Pengeringan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 17

ACARA I

PENGERINGAN
A.

Tujuan Praktikum
Tujuan praktikum Satuan Operasi Industri Pangan 4 Acara I Pengeringan
adalah:
1.

Mengetahui kurva karakteristik pengeringan

suatu bahan.

B.

2.

Menentukan waktu pengeringan suatu bahan.

3.

Menghitung efisiensi pengeringan.

Tinjauan Pustaka
Tanaman singkong merupakan tanaman tropis yang berasal dari Brazil,
Amerika Selatan. Mula-mula disebarkan ke Afrika, kemudian Madagaskar,
India, Tiongkok dan masuk ke Indonesia. Di indonesia, singkong memiliki
peranan penting sebagai makanan pokok ketiga setelah padi dan jagung.
Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya di
bidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar, tidak
terbatas pada industri dalam negeri tetapi juga di negara lain sebagai komoditas
ekspor andalan (Suprapti, 2005).
Ubi kayu (singkong) merupakan bahan pangan sumber karbohidrat. Ubi
kayu setelah dipanen mengalami kerusakan dalam waktu 48 jam bila tidak
diproses, hal tersebut disebabkan karena adanya aktifitas enzim-enzim yang
berperan dalam merubah komponen-komponen ubi kayu menjadi bentuk yang
lebih sederhana. Ubi kayu berwarna putih dan kuning mempunyai komposisi
yang berbeda terutama pada kandungan protein, karbohidrat, kadar air dan
kalori. Sedangkan zat mineral pada ubi kayu mempunyai kandungan gizi yang
sama untuk setiap warna daging umbi (Yanita, 2008).
Singkong memberikan karbohidrat produksi yang sekitar 40% lebih
tinggi dari beras dan 25% lebih dari jagung, dengan hasil bahwa singkong
adalah sumber termurah dari kalori untuk gizi baik manusia dan makanan
hewan. Sebuah komposisi khas dari akar singkong adalah kelembaban (70%),
pati (24%), serat (2%), protein (1%) dan zat lainnya termasuk mineral (3%).

Permintaan masa depan untuk singkong segar mungkin akan meningkat


tergantung pada metode penyimpanan yang lebih baik (Tonukari, 2004).
Singkong adalah salah satu hasil-hasil pertanian yang paling gampang
perawatannya sampai pemanenan. Singkong banyak ditanam oleh petani yang
tinggal di pedesaaan dimana dibeberapa daerah daunnya dijadikan sayur.
Singkong ini banyak dipasarkan setelah dikeringkan terlebih dahulu sehingga
tahan disimpan agak lama. Singkong yang dikeringkan biasanya dipotong
dengan bentuk memanjang dan melingkar, kemudian dibuat menjadi kripik dan
gaplek serta tepung terigu. Kripik, gaplek dan tepung dari singkong ini banyak
diperjual belikan di pasaran untuk menambah kesejahteraan masyarakat
khususnya petani yang ada di pedesaan (Ginting et al., 2013).
Pengeringan merupakan salah satu proses pasca panen yang umum
dilakukan

pada berbagai produk pertanian. Pengeringan yang dilakukan

bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk
penyimpanan

atau

digunakan

pada

proses

lainnya.

Hampir

seluruh

pengeringan pada produk pertanian dilakukan dengan proses termal


(Syaiful dan Hargono, 2009).
Pengeringan adalah suatu proses pembuangan air yang terkandung pada
suatu material yang dikeringkan. Pada proses pengeringan perlu adanya fluida
udara kering yang mampu menyerap air di dalam material tersebut. Upaya
yang dapat dilakukan untuk membuat udara kering adalah dengan melakukan
pemanasan terhadap udara tersebut sebelum melintasi material yang
dikeringkan. Dengan kondisi udara yang panas dan kering mampu menyerap
air yang membasahi meterial tersebut sampai kering dalam waktu yang lebih
singkat (Suriadi dan Made, 2011).
Proses pengeringan memiliki keuntungan dan kerugian. Beberapa
keuntungannya menjadi lebih awet dengan volume yang lebih kecil sehingga
mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakkan.
Sementara itu, kerugiannya meliputi perubahan sifat asal bahan seperti
perubahan bentuk, sifat fisik dan sifat kimia, penurunan mutu serta
penambahan waktu pekerjaan karena perlu dilakukan rehidratasi sebelum
bahan tersebut dapat digunakan (Saptoningsih dan Ajat, 2012).

Efisiensi operasi pengeringan dapat ditentukan sebagai perbandingan


panas yang secara teoritis dibutuhkan untuk menghasilkan panas laten
penguapan air yang telah dikeringkan, dengan penggunaan panas yang
sebenarnya di dalam alat pengeringan. Efisiensi ini sangat berguna apabila
pendugaan bentuk pengering dan dalam pembuatan perbandingan antar
berbagai kelas pengering yang mungkin dipakai sebagai alternatif operasi
pengeringan. Suhu keseimbangan permukaan yang terbentuk antara kecepatan
penguapan dan kecepatan pindah panas disebut suhu bola basah dan suhu ini
tergantung pada suhu udara dan kelembaban. Untuk penggunaan praktek, suhu
yang mendekati suhu ini diberikan oleh suatu termometer bola yang ditutupi
dengan kain isap basah diletakkan pada aliran udara. Termometer bola tanpa
kain isap yang basah mencatat suhu udara, dalam hubungan ini termometer
tersebut disebut termometer bola kering. Energi yang harus diberikan untuk
menguapkan air setip suhu tergantung pada suhu ini. Jumlah energi yang
dibutuhkan oleh satu pound air disebut panas laten penguapan apabila berasal
dari suatu bahan cair atau panas laten sublimasi apabila berasal dari suatu
bahan padat (Earle, 1969).
Pada cabinet dryer, pemanasan dilakukan secara konveksi dan konduksi.
Secara konveksi, digunakan aliran udara kering yang mengalir secara alami.
Secara konduksi, digunakan sejumlah tray (wadah penampung biji) secara
bertingkat. Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan
udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Kelemahan cabinet dryer adalah
kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara
terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang
menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai
dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang
tinggi, misalnya biji cokelat dan apel. Kelebihannya adalah harga murah,
karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi. Komponen cabinet dryer
adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat
dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses
pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan heater berfungsi sebagai

pemanas udara yang nantinya udara panas dari heater tersebut yang akan
digunakan dalam pengeringan (Napitulu dan Putra, 2012).
Umbi singkong dapat dimanfaatkan dalam beberapa bentuk makanan jadi
atau setengah jadi (intermediate). Pengolahan singkong menjadi tepung dapat
meningkatkan nilai tambah dan kegunaan singkong, serta memperpanjang
masa simpannya. Beberapa produk antara (intermediate) singkong (chips,
tepung, dan pati) merupakan sumber nutrisi untuk manusia dan ternak, serta
bahan baku berbagai macam industri makanan seperti roti dan kerupuk.
Singkong mengandung komponen toksik dalam bentuk glukosa sianogenik,
tetapi kadarnya dapat diturunkan atau dihilangkan melalui beberapa proses
seperti perebusan, perendaman, fermentasi dan pengeringan. Tepung singkong
terbuat dari potongan ubi kayu yang telah kering kemudian dihaluskan. Ratarata kadar air tepung singkong berkisar antara 11,9267% sampai 14,7067%
(Titi et al., 2007).
Ubi kayu harus diolah terlebih dahulu menjadi bentuk lain yang lebih
awet, seperti gaplek, tepung gaplek, tapioka (tepung singkong), tapai,
peuyeum, keripik singkong dan lain-lain. Tepung gaplek merupakan hasil
olahan ubi kayu yang diperolehdari menumbuk atau menggiling gaplek
sehingga diperoleh tepung dengan ukuran maksimum 100 mesh. Dengan
mengolah ubi kayu menjadi tepung gaplek

maka akan dihasilkan bahan

dengan kadar air sekitar 9,1%, sehingga lebih mudah dalam pengangkutan
dengan

biaya yang lebih murah serta daya simpan yang lebih lama

(Septianingrum, 2008).
C.

Metodologi
1.
Alat
a.
Baskom
b.
Karet gelang
c.
Kapas
d.
Mesin pemotong (slicer)
e.
Pisau
f.
Satu set alat pengering lengkap (cabinet dyer)
g.
Sumber panas (kompor listrik)
h.
Termometer
i.
Timbangan analitik
j.
Timbangan biasa

2.

Bahan
a.

Singkong

3.

Cara Kerja
0,5 kg singkong
Dikupas
Dipotong dadu

Dipotong
dadu+blanching

Dislicing

Dislicing+blanching

Dicuci
Ditiriskan
Ditimbang
Dipilih 5 sampel yang akan digunakan untuk mengetahui laju
pengeringan
Ditata dalam rigen pengeringan
5 sampel uji diberi kode dan diletakkan di tempat yang berbeda
Dikeringkan di dalam cabinet dryer selama 3 jam
Diukur suhu bola kering dan bola basah bahan, RH dan suhu ruang
pengering, suhu bola kering dan bola basah lingkungan, dan berat
sampel uji pada jam ke 0, , 1, 1, 2, 2 , dan 3.
Diakhir pengeringan dilakukan penimbangan sampel uji dan sampel
keseluruhan

D.

Dibuat grafik kadar air (%) dibanding waktu pengeringan (menit)


dan grafik laju pengeringan (% kadar air/waktu) dibanding waktu
pengeringan
Gambar 1.1 Pengeringan Singkong
dengan Cabinet Dryer
Pembahasan
Pengeringan merupakan suatu perlakuan untuk menghilangkan air dari
bahan dengan menggunakan energi panas. Menurut Napitulu dan Yudha (2011)
pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas
tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta
serangga tidak bisa hidup di dalamnya. Sedangkan Sumarno (2007)
mendefinisikan pengeringan sebagai suatu proses yang digunakan untuk
mengurangi kadar air suatu bahan dengan cara penguapan. Napitulu dan Yudha
(2011) juga mengatakan bahwa pengeringan bertujuan untuk memperpanjang
umur simpan dengan cara mengurangi kadar air dengan mencegah tidak

ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Pengeringan yang biasa dilakukan


bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan sampai tingkat yang aman untuk
penyimpanan atau digunakan pada proses lainnya (Syaiful dan Hargono, 2009).
Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu,
kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan
pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem. Untuk itu, dilakukan
perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai
keseimbangan.

Alasan

yang

mendukung

proses

pengeringan

dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan


mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh
perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan
transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada
tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama
proses sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan
produk (Napitulu dan Yudha, 2011). Produk kering dapat digunakan sebagai
bahan tambahan dalam pembuatan produk baru.
Jassini (2010) melaporkan bahwa sifat termal yaitu panas spesifik (Cp)
berpengaruh signifikan terhadap perpindahan panas pada bahan hidup seperti
produk pangan. Dimana panas spesifik (Cp) bahan pangan adalah jumlah panas
yang dibutuhkan untuk meningkatkan temperatur satu satuan kuantitas bahan
pangan sebesar satu derajat dikali bobot produk dikali perubahan temperatur
yang diinginkan. Informasi tentang panas spesifik sangat penting, apabila wujud
dari bahan pangan mengalami perubahan, maka nilai dari variable panas spesifik
harus dimasukan dalam penghitungan beban panas. Panas yang dibutuhkan untuk

proses pengeringan ada dua yaitu panas sensibel dan panas laten. Panas
sensibel adalah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikan temperatur
tanpa mengalami perubahan fase, sedangkan panas laten adalah energi panas
yang dibutuhkan untuk merubah fase dari liquid menjadi gas tanpa mengalami
perubahan temperatur (Siamullah et al., 2010). Dalam Pengeringan terjadi
proses penguapan uap air dari bahan ke lingkungan yang merupakan
pertukaran antara panas laten dan panas yang terasa (sensibel). Menurut

Nugroho (2009) dalam Balya (2013), panas yang mengakibatkan terjadinya


perubahan massa air dari bahan dikarenakan adanya panas laten penguapan.
Rosa (2008) menambahkan bahwa panas laten atau energi termal dapat
disimpan melalui perubahan tingkat keadaan (perubahan fasa). Perubahan
tersebut dapat terjadi dari padatgas atau cairgas dan yang lazim adalah
padatcair. Secara praktis energi yang tersimpan juga melibatkan kontribusi
kapasitas panas sensibel.

Tabel 1.1 Daftar Pengamatan, Tekanan, RH dan Suhu


No.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Waktu
(Jam)
0
0,5
1
1,5
2,0
2,5
3,0
0
0,5
1
1,5
2,0
2,5
3,0

Tekanan
(atm)
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

RH (%)
62,5
58
45
35
30
30
35
62,5
58
45
35
30
30
35

1
63
56
54
59
52
59
70
63
56
54
59
52
59
70

2
35
34
34
33
29
28
35
35
34
34
33
29
28
35

Suhu (oC)
3
53
48
48
48
47
47
54
53
48
48
48
47
47
54

4
29,3
31,7
34,2
30,2
38,3
39
39,8
29,3
31,7
34,2
30,2
38,3
39
39,8

5
26
26,1
27,8
29,9
30
28,5
32
26
26,1
27,8
29,9
30
28,5
32

15
0
1
16
0,5
1
17
1
1
18
1,5
1
19
2,0
1
20
2,5
1
21
3,0
1
22
0
1
23
0,5
1
24
1
1
25
1,5
1
26
2,0
1
27
2,5
1
28
3,0
1
29
0
1
30
0,5
1
31
1
1
32
1,5
1
33
2,0
1
34
2,5
1
35
3,0
1
Sumber: laporan sementara
Keterangan:
1 : Suhu bola kering lingkungan
2 : Suhu bola basah lingkungan
3 : Suhu ruang pengering
4 : Suhu keluar bahan bola kering
5 : Suhu keluar bahan bola basah
Sumber: Laporan Sementara

62,5
49
42
40
40
30
30
62,5
58
45
45
40
37
35
62,5
60
50
45
30
33
39

63
53
54
60
61
52
59
63
56
54
60
62
53
70
63
54
54
54
59
58
53

35
32
32
33
29
28
35
35
34
34
37
38
28
35
35
34
34
34
33
31
28

53
61
60
52
52
50
60
53
48
48
51
54
49
54
53
48
46
46
47
53
47,5

31,2
33,2
35,5
36,5
37
35,9
37,8
30
35,2
37
37
35,2
38,4
37,2
30
32,2
33,8
31,2
33,4
31
35,1

Pada praktikum kali ini menggunakan metode pengeringan cabinet pada


produk singkong yang dikenai perlakuan pengecilan ukuran dengan cara
pemotongan menjadi bentuk dadu. Tujuannya adalah untuk mengetahui kurva
karakteristik pengeringan suatu bahan, menentukan waktu pengeringan suatu
bahan dan menghitung efisiensi pengeringan. Untuk cara kerjanya dapat dilihat
pada gambar 1.1 dimana singkong yang berbentuk dadu dikeringkan selama 3
jam namun dilakukan pengamatan disetiap 0,5 jam. Dari tabel 1.1 dapat
diketahui daftar hasil pengamatan tekanan, RH dan suhu pengeringan
singkong. Pada proses pengeringan singkong tekanan yang digunakan adalah
tekanan atmosfer yaitu 1 atm.
Pengamatan terhadap RH dilakukan setiap setengah jam sekali selama 3
jam. RH merupakan kelembaban relatif dalam ruang pengering atau sisi outlet
(Sumarno, 2007). Napitupulu dan Yudha (2011) mengatakan bahwa
pengamatan RH bertujuan untuk memperoleh hubungan antara RH (%) udara

27,6
28
27,7
30,4
27,6
27,1
29,2
26,2
32
34
33,2
32,6
26,8
30
25,8
28,6
29,7
28,3
26
29,3
28,9

dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik psychroetric charts.
Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang
setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses
pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk
mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa
yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh
juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan. Dari tabel 1.1 dapat dilihat
bahwa nilai RH selama pengeringan semakin menurun dari 62,5% di awal
proses menjadi 39% di akhir proses. Hal ini disebabkan adanya pengurangan
kadar air di dalam ruangan pengering yang menguap karena adanya pemanasan
(Sumarno, 2007).
Selain pengamatan RH, pada praktikum dilakukan pengamatan terhadap
suhu pengeringan. Suhu berpengaruh dalam usaha menghasilkan kalor untuk
mengeringkan udara alat pengering dan bahan secara optimal (Napitupulu dan
Yudha, 2007). Pengamatan pertama dilakukan pada suhu bola kering dan suhu
bola basah lingkungan alat pengering dengan menggunakan termometer.
Termometer bola tanpa kain isap yang basah mencatat suhu udara, dalam
hubungan ini termometer tersebut disebut termometer bola kering sedangkan
termometer bola dengan kain isap yang basah mencatat suhu udara disebut
termometer bola basah (Earle, 1969). Hubungannya dalam pengeringan adalah:
pada kelembaban tinggi, penguapan akan berlangsung lamban dan temperatur bola
basah (Twb) nilainya akan sama dengan temperatur bola kering (Tdb). Namun
pada kelembaban rendah sebagian air akan menguap, jadi temperatur bola basah
akan semakin jauh perbedaannya dengan temperatur bola kering (Sumarno, 2007).
Dari tabel 1.1 diketahui nilai suhu bola basah dan bola kering dari
lingkungan alat pengering dan bahan selama 3 jam pengeringan yang diamati tiap
setengah jam. Untuk lingkungan alat pengering, didapatkan suhu bola kering
berturut-turut adalah: 63 oC, 54oC, 52oC, 54oC, 60oC, 61oC dan 53oC sedangkan
untuk suhu bola basahnya berturut-turut adalah: 35 oC, 34oC, 34oC, 32oC, 33oC,
38oC dan 28oC. Dapat dilihat bahwa perbedaan suhu bola basah dan suhu bola
kering alat pengering berbeda jauh yang berarti sesuai teori Sumarno (2007),

kelembaban didalam ruang pengering sangat rendah. Keadaan ini akan


mempercepat proses penguapan air.
Pada pengukuran suhu bola basah dan suhu bola kering, dilakukan dengan
cara mengeluarkan bahan dari alat pengering setiap setengah jam dan diukur
suhunya dengan termometer pada bagian permukaan bahan. Untuk suhu bola
kering bahan berturut-turut adalah: 30 oC, 32oC, 35oC, 3.4oC, 38oC, 36.4oC dan
37oC. Sedangkan untuk suhu bola basah bahan berturut-turut adalah: 25 oC, 30oC,
28.2oC, 30oC, 33oC, 31.8oC dan 28oC. Suhu bahan rata-rata mendekati suhu ruang
(30oC), karena dalam pengukurannya dilakukan didalam ruangan terbuka. Data
yang didapatkan berasal dari rata-rata suhu sampel yang diletakkan secara terpisah
dalam ruang pengering (tray). Selisih antara suhu bola basah dan bola kering
bahan juga tidak terlalu jauh. Sesuai dengan teori Sumarno (2007), bahwa pada
kelembaban tinggi, penguapan akan berlangsung lamban dan temperatur bola
basah (Twb) nilainya akan sama dengan temperatur bola kering (Tdb). Selama
pengeringan, selisih suhu bola kering dan suhu bola basah bahan adalah 2-5 oC,
yang menunjukkan kelembaban bahan yang tinggi.
Suhu ruang pengering merupakan faktor yang mempengaruhi laju
pengeringan bahan. Semakin tinggi suhu pengeringan maka semakin cepat laju
pengeringannya (Napitupulu dan Yudha, 2011). Namun suhu tinggi akan merusak
kualitas produk. Pada praktikum ini, untuk mengeringkan singkong suhunya
berkisar antara 46-53oC. Suhu yang digunakan tidak konstan dan berubah-ubah
setiap setengah jamnya, yaitu antara 46 oC, 47oC dan 53oC. Keadaan ini
dikarenakan pemakaian alat digunakan bersama dengan waktu pengeringan yang
berbeda sehingga sering dibuka-tutup yang mengakibatkan perubahan suhu yang
berbaur antaraa suhu ruangan alat pengering dengan suhu luar ruangan.

Tabel 1.2 Berat sampel dan Suhu Sampel


No.
1
2
3
4
5
6
7

Waktu
Pengamatan
(Jam)
0
0,5
1
1,5
2
2,5
3

Suhu Bola Kering Sampel (oC)


1
30
32
34
29
39
39
40

2
29,5
32
34
29
38,5
39
40

3
29
32
34
30
38
39
40

4
29
31,5
35
31
38
39
39

5
29
31
34
32
38
39
40

Berat Sampel (gr)


1
5,4
4,4
3,6
2,8
2,4
2,3
2,2

2
5,7
4,5
3,8
2,8
2,5
2,4
2,3

3
5,4
4,4
3,8
3
2,6
2,5
2,3

4
5,1
4
3,1
2,3
2,2
2,1
2,1

5
5,8
4,5
3,7
2,8
2,5
2,5
2,4

8
0
30
9
0,5
35
10
1
38
11
1,5
37
12
2
35
13
2,5
41
14
3
39
15
0
30
16
0,5
35
17
1
38
18
1,5
37
19
2
35
20
2,5
41
21
3
39
22
0
30
23
0,5
35
24
1
38
25
1,5
37
26
2
35
27
2,5
41
28
3
39
29
0
30
30
0,5
33
31
1
33,8
32
1,5
31,2
33
2
33,8
34
2,5
31
35
3
32,8
Keterangan:
SBK : Suhu Bola Kering
SBB : Suhu Bola Basah
Sumber: Laporan Sementara

30
35
37
37
35
39
37
30
35
37
37
35
39
37
30
35
37
37
35
39
37
30
32
34
32
33,8
31
33

30
35
38
37
35
38
37
30
35
38
37
35
38
37
30
35
38
37
35
38
37
30
32
33,5
31
33,2
31
33,2

30
35
38
37
35
37
37
30
35
38
37
35
37
37
30
35
36
37
35
37
37
30
32
34
31
33,2
31
32,2

30
34
36
37
35
37
37
30
34
36
37
35
37
37
30
34
36
37
36
37
36
30
32
33,8
31
33
31
33,2

7,1
6,2
5,2
4,4
3,9
3,6
3,4
7,1
6,2
5,2
4,4
3,9
3,6
3,4
7,1
6,2
5,2
4,4
3,9
3,6
3,4
3,8
3,3
3
2,8
2,7
2,6
2,5

7,7
6,8
5,7
4,9
4,5
4,2
3,9
7,7
6,8
5,7
4,9
4,5
4,2
3,9
7,7
6,8
5,7
4,9
4,5
4,2
3,9
4,19
3,6
3,3
3,1
3
3
2,9

7,4
6,6
5,5
4,7
4,2
3,8
3,5
7,4
6,6
5,5
4,7
4,2
3,8
3,5
7,4
6,6
5,5
4,7
4,2
3,8
3,5
3,4
3
2,7
2,5
2,2
2,1
2

7,3
5,9
4,8
4
3,8
3,6
3,4
7,3
5,9
4,8
4
3,8
3,6
3,4
7,3
5,9
4,8
4
3,8
3,6
3,4
4,7
4,3
3,9
3,7
3,4
3,3
3,3

7,7
6,6
5,5
4,5
4,1
3,9
3,7
7,7
6,6
5,5
4,5
4,1
3,9
3,7
7,7
6,6
5,5
4,5
4,1
3,9
3,7
5,1
4,4
4,1
3,9
3,8
3,7
3,6

Pada tabel 1.2 diketahui suhu bola basah dan suhu bola kering bahan
yang dikeringkan yaitu singkong. Dari masing masing data diperoleh 5 data
yang berasal dari 5 sampel singkong yang diletakkan pada bagian berbeda tiap
tray. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah panas yang diberikan oleh
alat pengering terdistribusi ke semua bahan atau tidak. Dari data diatas dapat
dilihat bahwa selisih untung masing-masing suhu bahan tiap setengah jamnya
tidak lebih dari 2oC, hal ini berarti bahwa distribusi panas alat pengering
tersebar merata walaupun perbedaannya tidak signifikan. Denah peletakan
sampel singkong dalam tray pengering adalah berikut ini:
4

5
3

Gambar 1.2 Tata letak sampel didalam tray pengering


Selain itu masing-masing sampel juga ditimbang beratnya untuk
mengetahui apakah proses pengeringan yang terjadi merata kesemua sudut tray
pengering. Untuk berat air yang dikeringkan masing-masing sampel berturutturut adalah 2.56, 2.58, 2.43, 2.56 dan 2,26. Selisih antara sampel satu dengan
yang lain sangat tipis sehingga perbedaannya dinyatakan tidak signifikan. Hasil
ini menunjukkan bahwa proses pengeringan yang terjadi di dalam alat
pengering kabinet berjalan merata. Penurunan berat bahan dipengaruhi oleh
proses pemanasan oleh media pengering. Menurut Nugroho (2009) dalam
Balya (2013), perubahan berat disebabkan dalam proses pengeringan terjadi
perpindahan panas dari alat ke bahan dan juga perpindahan massa air. Panas
yang mengakibatkan terjadinya perubahan massa air dari bahan dikarenakan
adanya panas laten penguapan. Perubahan massa air

ini terjadi ketika

kandungan air pada bahan telah sampai pada kondisi jenuh sehingga
menyebabkan air yang terkandung dalam dalam bahan berubah dari fase cair
menjadi fase uap.

Tabel 1.3 Karakteristik Singkong

Sumber: Hutami dan Harijono (2014)


Pada praktikum pengeringan ini menggunakan singkong dengan berat
awal setelah dikupas 420 gram, dan pada akhir pengeringan menjadi 279,2
gram. Untuk berat awal sampel 39,797 gram dan pada akhir pengeringan
beratnya menjadi 27,5 gram. Kadar air menujukkan banyaknya kandungan air
persatuan bobot bahan (Sumarno, 2007). Dapat diketahui bahwa kadar air

singkong yang dikeringkan adalah 30,89% (sampel) dan 33,52% (bahan).


Menurut Ginting dan Egi (2010), 500 gr singkong mempunyai kandungan air
56.1 %. Sedangkan dari tabel 1.3 dapat diketahui bahwa kadar air singkong
adalah 58,61% (Hutami dan Harijono, 2014). Hasil ini dapat berbeda dengan
hasil praktikum dikarenakan dalam penelitian Ginting dan Egi (2010) maupun
Hutami dan Harijono (2014) menggunakan sampel singkong segar, sedangkan
yang digunakan dalam praktikum menggunakan singkong yang sudah tidak
segar lagi. Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah keseragaman
suhu, RH, dan kecepatan udara pengering berbanding lurus dengan
keseragaman laju pengeringan (Sumarno, 2007).

E.

Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan diatas dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
a. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas
tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta
serangga tidak bisa hidup di dalamnya.
b. Pengeringan singkong dalam waktu 3 jam pada suhu 46-53oC menghasilkan
singkong dengan kadar air 30,89% (sampel) dan 33,52% (bahan).
c. Kelembaban yang sangat rendah didalam ruang pengering akan mempercepat
proses penguapan air.

d. Faktor yang mempengaruhi laju pengeringan adalah keseragaman suhu, RH


dan kecepatan udara pengering berbanding lurus dengan keseragaman laju
pengeringan.
.

DAFTAR PUSTAKA
Balya, M, Sony Suwasono dan Djumarti. 2013. Karakteristik Fisik dan
Organoleptik Biji Kopi Arabika Hasil Pengolahan Semi Basah dengan
variasi Jenis Wadah dan Lama Fermentasi (Studi Kasus di Desa Pedati dan
Sukosawah kabupaten Bondowoso). Jurnal Agrointek 7(2): 109-121.
Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi untuk Pengolahan Pangan. Bogor: Sastra
Hudaya.
Energi Biomassa Arang Kayu. Politeknik Negeri Semarang: Jurusan Teknik
Mesin.
Ginting M, Minarni, Walfred T, Egi Y. 2013. Alat Pengering Singkong Tenaga
Surya Tipe Kolektor Berpenutup Miring. Disampaikan dalam: Prosiding
Semirata Fmipa Universitas Lampung.
Ginting, Maksi dan Egi Yuliora. 2010. Teknologi Alat Pengering Surya Untuk
Hasil Pertanian Menggunakan Kolektor Berpenutup Miring. Universitas
Riau: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Hutami, Fenty Dianing dan Harijono. 2014. Pengaruh Penggantian Larutan Dan
Konsentrasi NaHCO3 Terhadap Penurunan Kadar Sianida Pada
Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri 2(4): 220230.
Jassin, Ernawati. 2010. Kajian Eksperimental Nilai Konduktivitas Thermal Dan
Panas Spesifik Beberapa Jenis Ikan. Universitas Hasanuddin: Teknologi
Pasca Panen.
Kusumayanti H, Widi A Dan Wisnu B. 2011. Inovasi Pembuatan Abon Ikan
Sebagai Salah Satu Teknologi Pengawetan Ikan. Gema Teknologi 16(3).
Napitulu F Dan Putra M. 2012. Perancangan Dan Pengujian Alat Pengering
Kakao Dengan Tipe Cabinet Dryer Untuk Kapasitas 7,5 Kg Per-Siklus.
Jurnal Dinamis 2(10).
Rosa, Yazmendra , Menhendry dan Zulhendri. 2008. Kaji Eksperimental
Penyimpan Panas Sementara Dari Hasil Udara Panas Keluaran Kolektor
Energi Surya. Jurnal Poli Rekayasa 4(1).
Saptoningsih dan Ajat J. 2012. Membuat Olahan Buah. Jakarta: PT Agromedia
Pustaka.
Septianingrum, E. 2008. Perkiraan Umur Simpan Tepung Gaplek Yang Dikemas
Dalam Berbagai Kemasan Plastik Berdasarkan Kurva Isoterm Sorpsi
Lembab. Universitas Sebelas Maret Surakarta: Fakultas Pertanian.
Siamullah, M. Windanarko, Mega Nur Sasongko dan Lilis Yuliati. 2010.
Pengaruh Diameter Droplet Air Terhadap Proses Pemadaman Api Tipe
Premixed Flame. Universitas Brawijaya: Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik.
Sumarno, Gatot. 2007. Studi Experimental Alat Pengering Krupuk Udang Bentuk
Limas Kapasitas 25 Kg Per Proses Dengan Menggunakan Energi Surya
Dan
Suprapti, Lies. 2005. Tepung Tapioka. Yogyakarta: Kanisius.

Suriadi I dan Made R. 2011. Kesetimbangan Energi Termal Dan Efisiensi


Transient Pengering Aliran Alami Memanfaatkan Kombinasi Dua Energi.
Jurnal Teknik Industri12(1).
Syiful M dan Hargono. 2009. Profil Suhu Pada Proses Pengeringan Produk
Pertanian Dengan Simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD). Reaktor
12(3).
Wijana S, Irnia N dan Elina H. 2009. Analisis Kelayakan Kualitas Tapioka
Berbahan Baku Gaplek (Pengaruh Asal Gaplek Dan Kadar Kaporit Yang
Digunakan). Jurnal Teknologi Pertanian10(2).

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy