Minggu 2 2 J
Minggu 2 2 J
Minggu 2 2 J
Disusun Oleh:
Kelompok J2
Asisten Kelas:
Salmansyah Hutagaol
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2023
LEMBAR DAFTAR ANGGOTA
PRAKTIKUM TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN
Kelompok : J2
KELOMPOK: J2
KELAS: J
Asisten Penguji :
Segala puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga penulis dapat
menyusun dan menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Teknologi Produksi
Tanaman tepat pada waktunya. Walaupun demikian, penulis berusaha dengan
semaksimal mungkin demi kesempurnaan penyusunan laporan ini. Saran dan kritik
yang sifatnya membangun begitu diharapkan oleh penulis demi kesempurnaan
dalam penyusunan laporan berikutnya. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan laporan praktikum ini, di antaranya:
1. Dr. Ir. Cicik Udayana, M.Si., Dr. Anton Muhibuddin, S.P, M.P, dan Dr. Reni
Ustiatik, S.P., M.P., selaku dosen pengampu mata kuliah Teknologi Produksi
Tanaman
1. Salmansyah Hutagaol, selaku asisten praktikum yang telah membimbing proses
berjalannya praktikum dan penyusunan laporan akhir praktikum
2. Orang tua penulis yang telah mendukung dalam segi fisik, mental, maupun
finansial.
3. Seluruh anggota kelompok J2 yang telah mendedikasikan waktu dan tenaganya
dalam pembuatan laporan.
Akhir kata, penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca
serta dapat membantu bagi kemajuan serta perkembangan literatur terkait pertanian,
utamanya mengenai teknologi produksi tanaman penulis ucapkan terima kasih
banyak kepada semua pihak yang telah membantu, semoga Tuhan Yang Maha Esa
membalas semua kebaikan yang telah diberikan.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
iv
DAFTAR TABEL
No. Halaman
Teks
1.Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Tinggi Tanaman Padi ..................................................... 28
2. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Jumlah Daun Tanaman Padi .......................................... 29
3. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Jumlah Anakan Tanaman Padi ....................................... 31
4. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Keragaman Arthropoda Tanaman Padi .......................... 32
5. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Intensitas Penyakit Tanaman Padi ................................. 35
6. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Persentase
Tumbuh Tanaman Jagung ..................................................................................... 37
7. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Tinggi Tanaman
Jagung ................................................................................................................... 38
8. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Jumlah Daun
Tanaman Jagung.................................................................................................... 40
9. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Diameter Tongkol
Tanaman Jagung.................................................................................................... 42
10. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Bobot Tongkol
per Tanaman .......................................................................................................... 43
11. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman jagung ........................................................................ 44
12. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Jagung..................................................................................... 46
13. Pengaruh pemberian dosis Urea dan Pupuk Kandang terhadap Panjang
Tanaman pada Tanaman Ubi Jalar ........................................................................ 48
14. Pengaruh pemberian dosis Urea dan Pupuk Kandang terhadap Jumlah Daun
pada Tanaman Ubi Jalar ........................................................................................ 50
15. Pengaruh Pemberian Dosis Urea dan Pupuk Kandang Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Ubi Jalar ............................................................................. 52
16. Pengaruh Pemberian Dosis Urea dan Pupuk Kandang Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Ubi Jalar (Yellow Sticky Trap) .......................................... 54
17. Pengaruh Pemberian Dosis Urea dan Pupuk Kandang Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Ubi Jalar ................................................................................. 56
18. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Tinggi
Tanaman pada Tanaman Kedelai .......................................................................... 57
v
19. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Jumlah Daun
pada Tanaman Kedelai .......................................................................................... 59
20. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Jumlah Bintil
Akar pada Tanaman Kedelai ................................................................................. 61
21. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Jumlah Polong
pada Tanaman Kedelai .......................................................................................... 63
22. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Bobot Biji
Pertanaman pada Tanaman Kedelai ...................................................................... 64
23. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Kedelai ............................................................................... 66
24. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Kedelai ................................................................................... 68
25. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Tinggi Tanaman pada Tanaman Kacang Tanah ..................................... 69
26. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah daun pada Tanaman Kacang Tanah ........................................... 73
27. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah Bintil Akar pada Tanaman Kacang Tanah ................................. 75
28. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah Polong pada Tanaman Kacang Tanah ....................................... 77
29. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah Biji per Tanaman pada Tanaman Kacang Tanah ....................... 79
30. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
Terhadap Keragaman Arthropoda Tanaman Kacang Tanah ................................. 80
31. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
Terhadap Intensitas Penyakit Tanaman Kacang Tanah ........................................ 81
32. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelinterhadap
Panjang Tanaman pada Tanaman Semangka ........................................................ 82
33. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Jumlah
Daun pada Tanaman Semangka ............................................................................ 84
34. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin terhadap Bobot Buah
pada Tanaman Semangka ...................................................................................... 86
35. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelinterhadap Waktu Muncul
Bunga pada Tanaman Semangka .......................................................................... 88
36. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin Terhadap Kadar
Kemanisan pada Tanaman Semangka ................................................................... 90
37. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Semangka ........................................................................... 91
38. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin terhadap Intensitas
Penyakit pada Tanaman Semangka ....................................................................... 93
vi
39. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap
Panjang Tanaman Timun. ..................................................................................... 95
40. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Jumlah
Daun Timun. ......................................................................................................... 97
41. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon giberelin terhadap Waktu
Muncul Bunga pada Tanaman Timun ................................................................... 99
42. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Bobot
Buah Timun. ........................................................................................................ 101
43. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Timun ...................................................................... 104
44. Pengaruh Perlakuan Pemangkasan dan Pemberian Giberelin Terhadap
Intensitas Penyakit Tanaman Timun ................................................................... 106
45. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Tinggi Tanaman
Terung ................................................................................................................. 107
46. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Jumlah Daun Tanaman
Terung ................................................................................................................. 109
47. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Jumlah Buah Tanaman
Terung ................................................................................................................. 111
48. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Diameter Buah
Tanaman Terung ................................................................................................. 113
49. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Terung ..................................................................... 114
50. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Intensitas Penyakit pada
Tanaman Terung ................................................................................................. 116
51. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Panjang Tanaman
pada Tanaman Bawang Merah ............................................................................ 117
52. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Bawang Merah .................................................................................... 120
53. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Bobot Segar pada
Tanaman Bawang Merah .................................................................................... 122
54. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Bobot Umbi pada
Tanaman Bawang Merah .................................................................................... 123
55. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Jumlah Umbi pada
Tanaman Bawang Merah .................................................................................... 125
56. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Bawang Merah ........................................................ 126
57. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Bawang Merah ..................................................................... 127
58. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Panjang Tanaman
pada Tanaman Bunga Kol ................................................................................... 129
vii
59. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Bunga Kol ........................................................................................... 131
60. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Diameter Batang
pada Tanaman Bunga Kol ................................................................................... 133
61. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Diameter Krop
pada Tanaman Bunga Kol ................................................................................... 134
62. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Bobot Krop pada
Tanaman Bunga Kol ........................................................................................... 136
63. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Bunga Kol ............................................................... 137
64. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Bunga Kol ............................................................................ 139
65. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Tinggi Tanaman pada
Tanaman Bunga Matahari ................................................................................... 140
66. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Bunga Matahari ................................................................................... 141
67. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Jumlah Cabang pada
Tanaman Bunga Matahari ................................................................................... 143
68. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Jumlah Bunga pada
Tanaman Bunga Matahari ................................................................................... 145
69. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Jumlah Kuncup pada
Tanaman Bunga Matahari ................................................................................... 146
70. Pengaruh Perlakuan Pinching dan Aplikasi NPK terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Bunga Matahari ....................................................... 148
71. Pengaruh Pengaplikasian Pinching dan Aplikasi NPK Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Bunga Matahari .................................................................... 150
72. Persentase Tumbuh pada Tanaman Tebu ...................................................... 152
73. Pengaruh Varietas dan Pengaplikasian Pupuk Nitrogen terhadap Panjang
Tanaman pada Tanaman Tebu ............................................................................ 153
74. Pengaruh Varietas dan Pengaplikasian Pupuk Nitrogen terhadap Jumlah Daun
pada Tanaman Tebu ............................................................................................ 155
75. Pengaruh Varietas dan Pengaplikasian Pupuk Nitrogen terhadap Diameter
Batang pada Tanaman Tebu ................................................................................ 157
76. Pengaruh pengaplikasian pupuk N dengan varietas tebu AAS 540 dan AMS 540
terhadap keragaman arthropoda tanaman tebu .................................................... 160
77. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk N dengan Varietas Tebu AAS 540 dan AMS
540 terhadap Intensitas Penyakit Tanaman Tebu................................................ 163
viii
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
Teks
1. Peta Lahan Jatimulyo .......................................................................................... 4
2. Grafik Rata-Rata Panjang Tanaman Padi ......................................................... 28
3. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Padi ................................................................. 30
4. Grafik Rata-Rata Jumlah Anakan Padi ............................................................. 31
5. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Padi ......................................... 36
6. Grafik Persentase Tumbuh Tanaman Jagung .................................................... 37
7. Grafik Rata-Rata Tinggi Tanaman Jagung ....................................................... 39
8. Grafik Rata-Rata Jumlah Daun Tanaman Jagung ............................................. 41
9. Grafik Rata-rata Diameter Tongkol Tanaman Jagung ...................................... 42
10. Grafik Rata-rata Bobot Tongkol Tanaman Jagung ......................................... 43
11. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Jagung ................................... 47
12. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Ubi Jalar ................................................. 49
13. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Ubi Jalar ......................................... 51
14. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Ubi Jalar ................................ 56
15. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman Kedelai ...................................................... 58
16. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Kedelai ........................................................... 60
17. Grafik Rata-rata Jumlah Bintil Akar Kedelai.................................................. 62
18. Grafik Rata-rata Jumlah Polong Kedelai ........................................................ 63
19. Grafik Rata-rata Bobot Biji Per Tanaman Kedelai ......................................... 65
20. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Kedelai .................................. 69
21. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman Kacang Tanah ........................................... 70
22. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Kacang Tanah ................................................ 74
23. Grafik Rata-rata Jumlah Bintil Akar Kacang Tanah ....................................... 76
24. Grafik Rata-rata Jumlah Polong Kacang Tanah.............................................. 77
25. Grafik Rata-rata Jumlah Biji per Tanaman Kacang Tanah ............................. 79
26. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Kacang Tanah ....................... 82
27. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Semangka ............................................... 83
28. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Semangka ....................................................... 85
29. Grafik Bobot Buah Semangka ........................................................................ 87
30. Grafik Waktu Muncul Bunga Tanaman Semangka ........................................ 88
31. Grafik Kadar Kemanisan Tanaman Semangka ............................................... 90
ix
32. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Semangka .............................. 94
33. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman timun....................................................... 96
34.Grafik Rata-rata Jumlah Daun Timun .............................................................. 98
35. Grafik Waktu Muncul Bunga Tanaman Timun .............................................. 99
36. Grafik Rata-rata Bobot Buah Tanaman Timun ............................................. 101
37. Grafik Rata-rata Jumlah Buah Tanaman Timun ........................................... 102
38. Grafik Intensitas Penyakit Tanaman Timun ................................................. 106
39.Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman Terung...................................................... 108
40.Grafik Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Terung ........................................... 110
41. Grafik Rata-rata Jumlah Buah Tanaman Terung .......................................... 112
42. Grafik Rata-rata Diameter Buah Tanaman Terung ....................................... 113
43. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Terung ................................. 116
44. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Bawang Merah ..................................... 119
45. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Bawang Merah ............................................. 121
46. Grafik Rata-rata Bobot Segar Bawang Merah ............................................. 122
47. Grafik Rata-rata Bobot Umbi Bawang Merah .............................................. 124
48. Grafik Rata-rata Bobot Umbi Bawang Merah .............................................. 125
49. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Bawang Merah .................... 128
50. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Bunga Kol ............................................ 130
51. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Bunga Kol .................................................... 132
52. Grafik Rata-rata Diameter Batang Bunga Kol .............................................. 133
53. Grafik Rata-rata Diameter Krop Bunga Kol ................................................. 135
54. Grafik Rata-rata Bobot Krop Bunga Kol ...................................................... 136
55. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Bunga Kol ........................... 139
56. Grafik Rata-rata Tinggi Tanaman Bunga Matahari ...................................... 141
57. Grafik Rata-rata Jumlah Daun Bunga Matahari............................................ 142
58. Grafik Rata-rata Jumlah Cabang Bunga Matahari ........................................ 144
59. Grafik Rata-rata Waktu Muncul Bunga Tanaman Bunga Matahari ............. 145
60. Grafik Rata-rata Jumlah Kuncup Tanaman Bunga Matahari ........................ 147
61. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Bunga Matahari................... 150
62. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Tebu ...................................................... 152
63. Grafik Rata-rata Panjang Tanaman Tebu ...................................................... 154
64.Grafik Rata-rata Jumlah Daun Tanaman Tebu .............................................. 156
65. Grafik Rata-rata Diameter Batang Tanaman Tebu ....................................... 158
x
66. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Tebu .................................... 163
xi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
Teks
1. Deskripsi Varietas ........................................................................................... 185
2. Denah Petak Praktikum ................................................................................. 1966
3. Perhitungan Pupuk per Tanaman .................................................................. 2066
4. Logbook Kegiatan ......................................................................................... 2222
5. Dokumentasi Pertumbuhan dan Hasil tanaman .......................................... 22828
6. Data Pengamatan Semua Variabel ................................................................ 2355
7. Poster Sayuran ........................................................................................... 235325
xii
1. PENDAHULUAN
2021 sebesar 1.747.481 hektar menjadi 1.704.759 hektar pada tahun 2022. Hal ini
menyebabkan hasil produksi mengalami penurunan pada tahun 2021 sebesar
9.789.587 ton menjadi 9.686.760 ton pada tahun 2022. Pertambahan jumlah
penduduk memerlukan ketersediaan pangan dan produksi yang lebih besar di sektor
pertanian di tengah meningkatnya kondisi alih fungsi lahan pertanian di Provinsi
Jawa Timur.
Pemanfaatan sistem budidaya untuk meningkatkan hasil panen bisa
dilakukan dengan berbagai cara. Menurut Rahmadsah (2023) , faktor-faktor yang
mempengaruhi hasil panen tanaman pangan yaitu pengelolaan tanah yang baik,
pemilihan varietas unggul, sistem irigasi, pemupukan, pengendalian hama penyakit,
dan penggunaan teknologi pertanian, selain itu perlakuan jarak tanam memberikan
pengaruh terhadap hasil panen apabila dilakukan dengan tepat. Dengan perlakuan
jarak tanam memungkinkan tanaman dapat mendapatkan hara secara maksimal
yang diperlukan untuk pertumbuhan, sehingga kebutuhan untuk pertumbuhan
tanaman tercukupi (Febriyono et al., 2017). Disamping perlakuan jarak tanam,
untuk meningkatkan hasil panen juga bisa dengan pemberian legume inokulan pada
beberapa jenis tanaman untuk meningkatkan hasil panen, akan tetapi pada
perlakuan ini tidak selalu mampu meningkatkan hasil, apabila biak yang
diinokulasikan cocok akan terjadi simbiosis yang optimal yang mengakibatkan
peningkatan hasil karena keberhasilan suatu inokulasi tergantung pada keefektifan
dan efisiensi dari biak yang berperan, dan mempunyai keserasian dengan tanaman
inangnya (Purwaningsih, 2015). Perlakuan beberapa teknologi produksi tersebut
diadopsi dan diaplikasikan dalam kegiatan praktikum untuk mengetahui pengaruh
perbedaan perlakuan terhadap hasil panen.
1.2 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai atas dilaksanakannya praktikum teknologi
produksi tanaman adalah sebagai berikut:
a. Mengkaji dan memahami pengaruh perbedaan sistem penanaman terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman padi
b. Mengkaji dan memahami pengaruh perbedaan dosis pupuk KCl dan
penggunaan PGPR terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung
3
pertama. Pelumpuran dapat dilakukan dengan penggunaan traktor atau dengan garu.
Pada saat pengolahan lahan diperlukan air yang menggenang agar proses
pelumpuran berjalan dengan baik dan cepat. Saat dilumpurkan, lahan diratakan, lalu
lahan dikeringkan selama 1 hari untuk memudahkan penanaman. Sebelum ditanam,
dibuat garis atau jejak tanam dengan alat pembuat jarak tanam. Jarak tanam
berukuran 30 x 30 cm atau 40 x 20 x 15 cm pada pola tanam jajar legowo 2 : 1.
c. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan bibit yang berumur 3 MST. Bibit dicabut dari
penyemaian dengan hati-hati dan diusahakan akar ikut tercabut semua. Penanaman
dilakukan dengan menanam bibit pada pertemuan garis vertikal dan horizontal.
Bibit ditanam sedalam 5 cm. Jumlah bibit sesuai perlakuan lahan masing-masing
kelompok. Penanaman sistem jajar legowo 2 : 1 setiap dua baris tanaman diselingi
oleh baris kosong, sedangkan pada jajar legowo 4 : 1 setiap empat baris tanaman
diselingi oleh satu baris kosong. Penanaman dilakukan dengan mencabut bibit saat
berumur 2 MST. Bibit padi ditanam dangkal dengan menempelkan bagian akar di
tanah, tepat dipertemuan garis vertikal dan horizontal. Pengaturan jarak tanam yang
dilakukan dengan budidaya konvensional dan SRI menggunakan jarak tanam 25 x
25 cm, sedangkan pada jajar legowo menggunakan jarak tanam a = 25 cm, b = 12,5
cm, dan 2a = 50 cm.
d. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan,
pemupukan, pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Penyulaman
dilakukan setelah tanaman berumur 1 MST pada tanaman yang telah mati.
Penyiangan dilakukan pada saat 2 MST dan 5 MST. Penyiangan dilakukan dengan
pencabutan gulma bila masih ada yang tertinggal. Pada sistem SRI, penyiangan
dilakukan pada 10, 20, dan 30 HST. Bila dirasa diperlukan lagi, dilakukan pada 40
dan 50 HST. Pemupukan terdiri dari 3 tahap. Pemupukan pertama dengan dosis 1,2
kg Urea/petak, 1,2 kg SP-36/petak, dan 0,6 kg KCl/petak pada sistem konvensional
dan jajar legowo diberikan setelah 7 HST, dan pada SRI diberikan setelah
penyiangan 1 (10 HST). Pemupukan kedua dengan dosis pupuk 1,8 kg urea/petak.
Pada sistem konvensional dan jajar legowo diberikan setelah penyiangan 1 (14
HST) dan pada SRI setelah penyiangan 2 (20 HST). Pemupukan ketiga dengan
7
dosis pupuk 1,8 kg urea/petak. Pada sistem konvensional dan jajar legowo diberikan
setelah penyiangan 2 (35 HST) dan pada SRI diberikan setelah penyiangan 3 (30
HST). Pengairan pada SRI dilakukan pengairan macak-macak dari tanam hingga
30 HST, kemudian dikeringkan 1 - 2 hari, diari lagi macak-macak sampai 50 HST,
dikeringkan 1 - 2 hari, dan diairi lagi macak-macak hingga panen. Pengendalian
hama dan penyakit disesuaikan dengan kondisi hama dan penyakit di lahan.
e. Pemanenan
Tanaman padi dapat dipanen pada 75-90 HST tergantung varietas padi.
Pemanenan dilakukan dengan menggunakan sabit, caranya dengan menggenggam
satu rumpun batang padi kemudian dipotong pada batang bagian bawah. Setelah itu
dikumpulkan dengan cara diikat dan diletakkan pada terpal untuk dirontokkan
butir-butir padinya menggunakan mesin perontok padi atau dengan konvensional.
Cara konvensional dilakukan dengan memukul- mukul padi pada alat perontok
sampai padi rontok. Setelah padi rontok dibersihkan atau dipisahkan dari daun-daun
padi yang ikut rontok atau dari kotoran lainnya.
2.3.2 Budidaya Tanaman Jagung
Budidaya jagung yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan, dan
pemanenan yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan dilakukan dengan penggemburan lahan terlebih dahulu.
Lahan dengan ukuran 1,4 x 2,5 m. Pada saat pengolahan lahan sebaiknya dilakukan
saat tanah tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering agar struktur tanahnya tidak
rusak, lengket, atau keras.
b. Penanaman
Benih yang ditanam ialah menggunakan varietas Prima. Pada budidaya
tanaman jagung menggunakan jarak tanam 70 x 30 cm dimana satu lubang tanam
menggunakan 2 benih/lubang. Benih di tanam dengan cara membuat lubang tanam
sedalam 5 cm dengan cara di tugal, kemudian benih dimasukkan ke dalam lubang
sesuai dengan perlakuan. Selanjutnya, lubang tanam ditutup kembali dengan media
tanam.
8
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman jagung meliputi penjarangan, pemupukan,
penyiraman, penyiangan. Penjarangan dilakukan setelah 14 hari setelah tanam
(HST), menyisakan 1 tanaman per lubang. Pupuk dasar diberikan pada saat
pengolahan lahan atau sebelum penanaman, menggunakan pupuk kandang dan SP-
36. Dosis dari pupuk dasar yang digunakan adalah 2,8 kg/petak untuk pupuk
kandang dan 3,5 gram/petak pupuk SP-36. Kemudian dilakukan pemupukan
susulan pertama pada umur 14 HST dengan menggunakan ½ dosis Urea 157,5
gram/petak, 26,25 kg KCl/petak untuk perlakuan 1 dan 2, dan 52,5 gram/petak
untuk perlakuan 3 dan 4. Pemupukan susulan yang kedua dilakukan pada 35 HST
menggunakan ½ dosis 157,5 gram/petak.
Pemupukan dilakukan setelah dilakukan pengendalian gulma dan
setelahnya dilakukan pembumbunan. PGPR (Plant Growth Promoting
Rhizhobacteria) juga diaplikasikan untuk mendukung pertumbuhan tanaman
jagung. PGPR diberikan 2 kali yaitu pada saat penanaman dan pada umur 21 HST.
Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali apabila tanah
telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu. Namun menjelang
tanaman berbunga, diperlukan air yang lebih banyak sehingga perlu dialirkan air
pada parit-parit di antara bumbunan tanaman jagung. Pemupukan dilakukan setelah
pengendalian gulma dan setelahnya dilakukan pembumbunan. Penyiangan
dilakukan setelah tanaman berusia 15 HST dan dilakukan setiap 2 minggu sekali.
Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dilakukan dengan
menggunakan tangan atau bantuan alat. Penyiangan diusahakan tidak mengganggu
perakaran tanaman. Kegiatan pembumbunan dilakukan bersamaan dengan
penyiangan untuk memperkokoh posisi batang tanaman agar tidak mudah rebah dan
menutup akar bermunculan di atas tanah karena adanya aerasi
d. Pemanenan
Pemanenan merupakan kegiatan yang dilakukan terakhir pada praktikum
Teknologi Produksi Tanaman yaitu dilakukan pada umur 60 HST. Jagung yang
sudah dapat di panen mempunyai kenampakan kelobot yang sudah berwarna
kuning, biji sudah cukup keras dan mengkilap, serta apabila biji di tusuk dengan
9
kedua ibu jari maka biji tersebut tidak berbekas dan mempunyai kadar air biji
sekitar 25%.
2.3.3 Budidaya Tanaman Ubi Jalar
Budidaya ubi jalar yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan, persiapan bibit, penanaman,
pemeliharaan, dan pemanenan yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengolahan Lahan
Pada saat pengolahan lahan sebaiknya dilakukan pada saat tanah tidak
terlalu basah atau tidak terlalu kering agar strukturnya tidak rusak, lengket, atau
keras. Penyiapan lahan dapat dilakukan dengan cara tanah diolah terlebih dahulu
hingga gembur. Tahap berikutnya, tanah dibentuk guludan.
b. Persiapan Bibit
Bahan tanam ubi jalar menggunakan stek batang atau stek pucuk. Ukuran
panjang stek batang atau stek pucuk antara 20-25 cm, ruas- ruasnya rapat dan buku-
bukunya tidak berakar. Bahan tanam di buang sebagian daun-daunnya untuk
mengurangi penguapan yang berlebihan, kemudian disimpan pada tempat yang
teduh ± 7 hari.
c. Penanaman
Penanaman ubi jalar dapat dilakukan dengan cara bibit ubi jalar di tanam
dalam lubang atau larikan hingga pangkal batang (stek) terbenam tanah 1/2 - 2/3
bagian, kemudian padatkan tanah dekat pangkal setek (bibit). Bibit sebaiknya
ditanam mendatar dan semua pucuk diarahkan ke satu jurusan.
d. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman ubi jalar meliputi penyulaman dan pemupukan.
Penyulaman dilakukan selama 3 (tiga) minggu setelah ditanam. Cara menyulam
adalah dengan mencabut bibit yang mati, kemudian diganti dengan bibit yang baru,
dengan menanam sepertiga bagian pangkal stek ditimbun tanah. Pemupukan pada
saat penanaman dengan menggunakan pupuk kandang sebanyak 2,625 kg/petak
untuk perlakuan 1 dan 3, dan 5,25 kg/petak untuk perlakuan 2 dan 4. Pupuk SP-36
sebanyak 17,5 gram/petak. Kemudian, pemupukan susulan 1 pada umur 14 HST
dengan menggunakan ½ dosis pupuk Urea sebanyak 17,5 gram/petak untuk
perlakuan 1 dan 4 dan 35 gram/petak untuk perlakuan 2 dan 3. Pupuk KCl sebanyak
10
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman budidaya kedelai meliputi pemupukan, penyulaman,
dan penyiangan. Pupuk dasar diberikan bersamaan dengan kegiatan tanam. Pupuk
dasar menggunakan pupuk kandang 0,84 kg/petak dan SP-36 12,6 gram/petak.
Pemupukan susulan pertama saat tanaman berumur 7 HST dengan 8,4 gram/petak
Urea dan 8,4 gram/petak KCl. Susulan kedua saat tanaman berumur 21 HST dengan
dosis 8,4 gram/petak. Penyulaman dilakukan apabila ada benih yang tidak tumbuh.
Kegiatan penyulaman dilakukan dengan membuat lubang tanam baru pada bekas
lubang tanam terdahulu. Kegiatan penyulaman dilakukan saat tanaman berumur 7
HST. Penyiangan dilakukan pada usia 2 – 4 minggu setelah tanam bersamaan
dengan kegiatan pemupukan susulan. Penyiangan harus dilakukan setelah proses
pembungaan selesai agar tidak mengganggu proses penyerbukan.
d. Pemanenan
Panen tanaman kacang kedelai dilakukan berdasarkan varietas, untuk
varietas wilis kedelai dipanen pada usia 88 hari setelah tanam sedangkan varietas
tengger dipanen pada usia 79 hari setelah tanam. Ciri-ciri umum kedelai yang sudah
dapat dipanen ialah polong secara merata sudah berwarna kekuning-kecoklatan,
batang-batangnya sudah kering dan sebagian daunnya sudah kering dan rontok.
2.3.5 Budidaya Tanaman Kacang Tanah
Budidaya kacang tanah yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini
meliputi beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan, penanaman, pemeliharaan
dan pemanenan yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengolahan Lahan
Pengolahan lahan sebaiknya dilakukan pada saat tanah bersifat lembab atau
tidak terlalu basah dan tidak terlalu kering, dengan tujuan untuk memudahkan
pengolahan lahan dikarenakan struktur tanahnya tidak lengket dan tidak keras.
Pengolahan lahan dapat dilakukan dengan cara penggemburan tanah terlebih dahulu
dan diikuti dengan penambahan pupuk kandang 2,52 kg/petak untuk perlakuan 1
dan 2, serta penambahan pupuk kandang 5,04 kg/petak untuk perlakuan 3 dan 4.
b. Penanaman
Proses penanaman kacang tanah diawali dengan menyiapkan bahan tanam
berupa benih. Kacang tanah tidak perlu disemai terlebih dahulu sebelum ditanam.
12
Proses penanaman dilakukan dengan cara ditugal hingga kedalaman 3 cm, untuk
setiap lubang tanam diberi 2 benih, kemudian lubang tersebut ditutup dengan tanah
secara tipis. Jarak antar tanaman yang digunakan adalah 40 x 10 cm. Selain itu,
pada saat penanaman juga diberikan legume inokulan sebanyak 10 gr/kg benih.
c. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada budidaya kacang tanah meliputi pemupukan,
penyulaman, pembumbunan, penjarangan, pengairan, serta pengendalian hama dan
penyakit. Pemupukan dasar diberikan pada saat kegiatan tanam dilakukan.
Pemberian pupuk penting untuk menyediakan unsur-unsur nutrisi yang diperlukan
oleh tanaman agar dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Pemupukan ini
dilakukan pada umur tanaman 14 hari setelah tanam (HST). Pupuk disebar merata
dengan cara dilarik di antara barisan tanaman. Dalam hal ini, dosis pupuk yang
digunakan adalah 17,5 gram/petak Urea, 35 gram/petak SP-36, dan 17,5 gram/petak
KCl. Penyulaman dilakukan apabila ada benih yang tidak tumbuh. Kegiatan
penyulaman dilakukan dengan membuat lubang tanam baru pada bekas lubang
tanam terdahulu. Pembumbunan dilakukan sebanyak 2 kali. Pembumbunan
pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 21 hari setelah tanam dan
pembumbunan kedua dilakukan pada umur 40 hari setelah tanam. Pembumbunan
dilakukan untuk memudahkan bakal buah menembus permukaan tanah sehingga
pertumbuhannya optimal. Penjarangan dilakukan apabila tanaman melebihi
populasi pada suatu petak lahan agar memberi ruang tumbuh bagi tanaman yang
tersisa. Penjarangan dilakukan pada saat tanaman berumur 7-14 HST. Tanaman
kacang tanah tidak menyukai air yang tergenang. Fase kritis untuk tanaman kacang
tanah ialah pada fase perkecambahan, fase pertumbuhan dan fase pengisian polong.
Waktu pengairan yang baik ialah pada pagi atau sore hari dengan cara dileb hingga
tanah cukup basah. Terakhir adalah kegiatan pengendalian hama dan penyakit,
disesuaikan dengan kondisi yang terjadi di lahan.
d. Pemanenan
Kegiatan terakhir yang dilakukan pada budidaya tanaman kacang tanah
adalah pemanenan. Pemanenan dilakukan apabila ciri-ciri kacang tanah siap panen
sudah terpenuhi. Panen tanaman kacang tanah dilakukan antara umur 100 – 110
HST. Kacang tanah sudah dapat dipanen dengan ciri kulit polong mengeras dan
13
berwarna kehitaman, polong berisi penuh, kulit biji tipis mengkilat dan tidak berair
serta sebagian daun telah rontok.
2.3.6 Budidaya Tanaman Semangka
Budidaya semangka yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan seperti pengolahan lahan, persiapan bibit, penanaman, dan
pemeliharaan yang dijelaskan sebagai berikut.
a. Pengolahan Lahan
Persiapan lahan melibatkan beberapa langkah, termasuk pengolahan tanah,
pembersihan gulma, dan pembuatan bedengan. Pengolahan tanah berguna untuk
menggemburkan tanah dengan menggunakan cangkul. Tanah diolah hingga
mencapai kedalaman 15 cm dengan sistem pengolahan tanah maksimum.
Pembersihan gulma bertujuan untuk menghilangkan tanaman pengganggu yang
dapat bersaing dengan tanaman utama. Selain itu, pembuatan bedengan dilakukan
untuk mencegah tergenangnya air selama penyiraman dan hujan.
b. Persiapan Bibit
Persiapan bibit dilakukan agar benih dapat tumbuh dengan baik, sehat dan
cepat beradaptasi dengan lingkungan. Kegiatan pembibitan dimulai dengan
merendam benih dalam larutan Dithane M-45 (0,5 gram/liter) selama 6 jam. Benih
yang telah direndam kemudian ditutup dengan 3 lembar kertas koran yang telah
dibasahi. Benih didiamkan selama 2 hari dengan kondisi kertas koran tetap lembab.
Setelah benih berkecambah dapat langsung dipindahkan ke polibag dengan media
semai terdiri dari tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 3:1. Persemaian
ditempatkan pada tempat terbuka dan ternaungi dari sinar matahari langsung.
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pengaturan naungan dan pengendalian
hama dan penyakit.
c. Penanaman
Bibit yang berumur sekitar 14 hari atau yang telah berdaun empat sudah siap
dipindah. PGPR diaplikasikan sebanyak 10ml/liter pada bibit yang akan ditanam.
Bibit ditanam pada lubang tanam yang telah disiapkan dengan menanam 2 bibit per
lubang tanam dengan jarak tanam 80 cm x 50 cm. Bibit ditanam sebatas leher akar
tanaman.
14
d. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada kegiatan budidaya melon/semangka antara lain
adalah pemupukan, penyiraman, penyiangan gulma, dan pengaplikasian giberelin
serta pemangkasan. Tanaman melon maupun semangka diberikan pupuk sebanyak
tiga kali dalam satu musim tanam. Pemupukan pertama adalah saat penanaman,
diaplikasikan pupuk kandang sebanyak 5,25 kg/petak dan pupuk SP-36 sebanyak
87,5 gram/tanaman. Pemupukan kedua dilakukan ketika tanaman mencapai usia 7
hari setelah tanam (HST), dan pemupukan ketiga saat tanaman berusia 21 HST
menggunakan pupuk dan dosis yang sama, yaitu pupuk urea sebanyak 52,5
gram/petak dan pupuk KCl sebanyak 87,5 gram/petak. Tanaman disiram sebanyak
dua kali sehari pada pagi dan sore hari. Penyiraman dilakukan dengan jumlah air
yang cukup sehingga tidak sampai menggenang. Kegiatan pemeliharaan
selanjutnya adalah penyiangan yang dilakukan dengan mencabut gulma yang
tumbuh pada petakan lahan agar menghindari persaingan dengan tanaman utama.
Penyiangan gulma dilakukan secara manual menggunakan tangan dengan
mencabut gulma hingga akarnya tercabut. Pemangkasan merupakan salah satu cara
yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas buah agar hasil produksi
maksimal pada setiap tanaman. Pemangkasan tanaman dilakukan ketika tanaman
berumur 10 HST berupa cabang yang paling dekat dengan tanah. Pemangkasan
dilakukan sampai dengan tanaman memiliki tinggi 25 cm.
2.3.7 Budidaya Tanaman Timun
Budidaya timun yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan seperti penanaman, pemeliharaan, dan juga pemanenan yang
dijelaskan sebagai berikut.
a. Penanaman
Jarak tanam yang digunakan dalam budidaya tanaman timun adalah 60 x 50
cm. Bahan tanam yang digunakan adalah bibit timun yang sebelumnya sudah
dibibitkan. Bibit yang digunakan sebagai bahan tanam berumur 14 hari setelah
semai.
b. Pemeliharaan
Kegiatan pemeliharaan pada kegiatan budidaya timun antara lain adalah
penyulaman, pemasangan ajir, penyiraman, pemupukan, pemangkasan, penyiangan
15
gulma dan pengendalian hama serta penyakit. Penyulaman dilakukan pada saat 2
MST, penyulaman dilakukan apabila ada bibit yang tidak tumbuh. Pemasangan ajir
dilakukan saat tanaman memiliki tinggi 20 cm. Tanaman disiram sebanyak dua kali
sehari pada pagi dan sore hari. Pemupukan pertama adalah saat penanaman,
diaplikasikan pupuk kandang sebanyak 1,75 kg/petak dan pupuk SP-36 sebanyak
35 gram/petak pada saat penanaman. Pemupukan selanjutnya adalah
pengaplikasian pupuk urea sebanyak 52,5 gram/petak pada saat umur tanaman 14
HST dan 28 HST, pupuk KCl diaplikasikan sebanyak 70 gram/petak pada saat umur
tanaman 14 HST dan 28 HST. Pemangkasan dilakukan pada saat tanaman memiliki
tinggi 30 cm dan dilakukan hingga tanaman memiliki tinggi 60 cm. Penyiangan
gulma dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh pada petakan lahan agar
menghindari persaingan dengan tanaman utama. Penyiangan gulma dilakukan
secara manual menggunakan tangan dengan mencabut gulma hingga akarnya
tercabut. Terakhir adalah kegiatan pengendalian hama dan penyakit, disesuaikan
dengan kondisi yang terjadi di lahan.
c. Pemanenan
Kegiatan pemanenan merupakan kegiatan terakhir budidaya tanaman timun
yang dapat dilakukan saat timun berumur sekitar 30 HST. Timun yang sudah siap
panen umumnya memiliki warna hijau dan memiliki ukuran yang sesuai. Cara
memanen timun yaitu dengan memotong tangkai buah menggunakan gunting atau
pisau.
2.3.8 Budidaya Tanaman Terung
Budidaya terung yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan seperti penanaman, pemeliharaan, dan juga pemanenan yang
dijelaskan sebagai berikut.
a. Penanaman
Jarak tanam yang digunakan dalam budidaya tanaman terung adalah 60 x
50 cm. Bahan tanam yang digunakan adalah bibit terung yang sebelumnya sudah
dibibitkan. Bibit yang digunakan sebagai bahan tanam berumur 25 hari setelah
semai.
b. Pemeliharaan
16
kandang sebanyak 3,5 gram/petak. Pupuk SP-36 juga ditambahkan dengan dosis
105 gram/petak.
b. Penanaman
Penanaman tanaman budidaya bawang merah dilakukan dengan
memperhatikan pengaturan jarak tanam 25 x 25 cm dan penanaman bawang merah
dengan menggunakan benih True Shallot Seed (TSS).
c. Pemeliharaan
Tahapan pemeliharaan memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu, penyulaman yang dilakukan pada saat 2 MST, penyulaman dilakukan apabila
terdapat tanaman mati, penjarangan (Thinning) dilakukan untuk mengurangi
populasi yang ditanam supaya tanaman memiliki ruang untuk tumbuh.
Penyiraman, penyiraman dilakukan pada waktu pagi hari atau pada sore hari.
Pemupukan, pada tahapan pemupukan dibagi menjadi dua tahapan yaitu
pemupukan dasar dan pemupukan susulan. Pemupukan dasar dilakukan pada saat
bersamaan dengan penanaman dimana pemupukan dasar dengan penambahan
pupuk kandang 1,75 kg/petak untuk perlakuan 3 dan 4, untuk perlakuan 1 dan 2
penambahan pupuk kandang sebanyak 3,5 gram/petak. Pupuk SP-36 juga
ditambahkan dengan dosis 105 gram/petak. Pemupukan susulan pertama dilakukan
pada saat 7 HST menggunakan 1/3 KCl dari 35 gram/petak dan 2/3 N dari dosis ZA
sesuai perlakuan yaitu 140 gram/petak untuk perlakuan 2 dan 4 serta 70 gram/petak
untuk perlakuan 1 dan 3. Pemupukan susulan kedua dilakukan pada saat 21 HST
menggunakan 2/3 KCl dari 35 gram/petak dan 1/3 N dari dosis ZA sesuai perlakuan
yaitu 140 gram/petak untuk perlakuan 2 dan 4 serta 70 gram/petak untuk perlakuan
1 dan 3. Penyiangan gulma dan pengendalian hama dan penyakit tanaman
dilakukan bila diperlukan
d. Pemanenan
Tahapan pemanenan merupakan tahapan terakhir yang dapat dilakukan jika
60-70% daun tanaman mulai berwarna kuning dan panen dilakukan pada 55-70
HST. Tanaman bawang yang sudah siap panen umumnya memiliki ciri yaitu
sebagian umbi berada di permukaan tanah. Cara panen tanaman bawang merah
yaitu dengan mencabut tanaman dengan batangnya.
2.3.10 Budidaya Tanaman Bunga Kol
18
dimana umur tanaman 55-60 HST. Pemanenan pada tanaman bunga kol dapat
dilakukan dengan cara memotong pangkal bunga kol dan mencabut daun-daun yang
berukuran besar disekitarnya.
2.3.11 Budidaya Tanaman Bunga Matahari
Budidaya tanaman bunga matahari merupakan budidaya tanaman hias,
budidaya bunga matahari yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
beberapa kegiatan yaitu pembibitan, penanaman, pemeliharaan dan panen yang
dijelaskan sebagai berikut.
a. Pembibitan
Pembibitan bunga matahari dilakukan dengan menyemaikan bunga
matahari didalam tray dan diikuti dengan melakukan penyiraman setiap hari.
b. Penanaman
Penanaman bunga matahari yang dilakukan menggunakan pengaturan jarak
tanam 50 x 50 cm dengan menggunakan bunga matahari yang varietas Helina IPB.
c. Pemeliharaan
Tahapan pemeliharaan memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan
yaitu, pemupukan, pemupukan dilakukan pada saat tanaman berumur 28 HST
dengan menggunakan pupuk NPK. Penyiraman, penyiraman dilakukan pada pagi
hari atau sore hari. Penyiangan, penyiangan dilakukan dilakukan pada saat
bersamaan dengan pemupukan yang berfungsi untuk mengurangi jumlah gulma,
dan pinching yang berfungsi sebagai perangsang tumbuhnya tunas pada ketiak daun
dengan cara merompes atau membuang titik tumbuh apikal pada umur tanaman 14
HST.
d. Pemanenan
Pemanenan merupakan kegiatan terakhir dalam budidaya tanaman bunga
matahari yang dapat dilakukan pada saat bunga matahari telah mencapai umur 90-
105 HST. Salah satu ciri umum tanaman bunga matahari siap panen yaitu mahkota
bunga matahari yang telah mekar sempurna.
2.3.12 Budidaya Tanaman Tebu
Budidaya tanaman tebu merupakan budidaya tanaman perkebunan,
budidaya tanaman tebu yang dilakukan pada kegiatan praktikum ini meliputi
20
Perempalan dilakukan pada saat 4 bulan setelah tanam. Dan pada tahapan terakhir
adalah pengendalian hama dan penyakit, pengendalian hama dan penyakit dapat
dilakukan secara fisik, mekanik, biologi dan kimia. Pengendalian tersebut
berdasarkan jenis OPT dan persentase serangan.
2.4 Variabel Pengamatan
Variabel pengamatan merupakan aspek yang diamati dari perbedaan
penggunaan teknologi budidaya tanaman. Variabel-variabel tersebut diamati
dengan tujuan mengetahui efektivitas sumber daya lingkungan dan teknologi yang
digunakan terhadap pertumbuhan tanaman. Terdapat beberapa variabel pengamatan
yang digunakan pada praktikum teknologi produksi tanaman yang dijelaskan
sebagai berikut.
2.4.1 Persentase Tumbuh
Persentase tumbuh tanaman adalah parameter yang mengukur sejauh mana
tanaman telah tumbuh atau berkembang selama periode waktu tertentu.
Pengamatan pada variabel pengamatan persentase tumbuh dilakukan pada
komoditas jagung dan tebu. Pengamatan ini dilakukan seminggu sekali dengan cara
membandingkan jumlah tanaman yang hidup dengan jumlah seluruh tanaman
menggunakan rumus sebagai berikut:
Jumlah tanaman hidup
Persentase Tumbuh = × 100%
Total seluruh tanaman
2.4.2 Tinggi tanaman
Tinggi tanaman merupakan ukuran tanaman yang sering diamati sebagai
parameter untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan
karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat.
Pengamatan pada variabel tinggi tanaman dilakukan pada komoditas Jagung,
kacang tanah, kedelai, terung, dan bunga matahari. Pengamatan ini dilakukan
seminggu sekali dan dilakukan dengan cara mengukur panjang tanaman dari
permukaan tanah sampai pada titik tumbuh.
2.4.3 Panjang tanaman
Panjang tanaman merupakan ukuran dari seberapa tinggi atau besar tanaman
tersebut. Pengamatan pada variabel panjang tanaman dilakukan pada komoditas
semangka, timun, padi, bunga kol, ubi jalar, bawang merah, dan tebu. Pengamatan
22
ini dilakukan seminggu sekali dengan mengukur dari permukaan tanah hingga
bagian ujung tanaman terpanjang, tergantung pada tujuan pengukuran yang
spesifik.
2.4.4 Jumlah daun
Daun merupakan organ yang sangat penting bagi tanaman sebagai tempat
mensintesis makanan untuk kebutuhan tanaman yang akan disimpan sebagai
cadangan makanan. Parameter jumlah daun merupakan parameter yang baik untuk
menunjukan perkembangan pertumbuhan dan hasil tanam suatu tanaman.
Pengamatan pada variabel jumlah daun dilakukan pada semua komoditas.
Pengamatan ini dilakukan seminggu sekali dengan menghitung daun yang tumbuh,
terbuka secara sempurna, dan tidak ada gejala serangan dari hama dan penyakit
tanaman.
2.4.5 Jumlah Anakan
Pengamatan pada variabel pengamatan jumlah anakan dilakukan pada
komoditas padi. Pengamatan ini dilakukan seminggu sekali dengan cara
menghitung anakan yang tumbuh disekitar tanaman utama.
2.4.6 Diameter Tongkol
Diameter tongkol merupakan ukuran diameter atau lebar tongkol jagung.
Parameter ini dapat digunakan dalam pemantauan pertumbuhan dan penilaian
kualitas hasil panen. Pengamatan pada variabel diameter tongkol dilakukan pada
komoditas jagung. Pengamatan ini dilakukan hanya sekali pada saat panen dengan
cara mengukur keliling tongkol menggunakan meteran dan memasukkan hasil
pengukuran tersebut dalam rumus sebagai berikut:
Keliling
Diameter Tongkol =
π
2.4.7 Bobot Tongkol per Tanaman
Pengamatan pada variabel bobot tongkol per tanaman dilakukan pada
komoditas jagung. Pengamatan bobot tongkol per tanaman ditimbang dengan
satuan berat dinyatakan dalam gram. Penimbangan dilakukan setelah panen. Bobot
tongkol yang telah dibersihkan dari kotoran kemudian ditimbang menggunakan
timbangan. Catat dan dokumentasikan hasil pengamatan.
2.4.8 Jumlah Polong
23
panen. Pengamatan jumlah buah dilakukan dengan cara menghitung jumlah buah
pada saat panen pada komoditas tersebut.
2.4.14 Diameter Buah
Pengamatan pada variabel pengamatan diameter buah dilakukan pada
komoditas terung. Pengamatan ini dilakukan sekali pada saat pemanenan.
Pengamatan diameter buah dilakukan dengan cara mengukur keliling buah
menggunakan meteran, kemudian nilai/hasil yang didapatkan dimasukkan ke dalam
rumus untuk mencari diameter, dengan rumus sebagai berikut :
Keliling
Diameter Buah =
π
2.4.15 Kadar Kemanisan
Pengamatan pada variabel pengamatan kadar kemanisan dilakukan pada
komoditas semangka. Pengamatan ini dilakukan sekali pada saat panen dengan cara
menggunakan alat refraktometer. Pada tahap awal buah dilukai terlebih dahulu lalu
air yang keluar dari luka tersebut dioleskan pada refraktometer, kemudian hasil
yang keluar dicatat hasilnya.
2.4.16 Waktu Muncul Bunga
Pengamatan pada variabel pengamatan waktu muncul bunga dilakukan pada
komoditas semangka dan timun. Pengamatan ini dilakukan dengan mencatat waktu
muncul bunga ketika telah mencapai 50% dari total populasi tanaman pada petak
pengamatan.
2.4.17 Bobot Umbi
Pengamatan pada variabel pengamatan bobot umbi dilakukan pada
komoditas bawang merah dan dilakukan pada saat panen sekitar 90 HST.
Pengamatan ini dilakukan dengan cara menimbang umbi yang telah dipanen
menggunakan timbangan.
2.4.18 Bobot Segar
Pengamatan pada variabel pengamatan bobot segar dilakukan pada
komoditas bawang merah, pengamatan ini dilakukan satu kali pada saat panen
sekitar 55-70 HST. Pengamatan bobot segar dilakukan dengan cara mengukur
bobot mulai dari ujung akar hingga ujung daun menggunakan timbangan analitik.
2.4.19 Jumlah Umbi
25
Keterangan:
I = Intensitas/beratnya kerusakan/serangan (%)
N = Jumlah contoh yang diamati
V = Nilai skor untuk tiap kategori kerusakan
N = Jumlah total sampel yang diamati
Z = Nilai skor kategori kerusakan yang tertinggi
2.4.25. Keragaman Arthropoda
Pengamatan Arthropoda pada semua jenis tanaman komoditas dilakukan
dengan melihat keberadaan dan peranannya pada tanaman, termasuk apakah
mereka berperan sebagai hama, musuh alami, atau serangga lainnya. Selain itu,
pengamatan ini juga mencakup perhitungan jumlah tanaman yang terkena serangan
oleh Arthropoda tersebut
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1.Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Tinggi Tanaman Padi
Panjang Tanaman (cm) pada Umur Tanaman ke-
Perlakuan
Kelompok … (MST)
2 4 6
Sistem SRI J1 23,14 81,54 96,46
Sistem jajar legowo
J2 20,98 78,78 90,7
2:1
Sistem konvensional J3 20,34 75,54 88,5
Sistem jajar legowo
J4 20,96 77,52 89,25
4:1
Rata-rata panjang tanaman pada masing-masing perlakuan menunjukkan
hasil yang berbeda-beda. Berdasarkan tabel 1, pada tanaman umur 2 MST,
perlakuan dengan sistem tanam SRI menghasilkan panjang tanaman tertinggi serta
terendah terdapat pada perlakuan sistem konvensional dengan persentase
perbandingan sebesar 13,76%. Sedangkan pada umur tanaman 4 MST, data
tertinggi diperoleh dengan perlakuan sistem tanam SRI dan terendah pada
perlakuan sistem konvensional dengan persentase perbandingan sebesar 7,94%.
Pengamatan panjang tanaman padi terakhir, yaitu pada 6 MST, memiliki panjang
tanaman tertinggi pada perlakuan sistem SRI serta terendah pada perlakuan sistem
konvensional dengan persentase perbandingan sebesar 7,86%.
120 Sistem Tanam SRI
Tinggi Tanaman (cm)
100
40 Sistem Tanam
konvensional
20
perkembangan tanaman juga dikendalikan oleh faktor genetik yang dimana panjang
tanaman padi merupakan sifat keturunan dari masing-masing varietas.
Hal ini dikarenakan sistem tanam SRI memiliki jarak tanam 25 x 25 cm.
Menurut Iwan et al., (2018) Jarak tanam lebar SRI menganjurkan jarak tanam lebar
dengan jarak minimal 25 cm x 25 cm agar akar tanaman tidak berkompetisi dan
mempunyai cukup ruang untuk berkembang sehingga panjang maksimum dapat
dicapai. Perbedaan panjang tanaman padi dapat dipengaruhi oleh sistem tanam itu
sendiri. Sistem SRI itu sendiri merupakan teknik budidaya padi yang mampu
meningkatkan produktivitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman,
tanah, air dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktivitas padi
sebesar 50% (Sanjaya et al., 2013). Dalam metode SRI menggunakan jumlah bibit
yang lebih sedikit dibanding dengan sistem lainnya, menurut Mahrus et al., (2017)
menyatakan jumlah bibit yang lebih sedikit (1-3 bibit perlubang tanam)
menyebabkan persaingan antar tanaman menjadi lebih ringan, karena lebih sedikit
benih yang di gunakan sehingga mengurangi kompetisi dalam memperebutkan air,
unsur hara, CO2, cahaya dan ruang untuk tumbuh.
b. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman yang
dapat menunjukkan perbedaan hasil penggunaan sistem penanaman pada tanaman
padi. Pengamatan ini dimulai dari 2 MST sampai 6 MST. Hasil parameter jumlah
daun padi dapat dilihat pada Tabel 2
Tabel 2. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Jumlah Daun Tanaman Padi
Jumlah Daun pada Umur Tanaman ke-…
Perlakuan Kelompok (MST)
2 4 6
Sistem SRI J1 9,2 25,8 46,2
Sistem jajar legowo
J2 6,2 22,4 43,2
2:1
Sistem konvensional J3 5,4 21 41,6
Sistem jajar legowo
J4 5,4 21,2 42,2
4:1
Rata-rata jumlah pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Berdasarkan tabel 2, pada tanaman umur 2 MST, perlakuan dengan
sistem tanam SRI menghasilkan panjang tanaman tertinggi serta terendah terdapat
pada perlakuan sistem konvensional dan perlakuan sistem jajar legowo 4:1 dengan
30
c. Jumlah Anakan
Jumlah anakan merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman yang
dapat menunjukkan perbedaan hasil penggunaan sistem penanaman pada tanaman
padi. Pengamatan ini dimulai dari 2 MST sampai 6 MST. Hasil parameter jumlah
anakan padi dapat dilihat pada Tabel 3
Tabel 3. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Jumlah Anakan Tanaman Padi
Jumlah Anakan pada Umur Tanaman ke-…
Perlakuan Kelompok (MST)
2 4 6
Sistem SRI J1 9,4 32 32,4
Sistem jajar legowo J2 8,8 30,4 31,4
2:1
Sistem konvensional J3 8 26,2 27
Sistem jajar legowo J4 8,4 28,2 29
4:1
Rata-rata jumlah pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Berdasarkan tabel 3, pada tanaman umur 2 MST, perlakuan dengan
sistem tanam SRI menghasilkan jumlah anakan tertinggi serta terendah terdapat
pada perlakuan sistem konvensional dengan persentase perbandingan sebesar
17,5%. Sedangkan pada umur tanaman 4 MST, data tertinggi diperoleh dengan
perlakuan sistem tanam SRI dan terendah pada perlakuan sistem konvensional
dengan persentase perbandingan sebesar 22,1%. Pada 6 MST memiliki panjang
tanaman tertinggi pada perlakuan sistem SRI serta terendah pada perlakuan sistem
konvensional dengan persentase perbandingan sebesar 20%. Pada sistem SRI
memiliki jumlah anakan yang tertinggi dibandingkan lainnya.
35
30
25 Sistem Tanam SRI
Jumlah Anakan
20
Sistem Tanam Jajar
15 Legowo (2:1)
10 Sistem Tanam
konvensional
5
Sistem Tanam Jajar
0 Legowo (4:1)
2 4 6
Umur Tanaman (MST)
Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa pada sistem SRI memiliki
rata-rata jumlah anakan tertinggi, dan rata-rata jumlah anakan terendah terdapat
pada perlakuan sistem konvensional. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa
sistem tanam berpengaruh terhadap jumlah anakan yang di hasilkan. Hal ini sejalan
dengan penelitian Rozen (2018) yang menyatakan bahwa sistem SRI memiliki
kelebihan yaitu dapat meningkatkan anakan berlipat ganda sehingga hasil produksi
meningkat.
Menurut Sanjaya et al., (2013), teknik budidaya SRI yang memiliki jarak
tanam yang lebar sehingga menghasilkan jumlah anakan yang paling banyak.Jarak
tanam yang lebar berpengaruh terhadap ketersediaan unsur hara dan mineral yang
mempengaruhi dari pertumbuhan anakan padi itu sendiri.
3.2.2 Keragaman Arthropoda
Keragaman anthropoda merupakan salah satu parameter pengamatan pada
tanaman padi. Hasil parameter pengamatan keragaman arthropoda pada tanaman
padi dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Keragaman Arthropoda Tanaman Padi
No. Nama serangga Peran Dokumentasi
Nama lokal Nama ilmiah
Walang Leptocorisa
1 Hama
sangit acuta
Belalang Oxya
2 Hama
hijau chinensis
Penggerek Scirpophaga
3 Hama
padi putih innotata
(Subiono, 2020)
Wereng Nephotettix
4 Hama
hijau nigropictus
Striped Micrapis
5 Musuh alami
ladybird frenata
padi. Gejala serangan walang sangit yaitu munculnya bintik hitam serta bulir padi
akan menjadi hampa. Hama ini menyerang tanaman padi yang berbunga hingga
menjelang panen.
Hama selanjutnya yang menyerang tanaman padi yaitu belalang hijau (Oxya
chinensis). Belalang hijau berasal dari famili Acrididae. Belalang hijau memiliki
warna yang dominan hijau pada tubuh dan kakinya. Gejala yang biasanya terlihat
yaitu terdapat bekas gigitan pada bagian daun tanaman padi. Hama ini menyerang
tanaman padi mulai dari awal padi ditanam hingga pada padi dipanen (Gayatri et
al., 2021).
Hama selanjutnya yang menyerang tanaman padi yaitu penggerek padi putih
(Scirpophaga innotata). Hama ini berasal dari famili Pyralidae. Menurut
Awaluddin, (2019), pada fase larva, hama ini memotong bagian tengah anakan
sehingga menyebabkan unsur hara pada tanah tidak dapat mencapai bagian atas
tanaman sehingga menyebabkan tanaman mati. Sedangkan pada fase generatif,
hama ini menyerang pada tanaman yang akan bermalai, sehingga hasil asimilasi
tidak sampai ke dalam bulir padi. Hama ini juga menghasilkan kekeringan pada
pucuk serta malai yang berbulir kosong.
Hama umum lainnya yang menyerang tanaman padi yaitu wereng hijau
(Nephotettix nigropictus). Kerusakan secara langsung oleh wereng hijau yaitu
menghisap cairan sel tanaman, sehingga pertumbuhan tanaman terhambat dan
secara tidak langsung dapat menjadi vektor penyebab penyakit tungro (Kesek et al.,
2019). Wereng hijau akan meletakkan telur dalam jaringan pelepah daun padi pada
bagian pinggir. Posisi ujung telur tegak lurus dengan pinggiran pelepah daun padi.
Telur-telur ini diletakkan berkelompok dengan bentuk seperti peluru, seringkali
berjumlah lebih dari 30 dalam satu kelompoknya, dimana ujung antara satu telur
dengan telur yang lain tidak saling menempel dan mudah dipisahkan sehingga
menyebabkan penyakit tungro pada padi (Fiddin, 2021)
Arthopoda lainnya yang ditemukan pada tanaman padi ialah striped ladybird
(Micrapis frenata). Pada pertumbuhan tanaman padi, striped ladybird berperan
sebagai musuh alami. Arthopoda ini sering ditemukan pada bagian batang, daun,
tajuk tanaman padi, permukaan tanah, pematang sawah dan tersembunyi dibawah
tanaman liar pematang sawah. Kelimpahan populasi kumbang ini dapat dipengaruhi
35
oleh fenologi tanaman dan ketersediaan mangsa berupa wereng batang cokelat
(Amrullah, 2019).
Musuh alami lainnya yang terdapat pada tanaman padi ialah jangkrik
(Gryllidae). jangkrik sendiri berperan sebagai musuh alami pada tanaman padi.
Musuh alami pada hakekatnya dapat mengendalikan hama secara alami manakala
lingkungan sekitar memungkinkan untuk berkembangnya musuh-musuh alami
tersebut. Jangkrik sendiri sering menyerang hama wereng hijau (Kojong et al.,
2015). Serangan jangkrik utama terjadi di persemaian atau pembibitan. Tanaman
padi akan nampak mati karena batangnya putus atau patah atau hilang karena bagian
yang dipotong akan dibawa jangkrik ke liang atau persembunyiannya untuk
dimakan (Muhammad, 2021).
3.2.3 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman
yang dapat menunjukkan perbedaan hasil penggunaan sistem penanaman pada
tanaman padi. Pengamatan ini dimulai dari 2 MST sampai 6 MST. Hasil parameter
intensitas penyakit pada padi dapat dilihat pada Tabel 5
Tabel 5. Pengaruh Penggunaan Sistem SRI, Jajar Legowo (2:1), Konvensional, dan Jajar
Legowo (4:1) Terhadap Intensitas Penyakit Tanaman Padi
Persentase Penyakit (%) pada Umur Tanaman ke-… (MST)
Perlakuan
2 4 6
Sistem SRI 0 0,19 0,45
Sistem jajar legowo 2:1 0 0,23 0,24
Sistem konvensional 1,83 4,58 6,83
Sistem jajar legowo 4:1 0 2,85 3,15
sistem konvensional sebesar 6,83% serta terendah pada perlakuan sistem jajar
legowo 2:1 sebesar 0,24%.
Intensitas Penyakit
SRI
8 Jajar Legowo 2:1
7
6 Konvensional
Persentase %
5
Jajar Legowo 4:1
4
3
2
1
0
2 4 6
Umur Tanaman (MST)
100
KCL 75 kg/ha + Tanpa
Persentase Tumbuh
PGPR
80
KCL 75 kg/ha + PGPR
10 ml
60
KCL 150 kg/ha + Tanpa
40 PGPR
KCL 150 kg/ha + PGPR
20 10 ml
0
Perlakuan
Gambar 6. Grafik Persentase Tumbuh Tanaman Jagung
Berdasarkan grafik di atas menunjukan bahwa persentase tumbuh tertinggi
terdapat pada perlakuan KCL 75 kg/ha + PGPR 10 ml sedangkan persentase
tumbuh terendah terdapat pada perlakuan KCl 75 kg/ha + non PGPR. Hal ini
menunjukan bahwa pemberian PGPR berpengaruh nyata terhadap persentase
tumbuh tanaman jagung, karena pemberian PGPR dapat meningkatan pertumbuhan
38
dan hasil pada tanaman jagung (Sari et al., 2019). Serta menurut Fia et al., (2016)
Pemberian pupuk KCL dapat memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman jagung itu sendiri.
b. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman
yang dapat menunjukkan perbedaan hasil perlakuan pemberian pupuk pada
tanaman jagung. Tinggi tanaman jagung dihitung mulai dari ujung pangkal batang
bagian bawah hingga ujung tanaman yang paling tinggi. Pengamatan ini dimulai
dari 5 MST sampai 9 MST. Hasil parameter tinggi tanaman jagung dapat dilihat
pada tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Tinggi Tanaman
Jagung
Tinggi Tanaman (cm) pada Umur Tanaman
Perlakuan Kelompok ke-… (MST)
5 6 7 8 9
KCl 75 kg/ha + non- J1 50,00 57,80 94,20 117,80 131,40
PGPR
KCl 75 kg/ha + PGPR J2 50,80 66,20 106,80 119,40 133,40
10 ml
KCl 150 kg/ha + non- J3 34,60 53,20 76,00 100,20 116,40
PGPR
KCl 150 kg/ha + PGPR J4 40,60 57,60 68,40 101,60 118,20
10 ml
Rata-rata jumlah pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Berdasarkan tabel 7. pada tanaman umur 5 MST, perlakuan KCl 75
kg/ha + PGPR 10 ml menghasilkan tinggi tanaman tertinggi serta terendah terdapat
pada perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase perbandingan
sebesar 46,82%. Sedangkan pada umur tanaman 6 MST, data tertinggi diperoleh
dengan perlakuan KCl 75 kh/ha + PGPR 10 ml dan terendah pada perlakuan
perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase perbandingan sebesar
24,43% Pada umur tanaman 7 MST, data tertinggi diperoleh dengan perlakuan KCl
75 kg/ha + PGPR 10 ml dan terendah pada perlakuan KCl 150 kg/ha + PGPR 10
ml dengan persentase perbandingan sebesar 56,14 %. Sementara itu, pada umur
tanaman 8 MST, data tertinggi diperoleh dengan perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR
10 ml dan terendah pada perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase
perbandingan 19,16%. Pengamatan panjang tanaman jagung terakhir, yaitu pada 9
MST, memiliki panjang tanaman tertinggi pada perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR
39
10 ml dan terendah pada perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dan KCl 150 kg/ha
+ non PGPR dengan persentase perbandingan sebesar 14,60%.
100 + PGPR 10 ml
80
KCL 150
60 kg/ha + Tanpa
PGPR
40
KCL 150
20 kg/ha + PGPR
10 ml
0
5 6 7 8 9
Umur Tanaman (MST)
c. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman yang
dapat menunjukkan perbedaan hasil perlakuan pemberian pupuk pada tanaman
jagung. Jumlah daun yang dihitung adalah daun yang sudah membuka sempurna
dan berwarna hijau segar. Pengamatan ini dimulai dari 5 MST sampai 9 MST. Hasil
parameter jumlah daun pada jagung dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Jumlah Daun
Tanaman Jagung
jumlah daun pada Umur Tanaman ke-… (MST)
Perlakuan Kelompok
5 6 7 8 9
KCl 75 kg/ha + non- J1 8,40 9,40 9,80 11,00 12,20
PGPR
KCl 75 kg/ha + J2 9,80 10,20 11,20 14,80 15,60
PGPR 10 ml
KCl 150 kg/ha + non- J3 6,00 8,00 8,00 9,60 11,20
PGPR
KCl 150 kg/ha + J4 7,40 8,60 11,20 12,20 13,20
PGPR 10 ml
Rata-rata jumlah pada masing-masing perlakuan menunjukkan hasil yang
berbeda-beda. Berdasarkan tabel 8. Pada tanaman umur 5 MST, perlakuan KCl 75
kh/ha + PGPR 10 ml menghasilkan jumlah daun tertinggi serta terendah terdapat
pada perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase perbandingan
sebesar 63,3%. Sedangkan pada umur tanaman 6 MST, data tertinggi diperoleh
dengan perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml dan terendah pada perlakuan
perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase perbandingan sebesar
27,5%. Pada umur tanaman 7 MST, data tertinggi diperoleh dengan perlakuan KCl
75 kg/ha + non PGPR dan KCl 150 kg/ha + PGPR 10 ml dan terendah pada
perlakuan KCl 150 kg/ha + non PGPR dengan persentase perbandingan sebesar
40%. Sementara itu, pada umur tanaman 8 MST, data tertinggi diperoleh dengan
perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml dan terendah pada perlakuan KCl 150 kg/ha
+ non PGPR dengan persentase perbandingan 54,16 %. Pengamatan panjang
tanaman jagung terakhir, yaitu pada 9 MST, memiliki panjang tanaman tertinggi
pada perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR dan terendah pada perlakuan KCl 150 kg/ha
+ non PGPR dengan persentase perbandingan sebesar 39,28%.
41
18
KCL 75 kg/ha
16 + Tanpa
14 PGPR
KCL 75 kg/ha
12
Jumlah Daun
+ PGPR 10 ml
10
8 KCL 150
kg/ha + Tanpa
6
PGPR
4 KCL 150
2 kg/ha + PGPR
10 ml
0
5 6 7 8 9
Umur Tanaman (MST)
Tabel 9. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Diameter Tongkol
Tanaman Jagung
Perlakuan Kelompok Diameter Tongkol
KCl 75 kg/ha + non-PGPR J1 2,76 cm
KCl 75 kg/ha + PGPR 10 J2 3,55 cm
ml
KCl 150 kg/ha + non- J3 3,26 cm
PGPR
KCl 150 kg/ha + PGPR 10 J4 4,44 cm
ml
Berdasarkan tabel hasil pengamatan diameter tongkol per tanaman, terdapat
hasil yang berbeda-beda setiap perlakuan. Didapatkan bahwa diameter tongkol
jagung tertinggi terdapat pada perlakuan dosis pupuk KCL 150 kg/ha + PGPR 10
ml yaitu sebesar 4,4 cm, sedangkan bobot tongkol terendah terdapat pada perlakuan
dosis pupuk KCL 75 kg/ha + non PGPR yaitu sebesar 2,76 cm dengan persentase
perbandingan sebesar 60,86%.
5
4,5
4
Diameter Tongkol
500
KCL 75 kg/ha + Tanpa
PGPR
Bobot Tongkol
400
KCL 75 kg/ha + PGPR
300 10 ml
KCL 150 kg/ha + Tanpa
200 PGPR
KCL 150 kg/ha + PGPR
100 10 ml
0
Perlakuan
data tersebut dapat diketahui bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh pemberian
dosis pupuk KCl dan PGPR. Hal ini sesuai dengan penelitian Sari dan Sudiarso
(2019) yang menyatakan bahwa pemberian PGPR berpengaruh terhadap hasil bobot
tongkol tanaman jagung.
Pemberian perlakuan PGPR berperan dalam meningkatkan hormon pada
tanaman, meningkatkan fiksasi nitrogen, serta meningkatkan ketersediaan nutrisi
seperti phosfat yang phosfat sendiri berperan dalam fase generatif tanaman,
sehingga menghasilkan bobot tongkol yang besar (Sari, 2019). Pemberian dosis
pupuk kalium juga memiliki pengaruh terhadap bobot tongkol, hal ini sejalan
dengan pernyataan Usmadi et al., (2023) yang menyatakan bahwa kalium memiliki
peran dalam proses fotosintesis yang hasilnya akan ditranslokasikan ke bagian
tongkol tanaman sehingga produksi jagung dapat meningkat. Selain itu kalium
memiliki fungsi sebagai proses pembentukan gula dan pati, aktivitas enzim dan
pergerakan stomata, sehingga apabila ingin lebih mengoptimalkan bobot tongkol
dapat dilakukan dengan cara mengefisienkan proses fotosintesis pada tanaman.
3.3.3 Keragaman Arthropoda
Keragaman arthropoda merupakan salah satu parameter pengamatan pada
tanaman jagung. Hasil parameter pengamatan keragaman arthropoda pada tanaman
jagung dapat dilihat pada Tabel 11
Tabel 11. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman jagung
Nama serangga
No. Peran Dokumentasi
Nama lokal Nama ilmiah
Spodoptera
1 Ulat Grayak Hama
Fungiferda
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
45
Penggerek Helicoverpa
2 Hama
Tongkol Jagung armigera
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
iklim yang cocok untuk pertumbuhan jamur sehingga tongkol menjadi rusak (Panji,
2022).
3.3.4 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan pada
tiap minggu dimulai dari 2 MST hingga 6 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit, dengan ditandai oleh
bentuk abnormal baik fisiologis maupun morfologi nya. Berikut merupakan data
hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman jagung.
Tabel 12. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan Penggunaan PGPR Terhadap Intensitas Penyakit
Tanaman Jagung
Persentase Penyakit (%) pada Umur Tanaman ke-…
Perlakuan (MST)
2 3 4 5 6
KCl 75 kg/ha + non-PGPR 0 2,6 4,8 8,3 12,7
KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml 0 1,42 3,3 4 3,9
KCl 150 kg/ha + non-PGPR 0 6,25 7,6 13,7 11,2
KCl 150 kg/ha + PGPR 10 0 2,6 4,3 4 5,8
ml
Berdasarkan tabel intensitas penyakit didapatkan hasil bahwa pada 2 MST
semua perlakuan mengalami intensitas penyakit sebesar 0, pada 3 MST intensitas
penyakit terbesar terdapat pada perlakuan KCl 150 kg/ha + non-PGPR sebesar
6,25% dan intensitas penyakit terkecil terdapat pada perlakuan KCl 75 kg/ha +
PGPR 10 ml sebesar 1,42%, pada 4 MST intensitas penyakit tertinggi terdapat pada
perlakuan KCl 150 kg/ha + non-PGPR sebesar 7,6% dan intensitas penyakit terkecil
terdapat pada perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml sebesar 3,3%, pada umur
tanaman 5 MST intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan KCl 150 kg/ha
+ non-PGPR sebesar 13,7% dan intensitas penyakit terkecil terdapat pada perlakuan
KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml dan KCl 150 kg/ha + PGPR 10 ml sebesar 4%, pada
umur tanaman 6 MST intensitas penyakit tertinggi terdapat pada perlakuan KCl 75
kg/ha + non-PGPR sebesar 12,7% dan intensitas penyakit terkecil terdapat pada
perlakuan KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml sebesar 3,9%.
47
16
14
12
Intensitas Penyakit
10 KCl 75 kg/ha +
tanpa PGPR
8
KCl 75 kg/ha +
6 PGPR 10 ml
4 KCl 150 kg/ha +
tanpa PGPR
2 KCl 150 kg/ha +
0 PGPR 10 ml
2 MST 3 MST 4 MST 5 MST 6 MST
Umur Tanaman (MST)
tanaman ubi jalar. Pengamatan ini dimulai 2 sampai 6 MST. Rata-rata panjang
tanaman disajikan pada tabel berikut:
Tabel 13. Pengaruh pemberian dosis Urea dan Pupuk Kandang terhadap Panjang Tanaman
pada Tanaman Ubi Jalar
2 3 4 5 6
Dosis Urea 50 kg/ha +
J1 19 28 34,2 39,8 55,6
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
J2 35 47 51,8 63,6 69,4
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
J3 17,4 27,6 34,2 39,8 55,6
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 50 kg/ha +
J4 13 22 29,6 36,6 57,4
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Tabel 13 menunjukkan pertumbuhan panjang tanaman ubi jalar, pada umur
tanaman 2 MST panjang tanaman tertinggi berada pada tanaman ubi jalar dengan
perlakuan urea 100kg + pupuk kandang 15 ton serta hasil terendah pada perlakuan
urea 50kg + pupuk kandang 15 ton dengan persentase perbandingan sebesar 169%.
Sedangkan pada umur 3 MST panjang tanaman tertinggi berada pada tanaman ubi
jalar dengan perlakuan urea 100kg + pupuk kandang 15 ton, serta hasil terendah
terdapat pada perlakuan urea 50kg + pupuk kandang 15 ton dengan persentase
perbandingan sebesar 114%. Sedangkan pada umur 4 MST panjang tanaman
tertinggi berada pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan urea 100kg + pupuk
kandang 15 ton serta hasil terendah pada perlakuan urea 50kg + pupuk kandang 15
ton dengan persentase perbandingan sebesar 75%. Pada umur 5 MST panjang
tanaman tertinggi berada pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan urea 100kg +
pupuk kandang 15 ton serta hasil terendah pada perlakuan urea 50kg + pupuk
kandang 15 ton dengan persentase perbandingan sebesar 74%. Pada 6 MST panjang
tanaman tertinggi berada pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan urea 100kg +
pupuk kandang 15 ton serta hasil terendah pada perlakuan urea 100kg + pupuk
kandang 7,5 ton dan perlakuan urea 50kg + pupuk kandang 7,5 ton dengan
persentase sebesar 25%.
49
80
70 Dosis Urea 50 kg/ha
2015). Karena itu pada minggu-minggu awal pupuk kandang belum terlalu
mempengaruhi panjang tanaman ubi jalar.
b. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman yang
dapat menunjukkan pengaruh pemberian dosis Urea dan Pupuk Kandang pada
tanaman Ubi Jalar. Pengamatan ini dimulai 2 sampai 6 MST. Rata-rata jumlah daun
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 14. Pengaruh pemberian dosis Urea dan Pupuk Kandang terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Ubi Jalar
2 3 4 5 6
Dosis Urea 50 kg/ha +
J1 5,4 25,6 36,4 48,6 72
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
J2 6,4 28,4 52,2 78,2 101,6
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
J3 6,6 23,4 39,4 71,4 90
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 50 kg/ha +
J4 5,2 20 26,4 55,8 79,2
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Tabel 14 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun ubi jalar, pada umur
tanaman 2 MST jumlah daun terbanyak berada pada tanaman ubi jalar dengan
perlakuan Urea 100kg + Pupuk kandang 7,5 ton serta hasil terendah pada perlakuan
Urea 50kg + Pupuk kandang 15 ton dengan persentase perbandingan sebesar 27%.
Sedangkan pada umur 3 MST jumlah daun terbanyak berada pada tanaman ubi jalar
dengan perlakuan Urea 100kg + Pupuk kandang 15 ton, serta hasil terendah terdapat
pada perlakuan Urea 50kg + Pupuk kandang 15 ton dengan persentase
perbandingan sebesar 42%. Sedangkan pada umur 4 MST jumlah daun terbanyak
berada pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan Urea 100kg + Pupuk kandang 15
ton serta hasil terendah pada perlakuan Urea 50kg + Pupuk kandang 15 ton dengan
persentase perbandingan sebesar 98%. Pada umur 5 MST jumlah daun terbanyak
berada pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan Urea 100kg + Pupuk kandang 15
ton serta hasil terendah pada perlakuan Urea 50kg + Pupuk kandang 7,5 ton dengan
persentase perbandingan sebesar 61%. Pada 6 MST jumlah daun terbanyak berada
pada tanaman ubi jalar dengan perlakuan Urea 100kg + Pupuk kandang 15 ton serta
51
hasil terendah pada perlakuan Urea 50kg + Pupuk kandang 7,5 ton dengan
persentase sebesar 41%.
120
Dosis Urea 50 kg/ha +
100 Pupuk Kandang 7.5
Jumlah Daun (helai)
ton/ha
80
Dosis Urea 100 kg/ha +
60 Pupuk Kandang 15
ton/ha
40 Dosis Urea 100 kg/ha +
Pupuk Kandang 7.5
20
ton/ha
0 Dosis Urea 50 kg/ha +
2 3 4 5 6 Pupuk Kandang 15
Umur Tanaman (MST) ton/ha
halnya dengan pupuk lainnya, sangat penting untuk menyusun dosis pupuk kandang
dengan bijak agar tidak terjadi pemupukan berlebih yang dapat merugikan tanaman.
3.4.2 Keragaman Arthropoda
Keragaman arthropoda yang ditemukan pada lahan komoditas dapat diamati
dengan metode visual. Adapun arthropoda yang diamati seperti pada tabel berikut.
Tabel 15. Pengaruh Pemberian Dosis Urea dan Pupuk Kandang Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Ubi Jalar
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
(CABI, 2022)
Kumbang Orsilochides
Serangga lain
Permata guttata
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Berdasarkan pada tabel diatas, arthropoda yang didapat antara lain adalah
Kumbang Permata dan Laron yang terperangkap di Yellow Sticky Trap. Serangga
memiliki ketertarikan lebih terhadap warna kuning (Killa et al., 2021). Hal ini yang
menjadi dasar digunakannya Yellow Sticky Trap karena lebih efektif untuk menarik
serangga. Kedua arthropoda yang didapat pada Yellow Sticky Trap berperan
sebagai serangga lain dan tidak menyerang tanaman ubi jalar. Kumbang permata
merupakan serangga yang termasuk kedalam famili Scutelleridae. Sedangkan laron
merupakan serangga yang termasuk kedalam famili Termitidae.
3.4.3 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan pada
tiap minggu dimulai dari 2 MST hingga 6 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit, dengan ditandai oleh
bentuk abnormal baik fisiologis maupun morfologi nya. Berikut merupakan data
hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman ubi jalar.
56
Tabel 17. Pengaruh Pemberian Dosis Urea dan Pupuk Kandang Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Ubi Jalar
2 3 4 5 6
Dosis Urea 50 kg/ha +
0,83 4,84 5,72 6,22 6,59
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
0 0 0 0 0
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
0,83 1,20 1,62 1,42 1,51
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 50 kg/ha +
1,25 4,83 6,28 4,91 4,95
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Berdasarkan data hasil pengamatan intensitas penyakit dapat diketahui
bahwa, tingkat intensitas penyakit yang didapatkan dari setiap perlakuan berbeda-
beda pada setiap minggunya. Rata-rata intensitas penyakit tertinggi terdapat pada
perlakuan dosis urea 50 kg/ha + pupuk kandang 7,5 ton/ha, sedangkan intensitas
penyakit terendah terdapat pada perlakuan pupuk urea 100 kg/ha + pupuk kandang
15 ton/ha.
jelas dan di tengah bercak coklat terdapat warna keabu-abuan karena adanya
konidiofor dan konidium jamur. Bercak berbentuk bulat dengan garis tengah 3 – 12
mm (Bambang, 2020). Pemberian perlakuan pupuk urea pada tanaman ubi jalar
juga memiliki pengaruh terhadap penyakit pada tanaman. Menurut Pahlevi et al
(2016) pemberian pupuk urea pada tanaman ubi dapat menyebabkan perkembangan
penyakit, salah satunya penyakit bercak coklat. Pemupukan urea yang berlebihan
atau tidak tepat dapat menciptakan kondisi lingkungan yang mendukung
pertumbuhan dan penyebaran penyakit ini.
3.5 Hasil dan Pembahasan Pengamatan Tanaman Kedelai
3.5.1 Parameter Pertumbuhan
a. Tinggi Tanaman
Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman
yang dapat menunjukkan pengaruh jarak tanam dan aplikasi legume inokulan pada
tanaman Kedelai. Pengamatan ini dimulai 5 sampai 9 MST. Rata-rata tinggi
tanaman disajikan pada tabel berikut:
Tabel 18. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Tinggi Tanaman
pada Tanaman Kedelai
5 6 7 8 9
Jarak tanam 20x20 +
J1 27,80 42,40 54,20 55,70 56,00
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
J2 38,80 47,20 54,00 60,60 65,00
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
J3 15,20 37,80 48,40 60,40 68,40
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
J4 32,00 46,80 60,40 66,80 71,00
legume inokulan 10 gram
Tabel 18 menunjukkan pertumbuhan tinggi tanaman kedelai, pada umur
tanaman 5 MST tanaman kedelai tertinggi berada pada perlakuan jarak tanam
20x20+ legume inokulan 10 gr serta hasil terendah pada perlakuan jarak tanam
20x30 + tanpa legume inokulan dengan persentase perbandingan sebesar 155%.
Sedangkan pada umur 6 MST tanaman kedelai tertinggi berada pada perlakuan
jarak tanam 20x20 + legume inokulan 10 gr, serta hasil terendah terdapat pada
perlakuan jarak tanam 20x30 tanpa legume inokulan dengan persentase
perbandingan sebesar 24%. Sedangkan pada umur 7 MST tanaman kedelai tertinggi
58
berada pada perlakuan jarak tanam 20x30 + legume inokulan 10 gr serta hasil
terendah pada perlakuan jarak tanam 20x30 tanpa legume inokulan dengan
persentase perbandingan sebesar 25%. Pada umur 8 MST tanaman kedelai tertinggi
terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x30 + legume inokulan 10 gr serta hasil
terendah pada perlakuan jarak tanam 20x20 tanpa legume inokulan dengan
persentase perbandingan sebesar 20%. Pada 9 MST tanaman kedelai tertinggi
terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x30 + legume inokulan 10 gr serta hasil
terendah pada perlakuan jarak tanam 20x20 tanpa legume inokulan dengan
persentase sebesar 27%.
80
70 Jarak tanam 20x20 +
tanpa legume
Tinggi Tanaman (cm)
60 inokulan
50 Jarak tanam 20x20 +
40 legume inokulan 10
gram
30
Jarak tanam 20x30 +
20 tanpa legume
10 inokulan
0 Jarak tanam 20x30 +
5 6 7 8 9 legume inokulan 10
Umur Tanaman (MST) gram
5 6 7 8 9
Jarak tanam 20x20 +
J1 11,00 12,20 14,00 19,40 20,00
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
J2 8,00 11,80 15,20 18,40 24,20
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
J3 4,20 6,20 9,40 16,60 29,60
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
J4 8,00 10,40 28,40 33,60 37,00
legume inokulan 10 gram
Tabel 19 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun tanaman kedelai, pada
umur tanaman 5 MST jumlah daun tanaman kedelai terbanyak berada pada
perlakuan jarak tanam 20x20 tanpa legume inokulan serta hasil terendah pada
perlakuan jarak tanam 20x30 tanpa legume inokulan dengan persentase
60
perbandingan sebesar 162%. Sedangkan pada umur 6 MST jumlah daun tanaman
kedelai terbanyak berada pada perlakuan jarak tanam 20x20 tanpa legume inokulan,
serta hasil terendah terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x30 tanpa legume
inokulan dengan persentase perbandingan sebesar 97%. Sedangkan pada umur 7
MST jumlah daun tanaman kedelai terbanyak berada pada perlakuan jarak tanam
20x30 + legume inokulan 10 gr serta hasil terendah pada perlakuan 20x30 tanpa
legume inokulan dengan persentase perbandingan sebesar 202%. Pada umur 8 MST
jumlah daun tanaman kedelai terbanyak terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x30
+ legume inokulan 10 gr serta hasil terendah pada perlakuan jarak tanam 20x30
tanpa legume inokulan dengan persentase perbandingan sebesar 102%. Pada 9 MST
jumlah daun tanaman kedelai terbanyak terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x30
+ legume inokulan 10 gr serta hasil terendah pada perlakuan jarak tanam 20x20
tanpa legume inokulan dengan persentase sebesar 85%.
40
35 Jarak tanam 20x20 +
tanpa legume
Jumlah Daun (helai)
30 inokulan
25 Jarak tanam 20x20 +
20 legume inokulan 10
gram
15
Jarak tanam 20x30 +
10 tanpa legume
5 inokulan
0 Jarak tanam 20x30 +
5 6 7 8 9 legume inokulan 10
Umur Tanaman (MST) gram
jumlah daun yang dihasilkan. Sebaliknya, jarak tanam yang terlalu lebar juga dapat
memberikan efek negatif, karena dapat mengurangi efisiensi penggunaan lahan dan
menyebabkan penyebaran akar yang tidak optimal (Purba et al., 2018).
Selain perlakuan jarak tanam pemberian legume inokulan dapat
berpengaruh positif terhadap jumlah daun pada tanaman kedelai. Hal ini disebabkan
oleh ketersediaan nitrogen yang ditingkatkan melalui proses fiksasi nitrogen oleh
bakteri Rhizobium dalam inokulan legume. Nitrogen merupakan unsur esensial
dalam pembentukan klorofil, protein, dan asam nukleat, yang semuanya berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan daun tanaman. Dengan adanya sumber
nitrogen yang lebih baik, tanaman kedelai cenderung mengalami pertumbuhan
vegetatif yang lebih baik, termasuk peningkatan jumlah daun. Selain itu, inokulan
legume juga dapat memengaruhi aktivitas hormon tanaman, seperti auksin, yang
dapat merangsang pertumbuhan daun. Hal ini dapat berkontribusi pada peningkatan
jumlah daun pada tanaman kedelai yang mendapat perlakuan inokulan legume
(Manasikana et al., 2019).
3.5.2 Parameter Hasil
a. Jumlah Bintil Akar
Jumlah bintil akar merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
dapat menunjukkan pengaruh jarak tanam dan aplikasi legume inokulan pada
tanaman kedelai. Rata-rata jumlah bintil akar disajikan pada tabel berikut:
Tabel 20. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Jumlah Bintil
Akar pada Tanaman Kedelai
Perlakuan Kelompok Rata-rata Jumlah Bintil Akar
Jarak tanam 20x20 +
J1 21,2
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
J2 41
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
J3 27,8
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
J4 45,6
legume inokulan 10 gram
Berdasarkan tabel 20 didapatkan data bahwa terdapat perbedaan rata-rata
jumlah bintil akar pada setiap perlakuan. Jumlah bintil akar tertinggi terdapat pada
perlakuan jarak tanam 20x30 + legume inokulan 10 gr dengan rata-rata 45,6.
Sedangkan jumlah bintil akar terendah terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x20
+ tanpa legume inokulan dengan rata-rata 21,2.
62
50
45
40
Jarak tanam 20x20 +
b. Jumlah Polong
Jumlah polong merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang dapat
menunjukkan pengaruh jarak tanam dan aplikasi legume inokulan pada tanaman
kedelai. Rata-rata jumlah polong disajikan pada tabel berikut:
Tabel 21. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Jumlah Polong
pada Tanaman Kedelai
Perlakuan Kelompok Rata-rata Jumlah Polong
Jarak tanam 20x20 +
J1 40,6
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
J2 42,4
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
J3 49
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
J4 51
legume inokulan 10 gram
Berdasarkan data hasil pengamatan jumlah polong, dapat diketahui bahwa
jumlah polong yang didapatkan dari setiap perlakuan berbeda-beda. Rata-rata
jumlah polong tertinggi terdapat pada perlakuan 20x30 + legume inokulan 10 gr
dengan rata-rata jumlah polong 51. Sedangkan rata-rata jumlah polong terendah
terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x20 + tanpa legume inokulan dengan rata-
rata 40,6.
60
50
Jarak tanam 20x20 +
Jumlah Polong
20x30 cm + legume inokulan pada tanaman kedelai menunjukkan grafik yang lebih
tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya.
Aplikasi legume inokulan dapat memengaruhi jumlah polong kedelai
karena aplikasi legume inokulan dapat membantu membentuk bintil akar yang
dapat menambat nitrogen dari udara sehingga mampu mencukupi kebutuhan
nitrogen tanaman. Nitrogen yang cukup dapat memaksimalkan pengisian polong
pada kedelai. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rezyawaty et al (2018) yang
menyatakan bahwa Nitrogen berperan dalam proses pengisian polong kedelai
sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah polong tanaman kedelai. Jarak tanam
juga dapat memengaruhi jumlah polong kedelai karena jarak tanam yang lebar
dapat mengurangi persaingan antar tanaman dan memaksimalkan pertumbuhan.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Tamura et al (2017), yang menyatakan bahwa
semakin rapat tanaman maka kompetisi antar tanaman juga semakin tinggi sehingga
memengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman, hal ini menyebabkan jumlah polong
per tanaman yang dihasilkan juga semakin sedikit.
c. Bobot Biji Pertanaman
Bobot biji pertanaman merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
dapat menunjukkan pengaruh jarak tanam dan aplikasi legume inokulan pada
tanaman kedelai. Rata-rata bobot biji pertanaman disajikan pada tabel berikut:
Tabel 22. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan terhadap Bobot Biji
Pertanaman pada Tanaman Kedelai
Perlakuan Kelompok Rata-rata Bobot Biji Pertanaman (g)
Jarak tanam 20x20 +
J1 15
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
J2 16,8
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
J3 21
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
J4 22,2
legume inokulan 10 gram
Berdasarkan data hasil pengamatan bobot biji per-tanaman, dapat diketahui
bahwa bobot biji per tanaman yang didapatkan dari setiap perlakuan berbeda-beda.
Rata-rata bobot biji pertanaman paling tinggi terdapat pada perlakuan 20x30 +
legume inokulan 10 gr dengan rata-rata 22,2. Sedangkan rata-rata bobot biji
terendah terdapat pada perlakuan jarak tanam 20x20 + tanpa legume inokulan
dengan rata-rata 15.
65
25
20
Selain itu, inokulan legume juga dapat meningkatkan pertumbuhan akar tanaman
kedelai. Akar yang sehat dan kuat dapat mendukung penyerapan nutrisi dan air yang
lebih baik, memberikan dukungan lebih lanjut untuk perkembangan biji yang lebih
besar dan berat (Pratama, 2019).
3.5.3 Keragaman Arthropoda
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap keragaman
arthropoda di petak lahan praktikum, didapatkan beberapa jenis arthropoda yang
memiliki peran masing-masing baik sebagai hama, musuh alami atau predator,
maupun serangga lainnya. Berikut merupakan hasil keragaman arthropoda yang
ditemukan pada petak lahan tanaman kedelai.
Tabel 23. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Kedelai
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Ohionea
Kumbang Unta Predator
nigrofasciata
(Dokumentasi pribadi,
2023)
Ngengat Serangga
Amata huebneri
Tawon lain
(Dokumentasi pribadi,
2023)
67
(Dokumentasi pribadi,
2023)
dengan bulat, ujung posterior dengan berumbai rambut hitam, thorax hitam notum
(di atas sisi thorax) dengan tanda oranye serta garis-garis rambut biru (biasanya
tidak terlihat dengan mata telanjang), sayap hitam dengan jendela tembus pandang
pada sayap depan dan belakang. Klasifikasi ilmiah ngengat tawon yaitu kerajaan:
Animalia, filum: Arthropoda, kelas: Insecta, ordo: Lepidoptera, famili: Erebidae,
dan genus: Amata (Rizkia et al., 2020).
3.5.4 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan pada
tiap minggu dimulai dari 2 MST hingga 6 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit, dengan ditandai oleh
bentuk abnormal baik fisiologis maupun morfologi nya. Berikut merupakan data
hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman kedelai.
Tabel 24. Pengaruh Jarak Tanam dan Aplikasi Legume Inokulan Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Kedelai
5 6 7 8 9
Jarak tanam 20x20 +
0 0 0 0 0
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x20 +
0 0 0 0 0
legume inokulan 10 gram
Jarak tanam 20x30 +
0 0 0 0 0
tanpa legume inokulan
Jarak tanam 20x30 +
0 0 0 0 0
legume inokulan 10 gram
Pada tabel intensitas penyakit tanaman kedelai menunjukan tidak adanya
penyakit yang menyerang tanaman. Dari minggu awal penanaman sampai minggu
akhir tidak terdapat gejala yang timbul akibat penyakit pada tanaman kedelai.
Intensitas penyakit kedelai dari minggu ke 5 sampai minggu ke 9 sebesar 0%.
69
1
0,9 Jarak tanam 20x20 +
5 6 7 8 9
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J1 10,90 13,60 18,40 28,40 39,00
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J2 16,80 30,80 33,80 37,20 39,00
legume inokulan 10 gr
70
35 Pupuk Kandang 15
30 ton/ha +
25 legume inokulan 10
20 gr
15 Pupuk Kandang 30
10 ton/ha +
tanpa legume
5
inokulan
0 Pupuk Kandang 30
5 6 7 8 9 ton/ha +
MST legume inokulan 10
gr
perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha + tanpa legume inokulan dan rata-rata tinggi
tanaman kacang tanah terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 15 ton/ha
+ tanpa legume inokulan. Pemberian pupuk kandang dapat memiliki dampak positif
yang signifikan terhadap tinggi tanaman kacang tanah. Pupuk kandang, yang
berasal dari kotoran hewan dan seringkali dicampur dengan bahan organik lainnya,
menyediakan sumber nutrisi yang lengkap untuk tanaman. Kandungan nutrisi
seperti nitrogen, fosfor, dan kalium dalam pupuk kandang dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman secara menyeluruh, termasuk peningkatan tinggi tanaman.
Pupuk kandang juga dapat meningkatkan kapasitas tanah dalam menahan air,
sehingga tanaman kacang tanah memiliki akses yang lebih baik terhadap air yang
diperlukan untuk pertumbuhan tinggi. Selain itu, bahan organik dalam pupuk
kandang dapat meningkatkan struktur tanah dan aktivitas mikroba tanah, yang dapat
berkontribusi pada peningkatan penyerapan air dan nutrisi oleh tanaman (Sabran et
al., 2015).
Pemberian legume inokulan juga memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
dan tinggi tanaman kacang tanah. Inokulan legume, yang mengandung bakteri
Rhizobium, berperan penting dalam membentuk simbiosis dengan akar tanaman
kacang tanah. Menurut Setyawan et al (2015) bakteri ini mampu melakukan fiksasi
nitrogen atmosfer, mengubah nitrogen bebas menjadi senyawa yang dapat
digunakan oleh tanaman, sehingga meningkatkan ketersediaan nitrogen untuk
pertumbuhan tanaman. Dengan adanya sumber nitrogen yang lebih efisien, tanaman
kacang tanah dapat mengalami peningkatan pertumbuhan vegetatif, termasuk
peningkatan tinggi tanaman. Selain itu, inokulan legume juga dapat merangsang
perkembangan sistem akar tanaman. Sistem akar yang lebih baik dapat
meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap air dan unsur hara, yang pada
gilirannya dapat mendukung pertumbuhan tinggi tanaman kacang tanah. Akan
tetapi ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan legume inokulan tidak
memberikan pengaruh pada tanaman. Diantaranya faktor lingkungan yang dapat
memainkan peran penting, kondisi tanah yang tidak sesuai, seperti pH yang ekstrim
atau kekurangan unsur hara tertentu, yang dapat menghambat aktivitas bakteri
Rhizobium dan mengurangi efektivitas inokulan.
B. Jumlah Daun
72
Tabel 26. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah daun pada Tanaman Kacang Tanah
5 6 7 8 9
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J1 20,40 22,40 26,80 36,00 42,00
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J2 41,60 57,60 60,20 66,00 65,20
legume inokulan 10 gr
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J3 30,20 35,60 48,60 60,20 82,00
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J4 40,20 45,60 50,20 70,80 113,00
legume inokulan 10 gr
Tabel 26 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun tanaman kacang tanah,
pada umur tanaman 5 MST jumlah daun tanaman kacang tanah terbanyak berada
pada perlakuan pupuk kandang 15 ton + legume inokulan 10 gr serta hasil terendah
pada perlakuan pupuk kandang 15 ton tanpa legume inokulan dengan persentase
perbandingan sebesar 104%. Sedangkan pada umur 6 MST jumlah daun tanaman
kacang tanah terbanyak berada pada perlakuan pupuk kandang 15 ton + legume
inokulan 10 gr serta hasil terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 15 ton
tanpa legume inokulan dengan persentase perbandingan sebesar 157%. Sedangkan
pada umur 7 MST jumlah daun tanaman kacang tanah terbanyak berada pada
perlakuan pupuk kandang 15 ton + legume inokulan 10 gr serta hasil terendah pada
perlakuan pupuk kandang 15 ton tanpa legume inokulan dengan persentase
perbandingan sebesar 125%. Pada umur 8 MST jumlah daun tanaman kacang tanah
terbanyak terdapat pada perlakuan pupuk kandang 30 ton + legume inokulan 10 gr
serta hasil terendah pada perlakuan pupuk kandang 15 ton tanpa legume inokulan
dengan persentase perbandingan sebesar 97%. Pada 9 MST jumlah daun tanaman
kacang tanah terbanyak terdapat pada perlakuan pupuk kandang 30 ton + legume
inokulan 10 gr serta hasil terendah pada perlakuan pupuk kandang 15 ton tanpa
legume inokulan dengan persentase sebesar 169%.
74
berperan dalam pertumbuhan daun. Dengan adanya sumber nitrogen yang lebih
efisien, tanaman kacang tanah cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan
vegetatif, termasuk peningkatan jumlah daun. Selain itu, inokulan legume juga
dapat memengaruhi aktivitas hormon tanaman, seperti auksin, yang berperan dalam
pembentukan daun. Stimulasi hormon-hormon ini dapat mendorong perkembangan
daun secara lebih optimal (Setyawan, et al, 2015).
3.6.2 Parameter Hasil
a. Jumlah Bintil Akar
Jumlah bintil akar merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
dapat menunjukkan pengaruh pemberian dosis pupuk kandang dan aplikasi legume
inokulan pada tanaman Kacang Tanah. Rata-rata jumlah bintil akar disajikan pada
tabel berikut:
Tabel 27. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah Bintil Akar pada Tanaman Kacang Tanah
Perlakuan Kelompok Rata-rata Jumlah Bintil Akar
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J1 85,2
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J2 109,4
legume inokulan 10 gr
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J3 101,2
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J4 119,8
legume inokulan 10 gr
Berdasarkan data hasil pengamatan jumlah bintil akar, dapat diketahui
bahwa jumlah bintil akar yang didapatkan dari setiap perlakuan berbeda-beda. Rata-
rata jumlah bintil akar tertinggi terdapat pada perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha
+ legume inokulan 10 gr dengan rata-rata jumlah bintil akar 119,8. Sedangkan rata-
rata jumlah bintil akar terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 15 ton/ha
+ tanpa legume inokulan dengan rata-rata 85,2.
76
140
Pupuk Kandang 15
120 ton/ha +
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15
15
ton/ha +
legume inokulan 10 gr
10
Pupuk Kandang 30
ton/ha +
5 tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 30
0 ton/ha +
Perlakuan legume inokulan 10 gr
Tabel 29. Pengaruh Pemberian Dosis Pupuk Kandang dan Aplikasi Legume Inokulan
terhadap Jumlah Biji per Tanaman pada Tanaman Kacang Tanah
Perlakuan Kelompok Rata-rata Jumlah Biji Pertanaman
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J1 33
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
J2 37
legume inokulan 10 gr
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J3 44
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
J4 47
legume inokulan 10 gr
Berdasarkan data hasil pengamatan jumlah biji per-tanaman, dapat
diketahui bahwa jumlah biji per tanaman yang didapatkan dari setiap perlakuan
berbeda-beda. Rata-rata jumlah biji pertanaman paling tinggi terdapat pada
perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha + legume inokulan 10 gr, sedangkan rata-rata
jumlah biji terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 15 ton/ha + tanpa
legume inokulan.
50
45 Pupuk Kandang 15
ton/ha +
Jumlah Biji Pertanaman
40
tanpa legume inokulan
35
Pupuk Kandang 15
30
ton/ha +
25 legume inokulan 10 gr
20
Pupuk Kandang 30
15 ton/ha +
10 tanpa legume inokulan
5 Pupuk Kandang 30
0 ton/ha +
Perlakuan legume inokulan 10 gr
Gambar 25. Grafik Rata-rata Jumlah Biji per Tanaman Kacang Tanah
Berdasarkan grafik di atas terdapat perbedaan rata-rata jumlah biji per
tanaman pada masing-masing perlakuan. Rata-rata jumlah biji tertinggi terdapat
pada perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha + legume inokulan 10 gr, sedangkan rata-
rata terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 15 ton/ha + tanpa legume
inokulan. Menurut Marlina et al (2015), pupuk kandang memiliki pengaruh yang
bagus terhadap produksi biji kacang tanah. Kandungan nutrisi dalam pupuk
kandang, seperti nitrogen, fosfor, dan kalium, dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman dan perkembangan sistem akar. Hal ini dapat berkontribusi pada
peningkatan jumlah biji per tanaman karena tanaman menjadi lebih kuat dan efisien
dalam menyerap nutrisi dari tanah. Selain itu, pupuk kandang juga meningkatkan
80
2 3 4 5 6
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
0 0 0 0 0
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 15 ton/ha +
0 0 0 0 0
legume inokulan 10 gr
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
0 0 0 0 0
tanpa legume inokulan
Pupuk Kandang 30 ton/ha +
0 0 0 0 0
legume inokulan 10 gr
Pada tabel intensitas penyakit tanaman kacang tanah menunjukan tidak
adanya penyakit yang menyerang tanaman. Dari minggu awal penanaman sampai
minggu akhir tidak terdapat gejala yang timbul akibat penyakit pada tanaman
kacang tanah. Intensitas penyakit kedelai dari minggu ke 5 sampai minggu ke 9
sebesar 0%.
1 Pupuk Kandang 15
0,9 ton/ha +
Intensitas Penyakit (%)
60
50 Pemangkasan +
Non Gibereline
40
30 Non
20 Pemangkasan +
Gibereline 50
10 Ppm
Non
0
Pemangkasan +
2 3 4 5
Non Gibereline
Umur Tanaman (MST) 50 Ppm
Pemangkasan +
20 Non Gibereline
15
Non
10
Pemangkasan +
5 Gibereline 50
ppm
0 Non
2 3 4 5 Pemangkasan +
Non Gibereline
Umur Tanaman (MST) 50 ppm
memiliki kemampuan untuk memicu terjadinya pembelahan pada sel-sel buah yang
dapat menyebabkan ukuran buah bertambah. Sehingga pemberian hormon giberelin
pada tanaman semangka dapat meningkatkan bobot buah.
b. Waktu Muncul Bunga
Waktu muncul bunga merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
menunjukkan pengaruh perlakuan perlakuan pemangkasan + Giberelin 50 ppm,
pemangkasan + non giberelin, non pemangkasan + Giberelin 50 ppm, dan non
pemangkasan + non giberelin pada pertumbuhan tanaman semangka yang
dilakukan dengan mencatat waktu muncul bunga pada tanaman semangka.
Pengamatan ini dilakukan satu kali pada saat bunga mulai muncul. Waktu muncul
bunga disajikan pada tabel berikut:
Tabel 35. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelinterhadap Waktu Muncul
Bunga pada Tanaman Semangka
Perlakuan Kelompok Waktu Muncul Bunga (HST)
Pemangkasan + Giberelin 50 ppm J1 24
Pemangkasan + Non giberelin J2 26
Non Pemangkasan + Giberelin 50 ppm J3 24
Non Pemangkasan + Non giberelin J4 27
Tabel 35 menunjukkan data hasil pengamatan waktu muncul bunga, dapat
diketahui bahwa waktu muncul bunga yang didapatkan dari setiap perlakuan
berbeda-beda. Waktu muncul bunga tercepat diperoleh pada perlakuan
pemangkasan + giberelin 50 ppm dan semangka dengan non pemangkasan +
Giberelin 50 ppm yaitu pada 24 HST, sedangkan sebaliknya semangka dengan non
pemangkasan + non giberelin 50 memiliki waktu muncul bunga terlama yaitu pada
27 HST.
27,5
27
Waktu Muncul Bunga (HST)
26,5
Pemangkasan + Gibrelin
26 50 ppm
25,5
Pemangkasan + Non-
25 Giberellin
24,5
Non-Pemangkasan
24 +Giberellin 50 ppm
23,5
Non-Pemangkasan +
23 Non-Giberelin 50 ppm
22,5
Perlakuan
7 Gibereline 50 ppm
6 Pemangkasan + Non
Gibereline
5
Non Pemangkasan +
4 Gibereline 50 ppm
3
Non Pemangkasan + Non
2 Gibereline 50 ppm
1
0
terdapat pada perlakuan non pemangkasan + non giberelin. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa kadar kemanisan dipengaruhi oleh pemangkasan dan
pengaplikasian giberelin. Rambe et al. (2013) menyatakan bahwa perlakuan
pemangkasan dapat memperbaiki penampilan buah terutama terhadap warna dan
kadar gula. Sementara itu, pemberian giberelin dapat merangsang terbentuknya
enzim a-amilase yang akan menghidrolisis pati sehingga kadar gula dalam sel akan
naik (Yeni dan Mulyani, 2014).
Pemangkasan dapat mempengaruhi kadar kemanisan buah. Hal ini karena
pemangkasan dilakukan untuk tujuan memacu fase generatif dengan memfokuskan
fotosintat ditranslokasikan ke buah. Menurut Rosniawaty et al (2019), fotosintat
merupakan hasil dari fotosintesis, yang produk tersebut umumnya berupa gula yang
akan disalurkan ke sink. Dengan demikian, fotosintat dapat mempengaruhi kadar
kemanisan buah. Sementara itu pemberian hormon giberelinpada tanaman
semangka juga dapat mempengaruhi kadar kemanisan pada tanaman semangka.
Aktivitas giberelin akan mendukung terbentuknya enzim amilase pada tanaman.
Enzim amilase sendiri merupakan enzim yang berperan dalam memecah pati
menjadi glukosa. Peningkatan glukosa pada tanaman meningkatkan kandungan
bahan yang terlarut yang terdapat didalam sel. Peningkatan dari kandungan glukosa
pada tanaman juga dapat menyebabkan hasil buah tanaman yang lebih manis (Jazuli
et al., 2021).
3.7.3 Keragaman Arthropoda
Keragaman Arthropoda merupakan salah satu parameter pengamatan yang
diamati selama praktikum. Pengamatan arthropoda dilakukan secara langsung pada
petak lahan praktikum dengan cara mengamati lahan tanaman secara langsung.
Berikut merupakan hasil keragaman arthropoda yang ditemukan pada tanaman
semangka.
Tabel 37. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Giberelin Terhadap Keragaman
Arthropoda Tanaman Semangka
Nama Serangga
Peran Gambar Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
92
Zootermopsis
Laron Serangga lain
angusticollis
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Dokumentasi Pribadi,
2023)
Dokumentasi Pribadi,
2023)
0,7
Pemangkasan +
0,6 Non Gibereline
0,5
0,4
Non
0,3
Pemangkasan +
0,2 Gibereline 50
0,1 Ppm
0 Non
2 3 4 5 Pemangkasan +
Non Gibereline
Umur Tanaman (MST) 50 Ppm
140
120
+ non giberelin, non pemangkasan + giberelin 50 ppm, dan non pemangkasan + non
giberelin pada pertumbuhan tanaman timun yang dilakukan dengan mengitung
daun yang tumbuh pada tanaman timun. Pengukuran tinggi tanaman dimulai pada
3 MST hingga 6 MST. Rata-rata jumlah daun disajikan pada tabel berikut:
Tabel 40. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Jumlah
Daun Timun.
Jumlah Daun pada Umur Tanaman ke-
Perlakuan Kelompok … (MST)
3 4 5 6
Pemangkasan + giberelin 50 Ppm J1 16,80 17,20 44,20 52,80
Pemangkasan + non giberelin J2 12,20 19,00 35,20 39,60
Non Pemangkasan + giberelin 50 J3 0 2,80 4,20 9,00
Ppm
Non Pemangkasan + Non giberelin J4 2,80 4,00 6,40 17,00
Tabel 40 menunjukkan bahwa bahwa pada umur tanaman 3 MST jumlah
daun tertinggi berada pada tanaman timun dengan perlakuan pemangkasan +
giberelin 50 ppm serta terendah pada perlakuan non pemangkasan + giberelin 50
ppm dengan persentase perbandingan sebesar 500%. Sedangkan pada umur 4 MST
jumlah daun tertinggi berada pada tanaman timun dengan perlakuan pemangkasan
+ non giberelin serta terendah terdapat pada perlakuan non pemangkasan +
giberelin 50 ppm dengan persentase perbandingan sebesar 578,57%. Sedangkan
pada umur 5 MST jumlah daun tertinggi berada pada tanaman timun dengan
perlakuan pemangkasan + non giberelin 50 ppm serta terendah pada perlakuan non
pemangkasan + non giberelin 50 ppm dengan persentase perbandingan sebesar
952,38%. Pada umur 6 MST jumlah daun tertinggi berada pada tanaman timun
dengan perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm serta terendah pada perlakuan
non pemangkasan + giberelin 50 ppm dengan persentase perbandingan sebesar
486,66%.
98
60
50
Pemangkasan +
Jumlah Daun
40 Giberelin 50 ppm
30 Pemangkasan + Non
giberelin
20 Non Pemangkasan +
Giberelin 50 ppm
10
Non Pemangkasan +
0 Non giberelin
3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
dalam tanaman yang berfungsi untuk deferensiasi sel pada organ tanaman (Kamila
et al., 2023). Sehingga dengan pemberian giberelin pada tanaman timun dapat
meningkatkan jumlah daun.
3.8.2 Parameter Hasil
a. Waktu Muncul Bunga
Waktu muncul bunga merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
menunjukkan pengaruh perlakuan perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm,
pemangkasan + non giberelin, non pemangkasan + giberelin 50 ppm, dan non
pemangkasan + non non giberelin pada pertumbuhan tanaman timun yang
dilakukan dengan mencatat waktu muncul bunga pada tanaman timun. Pengamatan
ini dilakukan satu kali pada saat bunga mulai muncul. Waktu muncul bunga
disajikan pada tabel berikut:
Tabel 41. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Waktu
Muncul Bunga pada Tanaman Timun
Perlakuan Kelompok Waktu Muncul Bunga (HST)
Pemangkasan + giberelin 50 ppm J1 22
Pemangkasan + Non giberelin J2 26
Non Pemangkasan + giberelin 50 ppm J3 23
Non Pemangkasan + Non giberelin J4 26
Tabel 41 menunjukkan data hasil pengamatan waktu muncul bunga, dapat
diketahui bahwa waktu muncul bunga yang didapatkan dari setiap perlakuan
berbeda-beda. Waktu muncul bunga tercepat diperoleh pada perlakuan
pemangkasan + non giberelin 50 ppm yaitu pada 22 HST, sedangkan sebaliknya
timun dengan perlakuan pemangkasan + non giberelin dan non pemangkasan + non
giberelin memiliki waktu muncul bunga terlama yaitu pada 26 HST.
27
Waktu Muncul Bunga (HST)
26
Pemangkasan + Giberelin
25 50 ppm
24 Pemangkasan + Non
giberelin
23
Non Pemangkasan +
22 Giberelin 50 ppm
Non Pemangkasan + Non
21 giberelin
20
Perlakuan
Tabel 42. Pengaruh Pemangkasan dan Pengaplikasian Hormon Giberelin terhadap Bobot
Buah Timun.
Perlakuan Kelompok Bobot Buah (gr)
Pemangkasan + giberelin 50 ppm J1 494,81
Pemangkasan + Non giberelin J2 415,976
Non Pemangkasan + giberelin 50 ppm J3 426,91
Non Pemangkasan + Non giberelin J4 407,448
Tabel 42. Menunjukkan bahwa rata-rata bobot buah tertinggi berada pada
timun dengan perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm serta terendah pada
perlakuan non pemangkasan + non giberelin dengan persentase perbandingan
sebesar 21,4%.
600
500
Pemangkasan + Giberelin
Bobot Buah (gram)
400 50 ppm
Pemangkasan + Non
300 giberelin
Non Pemangkasan +
200 Giberelin 50 ppm
Non Pemangkasan + Non
100
giberelin
0
Perlakuan
3 Pemangkasan + Non
2,5 giberelin
2 Non Pemangkasan +
1,5 Giberelin 50 ppm
1 Non Pemangkasan + Non
0,5 giberelin
0
Perlakuan
Zootermopsis Serangga
Laron
angusticolis lain
Musuh
alami
Semut hitam Lasius niger
menyerang buah dengan cara lalat betina meletakkan telur pada buah tersebut yang
nantinya akan menetas dan berkembang di dalam buah tersebut, hal ini dapat
menyebabkan kerusakan dan berkurangnya kualitas dari buah tersebut. Serangan
lalat buah juga memiliki gejala yaitu titik hitam pada buah yang dapat meluas.
Adapun lalat buah (Bactrocera dorsalis) masuk ke dalam genus Bactrocera dan
family Tephritidae (Bay dan Pakaenoni, 2021)
Serangga lain yang terdapat pada petak lahan tanaman timun yaitu laron
(Zootermopsis angusticolis), laron bukan merupakan arthropoda yang umum
ditemukan di lahan tanaman timun, dikarenakan laron umumnya menyerang
tanaman berkayu yang kering atau sudah mati. Keberadaan laron pada petak lahan
tanaman timun diduga akibat laron yang sedang berpindah dari petak lahan lainnya.
Laron (Zootermopsis angusticolis) merupakan arthropoda yang berasal dari famili
Hodotermitidae (Isbilly, 2017).
Arthropoda terakhir yaitu semut (Lasius niger) yang berasal dari famili
Formicidae yang berperan sebagai musuh alami. Keberadaan semut dapat menjadi
predator yang baik bagi hama pada suatu lahan komoditas dan dapat melindungi
tanaman dari serangan hama, oleh karena itu keberadaan semut sangatlah baik di
lahan budidaya tanaman (Adhi et al., 2017).
3.8.4 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan pada
tiap minggu dimulai dari 3 MST hingga 6 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit, dengan ditandai oleh
bentuk abnormal baik fisiologis maupun morfologisnya. Berikut merupakan data
hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman timun.
106
Tabel 44. Pengaruh Perlakuan Pemangkasan dan Pemberian Giberelin Terhadap Intensitas
Penyakit Tanaman Timun
Intensitas Penyakit (%) Pada Umur Tanaman
Perlakuan (MST)
3 4 5 6
Non Pemangkasan + Non giberelin 0 0,91 1,25 13,27
Non Pemangkasan + Giberelin 50 0 1 8,33 12,2
ppm
Pemangkasan + Non giberelin 3,20 3,4 5,19 6,98
Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 2,48 2,92 3,42 4,48
Berdasarkan tabel 44 didapatkan data bahwa intensitas penyakit pada
tanaman timun berbeda-beda pada setiap perlakuan. Pada umur tanaman 3 MST,
perlakuan Pemangkasan + Non Giberelin memiliki intensitas penyakit tertinggi
dengan persentase 3,20% serta intensitas penyakit terendah pada perlakuan non
pemangkasan + non giberelin dan non pemangkasan + giberelin 50 ppm dengan
persentase 0%. Intensitas penyakit tertinggi pada umur tanaman 4 MST yaitu pada
perlakuan pemangkasan + non giberelin dengan persentase 3,4% serta yang
terendah yaitu non pemangkasan + non giberelin dengan persentase 0,91%.
Intensitas penyakit tertinggi pada umur tanaman 5 MST yaitu pada perlakuan non
pemangkasan + giberelin 50 ppm dengan persentase 8,33% serta yang terendah
yaitu pada perlakuan non pemangkasan + non giberelin dengan persentase 1,25%.
Sedangkan intensitas penyakit tertinggi pada 6 MST yaitu pada perlakuan non
pemangkasan + non giberelin dengan persentase 13,27% serta yang terendah yaitu
pada perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm dengan persentase 4,48%.
14
12
Intensitas Penyakity
Pemangkasan +
10
Giberelin 50 ppm
8
Pemangkasan + Non
6 giberelin
4 Non Pemangkasan +
Giberelin 50 ppm
2
0 Non Pemangkasan +
Non giberelin
3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
Berdasarkan tabel 45. Didapatkan data bahwa pada umur tanaman 3 MST
tinggi tanaman tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan perlakuan pewiwilan +
POC 1 kali aplikasi serta yang terendah pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali
aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar 261,7%. Sedangkan pada umur 4
MST tinggi tanaman tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan perlakuan
pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan yang terendah pada perlakuan non pewiwilan
+ POC 3 kali aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar 100%. Sedangkan
pada umur tanaman 5 MST tinggi tanaman tertinggi yaitu pada tanaman terung
dengan perlakuan pewiwilan + POC 1 kali aplikasi serta yang terendah pada
perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase sebesar 68,6%.
Sedangkan pada umur tanaman 6 MST tinggi tanaman tertinggi yaitu pada tanaman
terung dengan perlakuan pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan yang terendah pada
perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar
77,4%. Sedangkan pada umur tanaman 7 MST tinggi tanaman tertinggi yaitu pada
tanaman terung dengan perlakuan non pewiwilan + POC 3 kali aplikasi serta yang
terendah pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase
perbandingan sebesar 55,7%.
70
60
Tinggi Tanaman (cm)
50 Pewiwilan + POC 3
kali aplikasi
40
Pewiwilan + POC 1
30 kali aplikasi
20 Non Pewiwilan +
POC 3 kali aplikasi
10
Non Pewiwilan +
0 POC 1 kali aplikasi
3 4 5 6 7
Umur Tanaman (MST)
kali aplikasi serta yang terendah pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi
dengan persentase perbandingan sebesar 100%. Sedangkan pada umur 4 MST
jumlah daun tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan perlakuan pewiwilan +
POC 1 kali aplikasi dan yang terendah pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali
aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar 39,2%. Sedangkan pada umur
tanaman 5 MST jumlah daun tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan perlakuan
pewiwilan + POC 1 kali aplikasi serta yang terendah pada perlakuan non pewiwilan
+ POC 3 kali aplikasi dengan persentase sebesar 142,8%. Sedangkan pada umur
tanaman 6 MST jumlah daun tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan perlakuan
non pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan yang terendah pada perlakuan pewiwilan
+ POC 3 kali aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar 85,4%. Sedangkan
pada umur tanaman 7 MST jumlah daun tertinggi yaitu pada tanaman terung dengan
perlakuan non pewiwilan + POC 1 kali aplikasi serta yang terendah pada perlakuan
pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase perbandingan sebesar 37,6%.
35
30
25 Pewiwilan + POC 3
Jumlah Daun
kali aplikasi
20
Pewiwilan + POC 1
15 kali aplikasi
10 Non Pewiwilan +
POC 3 kali aplikasi
5
Non Pewiwilan +
0 POC 1 kali aplikasi
3 4 5 6 7
Umur Tanaman (MST)
1,8
1,6
1,4 Pewiwilan + POC 3 kali
1,2 aplikasi
Jumlah Buah
1 Pewiwilan + POC 1 kali
aplikasi
0,8
Non Pewiwilan + POC 3
0,6 kali aplikasi
0,4 Non Pewiwilan + POC 1
0,2 kali aplikasi
0
Perlakuan
dengan cara membagi hasil keliling dengan phi. Pengamatan ini dilakukan pada saat
panen. Rata-rata diameter buah disajikan pada tabel berikut
Tabel 48. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Diameter Buah Tanaman
Terung
Rata – Rata Diameter Buah
Perlakuan Kelompok
(cm)
Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi J1 5,806
Pewiwilan + POC 1 kali aplikasi J2 4,34
Non Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi J3 5,282
Non Pewiwilan + POC 1 kali aplikasi J4 4
Berdasarkan tabel 48 didapatkan data yang berbeda-beda pada pengamatan
diameter buah tanaman terung setiap perlakuannya. Rata-rata diameter buah
tertinggi diperoleh pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan rata-
rata 5,806 cm. Sedangkan perlakuan yang menghasilkan diameter terendah yaitu
pada perlakuan non pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dengan rata-rata 4 cm.
7
6
Pewiwilan + POC 3 kali
Diameter Buah (cm)
5 aplikasi
4 Pewiwilan + POC 1 kali
aplikasi
3
Non Pewiwilan + POC 3
2 kali aplikasi
Non Pewiwilan + POC 1
1 kali aplikasi
0
Perlakuan
meningkatkan diameter buah dan bobot buah dikarenakan pada POC terdapat unsur
hara serta hormon auksin yang dapat meningkatkan ukuran sel bersamaan dengan
hasil fotosintat yang didapatkan oleh buah.
3.9.3 Keragaman Arthropoda
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan terhadap keragaman
arthropoda di petak lahan praktikum, didapatkan beberapa jenis arthropoda yang
memiliki peran masing-masing baik sebagai hama, musuh alami, maupun serangga
lainnya. Berikut merupakan hasil keragaman arthropoda yang ditemukan pada
tanaman terung.
Tabel 49. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Terung
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Serangga lain
Lebah Apis cerana pembantu
penyerbukan
Zootermopsis
Laron Serangga lain
angusticollis
berperan sebagai hama, lalu ada lebah (Apis cerana) berperan sebagai serangga lain
yang dapat membantu penyerbukan, lalu yang terakhir yaitu laron (Zootermopsis
angusticollis) yang berperan sebagai serangga lain.
Arthropoda pertama yaitu lalat buah (Bactocera spp) yang merupakan salah
satu hama utama tanaman hortikultura, salah satunya yaitu terung. gejala yang
disebabkan oleh lalat buah yaitu diawali dengan terdapat noda-noda kecil berwarna
hitam akibat tusukan ovipositor dan noda tersebut dapat meluas hingga buah mati.
Serangan lalat buah dapat meningkat pada keadaan suhu sekitar 26%. Adapun
klasifikasi dari lalat buah yaitu masuk kedalam genus Bactrocera dan famili
Tephitridae (Lestari, 2022)
Arthropoda kedua yaitu lebah (Apis cerana) yang berperan sebagai
serangga lain. Apis cerana merupakan arthropoda yang memiliki simbiosis dengan
tanaman, tanaman akan mendapatkan bantuan oleh lebah untuk memindahkan
serbuk sari dari bunga pada tanaman tersebut sehingga tanaman dapat melakukan
penyerbukan, sedangkan lebah mendapatkan nektar sebagai makanan dari tanaman
yang dihinggapinya. Adapun klasifikasi dari lebah yaitu masuk kedalam genus Apis
dan famili Apidae (Udayani et al., 2020)
Arthropoda ketiga yaitu laron (Zootermopsis angusticollis) yang berperan
sebagai serangga lain, Zootermopsis angusticollis merupakan salah satu arthropoda
yang berasal dari famili Hodotermitidae, umumnya laron ini tidak menyerang
tanaman hortikultura, melainkan menyerang tanaman berkayu yang sudah mati atau
kering (Isbilly, 2017). Diduga laron (Zootermopsis angusticollis) berpindah dari
satu petak lahan ke petak lahan tanaman terung untuk mencari makanan.
3.9.4 Intensitas Penyakit
Intensitas penyakit merupakan salah satu pengamatan yang dilakukan pada
tiap minggu dimulai dari 3 MST hingga 7 MST. Pengamatan ini dilakukan dengan
cara mengamati bagian tanaman yang terserang penyakit, dengan ditandai oleh
bentuk abnormal baik fisiologis maupun morfologisnya. Berikut merupakan data
hasil pengamatan intensitas penyakit pada tanaman terung.
116
Tabel 50. Pengaruh Pewiwilan dan Pengaplikasian POC terhadap Intensitas Penyakit pada
Tanaman Terung
Persentase Penyakit (%) pada Umur Tanaman ke-…
Perlakuan (MST)
3 4 5 6 7
Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi 0 2,28 2,22 3,23 3,37
Pewiwilan + POC 1 kali aplikasi 0 6,94 8,41 11,27 10,56
Non Pewiwilan + POC 3 kali 0 4,37 5,36 7,99 10,07
aplikasi
Non Pewiwilan + POC 1 kali 0 4,60 6,53 8,20 10,48
aplikasi
Berdasarkan tabel di atas, didapatkan data intensitas penyakit yang berbeda
setiap perlakuan. Tanaman terung tidak terkena penyakit pada 3 MST, namun pada
4 MST intensitas penyakit tertinggi yaitu pada perlakuan pewiwilan + POC 1 kali
aplikasi dengan persentase 6,94% serta yang terendah yaitu pada perlakuan pewiwilan +
POC 3 kali aplikasi dengan persentase 2,28%. Intensitas penyakit tertinggi pada 5 MST
yaitu pada perlakuan pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dengan persentase 8,41% serta
intensitas penyakit terendah yaitu pada perlakuan pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan
persentase 2,22%. Pada 6 MST intensitas penyakit tertinggi yaitu pada perlakuan
pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dengan persentase 11,27% serta intensitas penyakit
terendah yaitu pada perlakuan Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase 3,23%.
Intensitas penyakit tertinggi pada 7 MST yaitu pada perlakuan Pewiwilan + POC 1 kali
aplikasi dengan persentase 10,56% serta intensitas penyakit terendah yaitu pada perlakuan
pewiwilan + POC 3 kali aplikasi dengan persentase 3,37%.
Pewiwilan
12 + POC 3
kali aplikasi
10
Intensitas Penyakit
Pewiwilan
8 + POC 1
kali aplikasi
6
Non
4 Pewiwilan
+ POC 3
2 kali aplikasi
Non
0 Pewiwilan
3 4 5 6 7 + POC 1
Umur Tanaman (MST) kali aplikasi
Gambar 43. Grafik Rata-rata Intensitas Penyakit Tanaman Terung
Berdasarkan grafik diatas terdapat perbandingan intensitas penyakit pada
tanaman terung dari semua perlakuan. Intensitas penyakit tertinggi terdapat pada
perlakuan pewiwilan + POC 1 kali. Sementara itu perlakuan pewiwilan + POC 3
117
kali aplikasi menghasilkan intensitas penyakit terendah. Hal ini berarti pewiwilan
tidak mempengaruhi intensitas penyakit. Menurut Jatumara dan Suryanto (2018),
pewiwilan dimaksudkan untuk memangkas pucuk air tanaman terung untuk
merangsang pertumbuhan tunas dan cabang.
Pemberian POC dapat mempengaruhi intensitas penyakit pada tanaman
terung. Menurut Dayanti (2017) pemberian pupuk organik cair tidak hanya dapat
merangsang pertumbuhan tanaman tetapi juga dapat memperkuat tubuh tanaman
sehingga memiliki ketahanan terhadap serangan penyakit. Selain itu, faktor
lingkungan dan cuaca merupakan salah satu penyebab penyakit pada tanaman
terung. Sesuai dengan pernyataan Sucanto dan Abbas (2019), bahwa serangan
penyakit pada tanaman dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti
kelembaban yang tinggi dan suhu yang sesuai untuk perkembangan penyakit.
Sastrahidayat (2019), dalam penelitiannya juga menyatakan bahwa periode basah
yang panjang meningkatkan produksi spora yang dapat menyebar melalui angin
atau percikan air hujan. Sehingga penyebaran penyakit menjadi lebih mudah.
3.10 Hasil dan Pembahasan Pengamatan Tanaman Bawang Merah
3.10.1 Parameter Pertumbuhan
a. Panjang Tanaman
Panjang tanaman merupakan salah satu parameter pertumbuhan tanaman
yang menunjukan pengaruh beberapa perlakuan diantaranya yakni pupuk kandang
10 ton/ha + Urea 200 kg/ha, pupuk kandang 10 ton + Urea 400 kg/ha, pupuk
kandang 5 ton/ha + Urea 200 kg/ha, dan pupuk kandang 5 ton/ha + Urea 400 kg/ha
pada pertumbuhan panjang tanaman bawang merah yang dari permukaan tanah
sampai ujung daun yang paling panjang pada tanaman. Pengukuran panjang tanam
dimulai pada 3 MST hingga 7 MST. Rata-rata panjang tanaman disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 51. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Panjang Tanaman
pada Tanaman Bawang Merah
Panjang Tanaman pada Umur Tanaman
Perlakuan Kelompok ke- (MST)
3 4 5 6 7
Pupuk Kandang 10 ton/ha + J1 19,5 20,8 23,3 25,2 32
Urea 200 kg/ha
Pupuk Kandang 10 ton/ha + J2 17,6 20,2 27,6 29,2 33,6
Urea 400 kg/ha
118
40
35 Pupuk Kandang 10
200 kg/ha, pupuk kandang 10 ton/ha + urea 400 kg/ha, pupuk kandang 5 ton/ha +
urea 200 kg/ha dan pupuk kandang 5 ton/ha + urea 400 kg/ha pada pertumbuhan
bawang merah yang dilakukan dengan menghitung daun yang tumbuh, pengamatan
ini dimulai pada 3 MST hingga 7 MST.
Tabel 52. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Bawang Merah
Jumlah Daun pada Umur Tanaman ke-
Perlakuan Kelompok (MST)
3 4 5 6 7
Pupuk Kandang 10 ton/ha + J1 3,8 4,2 4,8 6,2 9,2
Urea 200 kg/ha
Pupuk Kandang 10 ton/ha + J2 4 5,2 5,4 6,8 9,8
Urea 400 kg/ha
Pupuk Kandang 5 ton/ha + Urea J3 4,8 5,2 5,6 6,2 9,4
200 kg/ha
Pupuk Kandang 5 ton/ha + Urea J4 4 4,2 4,4 5,8 8
400 kg/ha
Berdasarkan Tabel 52 menunjukkan terdapat 4 perlakuan yang berbeda pada
tanaman bawang merah, terlihat adanya perbedaan rata-rata jumlah daun pada tiap
perlakuan. Pada umur tanaman 3 MST rata-rata jumlah daun tertinggi terdapat pada
perlakuan pupuk kandang 5 ton/ha + urea 200 kg/ha, sedangkan terendah pada
perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + urea 200 kg/ha dengan persentase
perbandingan sebesar 26,3%. Sedangkan pada umur 4 MST rata-rata jumlah daun
tertinggi berada pada perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + urea 400 kg/ha dan
pupuk kandang 5 ton/ha + urea 200 kg/ha serta terendah terdapat pada perlakuan
pupuk kandang 10 ton/ha + urea 200 kg/ha dan pupuk kandang 5 ton/ha + urea 400
kg/ha dengan persentase perbandingan sebesar 23,8%. Sedangkan pada umur 5
MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk kandang 5 ton/ha
+ urea 200 kg/ha serta terendah pada perlakuan pupuk kandang 5 ton/ha + urea 400
kg/ha dengan persentase perbandingan sebesar 27,2%. Sedangkan pada umur 6
MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk kandang 10
ton/ha + urea 400 kg/ha serta terendah terdapat pada perlakuan pupuk kandang 5
ton/ha + urea 400 kg/ha dengan persentase perbandingan sebesar 17,2%. Sedangkan
pada umur 7 MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk
kandang 10 ton/ha + urea 400 kg/ha serta terendah terdapat pada perlakuan pupuk
kandang 5 ton/ha + urea 400 kg/ha dengan persentase perbandingan sebesar 22,5%.
121
12
10 Pupuk Kandang
10 Ton/Ha + ZA
200 Kg/Ha
Jumlah Daun
8
Pupuk Kandang
6 10 Ton/Ha + ZA
400 Kg/Ha
4 Pupuk Kandang
5 Ton/Ha + ZA
2 200 Kg/Ha
0 Pupuk Kandang
5 Ton/Ha + ZA
3 4 5 6 7
400 Kg/Ha
Umur Tanaman
MST sampai 7 MST. Hasil pengamatan bobot umbi pada tanaman bawang merah
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 53. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Bobot Segar pada
Tanaman Bawang Merah
Perlakuan Kelompok Bobot Segar (Gram)
34
33 Pupuk Kandang 10
Bobot Segar (gram)
27
Perlakuan
terdapat pada pupuk kandang memiliki peran dalam memperbaiki kualitas nutrisi
tanah dengan menambah unsur hara N dan P. Pemberian urea dapat berdampak
pada bobot segar per tanaman, hal ini disebabkan oleh peningkatan kandungan
Nitrogen di tanah yang dihasilkan dari pupuk urea, sehingga kebutuhan tanaman
bawang merah akan nitrogen lebih terpenuhi. Dengan demikian, tanaman dapat
tumbuh lebih cepat dan besar karena memiliki bahan pembentuk protein dan inti sel
yang cukup, yang juga berpengaruh pada peningkatan ukuran dan bobot umbi.
(Saptorini et al., 2019).
b. Bobot Umbi
Bobot umbi merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang
menunjukkan pengaruh beberapa perlakuan diantaranya adalah tanaman bawang
merah dengan perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + Urea 200 kg/ha, pupuk
kandang 10 ton/ha + Urea 400 kg/ha, pupuk kandang 5 ton/ha + Urea 200 kg/ha,
dan pupuk kandang 5 ton/ha + Urea 400 kg/ha pada tanaman bawang merah yang
dilakukan dengan menimbang umbi yang dihasilkan pada tanaman sampel pada
saat panen. Rata-rata bobot umbi disajikan pada tabel berikut:
Tabel 54. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Bobot Umbi pada
Tanaman Bawang Merah
Perlakuan Kelompok Bobot Umbi (Gram)
31
30,5
Pupuk Kandang 10
30
c. Jumlah Umbi
Jumlah umbi merupakan salah satu parameter hasil tanaman yang dapat
menunjukkan pengaruh pemberian pupuk kandang dan urea pada tanaman bawang.
Parameter ini dilakukan dengan cara menghitung keseluruhan jumlah umbi yang
berada pada setiap tunas tanaman bawang merah. Rata-rata jumlah umbi adalah
sebagai berikut:
Tabel 55. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea terhadap Jumlah Umbi pada
Tanaman Bawang Merah
Perlakuan Kelompok Jumlah Umbi
6
Pupuk Kandang 10 ton/ha +
Urea 200 kg/ha
Jumlah Umbi
5
Pupuk Kandang 10 ton/ha +
4 Urea 400 kg/ha
3 Pupuk Kandang 5 ton/ha +
Urea 200 kg/ha
2
Pupuk Kandang 5 ton/ha +
1 Urea 400 kg/ha
0
Perlakuan
diketahui pada perlakuan pupuk kandang 5 ton/ha + urea 200 kg/ha memiliki nilai
rata-rata terendah diantara semua perlakuan.
Perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + urea 400 kg/ha mampu menghasilkan
rata-rata jumlah umbi sebanyak 6,8 buah. Sedangkan pada perlakuan pupuk
kandang 5 ton/ha + urea 200 kg/ha hanya menghasilkan rata-rata jumlah umbi 5
buah. Hal ini terjadi karena pengaplikasian pupuk kandang yang dikombinasikan
dengan pupuk urea pada dosis tersebut mampu memperbaiki kondisi tanah baik
secara fisik, kimia serta biologi tanah sehingga ketersediaan unsur hara didalam
tanah seperti unsur P dan K yang dibutuhkan oleh tanaman dapat terpenuhi dan
akan berpengaruh terhadap pertumbuhan umbi tanaman bawang merah (Supariadi
et al.,2017). Tanaman yang diberi perlakuan pupuk kandang dan urea dalam dosis
tinggi juga mengandung unsur P dalam jumlah tinggi sehingga pertumbuhan nya
lebih baik, unsur hara phosphor (P) pada bawang merah berperan untuk
mempercepat pertumbuhan akar,dan dapat mempercepat pembungaan serta
pemasakan umbi (Triadiawarman et al.,2022).
3.10.3 Keragaman Arthropoda
Keragaman arthropoda merupakan salah satu parameter pengamatan pada
tanaman bawang merah, pengamatan dilakukan secara langsung dengan bantuan
yellow trap yang di pasang pada lahan bawang merah. Hasil pengamatan
keragaman arthropoda disajikan pada tabel berikut:
Tabel 56. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk Kandang dan Urea Terhadap Keragaman
Arthropoda pada Tanaman Bawang Merah
Nama Serangga Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
127
3 4 5 6 7
1
0,9 Pupuk Kandang 10
ton/ha + Urea 200
0,8 kg/ha
Intensitas Penyakit
0,7
Pupuk Kandang 10
0,6 ton/ha + Urea 400
0,5 kg/ha
0,4 Pupuk Kandang 5
0,3 ton/ha + Urea 200
kg/ha
0,2
Pupuk kandang 5
0,1 ton/ha + Urea 400
0 kg/ha
3 4 5 6 7
tanah sampai ujung daun yang paling panjang pada tanaman. Pengukuran panjang
tanaman dimulai pada 3 MST sampai 7 MST. Rata-rata panjang tanaman disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 58. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Panjang Tanaman
pada Tanaman Bunga Kol
Panjang Tanaman pada Umur Tanaman ke-
Perlakuan Kelompok (MST)
3 4 5 6 7
Pupuk KCL 200 kg/ha +
J1 20,4 27,4 28,80 37,60 40,20
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 200 kg/ha +
J2 15,4 21,2 25,6 32,4 37,4
Non Giberelin
Pupuk KCL 300 kg/ha +
J3 8 13,6 23,8 30,2 36,8
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 300 kg/ha +
J4 16,6 19 23 26,6 33,6
Non Giberelin
Tabel 58 menunjukkan bahwa tanaman bunga kol berumur 3 MST panjang
tanaman tertinggi berada pada tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCL
200 kg/ha + giberelin 100 ppm, sedangkan rata-rata panjang tanaman bunga kol
terendah pada tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 300 kg/ha +
giberelin 100 ppm dengan persentase perbandingan sebesar 31,87%. Pada tanaman
bunga kol denga umur 4 MST didapatkan bahwa rata-rata panjang tanaman
tertinggi terletak pada tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 200 kg/ha
+ giberelin 100 ppm, serta rata-rata panjang tanaman terendah didapati pada
tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 300 kg/ha + giberelin 100 ppm
dengan persentase perbandingan 101,4%. Tanaman bunga kol pada umur 5 MST
didapati bahwa rata-rata tanaman tertinggi terletak pada tanaman bunga kol dengan
perlakuan pupuk KCl 200 kg/ha + giberelin 100 ppm dan yang terendah pada
tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 300 kg/ha + non giberelin dengan
persentase perbandingan 25,2%. Pada umur 6 MST bunga kol dengan rata-rata
panjang tanaman tertinggi terletak pada tanaman bunga kol dengan perlakuan
pupuk KCl 200 kg/ha + giberelin 100 ppm, sedangkan rata-rata panjang tanaman
terendah didapati pada tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl + non
giberelin dengan persentase perbandingan 41,3%. Pada minggu terakhir
pengamatan yakni pada 7 MST rata-rata panjang tanaman tertinggi pada tanaman
bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 200 kg/ha + giberelin 100 ppm dan yang
130
terendah terletak pada tanaman bunga kol dengan perlakuan pupuk KCl 300 kg +
non giberelin dengan persentase perbandingan 21,4%.
45
40
pupuk KCL berfungsi dalam berbagai proses di dalam tanaman tersebut seperti
pada proses pembukaan stomata, perkembangan akar, serta dapat memperkuat
batang tanaman (Katrin, 2021).
b. Jumlah Daun
Jumlah daun merupakan parameter pertumbuhan tanaman bunga kol yang
menunjukkan pengaruh perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha + giberelin 100 ppm,
pupuk KCL 200 Kg/ha + tanpa giberelin, pupuk KCL 300 Kg/ha + giberelin 100
ppm dan pupuk KCL 300 Kg/ha + tanpa giberelin pada pertumbuhan bunga kol
yang dilakukan dengan menghitung daun yang tumbuh, pengamatan ini dimulai
pada 3 MST hingga 7 MST.
Tabel 59. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Jumlah Daun pada
Tanaman Bunga Kol
Jumlah Daun pada Umur Tanaman ke-
Perlakuan Kelompok (MST)
3 4 5 6 7
Pupuk KCL 200 Kg/ha +
J1 8 10,8 13,4 17,8 22,8
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 200 Kg/ha +
J2 9,8 12,4 14,8 21,6 24,8
Tanpa Giberelin
Pupuk KCL 300 Kg/ha +
J3 7,8 10 11,2 15 19,4
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 300 Kg/ha +
J4 9 10,2 11 18 23,6
Tanpa Giberelin
Berdasarkan Tabel 59 menunjukkan terdapat 4 perlakuan yang berbeda pada
tanaman bunga kol, terlihat adanya perbedaan rata-rata jumlah daun pada tiap
perlakuan. Pada umur tanaman 3 MST rata-rata jumlah daun tertinggi terdapat pada
perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha + tanpa giberelin, sedangkan terendah pada
perlakuan pupuk KCL 300 Kg/ha + giberelin 100 ppm dengan persentase
perbandingan sebesar 25,6%. Sedangkan pada umur 4 MST rata-rata jumlah daun
tertinggi berada pada perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha + tanpa giberelin serta
terendah terdapat pada perlakuan pupuk KCL 300 Kg/ha + giberelin 100 ppm
dengan persentase perbandingan sebesar 24%. Sedangkan pada umur 5 MST rata-
rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha + tanpa
giberelin serta terendah pada perlakuan pupuk KCL 300 Kg/ha + tanpa giberelin
dengan persentase perbandingan sebesar 34,5%. Sedangkan pada umur 6 MST rata-
rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha + tanpa
giberelin serta terendah terdapat pada perlakuan pupuk KCL 300 Kg/ha + giberelin
132
100 ppm dengan persentase perbandingan sebesar 44%. Sedangkan pada umur 7
MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada perlakuan pupuk KCL 200 Kg/ha
+ tanpa giberelin serta terendah terdapat pada pupuk KCL 300 Kg/ha + giberelin
100 ppm dengan persentase perbandingan sebesar 27,8%.
30
25
Giberelin 100ppm
14
12
Pengamatan dilakukan sekali pada saat pemanenan. Rata-rata hasil bobot krop
disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 62. Pengaruh Pengaplikasian Pupuk KCl dan Giberelin terhadap Bobot Krop pada
Tanaman Bunga Kol
Perlakuan Kelompok Bobot Krop (Gram)
KCl 200 Kg/ha + Giberelin 100 ppm J1 113,874
KCL 200 Kg/ha + Tanpa Giberelin J2 132
KCl 300 Kg/ha + Giberelin 100 ppm J3 161,866
KCl 300 Kg/ha + Tanpa Giberelin J4 137,134
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa rata-rata bobot krop tertinggi
didapatkan pada tanaman bunga kol dengan perlakuan KCl 300 kg/ha + giberelin
100 ppm, sedangkan rata-rata bobot krop terendah berada pada tanaman bunga kol
dengan perlakuan KCl 200 kg + giberelin 100 ppm dengan persentase perbandingan
sebesar 42,1%.
180
160
140 Pupuk KCl 200 kg/ha +
Bobot Krop (gram)
Musuh
Semut Hitam Lasius niger
Alami
(Saputri, 2017)
(Dokumentasi Pribadi,
2022)
138
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Berdasarkan tabel hasil pengamatan terdapat beberapa jenis arthropoda
yakni, semut hitam (Lasius niger) yang berperan sebagai musuh alami, ulat ngengat
gipsi (Lymantria dispar) yang berperan sebagai hama, dan wereng coklat kecil
(Laodelphax striatellus) yang berperan sebagai serangga lain.
Semut hitam merupakan salah satu jenis semut yang termasuk dalam filum
Arthropoda. Semut ini merupakan serangga sosial karena hidupnya berkelompok
dan tergolong dalam ordo Hymenoptera. Lasius niger memiliki tubuh berwarna
hitam, bentuk tubuh kecil dan tidak mempunyai sayap, bentuk kepala oval, mata
oval dan terletak agak kesamping dengan tipe mulut menggigit, dasar abdomen
kelihatan menyempit. Bagian perut kedua berhubungan ke tangkai membentuk
pinggang sempit diantara metasoma (Saputri, 2017). Berdasarkan karakter
morfologi, semut kebun hitam tergolong dalam family Formicidae, genus Lasius,
dalam spesies Lasius niger (Leu et al., 2021).
Ulat ngengat gipsi terdiri dari empat tahap kehidupan yaitu telur, larva
(ulat), pupa, dan dewasa. Bagian depan dan ujung kepala jantan berwarna abu-abu
pucat sampai coklat muda, memiliki panjang bagian depan yaitu 14,5-22 mm. Pada
umumnya, menyerang tanaman pada tahap larva (ulat) dengan merontokkan
dedaunan (Boukouvala et al., 2022).
Wereng coklat kecil adalah hama utama sayuran, baik di tropis maupun
subtropis, hama ini bisa jadi hadir kapan saja (Gong et al., 2013). Serangga yang
belum dewasa mempertahankan pertumbuhan dan perkembangannya dengan
memakan tanaman dalam jumlah banyak, antena serangga memiliki peran penting
dalam serangkaian perilaku ekologi yang penting, seperti menemukan inang dan
perkawinan (Fu et al., 2013).
139
18
16
2 3 4 5 6
Pinching + NPK 2,5 g/tan J1 2 3,6 6 8,8 11,4
Pinching + NPK 7,5 g/tan J2 2 4,4 7,2 11,6 14,8
Non Pinching + NPK 2,5 g/tan J3 2 2,4 3,6 6 8,2
Non Pinching + NPK 7,5 g/tan J4 2 3,2 4.8 7 9.6
Berdasarkan tabel 66 terlihat perbedaan rata-rata jumlah daun tanaman
matahari pada setiap perlakuan. Pada umur tanaman 2 MST jumlah daun memiliki
rata-rata yang sama. Sedangkan pada umur 3 MST rata-rata jumlah daun tertinggi
berada pada perlakuan pinching + NPK 7,5 g/tan serta terendah terdapat pada
perlakuan non pinching + NPK 2,5 g/tan dengan persentase perbandingan sebesar
83,3%. Sedangkan pada umur 4 MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada
perlakuan pinching + NPK 7,5 g/tan serta terendah terdapat pada perlakuan non
pinching + NPK 2,5 g/tan dengan persentase perbandingan sebesar 100%.
Sedangkan pada umur 5 MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada tanaman
bunga matahari dengan perlakuan pinching + NPK 7,5 g/tan serta terendah terdapat
pada perlakuan non pinching + NPK 2,5 g/tan dengan persentase perbandingan
sebesar 93,3%. Sedangkan pada umur 6 MST rata-rata jumlah daun tertinggi berada
pada tanaman bunga matahari dengan perlakuan pinching + NPK 7,5 g/tan serta
terendah terdapat pada perlakuan non pinching + NPK 2,5 g/tan dengan persentase
perbandingan sebesar 80,4%.
16
14
12
Jumlah Daun
10 Pinching + NPK
2,5 g/tan
8 Pinching + NPK
6 7,5 g/tan
Non Pinching +
4 NPK 2,5 g/tan
Non Pinching +
2 NPK 7,5 g/tan
0
2 3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
3
Pinching + NPK 7,5 g/tan
2,5
2
Non Pinching + NPK 2,5
1,5 g/tan
1 Non Pinching + NPK 7,5
0,5 g/tan
0
Perlakuan
Helicoverpa
Ulat Penggerek Hama
armigera
(Samosir et al, 2015). Bioekologi N. Viridula yaitu telur yang akan menetas pada 4
sampai 5 hari yang kemudian akan berkembang menjadi nimfa selesai dalam 25
sampai 43 hari (Raharjo et al., 2021).
Ulat penggerek (Helicoverpa armigera) merupakan hama Arthropoda
dominan yang ditemukan pada pengamatan pertumbuhan bunga matahari. Ulat
penggerek berasal dari ordo Lepidoptera, famili Noctuidae (Kurniawan, 2022).
Gejala serangan larva H. armigera pada tanaman bervariasi, mulai dari lubang-
lubang pada daun hingga kerusakan pada buah dan bunga. Serangan ulat penggerek
seperti Helicoverpa armigera pada tanaman bunga matahari dapat menimbulkan
gejala seperti lubang-lubang pada daun, batang, dan bunga, serta kerusakan pada
buah atau biji tanaman. Gejala ini dapat mengakibatkan penurunan hasil dan
kualitas tanaman bunga matahari (Kleden et al., 2021).
Appias libythea memiliki sayap berwarna putih dengan urat hitam menonjol
di bagian bawah, memiliki sayap berukuran sekitar 6 cm dengan ujung sayap depan
berbentuk oval dan bagian atas sayap berwarna putih dengan perbatasan garis hitam
menonjol di bagian bawah. Kupu-kupu putih termasuk dalam filum arthropoda,
ordo, lepidoptera, dan familynya termasuk ke dalam piridae (Wahyuni, 2021).
Appias libythea dapat berperan sebagai polinator pada berbagai jenis tanaman
bunga, termasuk bunga matahari. Polinator seperti kupu-kupu sangat penting dalam
menjaga keberlangsungan hidup tanaman bunga, karena membantu dalam proses
penyerbukan dan pembentukan buah.
Semut hitam merupakan salah satu jenis semut yang termasuk dalam filum
Arthropoda. Pada budidaya tanaman bunga matahri semut hitam berperan sebagai
musuh alamai. Lasius niger memiliki tubuh berwarna hitam, bentuk tubuh kecil dan
tidak mempunyai sayap, bentuk kepala oval, mata oval dan terletak agak kesamping
dengan tipe mulut menggigit, dasar abdomen kelihatan menyempit. Bagian perut
kedua berhubungan ke tangkai membentuk pinggang sempit diantara metasoma
(Saputri, 2017). Berdasarkan karakter morfologi, semut kebun hitam tergolong
dalam family Formicidae, genus Lasius, dalam spesies Lasius niger (Leu et al.,
2021). Siklus hidup semut hitam (Lasius niger) meliputi beberapa tahap, mulai dari
telur hingga imago.
150
2 3 4 5 6
12
10
Intensitas Penyakit (MST)
0
2 3 4 5 6
100
Persentase Tumbuh (%)
20
0
Perlakuan
Gambar 62. Grafik Rata-rata Persentase Tumbuh Tebu
Berdasarkan grafik di atas terdapat perbedaan rata-rata persentase tumbuh
tanaman ttebu pada masing-masing perlakuan. Persentase tumbuh tertinggi terdapat
pada perlakuan AAS 540 + 200 Kg N/Ha, sedangkan persentase tumbuh terendah
terdapat pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa persentase tumbuh dipengaruhi oleh penggunaan varietas dan
pemberian dosis pupuk nitrogen. Perlakuan AAS 540 + 200 Kg N/Ha pada tebu
menunjukkan diagram lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya.
Pemberian pupuk nitrogen pada tanaman tebu sangat penting membantu
pertumbuhan tanaman tebu, sehingga berpengaruh terhadap nilai persentase
tumbunya. Hal ini sependapat dengan Magandi dan Punowo (2019) yang
menyatakan bahwa nitrogen mempunyai pengaruh terbesar pada pertumbuhan,
pasokan N yang sangat besar diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman tebu
supaya maksimal. Ketersediaan unsur nitrogen tersebut dibutuhkan tanaman tebu
153
persentase perbandingan sebesar 22,38%. Pada umur tanaman 4 MST nilai rata-rata
panjang tanaman tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan AAS 540 +
200 Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha dengan
persentase perbandingan sebesar 22,77%. Pada umur tanaman 5 MST nilai rata-rata
panjang tanaman tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan AAS 540 +
200 Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha dengan
persentase perbandingan sebesar 28,36%. Sedangkan pada umur tanaman 6 MST
nilai rata-rata panjang tanaman tertinggi berada pada tanaman tebu dengan
perlakuan AAS 540 + 200 Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg
N/Ha dengan persentase perbandingan sebesar 42,30%.
70
AAS 540 + 120 Kg
60 N/Ha
Tinggi Tanaman (cm)
10
0
2 3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
perbandingan sebesar 33,33%. Pada umur tanaman 3 MST nilai rata-rata jumlah
daun tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan AAS 540 + 200 Kg
N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha N/Ha dengan
persentase perbandingan sebesar 18,75%. Pada umur tanaman 4 MST nilai rata-rata
jumlah daun tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan AAS 540 + 200
Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha dengan
persentase perbandingan sebesar 16,66%. Pada umur tanaman 5 MST nilai rata-rata
jumlah daun tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan AAS 540 + 200
Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha dengan
persentase perbandingan sebesar 19,04%. Sedangkan pada umur tanaman 6 MST
nilai rata-rata jumlah daun tertinggi berada pada tanaman tebu dengan perlakuan
AAS 540 + 200 Kg N/Ha serta terendah pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha
dengan persentase perbandingan sebesar 16%.
0
2 3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
N/Ha
1 AMS 540 + 120 Kg
0,8 N/Ha
AAS 540 + 200 Kg
0,6 N/Ha
0,4 AMS 540 + 200 Kg
N/Ha
0,2
0
2 3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
perlakuan AAS 540 + 200 Kg N/Ha, sedangkan pada rata-rata diameter batang
terendah terdapat pada perlakuan AMS 540 + 120 Kg N/Ha. Dari data tersebut dapat
diketahui bahwa jumlah daun dipengaruhi oleh penggunaan varietas dan pemberian
dosis pupuk nitrogen. Perlakuan AAS 540 + 200 Kg N/Ha pada tebu menunjukkan
kenaikan grafik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga perlakuan
lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiawan dan Fuskhah (2020),
menyatakan bahwa, pupuk nitrogen berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan
tanaman terutama menambah besar batang.
Peningkatan diameter batang dipengaruhi oleh adanya perbedaan genetik
pada varietas tebu yang berbeda dan juga adanya perbedaan komposisi pupuk yang
diberikan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ningrum et al. (2014) yang
menyatakan bahwa, perbedaan respon yang ditunjukkan pada tanaman tebu akibat
perbedaan sifat genetik dari varietas yang digunakan, perbedaan sifat genetik
menyebabkan terjadinya perbedaan tanggap suatu varietas terhadap kondisi
lingkungan sehingga aktivitas pertumbuhan yang ditunjukkan berbeda. Pada hasil
menunjukkan bahwa perlakuan varietas AAS 540 dan pemberian pupuk 200 kg
N/Ha memiliki hasil yang lebih tinggi. Selain itu, komposisi pupuk nitrogen yang
diberikan juga mempengaruhi pertambahan besar diameter batang. Hal ini
sependapat dengan Harjanti (2014) menyatakan bahwa, tanaman tebu sangat
memerlukan unsur nitrogen yang digunakan untuk merangsang pembentukan
batang. Nitrogen mempunyai fungsi menambah kandungan protein dalam tanaman.
sehingga pada perlakuan yang kurang diberikan nitrogen akan menyebabkan
penurunan ukuran diameter batang atau hasil yang tidak optimal.
3.13.2 Keragaman Arthropoda
Keragaman arthropoda adalah salah satu parameter pengamatan tanaman
tebu yang dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keragaman arthropoda, peran,
gejala yang ditimbulkan, serta spesies dominan yang ada pada lahan komoditas
tebu. Pengamatan keragaman arthropoda dilakukan secara langsung dengan
menggunakan metode visual ini dilaksanakan mulai dari 2 MST sampai 6 MST.
Berikut ini merupakan tabel hasil pengamatan keragaman arthropoda pada tanaman
tebu menggunakan metode visual:
160
Tabel 76. Pengaruh pengaplikasian pupuk N dengan varietas tebu AAS 540 dan AMS 540
terhadap keragaman arthropoda tanaman tebu
Nama Serangga Peran Dokumentasi
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Sturmiopsis Musuh
Lalat Sturmiopsis
Inferens Alami
(Direktorat jendral
perkebunan 2021)
(Fatimah. 2015)
Valanga
Belalang Kayu Hama
Nigricornis
Serangga
Tomcat Paederus littoralis
lain
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Berdasarkan tabel 76 keragaman arthropoda di atas didapatkan bahwa
terdapat beberapa keragaman arthropoda pada lahan budidaya tanaman tebu yaitu
hama dan musuh alami dengan peran yang berbeda. Pada hasil pengamatan
keragaman arthropoda tanaman tebu terdapat hama yaitu penggerek batang tebu,
ulat tanah dan belalang kayu. Selain itu terdapat musuh alami yaitu lalat sturmiopsis
dan serangga lain yaitu tomcat. Penggerek batang tebu merupakan salah satu hama
yang menyerang tanaman tebu, klasifikasi dari penggerek batang tebu (Chilo
sacchariphagus) yaitu kerajaan: Animalia, filum: Arthropoda, kelas: Insecta, ordo:
Lepidoptera, famili: Crambidae, genus: Chilo, dan spesies: Chilo sacchariphagus
(Muliasari dan Trilaksono, 2020)
Serangan hama penggerek batang, pada tanaman berumur kurang dari 3 bulan
menyebabkan kematian total, sedangkan pada tanaman tebu yang berumur lebih
dari 3 bulan menyebabkan batang berlobang, membentuk terowongan dan
menurunkan kualitas dan kuantitas gula (Meidalima. 2014).
Ulat tanah merupakan hama yang menyerang tanaman tebu pada bagian
pangkal batang atau akar yang menyebabkan tanaman rusak, layu hingga roboh,
klasifikasi dari ulat tanah yaitu kerajaan: Animalia, filum: Arthropoda, kelas:
Insecta, ordo: Lepidoptera, famili: Noctuidae, genus: Agrotis, dan spesies: Agrotis
Ipsilon (Fatimah, 2015):
Serangan hama ulat tanah pada tanaman tebu akan menjadikan layu, daun
menguning kemudian menjadi kering. Bagian pangkal batang tanaman terdapat
luka dan akar-akarnya menjadi rusak akibat dimakan oleh ulat tanah. Serangan
berat menyebabkan tanaman mudah roboh dan mudah dicabut, kerusakan akar
terutama disebabkan oleh banyaknya ulat tanah. Apabila dijumpai 3 ekor ulat tanah
162
30
AAS 540 + 200 kg
20 N/ha
10 AMS 540 + 200 kg
N/ha
0
2 3 4 5 6
Umur Tanaman (MST)
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilaksanakan pada 12 komoditas
tanaman dapat disimpulkan bahwa:
a. Perlakuan sistem SRI merupakan perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan
tanaman padi. Sedangkan sistem konvensional merupakan perlakuan terendah
terhadap pertumbuhan tanaman padi.
b. Perlakuan KCL 75 kg/ha + PGPR 10 ml merupakan perlakuan terbaik terhadap
pertumbuhan tanaman jagung. Sedangkan perlakuan KCL 150 kg/ha + PGPR
10 ml merupakan perlakuan terbaik terhadap hasil tanaman jagung.
c. Perlakuan dosis Urea 100 kg/ha + pupuk kandang 15 ton/ha merupakan
perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan tanaman ubi jalar.
d. Perlakuan jarak tanam 20 x 30 + legume inokulan 10 gram merupakan
perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan tanaman kacang kedelai. Sedangkan
perlakuan jarak tanam 20 × 30 + legume inokulan 10 gram merupakan
perlakuan terbaik terhadap hasil tanaman kacang kedelai.
e. Perlakuan pupuk kandang 30 ton/ha + legume inokulan 10 gram merupakan
perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.
f. Perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm merupakan perlakuan terbaik
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman semangka.
g. Perlakuan pemangkasan + giberelin 50 ppm merupakan perlakuan terbaik
pertumbuhan dan hasil tanaman timun.
h. Perlakuan non-pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan POC 3 kali aplikasi
merupakan perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan tanaman terung.
Sedangkan perlakuan pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan POC 3 kali aplikasi
merupakan perlakuan terbaik terhadap hasil tanaman terung.
i. Perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + Urea 400 kg/ha merupakan perlakuan
terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah.
j. Perlakuan pupuk KCL 200 kg/ha + giberelin 100 ppm dan pupuk KCL 300
kg/ha + giberelin 100 ppm merupakan perlakuan terbaik terhadap masing-
masing parameter panjang tanaman dan bobot krop tanaman bunga kol.
Sedangkan perlakuan KCL 200 kg/ha + Non-giberelin merupakan perlakuan
165
terbaik terhadap parameter jumlah daun, diameter batang, dan diameter krop
tanaman bunga kol.
k. Perlakuan Pinching + NPK 7,5 gr/tanaman pada tanaman bunga matahari
merupakan perlakuan terbaik terhadap pertumbuhan, hasil jumlah kuncup, dan
hasil jumlah bunga bunga matahari.
l. Perlakuan AAS 540 + 200 kg N/ha merupakan perlakuan terbaik terhadap
pertumbuhan tanaman tebu. Sedangkan perlakuan AMS 540 + 120 kg N/ha
merupakan perlakuan terendah terhadap pertumbuhan tanaman tebu.
4.2 Saran
Adapun saran dari praktikum Teknologi Produksi Tanaman adalah sebagai
berikut
h. Untuk meningkatkan parameter tinggi tanaman dan jumlah daun pada tanaman
terung dapat menggunakan perlakuan non-pewiwilan + POC 1 kali aplikasi dan
POC 3 kali aplikasi.
i. Untuk meningkatkan parameter hasil pada tanaman bawang merah dapat
menggunakan perlakuan pupuk kandang 10 ton/ha + Urea 400 kg/ha.
j. Untuk meningkatkan parameter bobot krop dan Panjang tanaman pada tanaman
bunga kol dapat menggunakan perlakuan pupuk KCL 200 kg/ha + giberelin 100
ppm dan pupuk KCL 300 kg/ha + giberelin 100 ppm. Sedangkan parameter
jumlah daun, diameter batang, dan diameter krop dapat melakukan perlakuan
KCL 200 kg/ha + Non-giberelin.
k. Untuk meningkatkan parameter hasil dan pertumbuhan pada tanaman bunga
matahari dapat menggunakan perlakuan Pinching + NPK 7,5 gr/tanaman.
Sedangkan dalam mempebanyak jumlah bunga dapat melakukan perlakuan
Pinching + NPK 7,5 gr/tanaman.
l. Untuk meningkatkan parameter pertumbuhan pada tanaman tebu dapat
menggunakan perlakuan 200 kg N/ha dengan varietas AAS 540.
DAFTAR PUSTAKA
Abror, M. D. 2022. Pengaruh Aplikasi Dosis Bahan Organik Dan Urea Pada Hasil
Bawang Merah (Allum cepa). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Muhmmadiyah Gresik. Gresik.
Aceng. 2016. Respon Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis
sativus L.) Terhadap Pemberian RPTT (Rizobakteria Pemacu Tumbuh
Tanaman) Akar Putri Malu dan Giberelin. Jurnal of Agroscience, 6(2): 78-
87.
Adhi, S. L., Hadi, M., dan Tarwotjo, U. 2017. Keanekaragaman dan Kelimpahan
Semut Sebagai Predator Hama Tanaman Padi di Lahan Sawah Organik dan
Anorganik Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten. Bioma: Berkala
Ilmiah Biologi, 19(2): 125-135.
Adinugraha, I. 2016. Pengaruh Asal Bibit Bud Chip Terhadap Fase Vegetatif Tiga
Varietas Tanaman Tebu (Saccharum officinarum L.). Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Jurnal Produksi
Tanaman, 4(6): 468-477.
Agromedia, R. 2018. Problem Tanaman Hias Populer dan Solusinya. PT Redaksi
Agromedia. Jakarta.
Amir, N., Hawalid, H., dan Nurhuda, I. A. 2017. Pengaruh pupuk kandang terhadap
pertumbuhan beberapa varietas bibit tanaman tebu (Saccharum officinarum
L.) di polybag. Klorofil: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Pertanian, 12(2): 68-
72.
Amrullah, S. H. 2019. Pengendalian hayati (Biocontrol): pemanfaatan serangga
predator sebagai musuh alami untuk serangga hama. In Prosiding Seminar
Nasional Biologi: 87-90
Anggono, E., Irawati, E. B., dan Haryanto, D. 2018. Kajian Pemangkasan Pucuk
(Toping) dan Komposisi Media Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Tanaman Melon Dengan Sistem Hidroponik Tetes. Jurnal Agrivet, 24(2):
1-11.
Anisyah, F., Sipayung, R., dan Hanum, C. 2014. Pertumbuhan dan produksi
bawang merah dengan pemberian berbagai pupuk organik. Jurnl Online
Agroekoteknologi, 2(2): 482-496.
Anitasari, E., Prihastanti, E., dan Arianto, F. 2020. Pengaruh Radiasi Plasma dan
Pupuk Kandang Kambing Terhadap Pertumbuhan Bawang Merah Varietas
Bima Brebes. Jurnal Biologi Lingkungan Industri Kesehatan, 6(2): 114-125.
Anjani, A., dan Pribadi, T. 2021. Identifikasi Serangan Serangga Hama di
Pertanaman Padi (Oryza Sativa L.) di Lahan Persawahan Tinggarjaya.
Proceedings Series on Physical dan Formal Sciences: 212-218.
Ariesya, V. S. 2022. Analisis Perbandingan Pendapatan Buah Semangka Merah
Non Biji dengan Semangka Kuning di Kelurahan Tanah Merah
Kecamatan Binjai Selatan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas
Muhammadiyah Sumetera Utara. Medan.
168
management in Europe with notes from North America. Insects, 13(9): 854-
872
CABI. 2022. Prays oleae (olive kernel borer). Online.
https://doi.org/10.1079/cabicompendium.43913. Diakses pada 24
November 2023
Chakraborty, D dan Korat. 2014, Morphometry and Feeding Potential of
Coccinella transversalis Fabricious. Thebioscan. 9: 1101-1105.
Christman, F, Elisabeth R, Meray, dan Jusuf. 2020. Populasi Wereng Hijau
(Nephotettix nigropictus) Pada Tanaman PAdi sawah di Kecamatan
Dumoga Timur Kabupaten Bolaang Mongondow. Jurnal Pertanian
Indonesia. 6(8): 12 - 47.
Czepak, C., Albernaz, K. C., Vivan, L. M., Guimarães, H. O., dan Carvalhais, T.
2013. First reported occurrence of Helicoverpa armigera
(Hübner)(Lepidoptera: Noctuidae) in Brazil. Agropec. 43(1): 110-113
Dayanti, E. 2017. Pengujian Pupuk Organik Cair Limbah Cangkang Telur Ayam
Ras pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Terung Ungu (Solanum
melongena L). Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Medan Area. Medan
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2013 Deskripsi Padi Varietas Inpari 32
HDB.Online.
https://dpkp.jogjaprov.go.id/detailbenih/Padi+Varietas+Inpari+32+HDB/
170523/07c6c6a96cc43f281cd39c4a1d32e77735aca77a783978f2d6ab39
ab8069b5ea619. Diakses 26 November 2023
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2017. Deskripsi Kedelai Varietas Detap 1.
Online.
https://dpkp.jogjaprov.go.id/detailbenih/Kedelai+Varietas+Detap+1/1905
23/8e06606439d20c257ac123016a261f0b02cc11024458a76d503a276f28
417acf696. Diakses 26 November 2023
Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan. 2017. Deskripsi Kedelai Varietas Detap 1.
Online.
https://dpkp.jogjaprov.go.id/detailbenih/Kacang+Tanah+Varietas+Tala+
1/190523/e9c3d1ba0c9192336426d1c90abdbbe632663ade5d73d3bb0b2
5e3f7838b5921679. Diakses 26 November 2023
Diyansah, B. 2013. Ketahanan Lima Varietas Semangka (Citrullus vulgaris Schard)
Terhadap Infeksi Virus CMV (Cucumber Mosaic Virus). Thesis.
Universitas Brawijaya. Malang
Djaenuddin, N. 2020. Induksi Ketahanan Tanaman oleh Bakteri Rizosfer dan
Asam Salisilat terhadap Penyakit Bulai pada Jagung. Disertasi.
Universitas Hasanuddin. Makassar
Erlina, Y., Wicaksono, K. P., dan Barunawati, N. 2017. Studi pertumbuhan dua
varietas tebu (Saccharum officinarum L.) dengan jenis bahan tanam
berbeda. Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang
Erselia, I., D. W. Respatie, R. Rogomulyo. 2017. Pengaruh Takaran Kombinasi
Pupuk NPK dan Pupuk Organik Alami Diperkaya Mikroba Fungsional
170
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jagung (Zea mays L.). Vegetalika 6(4):
28-40.
Fadholi, M., dan Koesriharti. 2022. Pengaruh Perlakuan Giberelin dan Fosfor
Terhadap Pertumbuhan Serta Hasil Tanaman Kubis Bunga (Brassica
oleracea var. Botrytis) Jurnal Produksi Tanaman, 10(3): 149-159.
Farida, F., dan Rohaeni, N. 2019. Pengaruh Konsentrasi Hormon Giberelin
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Okra. Ziraa'ah Majalah Ilmiah
Pertanian, 44(1):1-8.
Fatimah, S. 2015. Kajian insekta potensial hama di perkebunan hortikultura
Kalampangan Kota Palangka Raya. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya. Palangka Raya
Fauzianingsih, R., Sugiono, D., dan Supriadi, D. R. 2023. Pengaruh Kombinasi
Dosis Pupuk Kascing dan Pupuk Urea Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Varietas Bima Brebes. Jurnal
Agroplasma, 10(2): 662-671.
Febriyono, R., Susilowati, Y. E., dan Suprapto, A. 2017. Peningkatan Hasil
Tanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans L.) Melalui Perlakuan Jarak
Tanam Dan Jumlah Tanaman Per Lubang. Jurnal Ilmu Pertanian Tropika
Dan Subtropika, 2(1): 22-27.
Fi’liyah, F., Nurjaya, N., dan Syekhfani, S. 2017. Pengaruh pemberian pupuk KCl
terhadap N, P, K tanah dan serapan tanaman pada Inceptisol untuk
tanaman jagung di Situ Hilir, Cibungbulang, Bogor. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan, 3(2): 329-337.
Fiâ, F., Nurjaya, N., dan Syekhfani, S. 2016. Pengaruh Pemberian Pupuk KCL
Terhadap N, P, K Tanah dan Serapan Tanaman pada Inceptisol untuk
Tanaman Jagung di Situ Hilir, Cibungbulang, Bogor. Jurnal Tanah dan
Sumberdaya Lahan, 3(2): 329-337.
Fiddin, A. 2021. Penyakit Tungro pada Tanaman Padi (Oryza sativa) di
Kecamatan Taba Penanjung: Insidensi Penyakit dan Deteksi Virus Secara
Molekuler. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 23(1): 46 - 78.
Firmansyah, I., Syakir, M., Lukman, L., dan 2017. Pengaruh Kombinasi Dosis
Pupuk N, P, dan K Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung
(Solanum melongena L.). Jurnal Hortikultura. 27(1): 69-78
Fitrah P. 2017. Pengaruh Pemberian Plant Growth Promoting Rhizobakteria
(PGPR) dari Akar Bambu Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang
Merah (Allium Ascalonicum L.). Jurnal Agrotropika Hayati 4(2): 77-83.
Fitria dan Kusuma, E. 2016. Efisiensi Waktu Pinching dan Fotoperiodisitas pada
Pertumbuhan Tanaman Krisan Pot (Chrysanthemum sp.) Jenis Standar.
Disertasi. Universitas Brawijaya. Malang
Fitriana, D. A., Islami, T., dan Sugito, Y. 2015. Pengaruh Dosis Rhizobium Serta
Macam Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman
Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Varietas Kancil. Jurnal Produksi
Tanaman. 3(7): 547 – 555.
171
Frasetya, B., N. Nurfatha, K. Harisman, and M. Subandi. 2018. Growth and Yield
of Hydroponic Watermelon with Straw Compost Substrate and Giberelin
(GA3) Application. IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering 434(1): 1–6.
Friska, M. F., Amnah, R., dan Wahyuni, S. H. 2022. Pengaruh Pemberian Pupuk
Npk Dan Hormon Giberelin Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman
Semangka (Citrullus Vulgaris Schard.). J-PEN Borneo: Jurnal Ilmu
Pertanian, 5(1). 76-84
Fu, B. X., Zhu, Z. R., Rong, N. H., Hong, J., Zhang, C. X., dan Cheng, J. A. 2013.
Phase-related developmental characteristics of antennal sensilla of nymphal
Laodelphax striatellus (Hemiptera: Delphacidae), a serious virus-
transmitting insect vector of graminaceous crops. Annals of the
Entomological Society of America, 106(5): 626-636.
Gardner, P. F.,R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 2020. Fisiologi Tanaman
Budidaya Diterjemahkan oleh H. Susilo. Universitas Indonesia Press.
Jakarta
Gayatri, L. R., Nurul, M., dan Nisak, F. 2021. Keanekaragaman hama tanaman
padi dari ordo orthoptera pada ekosistem sawah di Desa Mantingan
Kabupaten Ngawi. Jurnal Pendidikan MIPA, 11(2): 151-157.
Gong, Y. J., Wang, Z. H., Shi, B. C., Kang, Z. J., Zhu, L., Jin, G. H., dan Wei, S. J.
2013. Correlation between pesticide resistance and enzyme activity in the
diamondback moth, Plutella xylostella. Journal of Insect Science, 13(1):
135-145
Gonggoli, A. D., Sari, S., Oktofiani, H., Santika, N., Herlina, R., Agatha, T., dan
Gunawan, Y. E. 2021. Identifikasi Jenis Kupu-Kupu (Lepidoptera) di
Universitas Palangka Raya. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi, 7(1):
16-20.
Google Earth. 2023. Lahan Percobaan Jatimulyo Fakultas Pertanian Universitas
Brawijaya.https://earth.google.com/web/search/Lahan+Percobaan+Fak
ultas+Pertanian+Universitas+Brawijaya,+Jalan+Kuping+Gajah,+Jati
mulyo,+Malang+City,+East+Java/
Gubali, H., Zakaria, F., dan Harun, A. S. 2017. Induksi Partenokarpi Pada Dua
Varietas Mentimun (Cucumis sativus L.) dengan Giberelin. In Prosiding
Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian: 23-29
Gustia, H. 2017. Respon pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun terhadap
pemangkasan pucuk. In Proceedings of The 2th International
Multidisciplinary Conference 2016: 1-9
Habibi, I., dan Elfarisna, E. 2018. Efisiensi pemberian pupuk organik cair untuk
mengurangi penggunaan NPK terhadap tanaman cabai merah
besar. Prosiding SEMNASTAN: 163-172.
Hamdani, A., dan Jamil, A. 2017. Pemanfaatan ARCGIS Online Sebagai Media
Penyampaian Informasi Spasial Kota Malang. Jurnal Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat, 5(1):37-41.
172
Haneda. N. F., dan Yuniar. N., 2020, Peranan Semut di Ekosistem Transformasi
Hutan Hujan Tropis Dataran Rendah. Jurnal Ilmu Kehutanan. 14(1): 17-
27
Hardiana, B. E. 2015. Kualitas Sosis Belalang (Valanga nigricornis) dengan
Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita moschata D.) ada Tepung
Tapioka. Skripsi. Fakultas Teknobiologi. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta. Yogyakarta
Harjanti, R. A., dan Tohari, S. N. H. U. 2014. Pengaruh takaran pupuk nitrogen dan
silika terhadap pertumbuhan awal (Saccharum officinarum L.) pada
inceptisol. Vegetalika, 3(2): 35-44.
Hasibuan, A.M., Karmawati, E., Soetopo, D., dan Ardana, I. K.2022. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Puslitbang Perkebunan. Online.
https://perkebunan-litbang-ppid.pertanian.go.id/. Diakses pada 23
November 2023.
Hasibuan, S., dan Aziz, R. 2019. Pengaruh Pemangkasan Cabang dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Semangka (Citrullus
vulgaris Schard). Skripsi. Universitas Medan Area. Medan
Hatta. M. 2022. Uji Jarak Tanam Sistem Legowo Terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Beberapa Varietas Padi Pada Merose SRI. J Agrista. 16 (2): 87- 93.
Henny, H., Raditya, W. A., Andrian, F., dan Achadian, E. M. 2022. Tingkat
Parasitasi Hama Penggerek Batang Tebu Chilo terrenellus
Pgn.(Lepidoptera: Crambidae) di Okaba Merauke. Indonesian Sugar
Research Journal, 2(1): 35-39.
Hidayat, S. H. 2022. Intensity of Main Disease in Several Superior Sugarcane
Clones at Krebet Baru Sugar Factory, Malang. Jurnal Fitopatologi
Indonesia, 18(6): 231-238.
Hodiyah, I., dan Milati, P. A. 2022. Pengaruh Inokulasi Rhizobium spp. dan
Vermikompos terhadap Pembentukan Bintil Akar dan Hasil Kacang
Tanah (Arachis hypogaea L.). Media Pertanian, 7(2): 101-111.
I Putu Sanjaya., I Wayan Tika., dan Sumiyati. 2013. Pengaruh Teknik Budidaya
SRI (System of Rice Intensification) dan Legowo Terhadap Iklim Mikro
Dan Produktivitas Padi Ketan (Studi Kasus di Subak Sigaran). Jurnal Beta.
2(1): 1-9
Indriaty dan Halimatusakdiah. 2018. Pengaruh Jarak Tanam terhadap Produksi
Tanaman Padi Sawah (Oryza sativaL) Varietas Ciherang di Aceh Timur.
Jurnal Jeumpa, 5(1): 14-20
Irvan, A., dan Adriana, A. 2017. Pengaruh zat pengatur tumbuh (ZPT) daminozid
dan giberelin terhadap pertumbuhan dan pembungaan padi
pandanwangi. Agroscience, 7(2), 281-289.
Isbilly, A. M. 2017. Identifikasi Rayap Arboreal (Insekta: Isoptera) pada
Perkebunan Karet Rakyat Kabupaten Banyuasin dan Sumbangsihnya pada
Materi Animalia Invertebrata di Kelas X SMA/MA. Skripsi. Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan. UIN Raden Fatah. Palembang.
173
Listanto. B. P. A., Rahayu. S., dan Sjamsijah. N. 2017. Uji Ketahanan Tujuh
Genotipe Kedelai (Glicine max (L.) Merril) Terhadap Serangan Karat Daun
(Phakopsora pachyrhizi) Metode IWGSR. Journal of Applied Agricultural
Science, 1(1): 12-20
Lubis, A. A. N., Anwar, R., Soekarno, B. P., Istiaji, B., Dewi, S., dan Herawati,
D. 2020. Serangan ulat grayak jagung (Spodoptera frugiperda) Pada
tanaman jagung di Desa Petir, Kecamatan Daramaga, Kabupatem Bogor
dan potensi pengendaliannya menggunakan Metarizhium Rileyi. Jurnal
Pusat Inovasi Masyarakat (PIM), 2(6): 931-939.
Magandi, F. I. 2019. Korelasi Dosis Pemupukan Nitrogen terhadap Produktivitas
dan Rendemen Tebu (Saccharum officinarum L.). Buletin Agrohorti, 7(2):
224-229.
Maharani, C., Tobing, M. C., dan Oemry, S. 2015. Pengaruh Lama Inokulasi dan
Ukuran Larva Chilo sacchariphagus Boj.(Lepidoptera: Crambidae) Untuk
Perbanyakan Sturmiopsis inferens Towns.(Diptera: Techinidae) di
Laboratorium. Jurnal Agroekoteknologi. 4(1): 1741-1747
Mahrus Ali., Abdullah H., Nurlina. (2017). Perbedaan jumlah bibit per lubang
tanam terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Oryza sativa)
dengan menggunakan metode the system rice intensification. Journal
Science. 3(1): 9-11
Makhliza.Z., Ferry Ezra T. S., dan Haryati. 2014. Respon Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Semangka (Citrullus vulgaris Schard) Terhadap
Pemberian Giberelindan Pupuk TSP. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(4):
1654-1660
Manasikana. A .Lianah, dan Kusrinah. 2019. Pengaruh Dosis Rhizobium Serta
Macam Pupuk NPK Terhadap Pertumbuhan Tanaman Kedelai (Glycine
max) Varietas Anjasmorop. Journal of Biology and Applied Biology, 2(1):
28-36
Marlina, N., Aminah, R. I. S., dan Setel, L. R. 2015. Aplikasi pupuk kandang
kotoran ayam pada tanaman kacang tanah (Arachis hypogeae
L.). Biosaintifika: Journal of Biology dan Biology Education, 7(2): 137-
141
Marlina. N., Aminah. R . L . S ., Rosminah, dan Setel. L . R . 2015. Aplikasi Pupuk
Kandang Kotoran Ayam pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis
Hypogeae L.). Journal of Biology dan Biology Education. 7(2): 137-140
Masdar, Musliar K., Bujang R., Nurhajati H., Helmi. 2018. Interaksi Jarak Tanam
dan Jumlah Bibit per Titik Tanam pada Sistem Intensifikasi Padi Terhadap
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman. Akta Agrosia Ed Khusus. 3(1) :92-98.
Mastur, M., Syafaruddin, S., dan Syakir, M. 2015. Peran dan pengelolaan hara
nitrogen pada tanaman tebu untuk peningkatan produktivitas
tebu. Perspektif: Review Penelitian Tanaman Industri, 14(2): 73-86.
176
Mastur. 2015. Sinkronisasi Source dan Sink untuk Peningkatan Produktivitas Biji
pada Tanaman Jarak Pagar. Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan Minyak
Industri, 7(1):52−6
Meidalima, D. 2014. Parasitoid Hama Penggerek Batang dan Pucuk Tebu di Cinta
Manis, Ogan Ilir Sumatera Selatan. Biosaintifika: Journal of Biology dan
Biology Education, 6(1): 1-7.
Milania, A. P., Purbajanti, E. D., dan Budiyanto, S. 2022. Pengaruh Pemangkasan
dan Dosis Kompos Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Mentimun (Cucumis sativus L.). Mediagro, 18(1). 73-81
Mishra, A. K., Baitha, A., Kumar, P., dan Kurre, D. 2019. Population of pink
borer,(Walker)(Noctuidae: Sesamia inferens Lepidoptera) in rice stubbles
and its parasitoids. Hexapoda Insecta indica, 29(1): 1-2.
Muhammad, L, M. 2021. Orthoptera. Umiversitas Muhammadiyah Sumatera
Utara : Medan.
Muliasari, A. A., dan Trilaksono, R. 2020. Pengendalian Hama dan Penyakit Utama
Tebu (Saccharum officinarum L.) di PT PG Rajawali II Jatitujuh
Majalengka. Jurnal Sains Terapan: Wahana Informasi dan Alih Teknologi
Pertanian, 10(1): 40-52.
Muliasari, A. A., Suwarto, S., dan Syamsir, N. 2017. Pengendalian hama
penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) pada tanaman kopi
arabika (Coffea arabica L.) di Kebun Rante Karua, Tana Toraja, Sulawesi
Selatan. Lambung Mangkurat University Press. Banjarmasin
Mulyani, L., Khairani, L., dan Susilawati, I. 2020. Pengaruh Penambahan Giberelin
terhadap Pertumbuhan dan Persentase Batang dan Akar Tanaman Jagung
dengan Sistem Hidroponik. Jurnal Sumber Daya Hewan, 1(1): 6-8.
Munir, M., Avivi, S., dan Soeparjono, S. 2022. Pengaruh Dosis Pupuk KCl dan
Berbagai Level Penyiraman terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) di Pre-Nursery, 6(1): 62-70
Muzakkir, M. 2022. Produksi dan Nilai Gizi Tanaman Kubis Bunga (Brassica
oleracea var. botritys L.) Dataran Rendah Melalui Pemberian POC Urin
Sapi dan Giberelin Acid (GA3). Journal Techno-Eco-Farmimg, 2(1): 51-61.
Nabilah, I., Yetti, H., dan Yoseva, S. 2018. Pengaruh Pewiwilan dan Pupuk
Pelengkap Cair terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Cabai Rawit
(Capsicum frustescens L.). Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang
Pertanian, 5(1): 1-14.
Nabilah, R.R, Nurlaelih, E.E., Sitawati. 2022. Pengaruh Pinching dan Jumlah Bibit
Terhadap Pertumbuhan dan Pembungaan Tanaman Krisan Pot Tipe Spray
(Chrysanthemum morifolium). Jurnal Produksi Tanaman, 10(8): 427-434
Nasrall. T . J ., Syahrawati. M . Y ., dan Liswarni. Y . 2020. Daya Predasi dan
Tanggap Fungsional Kumbang Unta (Ophionea nigrofasciata) pada
Beberapa Kepadatan Wereng Batang Coklat (Nilaparvata lugens), Jurnal
Proteksi Tanaman, 4(1): 87-95
177
Prayudi, M. S., Barus, A., dan Sipayung, R. 2019. Respons Pertumbuhan dan
Produksi Tanaman Okra (Abelmoschus esculantus L. Moench) terhadap
Waktu Pemangkasan Pucuk dan Pemberian Pupuk NPK: The Response
Growth and Production of Okra (Abelmoschus esculantus L. Moench) upon
the Pruning Time of Shoots and NPK Fertilizing. Jurnal Online
Agroteknologi, 7(1): 72-80.
Purba. J . H ., Parmila. P ., Dan Sari. K . K. 2019. Pengaruh Pupuk Kandang Sapi
Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine max
L. Merrill) Varietas Edamame. Agro Bali (Agricultural Journal), 1(2): 69-
75
Purwaningsih, S. 2015. Pengaruh Inokulasi Rhizobium Terhadap Pertumbuhan
Tanaman Kedelai (Glycine max L) Varietas Di Rumah Kaca. Berita
Biologi, 14(1): 69-75.
Raharjo Agadhia, L., Suryaminarsih, P., dan Megasari, D. 2021. Prospek
Pengendalian Hayati Hama Kepik Hijau (Nezara viridula) menggunakan
Streptomyces spp. NST Proceedings. 20-22
Rahayu, A. R. 2014. Pengaruh dosis pupuk NPK dan kompos terhadap
pertumbuhan ganyong merah (Canna edulis Ker.) di bawah tegakan sengon
(Falcataria moluccana Miq.). Jurnal Silvikultur Tropika, 5(2): 119-123
Rahmawati, R., Firdara, E. K., Dan Setiadi, R. 2021. Identifikasi Jenis Hama Dan
Penyakit Pada Tanaman Balangeran (Shorea balangeran Korth.):
Identification Of Pest And Disease In Plant Of Shorea Blangeran (Korth)
Burck. Hutan Tropika, 16(1): 1-14.
Ramadhan, B. R. 2019. Pengaruh Aplikasi Trichoderma sp. dan Pseudomonas
fluorescens Terhadap Keterjadian Penyakit Moler dan Keanekaragaman
Populasi Serangga pada Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.).
Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung
Ramadhani, A. 2020. Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis
sativus L.) Varietas Hercules Dan Mentimun Lokal Dengan Pemberian
Konsentrasi Ethepon. Skripsi. Fakultas Pertanian dan Peternakan.
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Pekanbaru
Rambe, S. S. M., I. Calista., dan K. Dinata. 2013. Peningkatan Produktivitas Dan
Penampilan Buah Jeruk Gerga (RGL) di Kabupaten Lebong Provinsi
Bengkulu. Jurnal Agro Complex, 3(1): 55-63
Rezyawaty, M., Karyawati, A. S., dan Nihayati, E. 2018. Peningkatan
pembentukan polong dan hasil tanaman kedelai (Glycine max L.) dengan
pemberian nitrogen pada fase reproduktif. Jurnal Produksi Tanaman, 6(7):
1458-1464.
Ridwansyah, A., dan Wibowo, N. I. 2017. Respon Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Mentimun (Cucumis Sativus L.) Terhadap Pemberian Rptt
(Rizobakteria Pemacu Tumbuh Tanaman) Akar Putri Malu Dan Giberelin.
Agroscience, 6(2): 78-87.
180
Susi, R. 2019. Pengaruh Berbagai Pupuk Organik Cair Limbah Sayuran Kubis–
Kubisan Dan Pupuk Grand K Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
Kubis Bunga (Brassica Oleracea Var. Botrytis L.). Skripsi. Universitas
Islam Riau. Pekanbaru
Syahfitri, H. 2020. The effect of Giberelin on seed germination of Lokananta
Varieties in Vitro. Jurnal Pertanian Tropik, 7(1): 116-120.
Tamba, L. N., Gustomo, D., dan Nuraini, Y. 2016. Pengaruh Aplikasi Bakteri
Endofit Penambat Nitrogen Dan Pupuk Nitrogen Terhadap Serapan
Nitrogen Serta Pertumbuhan Tanaman Tebu. Jurnal Tanah dan Sumberdaya
Lahan, 3(2): 339-344.
Tamura, P., Soelistyono, R., dan Guritno, B. 2017. Pengaruh Jarak Tanam Dan
Dosis Pemberian Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil
Tanaman Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Produksi Tanaman, 5(8): 1329-
1337.
Triadiawarman, D., Aryanto, D., dan Krisbiyantoro, J. 2022. Peran unsur hara
makro terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah (Allium cepa
L.). Agrifor: Jurnal Ilmu Pertanian dan Kehutanan, 21(1): 27-32.
Triani, N., Permatasari, V. P., dan Guniarti, G. 2020. Pengaruh Konsentrasi dan
Frekuensi Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Giberelin Terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Terung (Solanum Melongena L.). Agro
Bali: Agricultural Journal, 3(2): 144-155.
Trisnaningsih, U., dan Bambang, B. 2014. Pengaruh Takaran Abu Sabut Kelapa
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Semangka (Citrullus Vulgaris
Schard.) Kultivar Mahesa. Jurnal Agroswagati, 2(2): 210-223.
Udayani, I. G. A. P. I., Watiniasih, N. L., dan Ginantra, I. K. 2020. Koloni Lebah
Madu (Apis cerana F.) Sebagai Agen Penyerbuk pada Tumbuhan Terung
Ungu (Solanum melongena L.) pada Sistem Pertanian Lokal Bali. Journal
of Biological Sciences, 7(2): 159-162.
Usmadi, U., Elfrida, T. L., dan Hartatik, S. 2023. Aplikasi Paclobutrazol dan
Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis
(Zea mays saccharata Sturt). Jurnal Penelitian IPTEKS, 8(2): 205-213.
Wahyuni, R. P. 2021. Struktur Komunitas Rhopalocera di Pegunungan Mata Ie
Kabupaten Aceh Besar Sebagai Referensi Mata Kuliah Entomologi. Skripsi.
UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Banda Aceh
Wardana, W., Purnamasari, W. O. D., dan Muzuna, M. 2021. Pengenalan dan
pengendalian hama penyakit pada tanaman tomat dan semangka di desa
sribatara Kecamatan Lasalimu Kabupaten Buton. Jurnal Pengabdian Pada
Masyarakat Membangun Negeri, 5(2): 464-476.
Wijaya. I., Zubaidah. S., dan Kuswantoro. H., 2016, Tanggap Galur-Galur
Kedelaidan Dua Varietas Unggul Terhadap CpMMV (Cowpea Mild Mottle
Virus) Soybean Lines Response And Two Varieties Of Superior Against
Cpmmv (Cowpea Mild Mottle Virus), Prosiding Seminar Nasional II. 406-
500
184
a. Tanaman Padi
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 4996/Kpts/SR.120/12/2013
Tanggal 18 Desember 2013 menjelaskan bahwa berikut merupakan deskripsi padi
varietas Inpari 32
Inpari 32 HDB
Nomor seleksi : BP10620F-BB4-15-BB8
Asal seleksi : Ciherang/IRBB64
Umur tanaman : 120 hari setelah sebar
Bentuk tanaman : Tegak
Tinggi tanaman : 97 cm
Daun bendera : Tegak
Jumlah gabah per malai : ±118 butir
Bentuk gabah : Medium
Warna gabah : Kuning bersih
Kerontokan : Sedang
Kerebahan : Agak tahan
Tekstur nasi : Sedang
Kadar amilosa : ±23,46 %
Berat 1000 butir : 27,1 gram
Rata – rata hasil : 6,30 t/ha GKG
Potensi hasil : 8,42 t/ha GKG
Ketahanan terhadap hama : Agak rentan terhadap wereng batang cokelat
biotipe 1, 2, dan 3
Ketahanan terhadap penyakit : Tahan terhadap hawar daun bakteri patotipe III,
agak tahan patotipe IV dan VIII. Tahan blas ras 033,
agak tahan ras 073, rentan terhadap blas ras 133 dan
173 serta agak tahan tungro ras Lanrang
Anjuran tanam : Cocok ditanam diekosistem sawah dataran rendah
sampai ketinggian 600 mdpl
Pemulia : Aan A. Daradjat, Cucu Gunarsih, Trias Sitaresmi,
Nafisah
b. Tanaman Jagung
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor
026/Kpts/SR.120/D.2.7/3/2016 menjelaskan bahwa berikut merupakan deskripsi
jagung varietas Prima
Prima
Asal : Dalam negeri
Silsilah : F1 silang tunggal antara galur murni SW8001
sebagai induk betina dengan galur murni SW5008
sebagai induk jantan
186
d. Tanaman Kedelai
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/TP.030/5/2017
menjelaskan bahwa berikut merupakan deskripsi kedelai varietas Detap 1
Detap 1
Asal : Seleksi persilangan G511H dengan Anjasmoro
Tipe tumbuh : Determinit
Potensi Hasil : 3,58 t/ha biji kering (pada KA 12%)
Hasil biji rata-rata : ± 2,70 t/ha biji kering (pada KA 12%)
Umur berbunga : ± 35 hari
Umur masak : ± 78 hari
Tinggi tanaman : ± 68,7 cm
Warna daun : Hijau
Warna bulu : Putih
Bentuk daun : Agak bulat
Ukuran daun : Sedang
Warna hipokotil : Ungu
Warna epikotil : Hijau
Warna bunga : Ungu
Warna kulit polong : Kuning
Bentuk biji : Bulat
Warna kulit biji : Kuning
Warna hilum : Kuning
Warna kotiledon : Putih
Kerebahan : Agak tahan rebah
Percabangan : 3 – 6 cabang/ytanaman
Jumlah polong per tanaman : ± 51 polong
Pecah polong : Tahan pecah polong
Bobot 100 butir : ± 15,37 g
Ukuran biji : Besar
Kecerahan kulit biji : Mengkilat
Kandungan protein : ± 40,11%
Kandungan lemak : ± 16,16% bk
Tahan thd. hama penyakit : Peka terhadap hama ulat grayak (Spodoptera
litura), agak tahan terhadap hama penggerek polong
(Etiella zinckenella), tahan terhadap hama pengisap
polong (Riportus linearis), dan tahan terhadap
penyakit karat daun (Phakopsora pachiryzi Syd),
peka terhadap penyakit virus SMV,
Pemulia : Ayda Krisnawati, M. Muchlis Adie, Gatut Wahyu
AS
Peneliti :Erliana Ginting, Eriyanto Yusnawan, Marida Santi
Yudha Ika Bayu, Kurnia Paramita Sari, dan Didik
Harnowo.
189
f. Tanaman Semangka
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 348/Kpts/SR.120/5/2006
tanggal 4 Mei 2006 menjelaskan bahwa berikut merupakan deskripsi semangka
varietas Sun Flower
Sun Flower
Asal : Acegreen Seed Co. Ltd., Taiwan
Silsilah : RD-176-132-089-046-022 (F) x RD-367-249-114-
065-014 (M)
Golongan varietas : hibrida silang tunggal
Tipe tanaman : merambat
Umur mulai panen : ± 65 hari setelah tanam
Warna daun : hijau tua
Bentuk daun : segitiga menjari
Warna batang : hijau
Bentuk batang : silindris
Jumlah cabang utama : 3 cabang
Umur mulai berbunga : ± 25 hari setelah tanam
Warna bunga : kuning
Bentuk bunga : seperti lonceng
Tipe buah : berbiji
Warna kulit buah muda : hijau
Warna kulit buah tua : hijau dengan lurik hijau tua
Bentuk buah : bulat
Ukuran buah : tinggi ± 25 cm, diameter ± 30 cm
Warna daging buah : merah tua
Rasa daging buah : manis
Tekstur daging buah : renyah
190
l. Tanaman Tebu
Menurut Keputusan Menteri Pertanian Nomor 164/Kpts/KB.010/2/2018
menjelaskan bahwa berikut merupakan deskripsi tebu varietas AMS Agribun
AMS Agribun
Nomor : 164/Kpts/KB.010/2/2018
Asal varietas : Induksi mutasi Bululawang dengan Ethyl Methan
Sulfonate
Bentuk ruas : Silindris
Warna batang : Ungu
Lapisan lilin : Tebal
Retakan tumbuh : Tidak ada
Cincin tumbuh : Melingkar datar; menyinggung puncak mata
Teras dan lubang : Masif dan tidak berlubang
Bentuk buku ruas : Silindris
Alur mata : Ada mencapai tengah ruas, dangkal
Warna daun : Hijau
Lengkung daun : 1/3 – 1/2 (agak tegak)
Telinga daun : Tidak ada
Bulu bidang punggung : Ada, kurang dari ¼ lebar pelepah, mencapai
puncak
Rumput bidang tepi : Tidak ada
Sifat lepas pelepah : sedang
Letak mata : Pada bekas pangkal pelepah daun
Bentuk mata : Segitiga, besar
Bagian terlebar : Di bawah mata
Sayap mata : Tepi sama lebar, bentuk mata
Rambut tepi basal : Ada, tipis
Rambut jambul : Ada
195
a. Tanaman Jagung
Keterangan:
: Tanaman Jagung
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 70𝑐𝑚 × 30𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 16
197
Keterangan:
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 20𝑐𝑚 × 20𝑐𝑚
Luas Lahan : 1,2𝑚 × 1,4𝑚 = 1,68𝑚2
Jumlah Populasi : 24
198
Keterangan:
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 40𝑐𝑚 × 10𝑐𝑚
Luas Lahan : 1,2𝑚 × 1,4𝑚 = 1,68𝑚2
Jumlah Populasi : 40
199
Keterangan:
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 60𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 10
200
Keterangan:
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 25𝑐𝑚 × 25𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 50
201
f. Tanaman Semangka
Keterangan:
: Tanaman Semangka
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 80𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 10
202
g. Tanaman Terung
Keterangan:
: Tanaman Terung
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 60𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 10
203
Keterangan:
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 50𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 10
204
i. Tanaman Timun
Keterangan:
: Tanaman Timun
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 60𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi : 10
205
j. Tanaman Tebu
Keterangan:
: Tanaman Tebu
: Tanaman Sampel
Jarak Tanam : 50𝑐𝑚 × 50𝑐𝑚
Luas Lahan : 2,5𝑚 × 1,4𝑚 = 3,5𝑚2
Jumlah Populasi :9
206
Rekomendasi
KCL = 50 Kg KCl/Ha
1. Pupuk Urea
120
10.000
𝑥100 = 1,2 𝐾𝑔 𝑈𝑟𝑒𝑎/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
2. Pupuk SP-36
120
10.000
𝑥100 = 1,2 𝐾𝑔 𝑆𝑃36/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
3. Pupuk KCl
120
10.000
𝑥50 = 0,6 𝐾𝑔 𝐾𝐶𝑙/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
Susulan 1
120
10.000
𝑥150 = 1,8 𝐾𝑔 𝑈𝑟𝑒𝑎/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
Susulan 2
120
𝑥150 = 1,8 𝐾𝑔 𝑈𝑟𝑒𝑎/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘
10.000
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 8 ton/ha = 8000 kg
3,5
= 10.000 × 8000 𝑘𝑔 = 2,8 𝑘𝑔/𝑝𝑒𝑡𝑎𝑘 𝑚2
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 100 kg/ha
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= 1 ℎ𝑎
× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
3,5
= 10.000 × 100𝑘𝑔
35
= 16 = 2,1875 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑡𝑎𝑛𝑎𝑚𝑎𝑛
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 450 kg/ha
3,5
= × 450𝑘𝑔
10.000
157,5
= 16
= 9,84375 gram/tanaman
3,5
= 10.000 × 75 𝑘𝑔
26,25
= 16
= 1,64 gram/tanaman
3,5
= 10.000 × 150 𝑘𝑔
52,5
= 16
= 3,28 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
- Dosis yang dianjurkan= 7.5 ton/ha = 7500 kg
Kebutuhan pupuk per petak
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
1 ℎ𝑎
3,5
= 10.000 × 7500 𝑘𝑔 = 2,625 kg/petak m2
=2625 gram/petak m2
2625
= 10
=262,5 gram/tanaman
3,5
= × 15000 𝑘𝑔 = 5,25 kg/petak m2
10.000
=5250 gram/petak m2
2625
= 10
=525 gram/tanaman
2. Pupuk SP-36
209
3,5
= 10.000 × 50 𝑘𝑔
17,5
= = 1,75 gram/tanaman
10
3. Pupuk Urea
- Dosis yang dianjurkan = 100 kg/ha
Kebutuhan pupuk per lahan
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= 1 ℎ𝑎
× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
3,5
= 10.000 × 100𝑘𝑔
35
= = 3,5 gram/tanaman
10
3,5
= × 50𝑘𝑔
10.000
17,5
= 10
= 1,75 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
Dosis pupuk yang dianjurkan = 100 kg/ha
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= 1 ℎ𝑎
× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
3,5
= 10.000 × 100 𝑘𝑔
35
= 10 = 3,5 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 5 ton/ha = 5000 kg
1,68
= 10.000 × 5000 𝑘𝑔 = 0,84 kg/petak m2
840
= 24
= 35 gram/tanaman
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 75 kg/ha
1,68
= × 75𝑘𝑔
10.000
12,6
= 24
= 0,525 gram/tanaman
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 50 kg/ha
211
1,68
= 10.000 × 50𝑘𝑔
8,4
= 24
= 0,35 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
Dosis pupuk yang dianjurkan = 50 kg/ha
1,68
= 10.000 × 50 𝑘𝑔
8,4
= = 0,35 gram/tanaman
24
1. Pupuk Kandang
- Dosis yang dianjurkan = 15 ton/ha = 15000 kg
Kebutuhan pupuk per petak
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
1 ℎ𝑎
1,68
= 10.000 × 15000 𝑘𝑔 = 2,52 kg/petak m2
2520
= = 63 gram/tanaman
40
1,68
= 10.000 × 30000 𝑘𝑔 = 5,04 kg/petak m2
5040
= = 126 gram/tanaman
40
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 100 kg/ha
3,5
= 10.000 × 100 𝑘𝑔
35
= 40 = 0,875 gram/tanaman
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 50 kg/ha
3,5
= 10.000 × 50 𝑘𝑔
17,5
= = 0,4375 gram/tanaman
40
4. Pupuk KCL
Dosis yang dianjurkan = 50 kg/ha
213
3,5
= 10.000 × 50 𝑘𝑔
17,5
= 40
= 0,4375 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 15 ton/ha = 15000 kg
3,5
= 10.000 × 15000 𝑘𝑔 = 5,25 kg/petak m2
= 5250 gram/petak m2
5250
= = 525 gram/tanaman
10
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 250 kg/ha
3,5
= 10.000 × 250 𝑘𝑔
87,5
= 10
= 8,75 gram/tanaman
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 150 kg/ha
3,5
= 10.000 × 150 𝑘𝑔
52,5
= 10
= 5,25 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
Dosis yang dianjurkan = 250 kg/ha
3,5
= × 250 𝑘𝑔
10.000
87,5
= 10
= 8,75 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 5 ton/ha = 5000 kg
3,5
= 10.000 × 5000 𝑘𝑔 = 1,75 kg/petak m2
= 1750 gram/petak m2
215
1750
= = 175 gram/tanaman
10
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 100 kg/ha
3,5
= 10.000 × 100 𝑘𝑔
35
= 10 = 3,5 gram/tanaman
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 150 kg/ha
3,5
= × 150 𝑘𝑔
10.000
52,5
= 10
= 5,25 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
Dosis yang dianjurkan = 200 kg/ha
3,5
= 10.000 × 200 𝑘𝑔
70
= 10 = 7 gram/tanaman
Populasi tanaman = 10
3,5
= 10.000 × 5.000 𝑘𝑔
1750
= = 175 gram/tanaman
10
3,5
= 10.000 × 400 𝑘𝑔
140
= 10
= 14 gram/tanaman
3,5
= 10.000 × 150 𝑘𝑔
52,5
= = 5,25 gram/tanaman
10
3,5
= 10.000 × 400 𝑘𝑔
140
= = 14 gram/tanaman
10
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 10 ton/ha = 10.000 kg
3,5
= × 10.000 𝑘𝑔
10.000
= 3,5 kg/petak m2
3500
= = 70 gram/tanaman
50
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= 1 ℎ𝑎
× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
3,5
= 10.000 × 5000 𝑘𝑔
= 1,75 kg/petak m2
1750
= 50
= 35 gram/tanaman
2. ZA
- Dosis yang dianjurkan = 400 kg/ha
Kebutuhan pupuk per petak
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= 1 ℎ𝑎
× 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
3,5
= 10.000 × 400 𝑘𝑔
= 0,14 kg/petak m2
=140 gram/petak m2
140
= = 2,8 gram/tanaman
50
3,5
= 10.000 × 200 𝑘𝑔
= 0,07 kg/petak m2
=70 gram/petak m2
140
= 50
= 2,8 gram/tanaman
3. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 300 kg/ha
219
3,5
= 10.000 × 300 𝑘𝑔
105
= 50
= 2,1 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
Dosis pupuk yang dianjurkan = 100 kg/ha
3,5
= 10.000 × 100 𝑘𝑔
35
= 50 = 0,7 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 5 ton/ha = 5000 kg
3,5
= 10.000 × 5000 𝑘𝑔 = 1,75 kg/petak m2
= 1750 gram/petak m2
1750
= 10
= 175 gram/tanaman
2. Pupuk SP-36
Dosis yang dianjurkan = 250 kg/ha
3,5
= 10.000 × 250 𝑘𝑔
87,5
= 10
= 8,75 gram/tanaman
3. Pupuk Urea
Dosis yang dianjurkan = 100 kg/ha
3,5
= × 100 𝑘𝑔
10.000
35
= 10 = 3,5 gram/tanaman
4. Pupuk KCL
- Dosis pupuk yang dianjurkan = 200 kg/ha
Kebutuhan pupuk per lahan
𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛
= × 𝑑𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑛𝑗𝑢𝑟𝑘𝑎𝑛
1 ℎ𝑎
3,5
= 10.000 × 200 𝑘𝑔
70
= 10 = 7 gram/tanaman
221
3,5
= 10.000 × 300 𝑘𝑔
105
= 10
= 10,5 gram/tanaman
1. Pupuk Kandang
Dosis yang dianjurkan = 5 ton/ha = 5000 kg
3,5
= × 5000 𝑘𝑔 = 1,75 kg/petak m2
10.000
2. Pupuk SP-36
Kebutuhan pupuk/tanaman x populasi tanaman
= 10 gram/tanaman x 9
= 90 gram/petak
3. Pupuk Urea
Kebutuhan pupuk/tanaman x populasi tanaman
= 15 gram/tanaman x 9
= 135 gram/petak
222
Kelompok : J2
Kelas :J
7 September
1. Pemberian pupuk kandang
2023
serta ratakan pada lahan
Melakukan penanaman
bawang merah dan
pemupukan
Pengukuran parameter
tumbuh komoditas jagung,
kacang tanah, dan kedelai
pada 3 MST
Melakukan penanaman
komoditas semangka dan
timun pada lubang mulsa serta
pemupukan
Melakukan penanaman
tanaman refugia pada lahan
5. 5 Oktober
2023
6 Oktober
6.
2023
11 Oktober
7.
2023
26 Oktober
9. Pembersihan lahan dari gulma
2023
226
Melakukan kegiatan
penanaman padi
29 Oktober
10.
2023
2 November
11. Pemupukan terung
2023
227
2. 5 MST
3. 6 MST
4. 7 MST
5. 8 MST
1. 2 MST
2. 3 MST
3. 4 MST
4. 5 MST
5. 6 MST
2. 5 MST
230
3. 6 MST
2. 5 MST
3. 6 MST
4. 7 MST
5. 8 MST
1. 3 MST
2. 4 MST
3. 5 MST
4. 6 MST
2. 4 MST
3. 5 MST
232
4. 6 MST
2. 3 MST
3. 4 MST
4. 5 MST
5. 6 MST
1. 2 MST
2. 3 MST
3. 4 MST
4. 5 MST
5. 6 MST
2. 3 MST
234
3. 4 MST
4. 5 MST
5. 6 MST
3. 4 MST
5. 6 MST
235
PADI
Parameter Pengamatan
SRI
Padi Panjang Tanaman (cm)
Sampel ke- 2 4 6
1 22,7 79,6 95,6
2 24,1 83,9 96,2
3 23,9 81,5 94,3
4 24 80,9 97,1
5 21 81,8 94,1
Rata-rata 23,14 81,54 95,46
Sampel ke- 2 4 6
1 8 29 30
2 9 30 31
3 10 33 34
4 8 32 32
5 9 28 30
Rata-rata 8,8 30,4 31,4
Konvensional
Padi Panjang Tanaman (cm)
Sampel ke- 2 4 6
1 21,7 75,6 89,7
2 20,1 76,8 86,5
3 19,9 74,9 86,1
4 19 76,5 90,3
5 21 73,9 89,9
Rata-rata 20,34 75,54 88,5
4 6 21 43
5 5 19 42
Rata-rata 5,4 21,2 42,2
Data Arthropoda
Nama serangga
No. Nama Peran Dokumentasi
Nama ilmiah
lokal
Walang Leptocorisa
1 Hama
sangit acuta
Belalang Oxya
2 Hama
hijau chinensis
Penggerek Scirpophaga
3 Hama
padi putih innotata
(Subiono, 2020)
238
Wereng Nephotettix
4 Hama
hijau nigropictus
Striped Micrapis
5 Musuh alami
ladybird frenata
Intensitas Penyakit
Persentase Penyakit (%)
Perlakuan
2 4 6
Sistem SRI 0 0,19 0,45
Sistem jajar legowo 2:1 0 0,23 0,24
Sistem konvensional 1,83 4,58 6,83
Sistem jajar legowo 4:1 0 2,85 3,15
4 MST
Sampel 1
∑(n × v) (26×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×26
× 100% = 0%
Sampel 2
∑(n × v) (25×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×26
× 100% = 0,96%
Sampel 3
∑(n × v) (28×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×28
× 100% = 0%
Sampel 4
∑(n × v) (25×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×25
× 100% = 0%
Sampel 5
∑(n × v) (24×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×24
0%+ 0,96%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0,19%
6 MST
Sampel 1
∑(n × v) (46×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×46
× 100% = 0%
Sampel 2
∑(n × v) (43×0)+(1×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×45
× 100% = 1,67%
Sampel 3
∑(n × v) (47×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×47
Sampel 4
∑(n × v) (43×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×44
× 100% = 0,57%
Sampel 5
∑(n × v) (48×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×48
× 100% = 0%
0%+ 1,67%+0%+0,57%+0%
Rata-rata = 5
= 0,45%
4 MST
Sampel 1
∑(n × v) (23×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×23
× 100% = 0%
Sampel 2
∑(n × v) (22×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×22
× 100% = 0%
Sampel 3
∑(n × v) (21×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×21
× 100% = 0%
Sampel 4
∑(n × v) (21×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×23
× 100% = 1,13%
Sampel 5
∑(n × v) (24×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×24
× 100% = 0%
0%+ 1,13%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0,23%
6 MST
Sampel 1
∑(n × v) (45×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×45
× 100% = 0%
Sampel 2
∑(n × v) (40×0)+(2×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×42
× 100% = 1,19%
Sampel 3
∑(n × v) (42×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×42
× 100% = 0%
Sampel 4
∑(n × v) (44×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×44
Sampel 5
∑(n × v) (43×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×43
× 100% = 0%
0%+ 1,19%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0,24%
4 MST
Sampel 1
∑(n × v) (20×0)+(1×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×23
× 100% = 5,43%
Sampel 2
∑(n × v) (19×0)+(1×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 3,57%
𝑧×𝑛 4×21
Sampel 3
∑(n × v) (16×0)+(0×1)+(3×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×19
× 100% = 7,89%
Sampel 4
∑(n × v) (20×0)+(2×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×22
× 100% = 2,27%
Sampel 5
∑(n × v) (17×0)+(3×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×20
× 100% = 3,75%
5,43%+ 3,57%+7,89%+2,27%+3,75%
Rata-rata = 5
= 4,58%
6 MST
Sampel 1
∑(n × v) (39×0)+(3×1)+(0×2)+(2×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×44
× 100% = 5,11%
Sampel 2
∑(n × v) (30×0)+(5×1)+(3×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×39
× 100% = 8,97%
Sampel 3
∑(n × v) (31×0)+(4×1)+(3×2)+(2×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 10%
𝑧×𝑛 4×40
Sampel 4
∑(n × v) (40×0)+(1×1)+(3×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×44
× 100% = 3,98%
Sampel 5
∑(n × v) (36×0)+(2×1)+(1×2)+(2×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×41
× 100% = 6,1%
5,11%+ 8,97%+10%+3,98%+6,1%
Rata-rata = = 6,83%
5
4 MST
Sampel 1
242
6 MST
Sampel 1
∑(n × v) (42×0)+(2×1)+(1×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×46
× 100% = 3,80%
Sampel 2
∑(n × v) (43×0)+(3×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 3,64%
𝑧×𝑛 4×48
Sampel 3
∑(n × v) (41×0)+(1×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×44
× 100% = 2,84%
Sampel 4
∑(n × v) (43×0)+(0×0)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×45
× 100% = 2,22%
Sampel 5
∑(n × v) (42×0)+(2×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 3,26%
𝑧×𝑛 4×46
3,80%+ 3,64%+2,84%+2,22%+3,26%
Rata-rata = 5
= 3,15%
JAGUNG
Pupuk KCl 75 kg/ha + Tanpa PGPR
Parameter Pertumbuhan Jagung
Persentase Tumbuh
50%
Jagung
Bobot Tongkol Pertanaman dengan Kelobot (Gram)
Sampel ke-
1
2
3 293,1
4
5
Jagung
Bobot Tongkol Pertanaman dengan Kelobot (Gram)
Sampel ke-
1
2
3 419
4
5
Parameter Hasil
Jagung
Diameter Tongkol dengan Kelobot (cm)
Sampel ke-
1
2
3 3,26
4
5
Jagung
Bobot Tongkol Pertanaman dengan Kelobot (Gram)
Sampel ke-
1
2
3 395
4
5
Parameter Hasil
Jagung
Diameter Tongkol dengan Kelobot (cm)
Sampel ke-
1
2
3 4,44
4
5
Jagung
Bobot Tongkol Pertanaman dengan Kelobot (Gram)
Sampel ke-
1
2
3 492
4
5
Data Arthopoda
Nama serangga
No. Peran Dokumentasi
Nama lokal Nama ilmiah
Spodoptera
1 Ulat Grayak Hama
Fungiferda
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
246
Penggerek Helicoverpa
2 Hama
Tongkol Jagung armigera
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Intensitas Penyakit
Persentase Penyakit (%)
Perlakuan
2 3 4 5 6
KCl 75 kg/ha + non-PGPR 0 2,6 4,8 8,3 12,7
KCl 75 kg/ha + PGPR 10 ml 0 1,42 3,3 4 3,9
KCl 150 kg/ha + non-PGPR 0 6,25 7,6 13,7 11,2
KCl 150 kg/ha + PGPR 10 ml 0 2,6 4,3 4 5,8
3 MST
∑(n × v) (25×0)+(3×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×28
× 100% = 2,67%
4 MST
∑(n × v) (30×0)+(5×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×36
× 100% = 4,86%
5 MST
∑(n × v) (33×0)+(5×1)+(3×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 8,33%
𝑧×𝑛 4×42
6 MST
∑(n × v) (33×0)+(7×1)+(4×2)+(3×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×47
× 100% = 12,76%
3 MST
∑(n × v) (33×0)+(2×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×35
× 100% = 1,42%
4 MST
∑(n × v) (40×0)+(4×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×45
× 100% = 3,33%
247
5 MST
∑(n × v) (43×0)+(4×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×49
× 100% = 4,08%
6 MST
∑(n × v) (46×0)+(3×1)+(1×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×51
× 100% = 3,92%
3 MST
∑(n × v) (16×0)+(3×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×20
× 100% = 6,25%
4 MST
∑(n × v) (18×0)+(3×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×23
× 100% = 7,60%
5 MST
∑(n × v) (14×0)+(2×1)+(3×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 13,75%
𝑧×𝑛 4×20
6 MST
∑(n × v) (30×0)+(4×1)+(4×2)+(2×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×40
× 100% = 11,25%
3 MST
∑(n × v) (12×0)+(2×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×14
× 100% = 3,57%
4 MST
∑(n × v) (25×0)+(3×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×29
× 100% = 4,31%
5 MST
∑(n × v) (33×0)+(2×1)+(2×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 4,05%
𝑧×𝑛 4×37
6 MST
∑(n × v) (38×0)+(1×1)+(3×2)+(1×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 5,81%
𝑧×𝑛 4×43
KACANG TANAH
Pupuk Kandang 15 ton/ha + tanpa legume inokulan
248
Parameter Pertumbuhan
Parameter Hasil
Kacang tanah
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 13
2 16
3 14
4 14
5 18
Rata-rata 15
Kacang tanah
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 78
2 98
3 89
4 73
5 88
Rata-rata 85,2
Kacang tanah
Jumlah Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 29
2 35
3 31
4 31
5 40
Rata-rata 33
1 9.5 10 13 19 30 32 34 34
2 10 12 14 21 31 35 36 37
3 10.5 11 19 18 35 37 40 41
4 9.5 13 16 13 31 35 39 43
5 10 13 14 13 27 30 37 40
Rata-rata 9.9 11.8 15.2 16.8 30.8 33.8 37.2 39
Parameter Hasil
Kacang tanah
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 14
2 16
3 16
4 19
5 18
Rata-rata 16,6
Kacang tanah
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 102
2 104
3 115
4 121
5 105
Rata-rata 109,4
Kacang tanah
Jumlah Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 31
2 35
3 35
4 42
5 40
Rata-rata 37
5 9 11 18 22 26 40 43 40
Rata-rata 9 12 17.6 20.8 24.8 36 42 39
Parameter Hasil
Kacang tanah
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 21
2 18
3 22
4 19
5 20
Rata-rata 20
Kacang tanah
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 101
2 99
3 106
4 97
5 103
Rata-rata 101,2
Kacang tanah
Jumlah Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 46
2 40
3 48
4 42
5 44
Rata-rata 44
Kacang tanah
2 3 4 5 6 7 8 9
Sampel ke-
1 8 15 33 40 57 69 93 158
2 5 16 22 47 49 54 78 137
3 7 14 23 15 17 20 54 80
4 7 18 30 49 55 57 69 76
5 7 14 26 50 50 51 60 114
Rata-rata 6.8 15.4 26.8 40.2 45.6 50.2 70.8 113
Parameter Hasil
Kacang tanah
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 21
2 23
3 19
4 21
5 22
Rata-rata 21,2
Kacang tanah
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 112
2 128
3 107
4 131
5 121
Rata-rata 119,8
Kacang tanah
Jumlah Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 46
2 51
3 42
4 46
5 48
Rata-rata 47
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Intensitas Penyakit
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 34
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 38
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (41𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 41
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (37𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 37
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 40
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (45𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 45
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 47
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
Perlakuan 2. Pupuk Kandang 15 ton/ha + legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (48𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 48
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 34
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (42𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 42
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 40
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (44 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 44
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (67𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 67
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (48𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 48
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (54𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 54
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (57𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 57
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (62𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 62
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (70𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 70
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (52𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 52
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (59𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 59
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 60
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 60
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (79𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 79
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (55𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 55
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (63𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 63
× 100% = 0%
255
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (65𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 65
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (68𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 68
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (81𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 81
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (55𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 55
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (58𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 58
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (62𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 62
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (70𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 70
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
Perlakuan 3. Pupuk Kandang 30 ton/ha + tanpa legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 34
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (27𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 27
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (32𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 32
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (30𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 30
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (28 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 28
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (39𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 39
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (30𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 30
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (41𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 41
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 38
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (30𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 30
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 47
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (45𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 45
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (53𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 53
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (50𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 50
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (48𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 48
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 60
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (57𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 57
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (63𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 63
× 100% = 0%
256
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (62𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 62
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (59𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 59
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (88𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 88
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (73𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 73
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (86𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 86
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (86𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 86
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (77𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 77
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
Perlakuan 4. Pupuk Kandang 30 ton/ha + legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 40
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 47
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (15𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 15
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (49𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 49
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (50 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 50
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (57𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 57
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (49𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 49
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (17𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 17
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (55𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 55
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (50𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 50
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (69𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 69
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (54𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 54
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (20𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 20
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (57𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 57
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (51𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 51
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (93𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 93
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (78𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥78
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (54𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 54
× 100% = 0%
257
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (69𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 69
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 60
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (158𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 158
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (137𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 137
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (80𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 80
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (76𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 76
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (114𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 114
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
KACANG KEDELAI
Jarak tanam 20x20 + tanpa legume inokulan
Parameter Pertumbuhan
Kacang Kedelai Tinggi Tanaman (cm)
Sampel ke- 2 3 4 5 6 7 8 9
1 11 13.5 15 28 43 57 57.5 59
2 9 15 19 30 47 55 56 59
3 9 17.5 22 30 39 54 66 68
4 9 10.5 22 28 36 48 48 40
5 10 14 16 23 47 57 51 54
Rata-rata 9.6 14.1 18.8 27.8 42.4 54.2 55.7 56
Parameter Hasil
Kacang kedelai
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 42
2 39
3 43
4 42
5 37
Rata-rata 40,6
Kacang kedelai
Bobot Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 16
2 12
3 18
258
4 17
5 12
Rata-rata 15
Kacang kedelai
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 16
2 23
3 29
4 23
5 15
Rata-rata 21,2
Parameter Hasil
Kacang kedelai
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 44
2 41
3 42
4 42
5 43
Rata-rata 42,4
Kacang kedelai
Jumlah Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 19
2 16
3 16
4 16
5 17
Rata-rata 16,8
259
Kacang kedelai
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 42
2 36
3 43
4 46
5 38
Rata-rata 41
Parameter Hasil
Kacang kedelai
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 48
2 49
3 52
4 52
5 44
Rata-rata 49
Kacang kedelai
Bobot Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 21
2 21
3 23
4 22
5 18
Rata-rata 21
Kacang kedelai
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 21
2 39
260
3 36
4 21
5 22
Rata-rata 27,8
Parameter Hasil
Kacang kedelai
Jumlah Polong
Sampel ke-
1 53
2 49
3 52
4 51
5 50
Rata-rata 51
Kacang kedelai
Bobot Biji Pertanaman
Sampel ke-
1 24
2 20
3 23
4 23
5 21
Rata-rata 22,2
Kacang kedelai
Jumlah Bintil Akar
Sampel ke-
1 43
2 53
3 42
4 51
5 39
Rata-rata 45,6
261
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Gambar Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Zootermopsis
Laron Serangga lain
angusticollis
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Intensitas Penyakit
Persentase Penyakit (%)
Perlakuan
2 3 4 5
Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 0 0 0 0
Pemangkasan + Non Giberelin 0 0 0 0
Non Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 0 0 0 0
Non Pemangkasan + Non Giberelin 0 0 0 0
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (17𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 17
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (14𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 14
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 12
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 12
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (14𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 14
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 12
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (14𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 14
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (18𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 18
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (19𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 19
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (20𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 20
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (19𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 19
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (17𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 17
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (22𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 22
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (19𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 19
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (20𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 20
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (21𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 21
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (18𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 18
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (22𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 22
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
Perlakuan 2. Jarak Tanam 20x20 cm + legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 10
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥7
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥5
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥8
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 10
263
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 12
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 10
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 10
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 12
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 34
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (23𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 23
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (32𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 32
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (26𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 26
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (27𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 27
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 38
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (25𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 25
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (45𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 45
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (29𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 29
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (31𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 31
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 40
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (27𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 27
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 47
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 34
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (37𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 37
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
Perlakuan 3. Jarak tanam 20x30 cm + tanpa legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥5
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
264
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥7
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥7
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (11𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 11
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥8
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (13𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 13
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥9
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (21𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 21
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (11𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 11
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (19𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 19
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (26𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 26
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (24𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 24
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 40
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (28𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 28
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (26𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 26
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (30𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 30
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
Perlakuan 4. Jarak tanam 20x30 cm + legume inokulan
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 38
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (42𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 42
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (39𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 39
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (44𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 44
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (31 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 31
× 100% = 0%
265
(0%+0%+0%+%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 47
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (58𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 58
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (45𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 45
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (52𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 52
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 34
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 7 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (52𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 52
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (65𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 65
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (51𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 51
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (65𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 65
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (37𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 37
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 8 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (63𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 63
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (74𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥74
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (55𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 55
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (73𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 73
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 38
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 9 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (65𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 65
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (78𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 78
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (58𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 58
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (84𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 84
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (40𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 40
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
SEMANGKA
Pemangkasan + Gibereline 50 ppm
Parameter Pertumbuhan
Semangka Panjang Tanaman (cm)
Sampel ke- 2 3 4 5
1 19 45 74 110
2 12 15 27 47
3 11 19 45 77
4 10 20 41 72
266
5 3 20 31 56
Rata-rata 11 23.8 43.6 72.4
Parameter Hasil
Semangka
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 4,2
2 3,7
3 3,6
4 4,2
5 4,1
Rata-rata 3,96
Semangka
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 24
4
5
Semangka
Kadar Kemanisan
Sampel ke-
1 8
2 7,5
3 9
4 8,5
5 10
Rata-rata 8,6
1 0 3 4 4
2 0 3 4 6
3 3 4 4 4
4 0 3 4 9
5 0 3 7 5
Rata-rata 0.6 3.2 4.6 5.6
Parameter Hasil
Semangka
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 3,9
2 4
3 3,9
4 3,4
5 3,6
Rata-rata 3,76
Semangka
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 26
4
5
Semangka
Kadar Kemanisan
Sampel ke-
1 6
2 6
3 8
4 7
5 6
Rata-rata 6,6
Parameter Hasil
Semangka
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 2,8
2 3
3 2,8
4 3,5
5 3,4
Rata-rata 3,1
Semangka
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 24
4
5
Semangka
Kadar Kemanisan
Sampel ke-
1 6
2 7
3 6,5
4 7
5 7
Rata-rata 6,7
Parameter Hasil
Semangka
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
269
1 2,8
2 2,6
3 2
4 2,4
5 2,4
Rata-rata 2,44
Semangka
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 27
4
5
Semangka
Kadar Kemanisan
Sampel ke-
1 5,5
2 5
3 6
4 6,5
5 6
Rata-rata 5,8
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Zootermopsis Serangga
Laron
angusticolis lain
Intensitas Penyakit
Persentase Penyakit (%)
Perlakuan
2 3 4 5
Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 0 0 0 0
Pemangkasan + Non Giberelin 0 0 0 0
Non Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 0 0 0 0
Non Pemangkasan + Non Giberelin 0 0 0 0
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
4 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (42×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×42
b. Sampel 2
∑(n × v) (8×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×8
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (17×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×17
× 100% = 0%
d. Sampel 4
∑(n × v) (19×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×19
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (10×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×10
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
5 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (72×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×72
× 100% = 0%
b. Sampel 2
∑(n × v) (9×0)+(1×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×9
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (25×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×25
d. Sampel 4
∑(n × v) (29×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×29
e. Sampel 5
∑(n × v) (17×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×17
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
a. Pemangkasan + non gibereline
2 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×3
b. Sampel 2
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×3
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
d. Sampel 4
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×3
e. Sampel 5
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×3
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
3 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×4
× 100% = 0%
272
b. Sampel 2
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
d. Sampel 4
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (7×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×7
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = = 0%
5
4 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
b. Sampel 2
∑(n × v) (6×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×6
× 100% = 0,96%
c. Sampel 3
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×4
d. Sampel 4
∑(n × v) (9×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×9
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (5×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×5
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = = 0%
5
5 MST
f. Sampel 1
∑(n × v) (0×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×0
× 100% = 0%
g. Sampel 2
∑(n × v) (11×0)+(1×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×11
× 100% = 0%
h. Sampel 3
∑(n × v) (16×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×16
× 100% = 0%
i. Sampel 4
∑(n × v) (32×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×32
× 100% = 0%
j. Sampel 5
∑(n × v) (0×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×0
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = = 0%
5
b. Non pemangkasan + gibereline
2 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
b. Sampel 2
∑(n × v) (5×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×5
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
273
d. Sampel 4
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×3
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (2×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧×𝑛
× 100% = 4×2
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
3 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (6×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×6
× 100% = 0%
b. Sampel 2
∑(n × v) (6×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×6
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (6×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×6
× 100% = 0%
d. Sampel 4
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×4
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
4 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (18×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×18
b. Sampel 2
∑(n × v) (18×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0,96%
𝑧×𝑛 4×18
c. Sampel 3
∑(n × v) (33×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×33
d. Sampel 4
∑(n × v) (3×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×3
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (4×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×4
× 100% = 0%
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = = 0%
5
5 MST
a. Sampel 1
∑(n × v) (32×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×32
× 100% = 0%
b. Sampel 2
∑(n × v) (36×0)+(1×1)+(1×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×36
× 100% = 0%
c. Sampel 3
∑(n × v) (44×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×44
× 100% = 0%
d. Sampel 4
∑(n × v) (5×0)+(1×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = 𝑧 × 𝑛 × 100% = 4×5
× 100% = 0%
e. Sampel 5
∑(n × v) (5×0)+(0×1)+(0×2)+(0×3 )+(0×4)
IP= 𝑖 = × 100% = × 100% = 0%
𝑧×𝑛 4×5
0%+ 0%+0%+0%+0%
Rata-rata = 5
= 0%
274
TIMUN
Non Pemangkasan + Non giberelin
Parameter Pertumbuhan
Timun Panjang Tanaman (cm)
Sampel ke- 3 4 5 6
1 45 57 107 122
2 36 52 100 140
3 40 54 96 96
4 30 51 78 110
5 39 49 100 130
Rata-rata 38.00 52.60 96.20 119.60
Parameter Hasil
Timun
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 26
4
5
Timun
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 375,77
2 427,33
3 344,57
4 371,57
5 518
Rata-rata 407,448
Sampel ke-
1 3
2 2
3 3
4 4
5 4
Rata-rata 3,2
Parameter Hasil
Timun
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 23
4
5
Timun
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 420,37
2 374,14
3 400,72
4 380,75
5 558,57
Rata-rata 426,91
Timun
Jumlah Buah
Sampel ke-
1 5
2 4
3 3
4 5
277
5 3
Rata-rata 4
Parameter Hasil
Timun
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 26
4
5
Timun
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 432,12
2 485,3
3 404,85
4 334,11
5 423,5
Rata-rata 415,976
Timun
Jumlah Buah
Sampel ke-
1 3
2 5
3 2
4 4
5 1
Rata-rata 3
Parameter Hasil
Timun
Waktu Muncul Bunga (HST)
Sampel ke-
1
2
3 22
4
5
Timun
Bobot Buah (kg)
Sampel ke-
1 420,37
2 374,14
3 400,72
4 380,75
5 558,57
Rata-rata 426,91
Timun
Jumlah Buah
Sampel ke-
1 5
2 4
3 3
4 5
5 3
Rata-rata 4
279
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Zootermopsis Serangga
Laron
angusticolis lain
Musuh
Semut hitam Lasius niger alami
Intensitas Penyakit
Intensitas Penyakit (%)
Perlakuan
3 4 5 6
Non Pemangkasan + Non giberelin 0 0,91 1,25 13,27
Non Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 0 1 8,33 12,2
Pemangkasan + Non giberelin 3,20 3,4 5,19 6,98
Pemangkasan + Giberelin 50 ppm 2,48 2,92 3,42 4,48
(𝑛𝑥𝑣) ∑(15𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥17
𝑥100%=2,94%
Pengamatan 4 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(22𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥25
𝑥100%= 3%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥13
𝑥100%= 3,85%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(14𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥16
𝑥100%= 3,13%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(14𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥15
𝑥100%= 1,67%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(14𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥17
𝑥100%= 2,94%
Pengamatan 5
(𝑛𝑥𝑣) ∑(55𝑥0)+(7𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥63
𝑥100%= 3,57
(𝑛𝑥𝑣) ∑(47𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥52
𝑥100%= 2,88
(𝑛𝑥𝑣) ∑(34𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥38
𝑥100%= 3,29
(𝑛𝑥𝑣) ∑(30𝑥0)+(5𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥36
𝑥100%= 4,86
(𝑛𝑥𝑣) ∑(26𝑥0)+(5𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥32
𝑥100%= 2,5
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(65𝑥0)+(8𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 4
4𝑥75
(𝑛𝑥𝑣) ∑(54𝑥0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%=3,69
4𝑥61
(𝑛𝑥𝑣) ∑(38𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 4,55
4𝑥44
(𝑛𝑥𝑣) ∑(34𝑥0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 5,49
4𝑥41
(𝑛𝑥𝑣) ∑(36𝑥0)+(6𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥43
𝑥100%= 4,65
2. Pemangkasan + Non giberelin
Pengamatan 3 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(10𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥12
𝑥100%=4,17
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥8
𝑥100%=3,125
(𝑛𝑥𝑣) ∑(12𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥14
𝑥100%=3,57
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥14
𝑥100%= 1,79
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥13
𝑥100%= 3,84
Pengamatan 4 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(17𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥20
𝑥100%=3,75
(𝑛𝑥𝑣) ∑(18𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥21
𝑥100%= 3,57
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥15
𝑥100%=3,33
(𝑛𝑥𝑣) ∑(16𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥18
𝑥100%= 2,78
(𝑛𝑥𝑣) ∑(18𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥21
𝑥100%= 3,57
Pengamatan 5
(𝑛𝑥𝑣) ∑(31𝑥0)+(6𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥38
𝑥100%=5,26
281
(𝑛𝑥𝑣) ∑(27𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥32
𝑥100%=4,69
(𝑛𝑥𝑣) ∑(20𝑥0)+(6𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥27
𝑥100%= 4,76
(𝑛𝑥𝑣) ∑(28𝑥0)+(5𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥34
𝑥100%=5,15
(𝑛𝑥𝑣) ∑(36𝑥0)+(7𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥45
𝑥100%=6,11
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(29𝑥0)+(9𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
1. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥40
𝑥100%=8,125
(𝑛𝑥𝑣) ∑(31𝑥0)+(7𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
2. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥38
𝑥100%=7,23
(𝑛𝑥𝑣) ∑(24𝑥0)+(7𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
3. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥32
𝑥100%=7,03
(𝑛𝑥𝑣) ∑(32𝑥0)+(6𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%=6,25
4𝑥40
(𝑛𝑥𝑣) ∑(38𝑥0)+(8𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥48
𝑥100%=6,25
(𝑛𝑥𝑣) ∑(3𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
4. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%=16,6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
5. %IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥7
𝑥100%=14,28
TERUNG
Pewiwilan + POC 3kali aplikasi
Parameter Pertumbuhan
Terung Tinggi Tanaman (cm)
Sampel ke- 3 4 5 6 7
1 6 29 36 34 56
2 6 12 13 15 38
3 4 6 12 20 42
4 3.5 10 10 18 32
283
5 4 10 15 24 33
Rata-rata 4.70 13.40 17.20 22.20 40.20
Parameter Hasil
Terung
Jumlah Buah (Unit)
Sampel ke-
1 1
2 1
3 3
4 1
5 1
Rata-rata 1,4
Terung
Diameter (cm)
Sampel ke-
1 6,95
2 5,88
3 5,81
4 4,56
5 5,83
Rata-rata 5,806
Parameter Hasil
284
Terung
Jumlah Buah (Unit)
Sampel ke-
1 2
2 1
3 1
4 3
5 1
Rata-rata 1,6
Terung
Diameter (cm)
Sampel ke-
1 6,31
2 4,41
3 3,85
4 3,43
5 3,7
Rata-rata 4,34
Parameter Hasil
Terung
Jumlah Buah (Unit)
Sampel ke-
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Rata-rata 1
Terung
Diameter (cm)
Sampel ke-
1 5,27
2 5,63
285
3 5,16
4 4,77
5 5,58
Rata-rata 5,282
Parameter Hasil
Terung
Jumlah Buah (Unit)
Sampel ke-
1 1
2 1
3 1
4 2
5 1
Rata-rata 1,2
Terung
Diameter (cm)
Sampel ke-
1 4,55
2 4
3 5,58
4 5,29
5 4,71
Rata-rata 4
286
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Serangga lain
Lebah Apis cerana pembantu
penyerbukan
Zootermopsis
Laron Serangga lain
angusticollis
Intensitas Penyakit
Persentase Penyakit (%)
Perlakuan
3 4 5 6 7
Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi 0 2,28 2,22 3,23 3,37
Pewiwilan + POC 1 kali aplikasi 0 6,94 8,41 11,27 10,56
Non Pewiwilan + POC 3 kali aplikasi 0 4,37 5,36 7,99 10,07
Non Pewiwilan + POC 1 kali aplikasi 0 4,60 6,53 8,20 10,48
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥8
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥7
𝑥100%= 0%
Pengamatan 4 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 2,77%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%= 3,125%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥4
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 2,77%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 2,77%
Pengamatan 5
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥13
𝑥100%= 3,84%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥5
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%= 3,125%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 4,16%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%= 0%
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 1,78%
4𝑥14
(𝑛𝑥𝑣) ∑(9𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 0%
4𝑥9
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 5%
4𝑥10
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 5,55%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥13
𝑥100%= 3,84%
Pengamatan 7
(𝑛𝑥𝑣) ∑(25𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥28
𝑥100%= 2,67%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(12𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥14
𝑥100%= 3,57%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(20𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥23
𝑥100%= 3,26%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(25𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥28
𝑥100%= 2,67%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥16
𝑥100%= 4,68%
2. PEWIWILAN + POC 1 KALI
Pengamatan 3 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥7
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥8
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥8
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(8𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥8
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥7
𝑥100%=0%
Pengamatan 4 MST
288
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%= 6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥4
𝑥100%= 6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 5,56%
Pengamatan 5
(𝑛𝑥𝑣) ∑(12𝑥0)+(6𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥18
𝑥100%= 8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(18𝑥0)+(5𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥24
𝑥100%= 7,29%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(3𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 9,38%
4𝑥8
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥15
𝑥100%= 8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(15𝑥0)+(3𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥20
𝑥100%= 8,75%
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(6𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥18
𝑥100%= 11,11%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(17𝑥0)+(6𝑥1)+(1𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥25
𝑥100%= 11%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥19
𝑥100%= 10,53%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥19
𝑥100%= 11,84%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(15𝑥0)+(3𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥21
𝑥100%= 11,90%
Pengamatan 7
(𝑛𝑥𝑣) ∑(21𝑥0)+(6𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥30
𝑥100%= 10,83%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(22𝑥0)+(7𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥32
𝑥100%=10,94%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(28𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥35
𝑥100%= 7,86%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(16𝑥0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥24
𝑥100%=12,5%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(20𝑥0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥28
𝑥100%=10,71%
3. Non PEWIWILAN + POC 3 KALI
Pengamatan 3 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥4
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥5
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 𝑥100%= 0%
4𝑥4
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 𝑥100%= 0%
4𝑥4
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 𝑥100%= 0%
4𝑥4
Pengamatan 4 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 4,16%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%= 3,125%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 4,16%
289
(𝑛𝑥𝑣) ∑(3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥4
𝑥100%= 6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 4,16%
Pengamatan 5
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥7
𝑥100%= 3,57%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 5,55%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥7
𝑥100%= 7,14%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥5
𝑥100%= 5%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 5,55%
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥11
𝑥100%= 11,36%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(22𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥28
𝑥100%= 7,14%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥14
𝑥100%= 7,14%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(20𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥25
𝑥100%= 6%
Pengamatan 7
(𝑛𝑥𝑣) ∑(11𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 8,33%
4𝑥15
(𝑛𝑥𝑣) ∑(24𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 8,88%
4𝑥31
(𝑛𝑥𝑣) ∑(17𝑥0)+(3𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%= 10,86%
4𝑥23
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥11
𝑥100%= 11,36%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(27𝑥0)+(3𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥16
𝑥100%= 10,94%
4. Non PEWIWILAN + POC 1 KALI
Pengamatan 3 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥6
𝑥100%=0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥5
𝑥100%=0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥5
𝑥100%=0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥4
𝑥100%= 0%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% = 4𝑥5
𝑥100%= 0%
Pengamatan 4 MST
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥7
𝑥100%=3,57%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%= 4,17%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%=3,13%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥5
𝑥100%= 5%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥7
𝑥100%= 7,14%
Pengamatan 5
290
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%=6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%=6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%= 5,57%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(4𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥6
𝑥100%=8,33%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥8
𝑥100%=6,25%
Pengamatan 6
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥16
𝑥100%=6,25%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(13𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥17
𝑥100%=5,88%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(21𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 𝑥100%=5%
4𝑥25
(𝑛𝑥𝑣) ∑(6𝑥0)+(3𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥9
𝑥100%=13,89%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(7𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥10
𝑥100%=10%
Pengamatan 7
(𝑛𝑥𝑣) ∑(23𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥30
𝑥100%=9,17%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(27𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥34
𝑥100%=8,09%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(32𝑥0)+(5𝑥1)+(3𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥41
𝑥100%=8,54%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(15𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥22
𝑥100%=12,5%
(𝑛𝑥𝑣) ∑(14𝑥0)+(6𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→%IP=(∑ (𝑍𝑥𝑁)) 𝑥100% == 4𝑥23
𝑥100%=14,13%
BUNGA KOL
KCl 200 Kg/Ha + Giberelin 100 ppm
Parameter Pertumbuhan
Bunga Kol Tinggi Tanaman (cm)
Sampel ke- 3 4 5 6 7
1 20 27 27 39 40
2 23.5 29 31 39 39
3 18.5 24 26 31 37
4 21 29 31 42 42
5 19 28 29 37 43
Rata-rata 20.40 27.40 28.80 37.60 40.20
Parameter Hasil
Bunga Kol
Diameter Batang (cm)
Sampel ke-
291
1 2,2
2 2,5
3 2,17
4 2,27
5 2,61
Rata-rata 2,35
Bunga Kol
Diameter Krop (cm)
Sampel ke-
1 8
2 8,9
3 8,5
4 8,47
5 8,7
Rata-rata 8,514
Bunga Kol
Bobot Krop (gram)
Sampel ke-
1 114
2 117
3 110
4 113,67
5 114,7
Rata-rata 113,874
Parameter Hasil
Bunga Kol
Diameter Batang (cm)
Sampel ke-
1 2,75
2 2,805
3 2,33
4 2,625
292
5 2,63
Rata-rata 2,628
Bunga Kol
Diameter Krop (cm)
Sampel ke-
1 12,5
2 12,2
3 11,4
4 12,03
5 12,3
Rata-rata 12,086
Bunga Kol
Bobot Krop (gram)
Sampel ke-
1 126
2 129
3 138
4 131
5 136
Rata-rata 132
Parameter Hasil
Bunga Kol
Diameter Batang (cm)
Sampel ke-
1 2,9
2 2,6
3 2,3
4 2,2
5 2,2
Rata-rata 2,44
Sampel ke-
1 9
2 11,5
3 11
4 10,5
5 9,5
Rata-rata 10,3
Bunga Kol
Bobot Krop (gram)
Sampel ke-
1 181
2 135
3 174
4 163,33
5 156
Rata-rata 161,866
Parameter Hasil
Bunga Kol
Diameter Batang (cm)
Sampel ke-
1 2,17
2 2,52
3 2,16
4 2,83
5 2,32
Rata-rata 2,4
Bunga Kol
Diameter Krop (cm)
Sampel ke-
1 10,1
2 9
3 10,3
294
4 10,7
5 9,7
Rata-rata 9,96
Bunga Kol
Bobot Krop (gram)
Sampel ke-
1 129
2 140
3 135
4 134,67
5 147
Rata-rata 137,134
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Musuh
Semut Hitam Lasius niger
Alami
(Saputri, 2017)
(Dokumentasi Pribadi,
2022)
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
295
296
Intensitas Penyakit
Perlakuan Kelompok Intensitas Penyakit
Pupuk KCL 200 kg/ha +
J1 0%
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 200 kg/ha +
J2 20%
Tanpa Giberelin
Pupuk KCL 200 kg/ha +
J3 20%
Giberelin 100 ppm
Pupuk KCL 300 kg/ha +
J4 40%
Tanpa Giberelin
BAWANG MERAH
Pupuk Kandang 10Ton/Ha + Urea 200 Kg/Ha
Parameter Pertumbuhan
Bawang Merah Panjang Tanaman (cm)
Sampel ke- 3 4 5 6 7
1 24 27 30.5 36 48
2 16 18 22 23 34
3 17 17 18 19 20
4 18 18 20 20 22
5 22.5 24 26 28 36
Rata-rata 19.50 20.80 23.30 25.20 32.00
Parameter Hasil
Bawang Merah
Bobot Umbi (gram)
Sampel ke-
1 29,4
2 28,8
3 29,1
4 29
5 29,6
297
Rata-rata 29,18
Bawang Merah
Bobot Segar (gram)
Sampel ke-
1 31,2
2 30,2
3 31,6
4 31,9
5 30,5
Rata-rata 31,08
Bawang Merah
Jumlah Umbi
Sampel ke-
1 5
2 6
3 5
4 6
5 5
Rata-rata 5,4
Parameter Hasil
Bawang Merah
Bobot Umbi (gram)
Sampel ke-
1 31,7
2 29,6
3 30,4
4 29,8
5 30,3
Rata-rata 30,36
Bawang Merah
Bobot Segar (gram)
Sampel ke-
298
1 35,6
2 33,7
3 33,2
4 31,6
5 34,1
Rata-rata 33,64
Bawang Merah
Jumlah Umbi
Sampel ke-
1 7
2 7
3 8
4 6
5 6
Rata-rata 6,8
Parameter Hasil
Bawang Merah
Bobot Umbi (gram)
Sampel ke-
1 28,1
2 27,6
3 27,2
4 28,1
5 28,5
Rata-rata 27,9
Bawang Merah
Bobot Segar (gram)
Sampel ke-
1 30,1
2 29,1
3 29,4
4 29,6
299
5 29,7
Rata-rata 29,58
Bawang Merah
Jumlah Umbi
Sampel ke-
1 4
2 5
3 5
4 6
5 5
Rata-rata 5
Parameter Hasil
Bawang Merah
Bobot Umbi (gram)
Sampel ke-
1 28,7
2 28
3 27,9
4 28,6
5 29
Rata-rata 28,44
Bawang Merah
Bobot Segar (gram)
Sampel ke-
1 30,7
2 30,4
3 29,6
4 29,9
5 30,8
Rata-rata 30,28
Sampel ke-
1 5
2 6
3 7
4 6
5 6
Rata-rata 6
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Intensitas Penyakit
3 4 5 6 7
TABU
AAS 540 + 120 Kg N/Ha
Parameter Pertumbuhan
Persentase Tumbuh
301
89%
3 19 32 41 45 48
4 17 29 37 42 45
5 18 30 38 45 51
Rata-rata 17,8 30,2 39 44,8 50,2
Data Arthropoda
Nama Serangga Peran Dokumentasi
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Sturmiopsis Musuh
Lalat Sturmiopsis
Inferens Alami
304
(Direktorat jendral
perkebunan 2021)
(Fatimah. 2015)
Valanga
Belalang Kayu Hama
Nigricornis
Serangga
Tomcat Paederus littoralis
lain
(Dokumentasi Pribadi,
2023)
Intensitas Penyakit
Intensitas Penyakit (%)
Perlakuan
2 3 4 5 6
AAS 540 + 120 kg N/ha 0 1,66 5,83 7 6,66
AMS 540 + 120 kg N/ha 0 6,25 10 14,75 16
AAS 540 + 200 kg N/ha 0 2,92 4,75 6,33 7,16
AMS 540 + 200 kg N/ha 0 13,33 17 19,75 20,83
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 28
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 8,33%
(0%+0%+0%+%+8,33%)
Rata-rata = 5
= 1,66%
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥0)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 16,66%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
(0%+16,66%+0%+6,25%+6,25%)
Rata-rata = 5
= 5,83%
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 12,5%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
(6,25%+12,5%+5%+5%+6,25%)
Rata-rata = 5
= 7%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 4,16%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 4,16%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 10%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 10%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
(5%+4,16%+4,16%+10%+10%)
Rata-rata = 5
= 6,66%
Perlakuan 2. AMS 540 + 120 kg N/ha
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
306
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 8,33%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 16,66%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
(8,33%+6,25%+16,66%+0%+0%)
Rata-rata = = 6,25%
5
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (1𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 16,66%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 12,5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 8,33%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
(16,66%+12,5%+6,25%+8,33%+6,25%)
Rata-rata = 5
= 10%
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 18,8%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 18,8%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 5%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = × 100% = 12,5%
4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 18,8%
(18,8%+18,8%+5%+12,5%+18,8%)
Rata-rata = 5
= 14,75%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥5
× 100% = 10%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 15%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 15%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 20%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 15%
(10%+15%+15%+20%+15%)
Rata-rata = 5
= 16%
Perlakuan 3. AAS 540 + 200 kg N/ha
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
307
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 8,33%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
(0%+2,77%+1,04%+0%+0%)
Rata-rata = = 2,92%
5
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 6,25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
(6,25%+6,25%+0%+5%+6,25%)
Rata-rata = 5
= 4,75%
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥5
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 10%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 4,16%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = × 100% = 5%
4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 12,5%
(0%+10%+4,16%+5%+12,5%)
Rata-rata = 5
= 6,33%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 8,33%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 4,16%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 8,33%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 15%
(8,33%+4,16%+8,33%+0%+15%)
Rata-rata = 5
= 7,16%
Perlakuan 4. AMS 540 + 200 kg N/ha
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
308
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 8,33%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 12,5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 12,5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 16,66%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (1𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 16,66%
(%+12,5%+12,5%+16,66%+16,66%)
Rata-rata = = 13,33%
5
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (1𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥3
× 100% = 25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥 0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 18,75%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 10%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 12,5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 18,75%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
(4,41%+7,14%+7,29%+8,75%+3,84%)
Rata-rata = 5
= 17%
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 18,75%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 20%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 15%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = × 100% = 20%
4𝑥5
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 25%
(18,75%+20%+15%+20%+25%)
Rata-rata = 5
= 19,75%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥5
× 100% = 30%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 12,5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 16,66%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(1𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 25%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3𝑥0)+(0𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 20%
(30%+12,5%+16,66%+25%+20%)
Rata-rata = 5
= 20,83%
UBI JALAR
Dosis Urea 50 kg/ha + Pupuk Kandang7,5 ton/ha
Parameter Pengamatan
Panjang Tanaman (cm)
309
Ubi Jalar
2 3 4 5 6
Sampel ke-
1 26 37 39 43 60
2 15 23 28 29 41
3 20 29 39 46 62
4 21 30 36 49 63
5 13 21 29 32 52
Rata-rata 19 28 34,2 39,8 55,6
2 6 18 34 66 85
3 6 24 40 71 90
4 7 29 45 78 96
5 5 19 36 68 87
Rata-rata 6,6 23,4 39,4 71,4 90
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Ohionea
Kumbang Unta Predator
nigrofasciata
(Dokumentasi pribadi,
2023)
Ngengat Serangga
Amata huebneri
Tawon lain
(Dokumentasi pribadi,
2023)
311
(Dokumentasi pribadi,
2023)
Intensitas Penyakit
2 3 4 5 6
Dosis Urea 50 kg/ha +
0,83 4,84 5,72 6,22 6,59
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
0 0 0 0 0
Pupuk Kandang 15 ton/ha
Dosis Urea 100 kg/ha +
0,83 1,20 1,62 1,42 1,51
Pupuk Kandang 7.5 ton/ha
Dosis Urea 50 kg/ha +
1,25 4,83 6,28 4,91 4,95
Pupuk Kandang 15 ton/ha
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (35𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 40
× 100% = 3,75%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (32𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 38
× 100% = 5,26%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (29𝑥0)+(2𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 34
× 100% = 6,61%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (34𝑥0)+(2𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 5,76%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 39
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (25𝑥0)+(3𝑥1)+(3𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 31
× 100% = 7,25%
(3,75%+5,26%+6,61%+5,76%+7,25%)
Rata-rata = = 5,72%
5
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (47𝑥0)+(3𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 53
× 100% = 4,71%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (42𝑥0)+(3𝑥1)+(3𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 6,12%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 49
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (38𝑥0)+(3𝑥1)+(3𝑥2)+(2𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 46
× 100% = 8,15%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (44𝑥0)+(4𝑥1)+(1𝑥2)+(2𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 51
× 100% = 5,88%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (37𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(1𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 44
× 100% = 6,25%
(4,71%+6,12%+8,15%+5,88%+6,25%)
Rata-rata = = 6,22%
5
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (66𝑥0)+(5𝑥1)+(3𝑥2)+(2𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 76
× 100% = 5,59%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (63𝑥0)+(4𝑥1)+(2𝑥2)+(3𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 5,9%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 72
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(5𝑥1)+(2𝑥2)+(3𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 6,42%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 70
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (63𝑥0)+(5𝑥1)+(3𝑥2)+(2𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 73
× 100% = 8,9%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (60𝑥0)+(3𝑥1)+(4𝑥2)+(2𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 6,15%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 69
(5,59%+5,9%+6,42%+8,9%+6,15%)
Rata-rata = = 6,59%
5
Perlakuan 2. Dosis Urea 100 kg/ha + Pupuk Kandang 15 ton/ha
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥7
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (27𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 27
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (18𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 18
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (24𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 24
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (29𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 29
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (19𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 19
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
313
BUNGA MATAHARI
Pinching + NPK 2,5 g/tan
Parameter Pengamatan
Bunga Matahari Tinggi Tanaman (cm)
Sampel ke- 2 3 4 5 6
1 3 5 8 9 13
2 3 4 7 8 14
3 4 6 8 10 15
4 3 4 8 9 12
5 2 3 6 8 11
Rata-rata 3 4,4 7,4 8,8 13
Parameter Hasil
Bunga Matahari
Waktu muncul Bunga (56 HST)
Sampel ke-
1 3
2 4
3 4
4 3
5 5
Rata-rata 3,8
Bunga Matahari
Jumlah Kuncup (42 HST)
Sampel ke-
1 3
2 3
3 4
4 2
5 4
Rata-rata 3,2
3 2 4 6 10 13
4 2 4 7 12 14
5 2 5 8 13 17
Rata-rata 2 4,4 7,2 11,6 14,8
Parameter Hasil
Bunga Matahari
Waktu muncul Bunga (56 HST)
Sampel ke-
1 5
2 4
3 3
4 5
5 5
Rata-rata 4,4
Bunga Matahari
Jumlah Kuncup (42 HST)
Sampel ke-
1 4
2 4
3 3
4 4
5 5
Rata-rata 4
Parameter Hasil
Bunga Matahari
Waktu muncul Bunga (56 HST)
Sampel ke-
1 1
2 0
3 1
4 1
5 0
Rata-rata 0,6
Bunga Matahari
Jumlah Kuncup (42 HST)
Sampel ke-
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Rata-rata 1
Parameter Hasil
Bunga Matahari
Waktu muncul Bunga (56 HST)
Sampel ke-
319
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Rata-rata 1
Bunga Matahari
Jumlah Kuncup (42 HST)
Sampel ke-
1 1
2 1
3 1
4 1
5 1
Rata-rata 1
Data Arthropoda
Nama Serangga
Peran Dokumentasi
Nama Lokal Nama Ilmiah
Helicoverpa
Ulat Penggerek Hama
armigera
Intensitas Penyakit
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 10
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 2,78%
(2,78%+0%+3,13%+0%+2,78%)
Rata-rata = 5
= 1,74%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 11
× 100% = 4,55%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 11
× 100% = 2,27%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 10
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12𝑥0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 13
× 100% = 1,92%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (10𝑥0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 12
× 100% = 4,17%
(4,55%+2,77%+5%+1,92%+4,17%)
Rata-rata = 5
= 3,58%
Perlakuan 2. Pinching + NPK 7,5
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥2
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5𝑥0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥5
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥7
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥7
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = = 0%
5
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (11 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 11
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (12 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4 𝑥 12
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 2,5%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 10
322
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4 𝑥 0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 12,50%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4 𝑥 0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥6
× 100% = 8,33%
(10%+3,57%+8,33%+12,50%+8,33%)
Rata-rata = 5
= 8,55%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 10,71%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥7
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 5,56%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 12,50%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6 𝑥 0)+(2𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 11,11%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(1𝑥1)+(2𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 15,63%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥8
(10,71%+5,56%+12,50%+11,11%+15,63%)
Rata-rata = 5
= 11,10%
Perlakuan 4. Non pinching + NPK 7,5
- Intensitas Penyakit pada 2 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥2
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (2 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥2
× 100% = 0%
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 3 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥3
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥3
(0%+0%+0%+0%+0%)
Rata-rata = 5
= 0%
- Intensitas Penyakit pada 4 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 5%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (4 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥4
× 100% = 0%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (3 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 6,25%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥4
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = = × 100% = 0%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(0𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥5
× 100% = 0%
(5%+0%+6,25%+0%+0%)
Rata-rata = = 2,25%
5
- Intensitas Penyakit pada 5 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (6 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥7
× 100% = 3,57%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥6
× 100% = 4,17%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (5 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = = × 100% = 4,17%
𝑍𝑥𝑁 4𝑥6
324
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥8
× 100% = 3,13%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥8
× 100% = 3,13%
(3,57%+4,17%+4,17%+3,13%+3,13%)
Rata-rata = 5
= 3,63%
- Intensitas Penyakit pada 6 MST
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9 𝑥 0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 1→ %IP = = × 100% = 6,82%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 11
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(1𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 2→ %IP = 𝑍𝑥𝑁
= 4𝑥8
× 100% = 3,13%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (7 𝑥 0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 3→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4𝑥9
× 100% = 5,56%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (9 𝑥 0)+(2𝑥1)+(0𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 4→ %IP = 𝑍 𝑥 𝑁 = 4 𝑥 11
× 100% = 4,55%
∑(𝑛 𝑥 𝑣) (8 𝑥 0)+(1𝑥1)+(1𝑥2)+(0𝑥3)+(0𝑥4)
Sampel 5→ %IP = = × 100% = 7,50%
𝑍𝑥𝑁 4 𝑥 10
(6,82%+3,13%+5,56%+4,55%+7,50%)
Rata-rata = 5
= 5,51%
325