Budidaya Jahe, Brosur Buku PDF

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 39

KATA PENGANTAR

Program Pemberdayaan Petani Melalui Teknologi dan


Informasi Pertanian (P3TIP)/FEATI Tahun 2012 merupakan
tahun terakhir pelaksanaan, namun demikian sesuai
harapan petani khususnya UP-FMA di 4 kabupaten lokasi
kegiatan, pembinaan dan pendampingan teknologi dari
BPTP Sumatera Utara tetap dilakukan baik melalui metoda
diseminasi secara langsung maupun tidak langsung seperti
penyebaran bahan-bahan informasi pertanian.
Brosur kecil ini berisikan teknis budidaya yang dapat
menjadi pedoman bagi penyuluh pertanian dalam
mengajar petani dalam rangka peningkatan produktivitas
usahatani. Dasar pertimbangan diproduksinya media cetak
ini tidak lain atas permintaan petani agar memiliki
pedoman budidaya yang tepat sehingga dapat
meningkatkan produksi.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi setiap orang
yang membacanya.

Medan, Oktober 2012


Kepala BPTP Sumut,

Dr. Ali Jamil, MP.


DAFTAR ISI

Hal.
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
I PENDAHULUAN 1
II SYARAT TUMBUH 5
III TEKNOLOGI BUDIDAYA 7
1. Bahan Tanam 7
2. Pembibitan 8
3. Persiapan lahan 10
4. Teknik penanaman 11
5. Pemeliharaan tanaman 13
6. Pemupukan 15
7. Pengendalian hama dan penyakit 17

IV PANEN DAN PASCA PANEN 22


V KLASIFIKASI DAN STANDAR MUTU 26
JAHE UNTUK EKSPOR

VI KENDALA DAN MASALAH 30


VII ANALISIS USAHATANI 31
BAHAN BACAAN 35
PENDAHULUAN

Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman


herba tahunan yang bernilai ekonomi tinggi. Tanaman
ini umumnya dipanen pada kisaran umur 8-12 bulan,
tergantung keperluan. Kalau untuk konsumsi segar,
misalnya untuk bumbu masak, jahe dipanen pada
umur 8 bulan. Kalau untuk keperluan bibit dipanen
umur 10 bulan atau lebih. Namun bila untuk
keperluan asinan jahe dan jahe awet, tanaman jahe
dipanen pada umur muda yakni 3-4 bulan. Jahe juga
diperlukan untuk bahan baku obat tradisional dan
fitofarmaka. Keuntungan bersih usaha budidaya
tanaman jahe bisa mencapai Rp 21 juta lebih/ha.
Permintaan pasar di dalam negeri untuk
keperluan berbagai industri belum bisa dipenuhi,
sehingga Indonesia masih mendatangkan jahe dari
China. Permintaan pasar akan ekspor jahe cukup
banyak, di antaranya, Indonesia belum dapat
memenuhi permintaan jahe gajah negara Belanda
sebanyak 40 ton setiap bulan.
Melihat keuntungan usahanya yang tinggi dan
prospek pasarnya yang baik, jahe layak diusahakan/
dibudidayakan secara intensif. Agar budidaya jahe
berhasil dengan baik diperlukan bahan tanaman
dengan jaminan produksi dan mutu yang baik serta
stabil dengan cara menerapkan budidaya anjuran.
Buku informasi tentang teknologi budidaya jahe
ini dapat dimanfaatkan masyarakat luas, khususnya
petani dan penyuluh dalam mengembangkan
usahatani jahe agar diperoleh produktivitas dan
kualitas produk jahe yang tinggi.
Jahe termasuk dalam suku temu-temuan
(Zingiberaceae), satu famili dengan temu-temuan
lainnya seperti : temu lawak (Cucuma xanthorrizha),
temu hitam (Curcuma aeruginosa), kunyit (Curcuma
domestica), kencur (Kaempferia galanga), lengkuas
(Languas galanga) dan lain-lain.

Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Zingiber
Species : Zingiber officinale

Deskripsi Tanaman Jahe

Jahe merupakan tanaman berbatang semu,


tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong
berwarna kuning atau jingga. Daun berpasangan
berbentuk pedang, panjang 15 – 23 mm, lebar 8 – 15
mm, tangkai daun berbulu dengan panjang 2–4 mm,
bentuk lidah daun memanjang kurang lebih 7,5 – 10
mm tapi tidak berbulu, seludang agak berbulu. Bunga
berupa malai keluar di permukaan tanah, berbentuk
tongkat atau bulat telur yang sempit dengan panjang
2,75–3 kali lebarnya, sangat tajam, panjang malai
3,5–5 cm, lebar 1,5–1,75 cm, tangkai bunga hampir
tidak berbulu dengan panjang 25 cm, rahis berbulu
jarang, terdapat sisik pada tangkai bunga berjumlah
5–7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau
rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3–5 cm,
daun pelindung berbentuk bundar telur terbalik,
bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau
cerah, panjang 2,5 cm, lebar 1–1,75 cm, mahkota
bunga berbentuk tabung 2 – 2,5 cm, helainya agak
sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan,
panjang 1,5 – 2,5 mm, lebar 3 – 3,5 mm, bibir
berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik berwarna putih
kekuningan, panjang 12 – 15 mm, kepala sari
berwarna ungu, panjang 9 mm, tangkai putik
berjumlah 2.

Jenis – Jenis Jahe

Jahe dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :


1. Jahe gajah atau jahe badak. Rimpangnya lebih
besar dan gemuk, ruas rimpangnya lebih
menggembung dari kedua varietas lainnya. Jenis
jahe ini bisa dikonsumsi baik saat berumur muda
maupun berumur tua, baik sebagai jahe segar
maupun jahe olahan.
2. Jahe putih atau jahe emprit. Ruasnya kecil, agak
rata sampai agak sedikit menggembung. Jahe ini
selalu dipanen setelah berumur tua. Kandungan
minyak atsirinya lebih besar dari pada jahe gajah,
sehingga rasanya lebih pedas, disamping seratnya
tinggi. Jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan,
atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak
atsirinya.
3. Jahe merah. Rimpang berwarna merah dan lebih
kecil daripada jahe emprit, jahe merah selalu
dipanen setelah tua, dan juga memiliki kandungan
minyak atsiri yang sama dengan jahe kecil,
sehingga cocok untuk ramuan obat-obatan.
Manfaat Tanaman Jahe

Rimpang jahe dapat digunakan sebagai bumbu


masak, pemberi aroma dan rasa pada makanan
seperti roti, kue, biskuit, kembang gula dan berbagai
minuman. Jahe juga dapat digunakan pada industri
obat, minyak wangi, industri jamu tradisional, diolah
menjadi asinan jahe, dibuat acar, lalap, bandrek,
sekoteng dan sirup. Dewasa ini para petani cabe
menggunakan jahe sebagai pestisida alami.
Dalam perdagangan jahe dijual dalam bentuk
segar, kering, jahe bubuk dan awetan jahe.
Disamping itu terdapat hasil olahan jahe seperti :
minyak astiri dan koresin yang diperoleh dengan cara
penyulingan yang berguna sebagai bahan pencampur
dalam minuman beralkohol, es krim, campuran sosis
dan lain-lain.
Adapun manfaat secara pharmakologi antara
lain adalah sebagai karminatif (peluruh kentut), anti
muntah, pereda kejang, anti pengerasan pembuluh
darah, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba
dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta
merangsang pengeluaran getah lambung dan getah
empedu.
SYARAT TUMBUH

Lingkungan tumbuh tanaman jahe


mempengaruhi produktivitas dan mutu rimpang/umbi,
karena pembentukan rimpang ditentukan terutama
oleh kandungan air, oksigen tanah dan intensitas
cahaya. Tipe iklim (curah hujan), tinggi tempat dan
jenis tanah merupakan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam memilih daerah/lahan yang cocok
untuk menanam jahe.
Pembentukan rimpang akan terhambat pada
tanah dengan kadar liat tinggi dan drainase
(pengairan) kurang baik, demikian juga pada
intensitas cahaya rendah dan curah hujan rendah.
Peranan air dalam perkembangan umbi/rimpang
sangat besar, sehingga apabila kekurangan air akan
sangat menghambat perkembangan umbi.
Tanaman jahe akan tumbuh dengan baik pada
daerah yang tingkat curah hujannya antara 2.500-
4.000 mm/tahun dengan 7-9 bulan basah, dan pH
tanah 6,8-7,4. Pada lahan dengan pH rendah bisa
juga untuk menanam jahe, namun perlu diberikan
kapur pertanian (kaptan) 1-3 ton/ha atau dolomit 0,5-2
ton/ha.
Tanaman jahe dapat dibudidayakan pada
daerah yang memiliki ketinggian 0-1.500 m dpl (di
atas permukaan laut), namun ketinggian optimum
(terbaik) 300-900 m dpl. Di dataran rendah (< 300 m
dpl), tanaman peka terhadap serangan penyakit,
terutama layu bakteri. Sedang di dataran tinggi diatas
1.000m dpl pertumbuhan rimpang akan terhambat
/kurang terbentuk.
Informasi lengkap tentang kriteria iklim dan
tanah suatu wilayah/daerah yang cocok untuk
budidaya jahe bisa dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kesesuaian iklim dan tanah untuk tanaman


Jahe

Karakteristik Kriteria
Jenis tanah Latosol, Andosol, Assosiasi
Regosol - Andosol
Tipe iklim A, B, C (Schmidt dan
Ferguson)
Jumlah curah hujan 2.500- 4.000 mm/tahun
Ketinggian tempat 300- 900 m dpl
Jumlah bulan 7- 9 bulan
basah/tahun
Suhu udara 2- 30o C
Tingkat naungan 0- 30%
Tekstur Lempung, Lempung liat
berpasir
Drainase Baik
TEKNOLOGI BUDIDAYA

1. Bahan Tanam

Berdasarkan bentuk, warna dan aroma rimpang


serta komposisi kimianya dikenal tiga jenis jahe, yaitu
jahe putih besar (gajah), jahe putih kecil (jahe emprit)
dan jahe merah. Jahe putih besar mempunyai
rimpang besar berbuku, berwarna putih kekuningan
dengan diameter 8-8,5 cm, aroma kurang tajam,
tinggi dan panjang rimpang 6-11,3 cm dan 15-32 cm.
Warna daun hijau muda, batang hijau muda dengan
kadar minyak atsiri 0,8-2,8%.
Jahe putih kecil (jahe emprit) mempunyai
rimpang kecil berlapis-lapis, aroma tajam, berwarna
putih kekuningan dengan diameter 3-4 cm, tinggi dan
panjang rimpang 6-11 cm dan 6-32 cm. Warna daun
hijau muda, batang hijau muda dengan kadar minyak
atsiri 1,5-3,5%.
Jahe merah mempunyai rimpang kecil berlapis-
lapis, aroma sangat tajam, berwarna jingga muda
sampai merah dengan diameter 4-4,5 cm, tinggi dan
panjang rimpang 5-11 cm dan 12-13 cm. Warna daun
hijau muda, batang hijau kemerahan dengan kadar
minyak atsiri 2,8-3,9%.
Pilih tanaman yang akan dibudidayakan dari
varietas unggul yang mempunyai potensi produksi
tinggi. Diantaranya varietas unggul jahe putih besar
(gajah) dengan potensi produksi mencapai 37 ton/ha,
yaitu varietas Cimanggu-1.
Gambar 1. Jenis-jenis bibit jahe

2. Pembibitan

Persyaratan Bibit Jahe


Bibit berkualitas adalah bibit yang memenuhi
syarat mutu genetik, mutu fisiologik (persentase
tumbuh tinggi), dan mutu fisik. Mutu fisik adalah bibit
bebas hama dan penyakit. Rimpang untuk dijadikan
benih, sebaiknya mempunyai 2 - 3 bakal mata tunas
dengan bobot sekitar 25 - 60 g untuk jahe putih besar,
20 - 40 g untuk jahe putih kecil dan jahe merah.
Kebutuhan benih per ha untuk jahe putih besar
(panen tua) membutuhkan benih 2 - 3 ton/ha dan 5
ton/ha untuk jahe putih besar panen muda.
Sedangkan jahe merah dan jahe emprit 1 – 1,5 ton.

Teknik Penyemaian Bibit


Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman
seragam, bibit jangan langsung ditanam sebaiknya
terlebih dahulu dikecambahkan. Penyemaian bibit
dapat dilakukan dengan peti kayu atau ditaruh di atas
bedengan.

Penyemaian pada peti kayu


Rimpang jahe yang baru dipanen dijemur
sementara (tidak sampai kering), kemudian disimpan
sekitar 1-1,5 bulan. Patahkan rimpang tersebut
dengan tangan dimana setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan dijemur ulang 1/2-1 hari. Selanjutnya
potongan bakal bibit tersebut dikemas ke dalam
karung beranyaman jarang, lalu dicelupkan dalam
larutan fungisida dan zat pengatur tumbuh sekitar 1
menit kemudian keringkan. Setelah itu dimasukkan
kedalam peti kayu.
Lakukan cara penyemaian dengan peti kayu
sebagai berikut: pada bagian dasar peti kayu
diletakkan bakal bibit selapis, kemudian diatasnya
diberi abu gosok atau sekam padi, demikian
seterusnya sehingga yang paling atas adalah abu
gosok atau sekam padi. Setelah 2-4 minggu, bibit
jahe siap disemai.

Penyemaian pada bedengan


Buat rumah penyemaian sederhana ukuran 10
x 8 m untuk menanam bibit 1 ton (kebutuhan jahe
gajah seluas 1 ha). Buat bedengan dari tumpukan
jerami setebal 10 cm. Rimpang bakal bibit disusun
pada bedengan jerami lalu ditutup jerami, diatasnya
diberi rimpang tutup dengan jerami, demikian
seterusnya, sehingga didapatkan 4 susunan lapis
rimpang dengan bagian atas berupa jerami.
Perawatan bibit pada bedengan dapat
dilakukan dengan penyiraman setiap hari dan
sesekali disemprot dengan fungisida. Setelah 2
minggu, biasanya rimpang sudah bertunas. Bila bibit
bertunas dipilih agar tidak terbawa bibit berkualitas
rendah. Bibit hasil seleksi itu dipatah-patahkan
dengan tangan dan setiap potongan memiliki 3-5
mata tunas dan beratnya 40-60 gram.

Penyiapan Bibit
Sebelum ditanam, bibit harus dibebaskan dari
ancaman penyakit dengan cara bibit tersebut
dimasukkan ke dalam karung dan dicelupkan ke
dalam larutan fungisida sekitar 8 jam. Kemudian bibit
dijemur 2-4 jam, barulah ditanam.

3. Persiapan Lahan

Pembukaan Lahan
Pengolahan tanah diawali dengan dibajak
sedalam kurang lebih dari 30 cm dengan tujuan untuk
mendapatkan kondisi tanah yang gembur atau remah
dan membersihkan tanaman pengganggu. Setelah itu
tanah dibiarkan 2-4 minggu agar gas-gas beracun
menguap serta bibit penyakit dan hama akan mati
terkena sinar matahari. Apabila pada pengolahan
tanah pertama dirasakan belum juga gembur, maka
dapat dilakukan pengolahan tanah yang kedua sekitar
2-3 minggu sebelum tanam dan sekaligus diberikan
pupuk kandang dengan dosis 1.500-2.500 kg/Ha.

Pembentukan Bedengan
Pada daerah-daerah yang kondisi air tanahnya
jelek dan sekaligus untuk encegah terjadinya
genangan air, sebaiknya tanah diolah menjadi
bedengan-bedengan engan ukuran tinggi 20-30 cm,
lebar 80-100 cm, sedangkan panjangnya disesuaikan
dengan kondisi lahan.

Pengapuran
Pengapuran dilakukan pada saat pembentukan
bedengan. Pada tanah dengan pH rendah, sebagian
besar unsur-unsur hara didalamnya, Terutama fosfor
(p) dan calcium (Ca) dalam keadaan tidak tersedia
atau sulit diserap. Kondisi tanah yang masam ini
dapat menjadi media perkembangan beberapa
cendawan penyebab penyakit Fusarium sp dan
Pythium sp. Pengapuran juga berfungsi menambah
unsur kalium yang sangat diperlukan tanaman untuk
mengeraskan bagian tanaman yang berkayu,
merangsang pembentukan bulu-bulu akar,
mempertebal dinding sel buah dan merangsang
pembentukan biji.

4. Teknik Penanaman Jahe

Penentuan Pola Tanaman


Pembudidayaan jahe secara monokultur pada
suatu daerah tertentu memang dinilai cukup rasional,
karena mampu memberikan produksi tinggi. Namun
di daerah pembudidayaan jahe secara monokultur
kurang dapat diterima karena selalu menimbulkan
kerugian. Oleh karena itu dapat dianjurkan pola
penanaman jahe secara tumpangsari dengan
tanaman lain karena mempunyai beberapa
keuntungan antara lain :
a. Mengurangi kerugian yang disebabkan naik
turunnya harga.
b. Menekan biaya kerja, seperti: tenaga kerja
pemeliharaan tanaman.
c. Meningkatkan produktivitas lahan.
d. Memperbaiki sifat fisik dan mengawetkan tanah
akibat rendahnya pertumbuhan gulma (tanaman
pengganggu).
Praktek di lapangan, ada jahe yang
ditumpangsarikan dengan sayur-sayuran, seperti
ketimun, bawang merah, cabe rawit, buncis dan lain-
lain. Ada juga yang ditumpangsarikan dengan
palawija, seperti : jagung, kacang tanah dan
beberapa kacang-kacangan lainnya.
Pembuatan Lubang Tanam
Untuk menghindari pertumbuhan jahe yang
jelek, karena kondisi air tanah yang buruk, maka
sebaiknya tanah diolah menjadi bedengan-bedengan.
Selanjutnya buat lubang-lubang kecil atau alur
sedalam 3-7,5 cm untuk menanam bibit.

Cara Penanaman
Benih jahe ditanam sedalam 5-7 cm dengan
tunas menghadap ke atas, jangan terbalik, karena
dapat menghambat pertumbuhan. Jarak tanam yang
digunakan untuk jahe putih besar yang dipanen tua
adalah 80 cm x 40 cm atau 60 cm x 40 cm, apabila
dipanen muda jarak tanam yang dianjurkan adalah 40
cm x 30 cm. Sedangkan jahe putih kecil dan jahe
merah jarak tanam digunakan 60 cm x 40 cm.
Setelah jahe ditanam perlu ditutup dengan
mulsa (jerami, alang-alang) untuk melindungi tunas
yang baru tumbuh/muncul ke permukaan tanah yang
belum mampu menahan teriknya matahari. Selain itu
pemberian mulsa mampu memperbaiki kondisi tanah
terutama di bagian permukaan, dan juga mengurangi
erosi karena mulsa mampu menahan aliran air.

Gambar 2. Penanaman jahe


Perioda Tanam
Penanaman jahe sebaiknya dilakukan pada
awal musim hujan sekitar bulan September dan
Oktober. Hal ini dimungkinkan karena tanaman muda
akan membutuhkan air cukup banyak untuk
pertumbuhannya.

5. Pemeliharaan Tanaman

Penyulaman
Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang
mati atau pertumbuhannya tidak baik. Hal ini
dilakukan untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman
yang seragam serta waktu panen yang serempak.
Penyulaman dilakukan pada umur 1-1,5 bulan
dengan menggunakan benih cadangan yang telah
diseleksi dan disemaikan. Penyulaman sebaiknya
jangan dilakukan pada tanaman mati yang
disebabkan oleh penyakit layu bakteri. Pada bekas
tanaman tersebut sebaiknya diberi kapur untuk
menghindari penularan tanaman disekitarnya.

Penyiangan
Sampai tanaman jahe berumur 6-7 bulan
banyak tumbuh gulma, sehingga penyiangan perlu
dilakukan secara intensif. Apabila gulma dibiarkan
tumbuh sampai tanaman jahe berumur 180 hari akan
terjadi penurunan hasil sampai 60%.
Penyiangan pertama dilakukan pada saat
tanaman jahe berumur 2-4 minggu, kemudian
dilanjutkan 4-6 minggu sekali tergantung kepada
banyaknya gulma yang tumbuh.
Penyiangan setelah tanaman jahe berumur 4
bulan perlu dilakukan secara hati-hati agar tidak
merusak perakaran dan melukai rimpang yang dapat
menyebabkan masuknya bibit penyakit.
Penyiangan dapat dilakukan dengan cara
manual yaitu dengan mencabut gulmanya dengan
tangan atau dengan menggunakan kored, dan bisa
juga dengan herbisida. Caramanual akan berhasil
untuk gulma yang mudah dicabut, namun sulit
dilakukan terhadap gulma yang memiliki rimpang
(alang-alang), dan umbi (teki).

Pembubunan
Tanaman jahe memerlukan tanah yang
peredaran udara dan air dapat berjalan dengan baik,
maka tanah harus digemburkan. Pembumbunan
dilakukan guna menggemburkan tanah sekaligus
agar rimpang yang muncul tertutup tanah. Dengan
demikian kesempatan berkembangnya rimpang
menjadi baik dan dapat mencegah rimpang terkena
sinar matahari yang dapat membuat rimpang
berwarna hijau dan keras yang akan menurunkan
kualitas rimpang.
Pembumbunan dilakukan dengan cara
menimbun pangkal batang dengan tanah setebal
kurang 5 cm dan dilakukan pada waktu telah
terbentuk rimpang dengan 4-5 anakan.
Setiap kali dilakukan pembumbunan akan
terbentuk guludan kecil dan sekaligus terbentuk
saluran air yang berfungsi mengalirkan kelebihan air.
Intensitas pembumbunan tergantung keadaan tanah,
banyaknya hujan dan perlakuan budidaya (pemberian
mulsa). Pada tanah-tanah yang cepat mengeras
seperti tanah bertekstur liat dan hujan cukup banyak,
maka pembumbunan lebih sering dilakukan. Waktu
pembumbunan sebaiknya dilakukan menjelang
pemupukan.
6. Pemupukan
Pemberian pupuk dimaksudkan agar unsur-
unsur hara yang dibutuhkan tanaman tersedia cukup.
Oleh karenanya, pemupukan mutlak diperlukan
terutama pada lahan yang kurang subur. Pemupukan
memegang peranan penting untuk meningkatkan
hasil rimpang, yaitu pupuk organik untuk memperbaiki
tekstur tanah dan aerasi tanah, dan pupuk anorganik
terutama N, P, dan K.

Pemupukan Organik
Pada budidaya jahe secara organik yang tidak
menggunakan bahan kimia termasuk pupuk buatan
dan obat-obatan, maka pemupukan secara organik
yaitu dengan menggunakan pupuk kompos organik
atau pupuk kandang dilakukan lebih sering dibanding
jika menggunakan pupuk buatan.
Adapun pemberian pupuk kompos organik ini
dilakukan pada saat pembuatan guludan sebagai
pupuk dasar sebanyak 60 – 80 ton per hektar yang
ditebar dan dicampur tanah olahan. Untuk
menghemat pemakaian pupuk kompos dapat juga
dilakukan dengan jalan mengisi tiap-tiap lobang
tanam di awal pertanaman sebanyak 0.5 – 1kg per
tanaman. Pupuk susulan selanjutnya dilakukan pada
umur 2 – 3 bulan, 4 – 6 bulan, dan 8 – 10 bulan.
Adapun dosis pupuk susulan sebanyak 2 – 3
kg per tanaman. Pemberian pupuk kompos ini
biasanya dilakukan setelah kegiatan penyiangan dan
bersamaan dengan kegiatan pembubunan. Apabila
akan menggunakan pupuk kimia, maka pupuk organik
cukup diberikan pada saat pemupukan dasar dengan
dosis 20-40 ton/ha.
Pemupukan Kimia
Selain pupuk dasar (pada awal penanaman),
tanaman jahe perlu diberi pupuk susulan kedua (pada
saat tanaman berumur 2-4 bulan). Pemupukan tahap
kedua digunakan pupuk buatan seperti Urea,
TSP/SP-36 dan KCl. Teknologi pemupukan anjuran
untuk tanaman jahe seperti Tabel 2.

Tabel 2. Teknologi pemupukan anjuran tanaman jahe

Varietas Jahe Jenis Pupuk Dosis Anjuran


Jahe putih  Pupuk kandang, 20-40 ton/ha
besar (Gajah) diberikan 2-4
minggu sebelum
tanam
 SP-36 diberikan 300-400 kg/ha
saat tanam
 KCL diberikan saat 300-400 kg/ha
tanam
 Urea diberikan 400-600 kg/ha
masing-masing
1/3 bagian pada
umur 1, 2 dan 3
bulan setelah
tanam
Jahe putih  Pupuk kandang, 20-30 ton/ha
kecil (jahe diberikan 2-4
emprit) minggu sebelum
tanam
 SP-36 diberikan 200-300 kg/ha
saat tanam
 KCL diberikan saat 200-300 kg/ha
tanam
 Urea diberikan 300-400 kg/ha
masing-masing
1/3 bagian pada
umur 1, 2 dan 3
bulan setelah
tanam
Jahe merah  Pupuk kandang, 20-30 ton/ha
diberikan 2-4
minggu sebelum
tanam
 SP-36 diberikan 200-300 kg/ha
saat tanam
 KCL diberikan saat 200-300 kg/ha
tanam
 Urea diberikan 300-400 kg/ha
masing-masing
1/3 bagian pada
umur 1, 2 dan 3
bulan setelah
tanam

Pengairan dan Penyiraman


Tanaman Jahe tidak memerlukan air yang
terlalu banyak untuk pertumbuhannya, akan tetapi
pada awal petumbuhannya tanaman jahe
membutuhkan air yang cukup, sehingga saat memulai
budidaya jahe diusahakan penanaman pada awal
musim hujan sekitar bulan September.

7. Pengendalian Hama dan Penyakit

Beberapa penyakit penting pada tanaman jahe


yang umum dijumpai, terutama jahe putih besar,
adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum), layu
fusarium (Fusarium oxysporum), layu rizoktonia
(Rhizoctonia solani), nematoda (Rhodopolus similis)
dan lalat rimpang (Mimergralla coeruleifrons,Eumerus
figurans) serta kutu perisai (Aspidiella hartii).
Penyemprotan pestisida sebaiknya dilakukan mulai
dari penyimpanan bibit dan pada saat pemeliharaan
dengan interval 14 hari sekali. Penyemprotan
pestisida pada fase pemeliharaan biasanya dicampur
dengan pupuk cair atau zat pengatur tumbuh lainnya
untuk mendorong pertumbuhan jahe.
Hama dan penyakit utama pada tanaman jahe
dan cara-cara pengendaliannya dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hama dan penyakit utama tanaman
Jahe dan cara pengendaliannya

Hama/Penyakit Jenis Pengendalian


kerusakan
Layu bakteri Tanaman mati 1. Bibit diambil dari
(Ralstonia dan rimpang tanaman induk sehat
solanacearum) busuk 2. Antagonis
(Pseudomonas
florences, P. Cepacia
dan Bacillus sp,
dikombinasikan
dengan kompos
(misalnya BIOTRIBA)
3. Pestisida nabati
(tepung gambir
dan temulawak)
Bengkak (puru) Akar luka 1. Bibit diambil dari
akar sehingga tanaman induk sehat
(Meloidogyne penyerapan 2. Pasteuria penetrans 2-
sp.) hara 5 kapsul/ tan/6 bulan
Luka akar terganggu dan 3. Tepung biji mimba 25-
(Rhodophalus patogen tanah 50 gr/tan/ 3 bulan
similis) mudah masuk 4. Mulsa (10-20 ton/ha)
dan Karbofuran pada
saat tanam 20-30
kg/ha
Bercak daun Daun kering, 1. Bibit diambil dari
(Phillosticta sp.) fotosintesa tanaman sehat
tidak optimal, 2. Minyak cengkeh
tanaman kerdil (10%)
3. Mankozeb (2-3 kali
seminggu)
Busuk rimpang Tanaman mati 1. Bibit diambil dari
(Sclerotium sp. dan akar tanaman sehat
Rhizoctonia sp. busuk 2. Formula antibiotik
Fusarium sp.)
Kutu Perisai Kulit rimpang 1. Fumigasi benih
(Aspediella kusam, karena Dengan metil bromida
hartii) rimpang atau alumuniumfosfida
dihisap dan 2. Perlakuan benih
kering Dengan air panas
50oC selama 10 menit,
insektisida
karbosulfan (2 ml/lt),
insektisida nabati
seperti ekstrak mimba
2,5% atau ekstrak
bungkil jarak 2,5%

Dalam pertanian organik yang tidak


menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya
melainkan dengan bahan-bahan yang ramah
lingkungan biasanya dilakukan secara terpadu sejak
awal pertanaman untuk menghindari serangan hama
dan penyakit tersebut yang dikenal dengan PHT
(Pengendalian Hama Terpadu) yang komponennya
adalah sbb:
 Mengusahakan pertumbuhan tanaman yang sehat
yaitu : memilih bibit unggul yang sehat bebas dari
hama dan penyakit serta tahan terhadap serangan
hama dari sejak awal pertanaman.
 Memanfaatkan semaksimal mungkin musuh-
musuh alami.
 Menggunakan varietas-varietas unggul yang tahan
terhadap serangan hama dan penyakit.
 Menggunakan pengendalian fisik/mekanik yaitu
dengan tenaga manusia.
 Menggunakan teknik-teknik budidaya yang baik
misalnya budidaya tumpang sari dengan pemilihan
tanaman yang saling menunjang, serta rotasi
tanaman pada setiap masa tanamnya untuk
memutus siklus penyebaran hama dan penyakit
potensial.
 Penggunaan pestisida, insektisida, herbisida alami
yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan
residu toksik baik pada bahan tanaman yang
dipanen maupun pada tanah. Disamping itu
penggunaan bahan ini hanya dalam keadaan
darurat berdasarkan tingkat kerusakan ekonomi
yang diperoleh dari hasil pengamatan.

Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan


sebagai pestisida nabati dan digunakan dalam
pengendalian hama antara lain adalah:
 Tembakau (Nicotiana tabacum) yang mengandung
nikotin untuk insektisida kontak sebagai fumigan
atau racun perut. Aplikasi untuk serangga kecil
misalnya Aphids.
 Piretrum (Chrysanthemum cinerariaefolium),
bunga krisan atau seruni yang mengandung
piretrin yang dapat digunakan sebagai insektisida
sistemik yang menyerang urat syaraf pusat yang
aplikasinya dengan semprotan. Aplikasi pada
serangga seperti lalat rumah, nyamuk, kutu, hama
gudang, dan lalat buah.
 Tuba (Derris elliptica dan Derris malaccensis) yang
mengandung rotenone untuk insektisida kontak
yang diformulasikan dalam bentuk hembusan dan
semprotan.
 Neem tree atau mimba (Azadirachta indica) yang
mengandung azadirachtin yang bekerjanya cukup
selektif. Aplikasi racun ini terutama pada serangga
penghisap seperti wereng dan serangga
pengunyah, hama penggulung daun
(Cnaphalocrocis medinalis). Bahan ini juga efektif
untuk menanggulangi serangan virus RSV, GSV
dan Tungro.
 Bengkuang (Pachyrrhizus erosus) yang bijinya
mengandung rotenoid yaitu pakhirizida yang dapat
digunakan sebagai insektisida dan larvasida.
 Jeringau (Acorus calamus) yang rimpangnya
mengandung komponen utama asaron dan
biasanya digunakan untuk racun serangga dan
pembasmi cendawan, serta hama gudang
Callosobrocus.

(1) (2) (3) (4)

(5) (6) (7)

Gambar 3 : Beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan


sebagai pestisida nabati : Tembakau(1);
Piretrum(2); Tuba (3,4); Mimba (5);
Bengkuang (6) dan Jeringau (7)
PANEN DAN PASCA PANEN

Panen

Pemanenan jahe tergantung pada produk akhir


yang diinginkan walaupun umumnya jahe dipanen
setelah umur 8-12 bulan. Untuk konsumsi segar
sebagai bumbu dipanen pada umur 8 bulan, sedang
untuk keperluan bibit dipanen umur 10 awet dipanen
muda berumur 3-4 bulan.
Panen dilakukan dengan cara membongkar
seluruh tanaman menggunakan cangkul atau garpu.
Agar rimpang hasil panen tidak lecet dan tidak
terpotong perlu kehati-hatian waktu panen karena
akan mengurangi mutu jahe. Rimpang dibersihkan
dari kotoran dan tanah yang menempel. Tanah yang
menempel apabila dibiarkan akan mengering dan sulit
dibersihkan.
Selanjutnya, jahe tersebut diangkut ke tempat
pencucian untuk disemprot dengan air. Pada saat
pencucian jahe tidak boleh digosok agar tidak lecet,
kemudian dilakukan penyortiran sesuai tujuan.
Berdasarkan standar perdagangan, mutu
rimpang jahe segar dikategorikan menjadi ; (a) Mutu I,
bobot 250 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas, tidak
mengandung benda asing dan kapang, (b) Mutu II,
bobot 150-249 g/rimpang, kulitnya tidak terkelupas,
tidak mengandung benda asing dan kapang, dan (c)
Mutu III, bobot sesuai hasil analisis, kulit yang
terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum
3%, dan kapang maksimum 10%.
Pasca Panen

Setelah panen, rimpang harus secepatnya


dibersihkan untuk menghindari kotoran yang
berlebihan serta mikroorganisme yang tidak
diinginkan. Setelah dibersihkan dan dicuci, rimpang
dikering anginkan untuk mengeringkan air pencucian.
Untuk dijual segar jahe dapat langsung dikemas
dengan menggunakan peti kayu berongga agar
sirkulasi udara lancar. Tetapi bila diinginkan dalam
bentuk kering atau simplisia, dilakukan pengirisan
rimpang setebal 1-4 mm. Untuk mendapatkan
simplisia dengan tekstur menarik, sebelum diiris
rimpang direbus beberapa menit sampai terjadi
proses gelatinisasi. Rimpang yang sudah diiris,
selanjutnya dikeringkan dengan panas matahari atau
dengan pengeringan buatan/oven pada suhu 36-
46oC. Bila kadar air telah mencapai 8-10%, yaitu
rimpang sudah bisa dipatahkan, pengeringan sudah
dianggap cukup.
Selain itu, dikenal jahe gelondongan (jahe putih
kecil dan jahe merah) yang diproses dengan cara
rimpang jahe utuh ditusuk-tusuk agar air keluar
sebagian, kemudian dijemur panas matahari atau
dioven sampai kering atau kadar air mencapai 8-10%.
Rimpang kering dapat dikemas dalam peti, karung
atau plastik yang kedap udara dan dapat disimpan
dengan aman apabila kadar air sudah rendah. Ruang
penyimpanan harus diperhatikan sanitasinya,
berventilasi baik, dengan suhu ruangan yang rendah
dan kering untuk mencegah pencemaran oleh
mikroba dan hama gudang.
Peningkatan nilai tambah melalui penganeka-
ragaman produk rimpang menjadi produk primer
merupakan salah satu aspek usaha untuk
pemenuhan kebutuhan industri serta peningkatan
pendapatan petani. Penganekaragaman produk jahe
menjadi bentuk-bentuk lain sangat dianjurkan dan
berpeluang besar dilakukan di sentra-sentra produksi
untuk penyediaan bahan baku industri jamu/farmasi.
Rimpang jahe setelah dipanen dan dibersihkan,
dapat langsung digunakan sebagai produk rimpang
segar atau dapat diolah menjadi produk lain
diantaranya : simplisia, serbuk jahe, asinan jahe,
sirup jahe, instan jahe, permen jahe, manisan jahe,
minyak atsiri dan eleorisin.
Beberapa cara pembuatan produk jahe
sebagai berikut :

Simplisia
 Rimpang dicuci, kemudian diiris-iris dengan
ketebalan 1-4 mm
 Irisan rimpang dijemur dengan menggunakan alas
anyaman bambu/tampah, lantai jemur atau tikar,
sampai kadar air mencapai 8-10%. Perlu
diperhatikan agar irisan rimpang tidak menumpuk
terlalu tinggi yang akan menyebabkan irisan
rimpang berjamur
 Simplisia dikemas dengan baik di dalam kantong
plastik yang higienis dan siap dipasarkan atau
digunakan dalam industri jamu/obat, makanan,
dan minuman.

Bubuk Jahe
 Jahe kering (kadar air 8-10%) digiling halus
dengan ukuran sekitar 50-60 mesh
 Bubuk yang sudah jadi, dikemas dalam wadah
kering, dan siap digunakan untuk bumbu, bahan
baku industri minuman (bir, brandi dan anggur
jahe)
Sirup Jahe
 Rimpang jahe segar yang sudah dicuci, dipotong-
potong kemudian dikupas
 Potongan jahe yang telah dikupas direbus dalam
air mendidih selama 15 menit
 Tambahkan gula pasir (1,5 kg jahe/lt kg gula) dan
air sampai jahe terendam
 Setelah dididihkan selama 45 menit, diamkan
selama 2 hari selanjutnya campuran dididihkan
kembali selama 45 menit.

Instan Jahe
 Rimpang jahe yang sudah dicuci bersih, dipotong-
potong dan dikupas, diblender, kemudian diperas.
 Air perasannya merupakan sari jahe
 Sari jahe ditambah jeruk nipis dan pandan (untuk
menambah rasa), selanjutnya diuapkan/
dipanaskan sampai kental
 Tambahkan gula pasir (1 bagian jahe : 2 bagian
gula pasir), dan diaduk sampai kering
 Dikemas dalam wadah agar tetap kering

Asinan Jahe
 Jahe muda (umur panen 3-4 bulan) dikupas dan
dicuci bersih
 Jahe direndam di dalam larutan campuran (garam
14-18% + 1% asam sitrat + 5% sulfur dioksida),
kemudian diamkan selama 15 menit.
 Dikemas dalam peti kayu yang dilapisi dengan
plastik tebal dua lapis.
KLASIFIKASI DAN STANDAR MUTU
JAHE UNTUK EKSPOR

Jahe diklasifikasikan menjadi 3 jenis mutu, yaitu:


mutu I, II, III.
a). Syarat umum :
1. Kesegaran jahe: segar
2. Rimpang bertunas: tidak ada
3. Kenampakan irisan melintang: cerah
4. Bentuk rimpang: utuh
5. Serangga hidup: bebas

b). Syarat Khusus


1. Ukuran berat: mutu I ³ 250 gram/rimpang; mutu
II 150-249 gram/rimpang; mutu III
dicantumkan sesuai hasil analisa.
2. Rimpang yang terkelupas kulitnya (rimpang
/jumlah rimpang): mutu I=0 %; mutu II=0 %;
mutu III<10 %.
3. Benda asing: mutu I=0 %; mutu II=0 %; mutu
III<3 %
4. Rimpang berkapang (rimpang/jumlah rimpang)
: mutu I=0%;mutu II=0%; mutu III<10%.

Untuk mendapatkan jenis jahe yang sesuai


dengan standar mutu dilakukan pengujian,yang
meliputi:

a) Penentuan benda-benda asing


Timbanglah sejumlah contoh yang beratnya
diantara 100–200 gram. Pisahkan benda-benda yang
akan ditentukan persentase bobotnya dan
dipindahkan pada kaca arloji yang telah ditera. Kaca
arloji beserta benda asing tersebut ditimbang pada
neraca analitik. Perbedaan kedua penimbang
tersebut menunjukan jumlah benda asing dalam
cuplikan yang diuji.

b) Penentuan kadar serat


Keringkan kira-kira 5 gram cuplikan untuk
pengujian didalam sebuah oven udara listrik 105 ± 1
derajat C, sampai berat tetap. Timbanglah dengan
teliti kira-kira 2,5 gram bahan yang telah dikeringkan
itu ke dalam sebuah thimble dan ekstraklah dengan
petroleum eter (titik didih 40-60 derajat C) selama
kira-kira 1 jam dengan menggunakan sebuah alat
soxhlet. Pindahkan bahan yang telah bebas lemak
tersebut kedalam sebuah labu berkapasitas 1 liter.
Ambillah 200 ml asam sulfat encer, tempatkanlah
dalam sebuah gelas piala, didihkanlaah seluruh asam
yang mendidih itu kedalam labu yang telah berisi
bahan bebas lemak tersebut di atas. Lengkapilah
segera labu itu dengan pendingin balik yang dialiri air,
dan panaskanlah sedemikian rupa sehingga labu
mendidih setelah satu menit.
Goyang-goyanglah labu agak sering sambil
menghindari tertinggalnya bahan pada dinding labu
yang tak bersentuhan dengan asam. Lanjutkanlah
pendidihan selama tepat 30 menit. Tanggalkanlah
labu dan saringlah melalui kain halus (kira-kira 18
serat untuk setiap sentimeter) yang ditempatkan
dalam sebuah corong penyaring dan cucilah dengan
air mendidih sampai cucian tidak lagi bersifat asam
terhadap lakmus. Didihkanlah sejumlah larutan
natrium hidroksida dengan menggunakan pendingin
balik dan didihkanlah selama tepat 30 menit.
Tanggalkanlah labu itu dan saringlah dengan segera
dengan kain penyaring. Cucilah residum dengan baik
dengan iar mendidih dan pindahkanlah kedalam krus
gooch yang telah berisi lapisan tipis dan kompak
asbes yang telah dipijarkan.
Cucilah residu dengan baik pertama-tama
dengan air panas kemudian dengan kira-kira 15 ml
etil alkohol 95%. Keringkanlah Krus Gooch dan isinya
pada 105 ± 1 derajat C dalam oven udara sampai
berat tetap. Dinginkan dan timbanglah. Pijarkan Krus
Gooch tersebut pada 600 ± 20 derajat C dalam tanur
suhu udara tinggi sampai seluruh bahan
menngandung karbon terbakar. Dinginkanlah Krus
Gooch yang berisi abu tersebut dalam sebuah
eksikator dan timbanglah.

c) Penentuan kadar minyak


1. Timbanglah dengan teliti, mendekati 1 gram, kira-
kira 35–40 gram cuplikan yang telah dipotong
kecil-kecil sebelum dimasukan kedalam labu
didih.
2. Tambahkanlah air sampai seluruh cuplikan
tersebut terendam dan tambahkan pula ke
dalamnya sejumlah batu didih.
3. Sambunglah labu didih dengan alat “Dean-Stark”
sehingga dapat digunakan untuk pekerjaan
destilasi dan panaskanlah labu didih tersebut
beserta isinya.
Penyulingan dihentikan bila tidak ada lagi
butir-butir minyak yang menetes bersama-sama
air atau bila volume minyak dalam penampung
tidak berubah dalam beberapa waktu.
Biasanya penyulingan ini memerlukan waktu
lebih kurang 6 jam. Rendamlah penampung
beserta isinya kedalam air sehingga cairan
didalamnya mencapai suhu udara kamar dan
ukurlah volume minyak yang tertampung.
Pengambilan Contoh
a) Pengambilan contoh
Dari jumlah kemasan dalam satu partai jahe
segar siap ekspor diambil sejumlah kemasan
secara acak seperti dibawah ini, dengan
maksimum berat tiap partai 20 ton.
1. Untuk jumlah kemasan dalam partai 1–100,
contoh yang diambil 5.
2. Untuk jumlah kemasan dalam partai 101–
300, contoh yang diambil 7
3. Untuk jumlah kemasan dalam partai 301–
500, contoh yang diambil 9
4. Untuk jumlah kemasan dalam partai 501-
1000, contoh yang diambil 10
5. Untuk jumlah kemasan dalam partai di atas
1000, contoh yang diambil minimum 15

Kemasan yang telah diambil, dituangkan


isinya, kemudian diambil secara acak sebanyak
10 rimpang dari tiap kemasan sebagai contoh.
Khusus untuk kemasan jahe segar berat 10 kg
atau kurang, maka contoh yang diambil sebanyak
5 rimpang. Contoh yang telah diambil kemudian
diuji untuk ditentukan mutunya.

b) Petugas pengambil contoh


Petugas pengambil contoh harus memenuhi
syarat yaitu orang yang telah berpengalaman
atau dilatih terlebih dahulu dan mempunyai ikatan
dengan suatu badan hukum.

Pengemasan
Jahe segar disajikan dalam bentuk rimpang
utuh, dikemas dengan jala plastik yang kuat, dengan
berat maksimum 15 kg tiap kemasan, atau dikemas
dengan keranjang bambu dengan berat sesuai
kesepakatan anatara penjual dan pembeli.
Dibagian luar dari tiap kemasan ditulis, dengan
bahan yang tidak luntur, jelas terbaca antara lain:
a) Produksi Indonesia
b) Nama/kode perusahaan/eksportir
c) Nama barang
d) Negara tujuan
e) Berat kotor
f) Berat bersih
g) Nama pembeli

KENDALA DAN MASALAH

Jahe adalah komoditas yang tidak tergantikan.


Khasiatnya sebagai penghangat tubuh memiliki
keunikan yang khas yang tidak dimiliki oleh komoditas
lain. Peluang pasar bagi komoditas ini sangat besar.
baik di pasar lokal dengan semakin menjamurnya
industri obat, makanan, dan minuman yang berbahan
dasar jahe, maupun di pasar internasional dengan
total impor dunia yang besar dengan kecenderungan
impor yang meningkat. Peluang pasar bagi jahe
Indonesia terbuka lebar di pasar dunia terutama di
pasar Bangladesh, Malaysia, Singapura, dan Jepang.
Negara ini menerima ekspor jahe dari Indonesia
dalam jumlah yang besar. Namun, negara tersebut
juga menerima ekspor dari negara lain dengan jumlah
yang lebih besar, seperti dari negara Cina. Dengan
melihat peluang pasar tersebut, peningkatan produksi
jahe untuk memenuhi kebutuhan lokal dan ekspor
akan sangat baik, dengan syarat peningkatan
produksi ini harus memenuhi standar mutu yang
ditetapkan pasar.
Masalah utama ekspor jahe Indonesia adalah
produksi yang tidak stabil dan mutu yang kurang baik.
Untuk memperbaiki masalah ini maka strategi
pengembangan yang dapat dilakukan adalah
pembentukan kemitraan antara petani dengan
pengusaha dan eksportir, mengadakan bimbingan,
pendampingan dan pembinaan kepada msyarakat
petani jahe, melakukan teknik budidaya yang tepat,
dan perlakuan pemanenan dan pascapanen yang
tepat.
Pasar jahe dunia dengan struktur pasar
dominan yang secara langsung berakibat Indonesia
tidak dapat mempengaruhi harga (price taker).
Namun, dengan struktur pasar perdagangan jahe
yang dominan, dengan peningkatan kualitas melalui
ilmu pengetahuan dan teknologi, Indonesia bisa
meraih pangsa pasar yang lebih besar. Sehingga,
produksi komoditas jahe dapat berfungsi sebagai
sumber devisa bagi negara dan dapat meningkatan
pendapatan petani.

ANALISIS USAHATANI

Untuk mengetahui keberhasilan suatu usaha


minimal harus memenuhi syarat: (a) menghasilkan
cukup pendapatan untuk membayar biaya produksi
yang dikeluarkan, (b) dapat modal pinjaman, dan (c)
dapat membayar upah tenaga kerja baik keluarga
maupun luar keluarga yang digunakan dalam
usahatani. Berikut analisa usahatani dari ketiga jenis
jahe (jahe besar, jahe kecil dan jahe merah) .
Catatan : harga satuan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat
Catatan : harga satuan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat
Catatan : harga satuan dapat disesuaikan dengan kondisi daerah
setempat
BAHAN BACAAN

Asman, A. Agus, N. dan D. Sitepu., 1991. Penyakit


tanaman jahe dan cara pengendalian. Edisi
Khusus Littro (7) .1. Bogor : 43 – 48.
Dedi, S. Efendi, Emyzar dan Hidayat Moko, 1991.
Teknik pemeliharaan tanaman jahe. Edisis
Khusus Littro (7).1. Bogor : 49-55
E.A. Wikardi dan Bariyah Barimbing, 1991. Hama-
hama tanaman jahe. Edisi Khusus Littro (7). 1.
Bogor : 38-42
Farry B. Paimin dan Murhananto, 1999. Budidaya,
pengolahan dan perdagangan jahe. Penebar
Swadaya. Jakarta. 115 h.
Hasanah. M, Hidayat Moko, dan D. Sitepu. 1991.
Persyaratan bibit jahe. Edisi Khusus Littro (7).
1. Bogor : 1-6
Otih. R, A. Abdullah, Taryono dan Hadad. E.A, 1991.
Jenis-jenis tanaman jahe. Edisi Khusus Littro
(7). 1. Bogor : 7-10
Otih. R, Nurliani. B, dan Mono Rahardjo, 2005.
Budidaya tanaman jahe. Sirkuler No. 11. 2005.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Bogor : 13 h.
M. Junawati, 1991. Faktor-faktor ekologi yang
mempengaruhi pertumbuhan tanaman jahe.
Edisi Khusus Littro (7). 1. Bogor : 11-16
Puslitbangbun, 2007. Teknologi unggulan jahe.
Budidaya pendukung varietas unggul. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Perkebunan. Bogor : 16 h
Susilawati. A dan Sudiarto, 1991. Pemupukan dan
jarak tanam pada tanaman jahe. Edisi Khusus
Littro (7). 1. Bogor : 17-23

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy