Bab 1 & 2

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 9

Bab 1.

Pendahuluan

1.1 Kondisi Umum Wilayah


Peningkatan jumlah penduduk di negara Indonesia terjadi pada setiap tahunnya
Hal itu disebabkan oleh banyaknya jumlah kelahiran. Meningkatnya jumlah penduduk
diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal atau pemukiman. Oleh
karena meningkatnya jumlah kebutuhan tempat tinggal, banyak masyarakat
indonesia yang menerapkan alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan merupakan sebuah
upaya mengubah sebagian atau seluruh fungsi dari suatu kondisi lahan menjadi
sesuai dengan fungsi yang sudah direncanakan.
Alih fungsi lahan biasanya berupa perubahan dari lahan hutan menjadi lahan
pemukiman, pertanian, maupun industri. Namun ada sebuah dampak negatif yang
timbul dari alih fungsi lahan, dimana lahan yang sebelumnya merupakan lahan yang
asri sebagai tempat tinggal banyak flora serta fauna menjadi hilang karena alih fungsi
dari lahan itu sendiri. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, jumlah penduduk
Indonesia pada september 2020 sebanyak 207,20 juta jiwa bertambah 35,56 juta
jiwa dibanding sensus penduduk pada tahun 2010 (BPS, 2021).

Gambar 1. Kondisi degradasi lahan di Sumberjaya, Lampung


Gambar 1 merupakan salah satu contoh degradasi lahan yang disebabkan oleh
alih fungsi lahan yang terjadi di darah Sumberjaya, Kabupaten Lampung Barat,
Provinsi Lampung. Seperti yang terlihat pada gambar 1 merupakan perbukitan
dengan kondisi lahan yang sudah terdegradasi yang disebabkan alih fungsi lahan.
kebutuhan yang semakin meningkat menyebabkan masyarakat desa Sumberjaya
melakukan alih fungsi lahan menjadi lahan perkebunan. Dalam gambar dapat dilihat
bahwa pembukaan lahan menyebabkan banyak hilangnya pohon-pohon besar yang
ditebang, serta terjadi erosi dibeberapa bagian pada perbukitan dalam foto tersebut.
Selain itu, pembukaan lahan secara besar-besar di daerah tersebut dipicu karena
membaiknya harga kopi dunia periode 1970-an dan 1980-an sehingga masyakat
membuka lahan untuk menanam kopi monokultur, kopi naungan sederhana maupun
agroforestry berbasis kopi.
Tingginya tingkat penurunan tutupan hutan hingga 50% pada tahun 1970-an
hingga 2000-an menyebabkan terjadinya penurunan tingkat kualitas lingkungan
hidup (Soeharto et al., 2012). Kondisi ini dikarenakan keterbatasan sumberdaya alam
yang tersedia untuk dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.
Serta, kurangnya keahlian dari sumber daya manusia di desa Sumberjaya pada saat
itu. Kurangnya keahlian sumber daya manusia menyebabkan masyarakat terpatok
pada satu usaha, sehingga menyebabkan semakin besar potensi terjadinya
ekploitasi lahan dan berdampak terjadinya degradasi lahan di lingkungan tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Alih fungsi lahan menjadi penggunaan lain akan menimbulkan beberapa
permasalahan pada lingkungan yaitu menurunkan sifat fisik, kimia dan biologi tanah
karena hilangnya unsur hara dan bahan organik tanah karena erosi. Permasalahan
tersebut berdampak pada menurunnya kapasitas infiltrasi dan kemampuan tanah
dalam menahan air, meningkatkan kepadatan penetrasi tanah dan menurunkan
kemantapan struktur tanah. Selain itu, alih fungsi lahan juga menyebabkan hilangnya
fungsi hutan sebagai pengatur iklim, pengatur tata air dan pengatur keseimbangan
hara.
Selain itu, alih fungsi lahan juga menyebabkan hilangnya ekosistem yang sesuai
bagi beberapa flora dan fauna disekitar lingkungan tersebut. Masyarakat membuka
lahan hutan untuk meningkatkan pendapatan dengan menanam kopi monokultur,
kopi naungan sederhana dan agroforestri berbasis kopi tanpa memperhatikan
keadaan lahan. Penanaman yang dilakukan pada lahan miring tanpa terasering
dapat menyebabkan terjadinya erosi, longsor dan banjir di daerah hilir.

Gambar 2. Penggunaan lahan aktual di Kecamatan Sumberjaya, Lampung


(Soeharto et al., 2012)
1.3 Dampak Permasalahan Terhadap Produksi Tanaman dan Kesehatan
Lingkungan
Degradasi lahan berdampak terhadap produktivitas pertanian, kualitas
lingkungan, dan berefek terhadap ketahanan pangan (Wahyudi, 2014). Dampak
yang ditimbulkan dari degradasi lahan adalah seperti dibawah ini:
1. Hutan yang gundul dan erosi yang terjadi secara terus menerus: sumber air
yang jumlahnya semakin berkurang akibat dari infiltrasi yang tidak ada. Air
limpasan semakin banyak dan dapat berakibat adanya banjir pada daerah hilir
sungai.
Gambar 3. Hutan Gundul
2. Banjir: banjir akan sering terjadi apabila daerah infiltrasi berkurang dan
daerah limpasan permukaan yang bertambah

Gambar 4. Banjir
3. Masalah kemiskinan di kalangan para petani: hal ini terjadi karena produktivitas
lahan yang menurun sehingga hasil produksi juga akan menurun dan hal
tersebut dapat menurunkan pendapatan para petani.

Gambar 5. Berkurangnya hasil panen


4. Erosi: lahan yang terbuka dikarenakan hutan yang mengalami kerusakan dapat
memungkinkan terjadinya erosi yang terjadi secara terus menerus, dan
mengakibatkan tanah menjadi tidak subur.
Gambar 6. Erosi di Sekitar Aliran Sungai
5. Hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur: akar tanaman tidak dapat
berfungsi dengan baik. Unsur hara ikut hilang dan mengakibatkan tanah tidak
subur dan menjadi tanah yang tandus.

