungan erat dengan hutan yang merupakan tempat
hidupnya. Kebakaran hutan dapat mengakibatkan berkurangnya vegetasi tertentu. Terjadinya
kebakaran hutan akan menghilangkan vegetasi di atas tanah, sehingga apabila terjadi hujan
maka hujan akan langsung mengenai permukaan atas tanah, sehingga mendapatkan energi
pukulan hujan lebih besar, karena tidak lagi tertahan oleh vegetasi penutup tanah. Kondisi ini
akan menyebabkan rusaknya struktur tanah
Kebakaran hutan membawa dampak yang besar pada keanekaragaman hayati. Hutan
yang terbakar berat akan sulit dipulihkan karena struktur tanahnya mengalami kerusakan.
Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan
tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana
banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir
tersebut juga sulit diperhitungkan.
Kebakaran hutan dapat membunuh organisme (makroorganisme dan mikroorganisme)
tanah yang bermanfaat dalam meningkatkan kesuburan tanah. Makroorganisme tanah
misalnya: cacing tanah yang dapat meningkatkan aerasi dan drainase tanah, dan
mikroorganisme tanah, misalnya mikoriza (jamur) yang dapat meningkatkan ketersediaan
unsur hara P, Zn, Cu, Ca, Mg, dan Fe akan terbunuh. Selain itu, bakteri penambat (fiksasi)
nitrogen pada bintil-bintil akar tumbuhan Leguminosae juga akan mati sehingga laju fiksasi
ntrogen akan menurun. Mikroorganisme, seperti bakteri dekomposer yang ada pada lapisan
serasah saat kebakaran pasti akan mati. Dengan temperatur yang melebihi normal akan
membuat mikroorganisma mati, karena sebagian besar mikroorganisma tanah memiliki
adaptasi suhu yang sempit. Namun demikian, apabila mikroorganisme tanah tersebut mampu
bertahan hidup, maka ancaman berikutnya adalah terjadinya perubahan iklim mikro yang
juga dapat membunuhnya. Dengan terbunuhnya mikroorganisme tanah dan dekomposer
seperti telah dijelaskan di atas, maka akan mengakibatkan proses humifikasi dan dekomposisi
menjadi terhenti.
Kebakaran hutan biasanya menimbulkan dampak langsung terhadap kematian populasi
dan organisme tanah serta dampak yang lebih signifikan lagi yaitu merusak habitat dari
organisme itu sendiri. Perubahan suhu tanah dan hilangnya lapisan serasah, juga bisa
menyebabkan perubahan terhadap karakteristik habitat dan iklim mikro. Kebakaran hutan
menyebabkan bahan makanan untuk organisme menjadi sedikit, kebanyakan organisme tanah
mudah mati oleh api dan hal itu dengan segera menyebabkan perubahan dalam habitat, hal ini
kemungkinan menyebabkan penurunan jumlah mikroorganisme yang sangat besar dalam
habitat. Efek negatif ini biasanya bersifat sementara dan populasi organisme tanah akhirnya
kembali menjadi banyak lagi dalam beberapa tahun.
Menteri Kesehatan menyatakan bahwa kebakaran hutan menimbulkan polutan udara
yang dapat menyebabkan penyakit dan membahayakan kesehatan manusia. Berbagai
pencemar udara yang ditimbulkan akibat kebakaran hutan, misalnya debu dengan ukuran
partikel kecil, gas berbahaya dan lain-lain dapat menimbulkan dampak negatif terhadap
kesehatan manusia, antara lain infeksi saluran pernafasan, sesak nafas, iritasi kulit, iritasi
mata, dan lain-lain. Selain itu juga dapat menimbulkan gangguan jarak pandang/ penglihatan,
sehingga dapat menganggu semua bentuk kegiatan di luar rumah.
2.5
bersifat represif dan penanganan yang bersifat preventif. Penanganan kebakaran hutan yang
bersifat represif adalah upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mengatasi kebakaran
hutan setelah kebakaran hutan itu terjadi. Penanganan jenis ini, contohnya adalah
pemadaman, proses peradilan bagi pihak-pihak yang diduga terkait dengan kebakaran hutan
(secara sengaja), dan lain-lain. Upaya penanggulangan diantaranya adalah
(a)
(b)
pembinaan mengenai hal-hal yang harus dilakukan selama siaga I dan II.
Mobilitas semua sumberdaya (manusia, peralatan & dana) di semua tingkatan, baik di
jajaran Departemen Kehutanan maupun instansi lainnya, maupun perusahaan-
(c)
perusahaan.
Meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait di tingkat pusat
(d)
Meminta bantuan luar negeri untuk memadamkan kebakaran, antara lain pasukan
Bomba dari Malaysia untuk kebakaran di Riau, Jambi, Sumsel dan Kalbar; bantuan
pesawat AT 130 dari Australia dan Herkulis dari USA untuk kebakaran di Lampung;
Bantuan masker, obat-obatan dan sebagainya dari negara-negara Asean, Korea
Selatan, Cina dan lain-lain.
Sementara itu, penanganan yang bersifat preventif adalah setiap usaha, tindakan atau
BAB III
KESIMPULAN
Hutan merupakan sumberdaya alam yang tidak ternilai harganya karena didalamnya
terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu
dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, dan
sebagainya karena itu pemanfaatan dan perlindungannya diatur oleh undang-undang dan
peraturan pemerintah.
Kebakaran merupakan salah satu bentuk gangguan terhadap sumberdaya hutan dan
akhir-akhir ini makin sering terjadi. Kebakaran hutan menimbulkan kerugian yang sangat
besar dan dampaknya sangat luas, bahkan melintasi batas negara. Di sisi lain upaya
pencegahan dan pengendalian yang dilakukan selama ini masih belum memberikan hasil
yang optimal. Oleh karena itu perlu perbaikan secara menyeluruh, terutama yang terkait
dengan penegakkan hukum oleh pemerintah bagi para pelaku penyebab kebakaran hutan.
Riau rawan kebakaran hutan karena faktor iklim, kondisi geografis, tata ruang, dan
sosial ekonomi. Faktor pemicu kebakaran hutan dan lahan dari faktor iklim dan kondisi
geografis adalah dominasi lahan gambut seluas 5,7 juta hektare atau 56,1 persen total gambut
di Sumatera, cuaca ekstrim akibat curah rendah dan suhu tinggi, adanya kanalisasi lahan
gambut berlebihan, serta pola pemukiman dan pembukaan lahan pertanian yang sporadis.