Laporan Praktikum Seleksi Dan Hibridisasi
Laporan Praktikum Seleksi Dan Hibridisasi
Laporan Praktikum Seleksi Dan Hibridisasi
Disusun Oleh :
INDRIANI (1810211006)
KELOMPOK` : 1 (SATU)
KELAS : AGRO A
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat
dan rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan Laporan Praktikum 1 Teknik Pemulian
Tanaman Khusus. Kami juga tidak lupa untuk mengucapkan terimakasih kepada
dosen praktikum mata kuliah Teknik Pemulian Tanaman Khusus yang selalu
membimbing dan mengajari kami dalam melaksanakan praktikum, dan dalam
menyusun laporan ini.
Laporan ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik serta
saran yang membangun masih kami harapkan untuk penyempurnaan laporan
praktikum ini. Sebagai manusia biasa kami merasa memiliki banyak kesalahan,
oleh karena itu kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Atas perhatian dari semua
pihak yang membantu penulisan laporan praktikum ini, kami ucapkan terimakasih.
Semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat.
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemuliaan merupakan suatu ilmu dan teknologi disamping sebagai suatu seni
dalam rangka memanipulasi gen-gen yang ada di dalam kromosom tanaman dengan
tujuan untuk meningkatkan kemampuan genetik tanaman sehingga tanaman
tersebut menjadi lebih mulia atau lebih baik dan lebih berguna untuk keperluan
manusia. Mesti dipahami bahwa tujuan pemuliaan tanaman tidak hanya terfokus
pada aspek hasil atau produksi, tetapi juga segala hal yang berkaitan atau
mempengaruhi produksi, antara lain seperti ketahanan terhadap lingkungan baik
biotic maupun a biotic , adaptabilitas terhadap mekanisasi dan ketahanan terhadap
lodging. Tujuan pemulian bisa juga untuk mendapatkan warna bunga yang lebih
cantik atau unik, atau pun perhiasan bunga yang lebih tahan lama. Secara estetika,
hal ini tentu menjadi lebih yang selalu dicari dan diinginkan pada berbagai tanaman
hias (florikultura).
Teknik seleksi dan hibridisasi telah ada jauh sebelum era penemuan kembali
hukum Mendel yang menjelaskan tentang konsep dasar pewarisan karakter. Saat ini
berbagai teknik/metode pemuliaan tanaman telah berkembang dengan sedemikian
pesatnya. Teknik hibridisasi baik secara konvensional maupun non-konvensional,
induksi mutasi, pemanfaatn variasi somaklonal hasil kultur in vitro , rekayasa
genetika merupakan beberapa teknik pemuliaan yang dapat diaplikasikan untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh tanaman tertentu. Perkembangan
teknik molekuler yang sedemikian pesatnya juga telah diaplikasikan dalam program
pemuliaan tanaman, baik untuk keperluan seleksi (Marker Aided Selection)
maupun untuk tujuan penilaian variabilitas genetik.
B. Tujuan
B. Metodologi
A. Hasil
Tanaman Pisang
Tanaman Gambir
Tanaman Tebu
Tanaman Karet
Tanaman Manggis
1. Pisang
Buah pisang mengandung gizi cukup tinggi, kolesterol rendah serta vitamin
B6 dan vitamin C tinggi. Zat gizi terbesar pada buah pisang masak adalah kalium
sebesar 373 miligram per 100 gram pisang, vitamin A 250-335 gram per 100 gram
pisang dan klor sebesar 125 miligram per 100 gram pisang. Pisang juga merupakan
sumber karbohidrat, vitaminn A dan C, serta mineral. Komponen karbohidrat
terbesar pada buah pisang adalah pati pada daging buahnya, dan akan diubah
menjadi sukrosa, glukosa dan fruktosa pada saat pisang matang (15-20 %) (Ismanto,
2015).
Meski diperoleh data yang cukup tentang luas panen dan produksi pisang,
namun sampai saat ini belum diketahui secara pasti berapa jenis pisang yang
ditanam oleh masyarakat. Eksplorasi, inventarisasi, dan pelestarian plasma nutfah
pisang di Indonesia sangat terbatas. Hal ini disebabkan koleksi tanaman pisang saat
ini berada ditempat yang terpencar-pencar. Keadaan ini menyebabkan pengelolaan
tanaman koleksi menjadi tidak optimal, sehingga tampilan tanaman juga tidak
optimal dan seringkali mengacaukan data karakteristik varietas atau klon
(Sukartini, 2006).
2. Gambir
Masalah utama tanaman gambir adalah produksi dan mutu yang masih rendah
serta belum seragamnya kualitas hasil yang tidak sesuai standar yang dikehendaki
pasar Internasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam mengatasi
masalah tersebut adalah perakitan kultivar unggul harapan untuk menghasilkan
varietas unggul melalui program pemuliaan tanaman (Lidar, 2019).
Sejauh ini aspek pemuliaan tanaman gambir belum banyak dikaji secara
mendalam, dimana belum adanya publikasi yang memadai mengenai hal tersebut
(Variabilitas genetik serta hubungan kekerabatan di antara populasi tanaman
gambir dan kerabat liarnya sangat diperlukan oleh pemulia tanaman dalam
mengidentifikasi calon tetua yang potensial, sehingga sangat diperlukan
penelitian yang sinergi dalam memperoleh informasi yang akurat, yang sangat
berguna dalam pemuliaan dan p engembangan tanaman gambir ke depan
(Lidar, 2019).
3. Kelapa sawit
Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang bernilai strategis
karena tanaman kelapa sawit sebagai salah satu sumber devisa negara Indonesia
terbesar. Berdasarkan data BPS (2014) sumbangan sumber devisa negara Indonesia
dari tanaman kelapa sawit mencapai 17.464,9 juta USS$ lebih tinggi daripada
komoditas tanaman perkebunan lain, misalnya tanaman karet yang hanya
mencapai 6.609,6 juta US$. Selain itu, tanaman kelapa sawit juga dapat diolah
menjadi berbagai produk olahan, sejauh ini ada 120 jenis produk olahan yang dapat
dihasilkan dari tanaman kelapa sawit (Kemenkeu, 2012).
Perakitan varietas baru tanaman kelapa sawit unggul terus dilakukan dengan
melalui serangkaian proses pemuliaan tanaman yang terencana dan
berkesinambungan. Proses pemuliaan tanaman tidak lepas dari identifikasi karakter
tertentu. Proses identifikasi tersebut biasanya dilakukan dengan melakukan
pengamatan secara visual yaitu dengan melakukan observasi terhadap karakter
penotipik tanaman. (Novita, 2013) menjelaskan bahwa pengamatan dengan cara ini
memiliki beberapa kelemahan yaitu diperlukan waktu yang lama dalam pengerjaan,
bersifat subjektif dan hasil yang sangat dipengaruhi oleh faktor
lingkungan.Kelemahan tersebut dapat diatasi dengan penggunaan analisis
molekuler, salah satunya dengan melakukan pengamatan ditingkat DNA.
Pengamatan ditingkat DNA dapat dilakukan dengan teknik DNA profiling (Statis
& Mohankumar, 2007).
4. Tebu
Tanaman Tebu (Saccharum spp) biasa dikenal sebagai tanaman pokok yang
digunakan untuk produksi gula dan etanol dengan kebutuhan yang tidak
tergantikan. Tanaman ini sudah dibudidayakan secara turun menurun pada
beberapa generasi di Indonesia (Godheja et al., 2014). Kebutuhan pasokan gula di
Indonesia semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan
sehingga diperlukan adanya upaya meningkatkan hasil perkebunan. Salah satu
upaya untuk meningkatkan hasil produksi tanaman tebu yaitu dengan penyediaan
bibit unggul. Bibit unggul digunakan untuk menghasilkan varietas tanaman tebu
dalam meningkatkan produktifitas tebu (Rasulullah , et al., 2013).
Salah satu lahan yang termasuk pada lahan marjinal adalah rawa. Berdasarkan
pemetaan Badan Litbang Pertanian (2009), lahan rawa pasang surut memiliki luas
paling besar, yakni mencapai 20,1 juta ha. Lahan tersebut terdiri atas tipologi lahan
potensial seluas 2,1 juta ha. Potensi lahan tersebut memiliki peluang untuk ditanami
tebu dimasa mendatang, khususnya menggunakan genotip tebu tahan genangan.
Keadaan lahan didukung dengan faktor iklim mempengaruhi produktivitas tebu.
Produktivitas tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh unsur iklim berupa curah
hujan. Peningkatan CO2 di atmosfir yang melebihi 400 ppm menyebabkan
terjadinya perubahan iklim sehingga menyebabkan sebaran hujan tidak merata.
Terjadinya perubahan iklim saat ini yang diperparah kondisi drainase lahan
yang buruk menyebabkan genangan pada areal pertanian, khususnya areal
pertanaman tebu. Genangan merupakan suatu kondisi dimana tanah tidak dapat lagi
menyimpan air atau melebihi kapasitas lapang sehingga air menggenangi bagian
akar tanaman. Saat ini genangan merupakan suatu masalah bagi lahan pertanian
terutama di negara-negara dengan dataran rendah yang luas. Genangan ini
merupakan gangguan alam yang mempengaruhi produksi tanaman di seluruh dunia.
Kondisi genangan tersebut dapat mengganggu sistem respirasi akar tanaman karena
kandungan oksigen dalam tanah menjadi berkurang (Soleh, 2020).
5. Karet
a. Persilangan (Hibridisasi)
Persilangan antar klon dapat terjadi secara alami maupun secara buatan. Agar
persilangan alami dapat terjadi dengan baik, maka perlu dilakukan penataan klon di
dalam suatu pertanaman yang dirancang secara khusus. Permasalahan yang
dihadapi pada silang alami adalah tidak jelasnya asal persilangan apakah akibat
persilangan pada klon yang sama atau berasal dari klon yang berbeda. Biji yang
dihasilkan dari persilangan alami digolongkan sebagai biji illegitim, sebab hanya
induk betina saja yang diketahui. Berbeda dengan persilangan buatan (hand
polination), kedua sumber tetua dapat diketahui dengan pasti. Sehingga
penggabungan sifat-sifat yang dikehendaki dapat dikendalikan dengan baik. Tujuan
hibridisasi adalah untuk menciptakan populasi baru dimana sebagian besar
individunya memiliki sifat keturunan yang baik. Persilangan buatan adalah suatu
teknik penggabungan antara bunga jantan dan bunga betina pada klon yang
berbeda. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan persilangan buatan
adalah morfologi bunga, pemeliharaan tanaman tetua persilangan, pembuangan
bunga, penyiapan bunga tetua jantan, penyerbukan dan pemeliharaan bunga hasil
persilangan. Sepuluh tahun terakhir (2006-2015), total bunga yang telah
disilangkan sebanyak 224.248 bunga dengan jumlah buah jadi sebanyak 18.157
buah dan tanaman F1 sebanyak 2.451 tanaman ( Boerhendhy, 2013).
d. Pengujian Lanjutan/Adaptasi
Klon karet tidak ada yang bersifat universal pada setiap lingkungan
tumbuhnya. Suhendry dan Alwi (1990) membuktikan potensi produksi GT 1 di
wilayah Sumatera Utara lebih tinggi pada ekologi karet IV-B dibandingkan pada
ekologi I-B dan II-B. Pada kesempatan lain Hadi (1992) membuktikan
produktivitas klon BPM 3, BPM 22, BPM 24, dan RRIM 600 tidak stabil di antara
lokasi Sungei Putih, Sembawa, Ngobo,dan Dolok Ulu. Azwar dan Aidi-Daslin
(1993), Tan (1987) dan Ginting (1997) melaporkan bahwa interaksi genotipe dan
lingkungan berperan sangat nyata terhadap tingkat produksi yang dicapai tanaman
karet. Interaksi ini terutama berkaitan dengan perbedaan tingkat ketahanan klon
terhadap cekaman lingkungan seperti penyakit (Peries,1979), gangguan angin,
elevasi, iklim, dan kondisi lahan yang juga bervariasi menurut lokasi ( Boerhendhy,
2013).
Pengujian lanjutan/adaptasi merupakan pengujian yang dilakukan untuk
menguji klon harapan pada berbagai lingkungan. Berdasarkan pada analisis
variansnya, akan diketahui ada tidaknya interaksi genotipe x lingkungan (G x E).
Jika tidak terjadi interaksi G x E penentuan klon yang ideal sangat mudah untuk
dilakukan, yaitu dengan memilih klon-klon harapan dengan rata-rata hasil yang
lebih tinggi, namun apabila terjadi interaksi G x E, hasil tertinggi suatu klon pada
suatu lingkungan tertentu belum tentu memberikan hasil yang tertinggi pula pada
lingkungan yang berbeda ( Boerhendhy, 2013).
6. Kakao
7. Manggis
Rendahnya produksi dan mutu buah manggis yang tidak memenuhi kriteria
ekspor disebabkan karena cemaran getah kuning (Aryanti, et al., 2014).
Solusi Pemuliaan tanaman yaitu : Desain primer untuk marka molekuler terpaut
karakter kekuatan dinding sel dilakukan dengan memilih urutan nukleotida yang
tidak sama dengan aksesi acuan sebelumnya dengan mengikuti kriteria Innis &
Gelfand (1990). Hal ini dilakukan agar marka molekuler yang dikembangkan
spesifik mengenali sekuen terpaut karakter kekuatan dinding sel pada G.
mangostana L (Aryanti, et al., 2014).
8. Jeruk kacang
Jenis jeruk yang bersifat partenokarpi fakultatif antara lain jeruk manis
Valencia dan Mukaki kishu (Koltunow et al. 1998; Yamasaki et al. 2009 dalam
Kosmiatin & Husni, 2018). Buah seedless dapat terbentuk pada saatpolinasi terjadi
tetapi mengalami kegagalan fertilisasi. Pada kondisi ini buah tetap dapat
berkembang apabila didukung oleh zat pengatur tumbuh (ZPT) cukup tinggi untuk
mendukung pertumbuhan (Mesejo et al. 2014 dalam Kosmiatin & Husni, 2018).
Beberapa ZPT berperan dalam pertumbuhan buah, diantaranya asam giberelat-
GA,sitokinin, dan auksin. Peranan ZPT indogenous dapat diganti dengan ZPT
eksogenous (Goetz et al. 2006a dalam Kosmiatin & Husni, 2018) sehingga
partenokarpi dapat dilakukan secara buatan. Meskipun demikian, aplikasi ZPT
sintetik memerlukan biaya tinggi dan pada beberapa jenis buah dapat menyebabkan
kecacatan pada karakter yang lain (Kosmiatin & Husni, 2018).
9. Nanas
A. Kesimpulan
Walaupun banyak masalah yang dihadapi para pemulia pun mencari berbagai
solusi agar tanaman tersebut sesuai dengan tujuan yang diinginkan mulai dari
proses karakterisasi tanaman tersebut, melakukan hibridisasi, pemuliaan mutasi,
analisis molekuler, introduksi, koleksi plasma nutfah, teknik kultur jaringan,
perakitan varietas, penyeleksian, dan sebagainya yang membantu mempernaiki
masalah yang dihadapi pada tanaman tersebut.
B. Saran
Agar laporan ini dapat bermanfaat dan berguna bagi para pembaca serta
penulis. Untuk mengetahui permasalahan pemuliaan pada tanaman tertentu maka
perlu untuk meninjau ataupun mencari berbagai sumber serta literatur serta mencari
solusi yang terbaik terhadap permasalahan tersebut dan juga perlu dilakukannya
penelitian yang lebih lanjut terhadap solusi yang didapatkan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Boerhendhy, I., 2013. Prospek perbanyakan bibit karet unggul dengan teknik
okulasi dini. J. Litbang Pert., 32(2), pp. 85-90.
Akrinisia, M., 2010. Keragaman Genetik Plasma Nutfah Sagu (Metroxylon sp.)
Berdasarkan KarakterMorfologis dan Molekuler RAPD (Random Amplified
Polymorphi DNA)di Sumatera Barat.. Tesis.
Ardi, J., Akrinisa, M. & Arpah, M., 2019. Keragaman morfologi tanaman nanas
(Ananas comosus (L) merr) di Kabupaten Indragiri Hilir. Jurnal Agro
Indragiri, 4(1), pp. 34-38.
Aryanti, R., Miftahudin & Sobir, 2014. Pengembangan marka molekuler yang
berasosiasi dengan kekuatan dinding sel penyusun saluran getah kuning pada
manggis. J.Horti, 24(1), pp. 16-22.
Bahar & Zen, 1993. Parameter genetik pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen
hasil jagung. Zuriat 4. No.l.
Human, S., Loekito, S., Trilaksono, M. & Syaifudin, A., 2016. Pemuliaan mutasi
tanaman nanas (Ananas comosus (L.) Merr.) Menggunakan iradiasi gamma
untuk perbaikan varietas nanas Smooth Cayenne. Jurnal Ilmiah Aplikasi
Isotop dan Radiasi , 12(1), pp. 13-22.
Komaryati & Adi, S., 2012. Analisis Faktor - faktor yang mempengaruhi tingkat
adopsi teknologi budidaya pisang kepok (Musa paradisiaca) di Desa Sungai
Kunyit Laut Kecamatan Sungai Kunyit Kabupaten Pontianak. Jurnal Ipekras,
pp. 53-61.
Kosmiatin, M. & Husni, A., 2018. Perakitan varietas jeruk tanpa biji melalui
pemuliaan konvensonal dan nonkonvensional. Jurnal Litbang Pertanian,
37(2), pp. 91-100.
Lidar, S., 2019. Eksplorasi plasma nutfah gambir di Kecamatan Koto Kampar Hulu
Kabupaten Kampar. Jurnal Agiovet, 1(2).
Novita, L., 2013. Analisis genetik karakter morfo-agronomi jarak pagar hasil
pemuliaan berbasis pendekatan kuantitatif dan molekuler. Tesis.
Rubiyo, 2013. Inovasi teknologi perbaikan bahan tanam kakao di indonesia. Buletin
RISTRI, 4(3), pp. 199-214.
Soleh, 2020. Penurunan nilai konduktasi stomata, efisiensi penggunaan cahaya dan
komponen pertumbuhan akibat genangan air pada beberapa genotip tanaman
tebu. Jurnal Kultivasi, 9(2).
Statis, D. K. & Mohankumar, C., 2007. RAPD marker for identifying oil palm
(Elaeis guineensis Jacq.) parental varieties (Dura and Pisifera) and the hybrid
tenera. Journal of Biotechnology, Volume 3, pp. 354-358.
Suyekti, U., Widyastuti, U. & Toruan Mathius, N., 2015. Keragaman genetik kelapa
sawit (Elaeis guinessnsis Jacq.) asal Angola menggunakan metode SSR.
Jurnal Agron. Indonesia, 43(2), pp. 140-146.
Wahyuni, T. S., 2012. Konservasi koleksi plasma nutfah ubijalar. Buletin Palawija
, Issue 23, pp. 27-37.
Wardini, C., 2013. Swasembada Gula Riwayatmu Kini. Sugar Insight. Jakarta:
Asosiasi Gula Indonesia.
Zulhermana, 2009. Keragaman genetik intra dan interpopulasi kelapa sawit (Elaeis
guineensis Jacq.) pisifera asal Nigeria berdasarkan marka Simple Squence
Repeats (SSR). Tesis.