Gambar 7. Tanah tidak subur


BAB II. Analisis Masalah dan Solusi

2.1. Alur Berpikir Terjadinya Masalah

Gambar 8. Riwayat penggunaan lahan hutan di Kecamatan Sumberjaya


(Dariah et al., 2005)
Adanya pertambahan penduduk karena pertumbuhan penduduk maupun migrasi
dari daerah lain di wilayah Sumberjaya, memaksakan adanya lahan garapan untuk
kegiatan pertanian dan pemukiman untuk dapat memenuhi kebutuhan penduduk
setempat. Pada gambar 8 diatas, dapat dilihat penggunaan lahan di daerah
Sumberjaya ini sangat beragam seperti untuk lahan holtikultura dan sawah. Namun,
sebagian besar lahan digunakan sebagai lahan agroforestri berbasis kopi dan lahan
kopi naungan sederhana (Soeharto et al., 2011). Hutan yang awalnya masih sehat
dan tidak terganggu mulai dibuka untuk ditanami tanaman semusim (padi huma,
palawija, dan jagung), tanaman tahunan (cempedak, nangka, dan cengkeh), dan
tanaman kopi. Setelah terjadi kerusakan lahan hutan dan kualitas tanah memburuk,
maka pemerintah kota setempat meakukan kegiatan rehabilitasi dengan penanaman
tanaman kaliandra agar hutan tersebut perlahan-lahan dapat pulih.
Dengan adanya alih fungsi lahan dari yang sebelumnya lahan hutan menjadi
lahan kopi yang sekarang mendominasi menyebabkan tingkat perbedaan kualitas
tanah pada setiap penggunaan lahan berbeda-beda. Tingkat perubahan kualitas
tanah sebagai dampak dari alih fungsi lahan hutan menjadi lahan usaha tani kopi,
sangat ditentukan oleh resistensi tanah. Tanah yang memiliki resistensi tanah yang
relatif rendah akan mengalami 3 penurunan kualitas tanah yang lebih drastis
dibanding tanah yang memiliki resistensi tinggi. Alih tanah lahan hutan pada tanah
yang memiliki tingkat resistensi rendah relatif berpengaruh lebih buruk terhadap
kualitas tanah. Hal tersebut dikarenakan selain terjadi penurunan kualitas tanah pada
saat awal tanam, proses pemulihan pun relatif lambat. Lain halnya dengan tanah
yang memiliki tingkat resistensi tinggi, selain penurunan kualitas tanah pada awal
pertanaman relatif lebih rendah, pemulihan kualitas tanah setelah tanaman kopi
dewasa juga relatif lebih cepat. Selain itu, selama lahan usahatani kopi masih tetap
berlangsung, gangguan terhadap lahan masih tetap berlangsung selama lahan kopi
tersebut diusahakan, contohnya kegiatan penyiangan yang dilakukan secara intensif
yang kadang-kadang petani membuang rumpur siangan tersebut ke luar lahan.
Pembuangan rumput siangan ke luar lahan yang seharusnya dapat digunakan
sebagai tanaman penutup lahan ini akan sangat membahayakan, karena lapisan
atas tanah yang relatif subur dapat turut terangkut bersama gulma rumput.
Dekomposisi bahan organik pada lahan kopi ini dapat berlangsung secara lebih
intensif karena lahan relatif terbuka, terutama pada saat jumlah tanaman penutupnya
masih sedikit (Dariah et al., 2005).
2.2 Analisis Penyebab Terjadinya Masalah
Jumlah penduduk yang semakin bertambah, tidak hanya di Indonesia melainkan
juga di seluruh dunia, mengakibatkan jumlah kebutuhan akan banhan pangan juga
meningkat. Semakin bertambahnya waktu, jumlah luasan lahan di Indonesia semakin
mengalami pengurangan. Hal tersebut salah satunya disebabkan oleh kesalahan
dalam pengelolaan lahan pertanian dan pemanfaatan lahan yang kurang tepat.
Mayoritas manusia hanya memikirkan keuntungan dari hasil produksi tanaman,
namun tidak memikirkan keberlanjutan lahan tersebut. Lahan didefiniskan sebagai
tempat untuk tumbuh dan berproduksinya tanaman. Tanaman akan dapat tumbuh
secara optimal apabila lahan sebagai media tumbuhnya memiliki kondisi yang
optimum seperti tersedianya unsur hara yang cukup, tanah yang gembur, dan
memiliki siklus hidrologi yang berfungsi dengan baik. Lahan dengan kondisi yang
kurang baik akan mengakibatkan tanaman tidak akan tumbuh dengan optimal
bahkan dapat mengakibatkan kematian pada tanaman.
Lahan yang mengalami kerusakan akibat berbagai permasalahan yang terjadi di
lahan. Masalah yang terjadi di lahan beraneka ragam, salah satunya adalah adanya
campur tangan manusia. Masalah yang terjadi akibat dari campur tangan manusia
diantaranya adalah alih fungsi hutan alami menjadi lahan pertanian yang intensif,
eksploitasi lahan termasuk hutan, penebangan hutan yang berakibat pada
penggundulan hutan, dan pengelolaan lahan yang kurang tepat. Selain karena
adanya campur tangan manusa, masalah di lahan juga dapat terjadi karena faktor
dari alam seperti badai atau angin kencang. Faktor-faktor tersebut dapat
menyebabkan terjadinya degradasi lahan, tanah longsor, erosi, dan banjir.
Perubahan penggunaan lahan juga akan mempengaruhi besarnya debit air
sungai. Hal tersebut dikarenakan pada lahan hutan dengan struktur dan komposisi
yang beragam serta seresah yang ada di lantai hutan akan mempengaruhi siklus
hidrologi. Vegetasi berupa pepohonan di hutan berperan dalam pemindahan
(transfer) air hujan ke tanah melalui proses penahanan sementara air hujan oleh
tajuk pohon, aliran batang dan air lolos serta sebagai media pemindahan air dari
dalam tanah ke vegetasi dan ke atmosfer melalui evapotranspirasi akan mengalami
perubahan. Butir-butir air hujan yang jatuh ditahan oleh tajuk pohon dan sebagian
dialirkan perlahan melalui batang yang disebut sebagai aliran batang (stem flow),
dan sebagian jatuh langsung dari jatuh atau melalui tetesan dari daun dan cabang-
cabag pohon yang disebut sebagai air lolos (through fall), dan sebagian lagi tertahan
sementara oleh tajuk lalu diuapkan kembali ke udara yang disebut sebagai air
intersepsi. Selain itu, pola penggunaan lahan tanaman kopi monokultur maupun
agroforestri dillihat dari sisi jumlah maupun komposisi vegetasi lebih sedikit
dibandingkan dengan vegetasi yang ada di hutan. Sehingga, tingkat evapotranspirasi
di lahan berhutan lebih tinggi dibandingkan di lahan tanaman kopi karena tajuk
tanaman yang menahan air hujan dan akan menguap kembali ke atmosfer lebih
rapat, serta air yang sampai ke lantai hutan lebih sedikit menyebabkan jumlah debit
rata-rata per tahun semakin berkurang dengan semakin luasnya lahan yang
berhutan. Hal tersebut dapat dilihat dengan semakin bertambahnya tutupan lahan
berupa hutan maka jumlah debit rata-rata per tahun semakin menurun (Soeharto et
al., 2012)
Aktivitas manusia dalam melakukan pengelolaan lahan yang kurang tepat dapat
berdampak negatif maupun positif. Dampak tersebut tergantung dari bagaimana
pengelolaan lahan tersebut dilakukan. Pengelolaan lahan yang tepat dapat
berdampak positif baik bagi alam maupun untuk manusia. Terpenuhinya unsur hara
bagi tanaman akibat dari pengaplikasian pupuk yang tepat, tidak melakukan alih
fungsi lahan, tidak melakukan eksploitasi yang dapat merusak lingkungan.
Kesalahan dalam melakukan pengelolaan lahan dapat berakibat negatif sehingga
mengakibatkan adanya bencana seperti banjir, tanah longsor, dan erosi. Lahan yang
telah mengalami kerusakan tidak dapat lagi menghasilkan produksi yang diharapkan
karena tanah sebagai media tumbuh tanaman mengalami penurunan produktivitas.
Ekploitasi lahan dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang merusak lahan
dengan cara mengambil sumberdaya lahan dalam jumlah yang sangat banyak
dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Dampak buruk akibat
aktivitas eksploitasi pada lahan berdampak pada keberlangsungan dan keberlanjutan
sumberdaya alam. Apabila ektivitas eksploitasi lahan ini dilakukan secara terus
menerus maka tanah akan mengalami kerusakah. Minimnya kesadaran manusia
dalam menjaga sumberdaya alam dapat mengakibatkan semakin banyaknya lahan
yang telah terekpsploitasi. Manusia hanya memikirkan keuntungan bagi dirinya
sendiri namun tanpa sadar telah melakukan kerusakan pada alam. Apabila tanah
telah mengalami kerusakan maka produktivitas tanah tersebut akan menurun dan
mengakibatkan penurunan pendapatan para petani pada lahan tersebut.
2.3 Solusi untuk Mengatasi Masalah dengan Metode dan Teknik Konservasi
Sumberdaya Lahan
Provinsi Lampung merupakan provinsi yang memiliki kasus alih fungsi lahan
hutan tertinggi yang ada di Indonesia. Hutan alami telah mengalami alih fungsi lahan
menjadi perkebunan kopi. Pada berbagai tempat, pengelolaan perkebunan belum
bisa berubah secara teknis dan bagaimana pemeliharaan serta perlindungannya.
Beberapa tahun yang lalu pemerintah telah berupaya agar lahan hutan yang telah
beralih menjadi perkebunan kopi untuk ditanami pohon berkayu yang besar seperti
pohon kaliandra dan melakukan pemindahan lahan kopi ke luar kawasan hutan.
Penanaman tanaman kaliandra ini dapat memulihkan kualitas lahan lebih cepat
dibandingkan dengan penanaman tanaman kopi. Hal tersebut dikarenakan tanaman
kaliandra dapat menutup lahan dengan lebih sempurna dan dapat menyumbangkan
bahan organik ke dalam tanah lebih banyak (Dariah et al., 2005). Akan tetapi, hal
tersebut tidak berlansung lama karena petani memilih menebang pohon kaliandra
dan menanam kembali atau melakukan pengelolaan tanaman kopi yang masih bisa
ditanami dan dapat menghasilkan pendapatan.
Selain dilakukan penanaman pohon kaliandra, petani di Sumberjaya juga
menerapkan sistem agroforestri yang sederhana maupun yang kompleks. Penerapan
agroforestri dilakukan dengan penanaman tanaman buah- buahan, tanaman kayu,
ataupun tanaman legume yang memiliki banyak fungsi apabila ditanam
berdampingan dengan tanaman kopi sebagai tanaman pelindung tanah dan air
dalam jangka waktu yang cukup panjang. Dengan menggunakan sistem tersebut
petani akan memperoleh manfaat secara fisik yaitu dengan tingkat erosi yang
mengalami penurunan dan produktivitas pada perkebunan kopi akan mengalami
peningkatan. Selain itu, secara ekologis, agroforestri berbasis kopi memiliki banyak
seresah dengan tingkat pelapukan yang berbeda, sehingga berperan dalam
menghambat limpasan permukaan dan erosi (Dariah et al., 2004). Serta, sebagai
penyerap karbondioksisa dalam pengaturan iklim lokal (Suyamto et al., 2004).
Meskipun tidak sebaik tanaman kaliandra, tanaman kopi juga mampu untuk
memulihkan sifat fisik tanah (dengan berkembangnya umur kopi) yakni pori drainase
cepat dan pori air tersedia. Lahan kopi dewasa cenderung memiliki sifat fisik tanah
(bobot isi, ruang pori total, dan distribusi pori) lebih baik daripada lahan kopi muda
(Dariah et al., 2005)
Solusi lain yang dapat diterapkan ialah dengan menggunakan metode konservasi
secara vegetatif dan secara mekanik. Metode konservasi secara mekanik ialah
dengan membuat teras bangku yang juga ditanami tanaman penguat pada bibir dan
tampingan teras. Pembuatan teras bangku pada lahan di Sumberjaya dapat
memperlambat aliran permukaan, manampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak merusak, meningkatkan laju infiltrasi, dan
mempermudah pengolahan tanah. Selain itu, teras bangku mudah untuk
dipraktekkan dan salah satu teknik pengendalian erosi yang efektif. Metode
konservasi secara vegetatif yang dapat diterapkan yaitu dengan penggunaan
budidaya lorong. Penggunaan budidaya lorong mampu untuk mengurangi erosi dan
aliran permukaan. Penerapan budidaya Lorong memiliki keuntungan diantaranya
adalah mampu menurunkan jumlah erosi, mencegah terjadinya penurunan bahan
organik di dalam tanah, dan mampu meningkatkan hasil tanaman selain dengan
menekan laju erosi (Sutono, 2014). Sistem budidaya Lorong mampu untuk menekan
jumlah kehilangan unsur hara pada tanah lapisan atas. Kehilangan unsur hara dapat
ditekan lebih rendah apabila mengikuti tindakan konservasi yang lain yaitu
melakukan pemberian mulsa dan melakukan olah tanah yang minimum.
Contoh budidaya lorong yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan
penanaman tanaman Flemingia congesta atau Flemingia macrophyla. Hal itu
dikarenakan pada saat tanaman tersebut berusia 4 tahun pada lahan yang peka
terhadap adanya erosi maka akan mampu untuk pembentukan teras. Teras yang
dibentuk memiliki fungsi untuk mengurangi panjang lereng serta kemiringan lahan
olah. Teras tersebut alami terbentuk karena tanah yang tererosi dan sedimen yang
terbawa oleh aliran permukaan tertahan oleh barisan tanaman pagar. Sistem
budidaya Lorong mampu untuk memperbaiki sifat fisika tanah yang akan terlihat
hasilnya ± 3-4 tahun. Perlu dilakukan persumtimbangan untuk memilih tanaman
pagar, agar petani dapat memperoleh keuntungan yang nyata dalam jangka waktu
yang pendek (Subagyono et al., 2004).

Gambar 9. Flemingia congesta


DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2021. Hasil Sensus Penduduk 2020. Badan Pusat Statistik.


Dariah, A, F., Arsyad, A.S., Sudarsono, dan Maswar. 2004. Erosi Dan Aliran
Permukaan Pada Lahan Pertanian Berbasis Tanaman Kopi Di Sumberjaya,
Lampung Barat. Agrivita, 26(1) : 52-60
Dariah, A., Agus, F., dan Maswar. 2005. Kualitas Tanah pada Lahan Usahatani
Berbasis Tanaman Kopi (Studi Kasus di Sumberjaya, Lampung Barat). J.
Tanah dan Iklim, No.23 : 48-57
Soeharto, B., Kusmana, C., Darusman, D., dan Suharjito, D. 2011. Perubahan
Penggunaan Lahan dan Pendapatan Masyarakat di Kecamatan Sumberjaya,
Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung. J. Ilmu Pertanian Indonesia,
16(1) : 1-6.
Soeharto, B., Kusmana, C., Darusman, D., dan Suharjito, D. 2012. Perubahan
Penggunaan Lahan dan Kelestarian Produksi PLTA Way Besai di Provinsi
Lampung. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman, 9(1) : 25–34.
Subagyono, K., Marwanto, S., dan Kurnia, U. 2004. Teknik Konservasi Tanah Secara
Vegetatif. Bogor : Balai Penelitian Tanah.
Sutono, S. 2014. Mengelola lahan kering terdegradasi menjadi lahan pertanian lebih
produktif. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementerian
Pertanian.
Wahyudi. 2014. Teknik Konservasi Tanah serta Implementasinya pada Lahan
Terdegradasi dalam Kawasan Hutan Palangkaraya. J.Sains dan Teknologi
Lingkungan. 6(2): 71-85.
Suyamto, D.A., Van, N.M., dan Lusiana, B. 2004. Respom Petani Kopi Terhadap
Gejolak Pasar dan Konsekuensinya Terhadap Fungsi Tata Air : SUatu
Pendekatan Pemodelan. Agrivita, 26(1) : 108-130.

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy