Retensi Energi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

RETENSI ENERGI

Oleh :
Nama : Bagus Saputra
NIM : B1A016122
Rombongan : VI
Kelompok :2
Asisten : Lisa Purwandari Rahayu

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi merupakan sesuatu yang tidak terlihat tetapi dapat dihitung


berdasarkan beberapa kondisi standar tertentu. Retensi energi merupakan besarnya
energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan dalam tubuh. Retensi energi
pada ikan juga dipengaruhi oleh kebiasaan makan. Ikan karnivora lebih baik dalam
perolehan energi yang dialokasikan untuk petumbuhan dibandingkan dengan ikan
herbivore. Hal ini disebabkan ikan herbivora banyak mengkonsumsi bahan yang sulit
dicerna seperti selulosa sehingga limbah yang dikeluarkan lebih banyak daripada
ikan karnivora (Murtidjo, 2001).
Pakan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan budidaya yang
menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya. Pakan pada
kegiatan budidaya umumnya adalah pakan komersial yang menghabiskan sekitar 60-
70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Hal inilah yang menyebabkan
pentingnya pakan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk memperbaiki nilai
nutrisi pakan yaitu dengan penambahan probiotik. Probiotik adalah produk yang
tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami mikroskopik yang bersifat
menguntungkan dan memberikan dampak bagi peningkatan keseimbangan mikroba
saluran usus hewan inang. Bakteri probiotik menghasilkan enzim yang mampu
mengurai senyawa kompleks menjadi sederhana sehingga siap digunakan ikan.
Dalam meningkatkan nutrisi pakan, bakteri yang terdapat dalam probiotik memiliki
mekanisme dalam menghasilkan beberapa enzim untuk pencernaan pakan seperti
amylase, protease, lipase dan selulose. Enzim tersebut yang akan membantu
menghidrolisis nutrien pakan (molekul kompleks), seperti memecah karbohidrat,
protein dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana akan mempermudah proses
pencernaan dan penyerapan dalam saluran pencernaan ikan (Arief et al., 2014).
Pertumbuhan ikan yang diakibatkan oleh asupan pakan yang diperoleh
dapat diukur dari bertambahnya bobot ikan. Pertambahan yang terjadi pada bobot
ikan menandakan bahwa bertambah pula komponen-komponen penyusun tubuh ikan
yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, dan lain-lain yang berasal tidak lain dari
pakan ikan yang dikonsumsi. Komponen penyusun tubuh ini dapat dinilai dalam
satuan energi atau kalori yang dikandungnya, maka pertambahan bobot ikan dapat
dinilai pula sebagai pertambahan energi tubuh pada ikan (Effendi, 1979).
Tingkat retensi energi dapat dicerminkan dengan rasio pertambahan energi
tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan uji. Selain itu, retensi
energi juga akan mencerminkan seberapa besar energi pakan berkontribusi terhadap
pertambahan energi tubuh, maka energi yang terdapat pada tubuh ikan untuk
melakukan berbagai aktifitas maupun metabolisme dapat dilakukan perhitungan
yang akan menghasilkan hasil berupa angka dalam membedakan konsumsi pakan
yang dikonsumsi dengan jumlah energi yang terdapat dalam tubuh ikan dengan
menggunakan perhitungan retensi energi (Halver, 1989).
Ikan lele (Clarias batrachus) merupakan ikan endemik indonesia. Ikan lele
dapat hidup pada lingkungan dengan salnitas tinggi dan rendah oksigen. Ikan lele
mengandung protein yang tinggi yaitu 80%, kalsium 8% dan posfor 4,2 (Himadri,
2012).

1.2 Tujuan

Tujuan praktikum kali ini adalah untuk mengetahui seberapa besar energy
pakan yang dikonsumsi ikan dapat dikonsumsi dalam tubuh dan juga mempelajari
apakah perbedaan kualitas pakan juga mempengaruhi perbedaan retensi energi.
II. MATERI DAN CARA KERJA

2.1 Materi

Bahan yang digunakan adalah ikan lele (Clarias batrachus, pakan ikan
(pelet), dan alumunium foil.
Alat yang digunakan adalah akuarium, thermometer, hiter, timbangan
teknikal, oven, dan bomb kalorimeter, dan pencetak pelet.

2.2 Cara Kerja

Cara kerja pada praktikum retensi energi adalah sebagai berikut:


1. Siapkan tiga buah akuarium da nisi akuarium dengan air setinggi 25 cm,
kemudian tempatkan heater diantara dua akuarium.
2. Timbang ikan dan tebar 3-4 ekor per akuarium
3. Lakukan pemberian pakan pada hari ketiga setelah ikan ditebar sebanyak 2,5%
dari bobot total ikan pada masing-masing akuarium. Pemberian pakan dilakukan
selama 14 hari pemeliharaan.
4. Ambil dan timbang 3-4 ekor dari stok (setelah dipuasakan selama 24 jam)
keringkan dalam oven (+ 1 minggu) dan setelah kering ditimbang lagi untuk
mengetahui bobot keing ikan dan diblender hingga berbentuk tepung.
5. Hitung bobot kering ikan awal dengan cara mengalikan bobot basah ikan awal
dengan persentase bobot kering ikan.
6. Pada hari ke-14 pemeliharaan, puasakan ikan selama 24 jam. Selanjutnya ikan
ditimbang lagi bobot basahnya dan dikeringkan dalam oven (+ 1 minggu) dan
setelah kering, ditimbang lagi bobotnya dan diblender hingga berbentuk tepung.
7. Lakukan pengukuran nilai kalori pakan sampel ikan awal dan ikan akhir dengan
menggunakan bomb calorimeter.
8. Retensi energy dikalkulasikan dengan rumus ANER (Apparent Net Energy
Retention)
3.2 Pembahasan

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil retensi energi


ikan Lele (Clarias batrachus) setelah dimasukkan ke dalam rumus ANER (Apparent
Net Energy Retention) sebesar 13,2 %. Hasil ini diperoleh dari jumlah energi ikan
akhir sebesar 143.058,583 kalori dikurangi dengan jumlah energi ikan awal sebanyak
3.130,6342 kalori kemudian dibagi dengan jumlah energi pakan yang didapatkan
1.059,804 kalori dan dikalikan dengan 100%. Data awal didapatkan bobot kering
ikan awal dan akhir secara berurutan sebesar 0,48 gram dan 19,25 gram. Selain itu
didapatkan pula hasil pengamatan energi bom ikan awal sebesar 6.522,1546 kal dan
energi bom ikan akhir 7.431,6147 kal/gram dan energy bom pakan 3.532,68
kal/gram.
Menurut Yuwono & Purnama (2001), sebagian besar energi yang dikonversi
dari pakan yang dikonsumsi hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar seperlima
total energi dari pakan yang diperoleh dalam bentuk pertumbuhan. Retensi energi
adalah besarnya energi pakan yang dikonsumsi ikan yang dapat disimpan di dalam
tubuh. Menurut Buttery & Landsay (1980) menyatakan bahwa retensi energi normal
adalah 60-68%, sedangkan dari hasil praktikum, presentasenya sebesar yaitu 80,59
%. Hal ini terjadi dimungkinkan karena energi yang dihasilkan lebih sedikit
dikeluarkan oleh tubuh untuk metabolisme, aktivitas reproduksi, biosintesis dan
hilang dalam bentuk panas. Energi yang disimpan dimanfaatkan dalam sintesis
komponen sel dan digunakan sebagai bahan bakar dalam produksi energi sel (Villee
& Barnes, 1988).
Retensi energi menunjukan besarnya kontribusi energi pakan yang di
konsumsi terhadap pertambahan energi tubuh ikan. Retensi energi ialah banyaknya
energi pakan yang dikomsumsi oleh makhluk hidup dapat disimpan dalam tubuh.
Retensi atau tingkat efisiensi energi dapat dicerminkan dari rasio besarnya
pertambahan energi tubuh terhadap jumlah energi pakan yang dikonsumsi oleh ikan.
Besarnya energi pakan yang kontribusi pada pertambahan energi tubuh juga
digambarkan dengan retensi energi. Energi yang dikonversi dari pakan yang
dikonsumsi, sebagian besar akan hilang dalam bentuk panas dan hanya sekitar 1/5
dari total energi yang diperoleh dalam bentuk pertumbuhan (Yuwono, 2001).
Fungsi alat dan bahan yang digunakan antara lain bomb
calorimeter merupakan alat yang berguna untuk mengetahui jumlah energi dalam
tubuh ikan, dan mampu mengukur panas dalam tubuh ikan yang ditimbulkan oleh
pembakaran, oven berfungsi untuk memanaskan bahan uji dengan prinsip kerja
dehidrasi pada hewan uji dan terjadi kekeringan pada sampel, timbangan berfungsi
untuk mengetahui bobot ikan dan akuarium untuk menyimpan hewan uji berupa
hewan air. Selain itu, alat berupa pinset berfungsi untuk mengambil atau menjepit
sampel, pengukur waktu digunakan untuk mengatur waktu yang diperlukan,
pencetak pellet berfungsi untuk membentuk bentuk pellet dengan bahan uji yang
telah menjadi tepung, saringan ikan berfungsi untuk mengambil ikan dari akuarium,
aluminium foil berfungsi untuk menutupi ikan saat diletakkan pada oven dan terakhir
blender berguna untuk mengubah bentuk bahan yang sebelumnya berbentuk padat
menjadi berbentuk tepung (Anggorodi, 1979). Bahan yang digunakan seperti pellet
berfungsi sebagai pakan atau makanan bagi hewan uji dalam hal ini hewan ikan,
sedangkan ikan lele (Clarias batrachus) berfungsi sebagai hewan percobaan dalam
praktikum “Retensi Energi”. Sementara fungsi air berguna sebagai media bagi ikan
agar tetap hidup (Anggorodi, 1979).
Bom kalorimeter adalah alat yang digunakan untuk mengukur jumlah kalori
(nilai kalori) yang dibebaskan pada pembakaran sempurna (dalam O2 berlebih) suatu
senyawa, bahan makanan, bahan bakar. Sejumlah sampel ditempatkan pada tabung
beroksigen yang tercelup dalam medium penyerap kalor (kalorimeter), dan sampel
akan terbakar oleh api listrik dari kawat logam terpasang dalam tabung. Bom
kalorimeter adalah alat untuk menentukan nilai kalor zat makanan karbohidrat,
protein atau lemak (Effendi, 1979).
Bagian-bagian dari Bom kalorimeter dan fungsinya diantaranya termometer
untuk mengukur suhu, pengaduk berguna untuk mengaduk air dingin, katup oksigen
untuk memasukkan oksigen dari tabung, cawan untuk meletakkan bahan/ sampel
yang akan dibakar, kawat penyala untuk membakar, bom yaitu tempat terjadinya
pembakaran, jacket air yaitu jacket untuk peletakan bom. Perpindahan kalor pada
volume tetap bom kalorimeter yang bereaksi dalam sebuah bejana kecil yang tertutup
dan bejana ditempatkan dalam sebuah kalorimeter. Waktu molekul-molekul bereaksi
secara kimia, kalor akan dilepas atau diambil dengan perubahan suhhu pada fluida
kalorimeter diukur. Karena bejana tertutup rapat, volumenya tetap dan tak ada kerja
pada tekanan volume yang dilakukan, oleh karena itu perubahan energi internal sama
dengan besarnya kalor yang diserap oleh reaksi kimia pada volume tetap. Percobaan
pada volume konstan ini sering kurang menguntungkan atau sulit dilakukan.
Percobaan tersebut memerlukan penggunaan bejana reaksi yang dirancang dengan
baik sehingga dapat tahan terhadap perubahan pada tekanan yang besar dan terjadi
pada beberapa atau banyak reaksi kimia (Anggorodi, 1979)
Faktor yang mempengaruhi retensi energi adalah ukuran tubuh. Proporsi
energi yang dialokasikan pada berbagai komponen anggaran energi berubah dengan
meningkatnya ukuran tubuh ikan (Kumar & Tembhre, 1997). Retensi energi juga
dipengaruhi oleh beberapa faktor, misalnya menurunnya energi intake,
meningkatnya proporsi energi yang hilang melalui feses, urine, meningkatnya energi
yang dipakai untuk produksi panas, meningkatnya kandungan energi tubuh, relatif
pada ikan yang berukuran lebih besar (Cui & Zhu, 1996). Selain itu juga retensi
energi dipengaruhi temperatur. Apabila temperatur naik, maka proses metabolisme
juga akan naik dan semakin banyak pula energi yang tersimpan. Menurut Elliot &
Elliot (1997) pada temperatur 30-40 oC akan terjadi peningkatan metabolisme yang
sangat cepat yang akan meningkatkan retensi energi. Namun pada temperatur yang
sangat tinggi akan terjadi denaturasi protein.
Menurut Mujiman (1985), retensi energi dipengaruhi beberapa faktor,
antara lain:
1. Kualitas pakan ikan yang diberi pakan yang berbeda-beda menunjukkan
pertumbuhan yang berbeda pula. Umumnya ikan memerlukan protein sekitar 20-
60% dari pakan yang diberikan dan kadar optimumnya adalah 30-36%. Bila
kadar protein dalam makanan kurang dari 6% berat basah, ikan tidak dapat
tumbuh dengan baik.
2. Umur ikan muda relatif membutuhkan protein yang lebih banyak daripada ikan
dewasa, sebab ikan muda membutuhkan banyak nutrisi untuk bergerak dan
tumbuh.
3. Ukuran tubuh proporsi energi yang didistribusikan pada berbagai komponen
retensi energi berubah dengan meningkatnya ukuran tubuh.
Selain faktor internal, faktor eksternal seperti suhu juga berpengaruh
terhadap retensi energi. Menurut Halver (1989), pada temperatur 30 – 40 oC akan
terjadi peningkatan metabolisme yang sangat cepat dan juga akan menghasilkan
peningkatan retensi energi juga. Namun pada temperatur yang tinggi akan terjadi
denaturasi protein.
Apabila ikan memakan pakan dengan tingkat lipid tinggi maka lipid yang
berlebih akan disimpan. Akibatnya yaitu akan memperoleh lebih banyak energi.
Lipid dan retensi energi secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat lipid sedangkan
retensi protein tidak dipengaruhi oleh lipid atau dengan kandungan protein. Ikan
diberi makan diet rendah lemak ditampilkan retensi lipid yang lebih tinggi daripada
yang makan diet tinggi tertelan dalam jumlah yang lebih tinggi dari lipid (Borges et
al., 2013).
IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :


1. Nilai retensi energi yang didapatkan ikan lele (Clarias batrachus) sebesar 80,59 %.
2. Perbedaan kualitas pakan akan berpengaruh terhadap perbedaan retensi energi. Ikan
memerlukan protein sekitar 20 – 60 % dari pakan yang diberikan dan kadar
optimumnya adalah 30 – 36 % maka kadar protein dalam makanan kurang dari 6%
berat basah mengakibatkan ikan tidak dapat tumbuh dengan baik.
DAFTAR REFERENSI

Anggorodi, R. 1979. Ilmu makanan ternak umum. Jakarta : PT. Gramedia.

Arief, M., Fitriani, N., Subekti. 2014. Pengaruh Pemberian Probiotik Berbeda pada Pakan
Komersial terhadap Pertumbuhan dan Efisiensi Pakan Ikan Lele Sangkuriang
(Clarias Sp.). Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan, 6(1), pp. 32-40.

Borges, P., Francoise, M., Jorge, D., & Lusa, M. P. V. 2013. Protein Utilisation and
Intermediary Metabolism of Senegalese Sole (Solea senegalensis) as A Function of
Protein : Lipid Ratio. British Journal of Nutrition, 109, pp. 1373-1381.

Buttery dan Landsay. 1980. Pritein Deposition in Animals. London : Butterworth.

Cui, Y, Hung, S and Zhu, X. 1996. Effect of Ration and Body Size on the Energy Budget
of Juvenile White Sturgeon. Biol J. Fish, 9(1), pp. 451-459.

Effendi, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri.

Elliot, W.H & Elliot, D.C.1997. Biochemistry and Molecular Biology. New York:
Oxpord University Press.

Halver, J. A. 1989. Fish Nutrition. New York : Academic Press.

Himadri, P., Debajyoti, C. 2012. Evaluation of Growth Performance of Walking Catfish


(Clarias Batrachus) using Low Cost Fish Feed. International Journal of Pharmacy
and Biological Science, 2(2), pp. 228-297.

Kalita, P., Pratap K. M., and Ashis K. M. 2008. Supplementation of Four Non –
Conventional Aquatic Weeds to The Basal Diet of catla catla and cirrhinus mrigala
Fingerlings : Effect on growth, Protein Utilization and Body Composition of fish.
Acta Ichthyologica Et Piscatoria, vol. 38 (1) : 21–27.

Kumar, S & Tembhre. 1997. Anatomy and Physiology of Fishes.: Vikas Publishing House
Private Limited, New Delhi.

Mujiman, A. 1985. Makanan Ikan. PT. Bogor : Penebar Swadaya.

Murtidjo, A. B. 2001. Pedoman Meramu Ikan. Yogyakarta : Kanisius.

Villee,C dan R.D. Barnes.1988. Zoologi Umum. Jakarta : Erlangga.

Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. Purwokerto : Fakultas Biologi Unsoed.

Yuwono, E. & Purnama S. 2001. Fisiologi Hewan Air. Jakarta : CV Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy