2542 5517 1 SM PDF

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 7

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ...

(Nurcholis AB, Tinuk I, Syamsulhuda BM)

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Praktik Wanita Pekerja Seks


(WPS) Jalanan Dalam Upaya Pencegahan IMS Dan HIV/AIDS
Di Sekitar Alun-Alun Dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten
Nurcholis Arif Budiman*), Tinuk Istiarti**), Syamsulhuda BM**)
Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten
**)
Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku FKM Universitas Diponegoro Semarang

*)

ABSTRACT

Background: Data from Serro Survey about STI and HIV & AIDS in Klaten in 2005 showed,
5 FSWs (8.4%) have syphilis infected from 59 FSWs followed testing and in 2006, 8 FSWs
(18%) have syphilis infected and 1 (2.2%) FSW has HIV infection.
Method: The aim of this study was to know factors related practicing Street FSWs for protecting
STI and HIV & AIDS around Klaten Square and Prambanan Temple, Klaten. This research
was an observational study using cross sectional approach. Questionnaire used for data
collecting with 44 samples. Data analyses of this study were univariate, bivariate by chi
square and multivariate by logistic regression.
Result: The result of this research showed there were relation between knowledge about STI
and HIV & AIDS (p value = 0.032), perceived susceptibility on infecting STI and HIV & AIDS
(p value = 0.001). Some variables not related in this research, there were age, education,
marital status, income, working period, perceived severity, perceived benefit, perceived barrier,
and cues to action. This research dont have dominant dependent variable related practicing
Street FSWs on protecting STI and HIV & AIDS, but perceived severity was a variable resemble
significant (p-value=0.092). Klaten Health Office especially Communicable Disease Control
Program suggest to make an advocacy for STI and HIV & AIDS. Increase knowledge about
STI and HIV & AIDS and perceived susceptibility, severity, benefits and cost through promotion
by Health Officer.

Keywords: street female sex workers (FSWs), practicing for protecting STI, HIV and AIDS

120

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008


PENDAHULUAN
Salah satu masalah nasional dalam bidang
kesehatan adalah upaya menghadapi masalah
Infeksi Menular Seksual (IMS), Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Saat ini
infeksi menular seksual (IMS) kembali mendapat
perhatian besar sejak berkembangnya infeksi
HIV&AIDS. Hingga dengan September 2007
tercatat 16.288 kasus HIV&AIDS di Indonesia, yang terdiri dari 5.904 kasus HIV dan
10.384 AIDS, dengan kasus meninggal sebanyak
2.287 orang (Depkes RI, 2005)
Menurut data Dinas Kesehatan Propinsi
Jawa Tengah, sampai dengan Desember 2006
jumlah kasus HIV dan AIDS mencapai 1058
kasus. Terdiri dari 830 kasus HIV dan 228
kasus AIDS, Sedangkan jumlah yang meninggal
dunia 121 orang (ASA PKBI, 2008). Data
jumlah kasus HIV & AIDS di Kabupaten Klaten
sampai dengan Desember 2007 sebanyak 7
kasus terdiri dari 4 kasus HIV dan 3 kasus
AIDS, sedang yang meninggal 2 orang. Hasil
sero survey STS dan HIV pada tahun 2005 dari
59 sampel WPS didapat hasil 5 orang positif
sifilis, dan pada tahun 2006 dari 44 sampel WPS
didapat hasil 8 orang positif Sifilis dan 1 orang
HIV (DKK Klaten, 2006).
Wanita pekerja seks (WPS) merupakan
salah satu kelompok risiko tinggi terhadap IMS
dan HIV&AIDS. Perkembangan jumlah WPS
jalanan cukup sulit untuk diketahui karena
mobilitas tempat operasinya sangat luas. Data
dari Dinas Sosial Kabupaten Klaten Jumlah
WPS jalanan pada tahun 2006 sebanyak 52 orang dan tahun 2007 sebanyak 81 orang, tetapi
hal ini tidak menggambarkan jumlah yang
sebenarnya. Sesuai pengamatan yang dilakukan
jumlah WPS di Kabupaten Klaten sekitar 100
orang lebih. WPS jalanan tersebut tersebar di
beberapa pusat kota kecamatan. Yang paling
menonjol, banyak dan mudah ditemui adalah
dipusat kota Klaten yaitu alun alun Klaten, terminal angkutan kota dan terminal bus dan sekitar

Candi Prambanan (Dinsoskab Klaten, 2006)


Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan
peneliti terhadap 5 WPS jalanan didapat bahwa
sebagian besar berumur 20 35 tahun, sangat
rentan terkena Infeksi menular seksual karena
melakukan hubungan seks secara tidak aman,
tingkat pendidikan yang masih rendah.
Pemahaman terhadap pengetahuan, penularan
penyakit seksual, HIV&AIDS, dan cara
pencegahan maupun pengobatannya sangat
terbatas, sehingga ada yang mengalami gejala
IMS, akan tetapi mereka tidak mengetahui dengan
pasti jenis IMS yang pernah diderita. Hal itu terjadi
karena mereka tidak pernah memeriksakan diri
kepada petugas kesehatan dengan alasan
terbatasnya biaya dan perasaan malu. Hal ini
mengakibatkan kemungkinan mereka tertular dan
menularkan IMS, HIV&AIDS cukup besar.
Rerata perhari dalam melayani klien adalah 2 3
klien, klien pada umumnya sopir, buruh pabrik dan
berbagai jenis pekerjaan lainnya. Tarif satu kali
transaksi berkisar antara Rp.25.000 80.000
tergantung negosiasi antara klien dengan WPS.
Penampilan umum dari WPS jalanan di
Kabupaten Klaten adalah berpenampilan tidak
terlalu mencolok, biasanya pakai kaos, cenderung
pasif menanti pelanggan, umumnya bekerja secara
berkelompok di warung warung dan kebanyakan
merokok.
Koentjoro (1995) mengemukakan bahwa
sebagian besar penularan HIV&AIDS disebabkan
oleh prostitusi (49,8 %). Lentera-PKBI (1995)
menunjukkan bahwa penularan HIV&AIDS
sebanyak 90 persen disebabkan hubungan seksual,
baik berlainan jenis (heteroseksual) maupun
sesama jenis (homoseksual). Selebihnya penularan
melalui jarum suntik, transfusi darah dan hubungan
plasenta janin dan ibu terinfeksi (Mundiharno,
1999).
WPS jalanan dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan serta memiliki risiko tinggi (high risk
group) terhadap penularan IMS dan HIV&AIDS,
dan tidak mempunyai lokasi khusus. Hal ini akan
menyulitkan pemantauan dan pengawasan secara
121

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ... (Nurcholis AB, Tinuk I, Syamsulhuda BM)
intensif dari Dinas Kesehatan. Berdasarkan hal
tersebut diatas maka perumusan masalahnya
adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
praktik Wanita Pekerja Seks (WPS) jalanan
dalam upaya pencegahan IMS dan HIV&AIDS
di sekitar Alun-alun dan Candi Prambanan
Kabupaten Klaten.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan menggunakan alat
pengukur kuesioner yang sebelumnya telah diuji
validitas dan realibilitasnya. Teknik pengumpulan
data dengan survai diwilayah penelitian memakai
pendekatan cross sectional (Azwar, 1992).
Penelitian ini mempelajari hubungan variabel
bebas yaitu karakteristik responden,
pengetahuan, persepsi kerentanan, persepsi
keparahan, persepsi manfaat, persepsi hambatan,
sumber dan bentuk informasi dan praktik WPS
jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan

122

HIV&AIDS terhadap variabel terikat yaitu


praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan
IMS dan HIV&AIDS.
Populasi pada penelitian ini adalah semua
WPS jalanan yang berada di sekitar alun-alun
dan Candi Prambanan Kabupaten Klaten
berjumlah 44 orang dan sekaligus sebagai sampel
(total populasi).
Penelitian ini menggunakan analisis Bivariate, melihat adanya hubungan variabel bebas
dengan variabel terikat (menggunakan uji Chisquare). Multivariate untuk mendapatkan faktor
yang paling berhubungan dengan praktik WPS
jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS (menggunakan uji regresi logistik)
(Sugiyono, 1997).
HASIL PENELITIAN
1. Karakteristik Responden
Persentase terbanyak responden berumur
31-40 tahun yaitu sebanyak 61,4%, tingkat

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008

pendidikan tamat SMP sebesar 43,2%, status


perkawinan terbanyak status nikah dan cerai yaitu
40,9%, sedangkan tingkat pendapatan
responden e Rp. 500.000,- sebanyak 61,4%
dan lama bekerja d 5 tahun sebesar 77,3%.
Dari analisis hubungan antara karakteristik
responden (umur, tingkat pendidikan, status
perkawinan, tingkat pendapatan dan lama
bekerja) ternyata tidak berhubungan dengan
praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan
IMS dan HIV&AIDS. Dengan hasil uji Chi
Square secara berurutan sebagai berikut 0,126,
0,667, 0,436, 1,000, 0,402 untuk batas
kemaknaan p < 0,005.
2. Pengetahuan
Pengetahuan responden tentang IMS dan
HIV&AIDS kategori cukup 68,2%, dan
pengetahuan tinggi dan rendah sebanyak 15,9%.
Sebanyak 55% responden tidak dapat
membedakan antara penyebab IMS dan
HIV&AIDS dengan cara penularan dan
sebanyak 25% responden tidak mengetahui
akibat IMS terutama kanker rahim, IMS dapat
menular pada bayi dalam kandungan dan IMS
dapat meningkatkan risiko terkena HIV.
Berdasarkan uji statistik Chi Square
diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara
pengetahuan WPS Jalanan dengan praktik WPS
jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square ( = 0,05)
didapatkan nilai p value 0,032.
3. Persepsi Kerentanan terkena IMS dan
HIV&AIDS
Persepsi responden tentang kerentanan
terkena IMS dan HIV&AIDS, sebagian besar
kategori cukup sebanyak 63,6% dan Kategori
baik sebanyak 20,5%. Serta kategori kurang
sebanyak 15,9%.
Berdasarkan uji statistik Chi Square
diperoleh hasil bahwa ada hubungan antara
persepsi tentang kerentanan dengan praktik
WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05)
didapatkan nilai p value 0,001.

4. Persepsi Keparahan tentang keparahan


Persepsi tentang keparahan IMS dan
HIV&AIDS sebagian besar kategori cukup
sebanyak 75,0%, dan kategori kurang sebanyak
13,6% sedang terendah kategori baik sebanyak
11,4%.
Berdasarkan uji statistik Chi Square
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan
antara persepsi tentang keparahan dengan praktik
WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square (= 0,05)
didapatkan nilai p value 0,514.
5. Persepsi tentang manfaat pencegahan
IMS dan HIV&AIDS
Apabila dilihat dari persepsi manfaat
pencegahan IMS dan HIV&AIDS sebagian
besar berkategori cukup sebanyak 65,9%,
kategori baik sebanyak 20,5%, sedangkan
kategori kurang sebanyak 13,6%.
Berdasarkan uji statistik Chi Square
diperoleh hasil bahwa tidak terdapat hubungan
antara persepsi tentang manfaat pencegahan
dengan praktik WPS jalanan dalam upaya
pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji
Chi Square (= 0,05) didapatkan nilai
p
value 0,313.
6. Persepsi tentang hambatan pencegahan
IMS dan HIV&AIDS
Persepsi hambatan pencegahan IMS dan
HIV&AIDS sebagian besar berkategori cukup
sebanyak 79,5%, kategori kurang sebanyak 11,4
%, dan kategori tinggi sebanyak 9,1%
Berdasarkan uji statistik Chi Square diperoleh
hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara
persepsi tentang hambatan pencegahan dengan
praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan
IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square
(= 0,05) didapatkan nilai p value 0,972.
7. Sumber dan bentuk informasi
Sumber informasi IMS dan HIV&AIDS
responden sebagian besar berkategori
cukup sebanyak 54,5%, kategori kurang
sebanyak 29,5 % dan terendah kategori
baik sebanyak 15,9 %
123

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ... (Nurcholis AB, Tinuk I, Syamsulhuda BM)
Berdasarkan uji statistik Chi Square diperoleh
hasil bahwa tidak ada hubungan antara sumber
informasi tentang IMS dan HIV&AIDS dengan
praktik WPS jalanan dalam upaya pencegahan
IMS dan HIV&AIDS. Dengan uji Chi Square
(= 0,05) didapatkan nilai p value 0,177.
PEMBAHASAN
Menurut Green yang dikutip Notoatmojo
menyatakan bahwa pengetahuan merupakan
bagian dari faktor predisposisi yang sangat
menentukan dalam membentuk perilaku seseorang
(Notoatmodjo, 1997). Sedangkan menurut Green,
pengetahuan sebelum melakukan tindakan adalah
merupakan hal yang sangat penting (Green, 2000).
Le Blanc (1993) menyebutkan bahwa pendidikan
merupakan faktor yang paling kuat mempengaruhi
pengetahuan mengenai IMS (Mundiharno, 1999).
Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin
baik pengetahuan seseorang, maka semakin baik
pula praktik pencegahan IMS dan HIV&AIDS.
Pengetahuan seseorang tidak harus didapat dari
pendidikan formal saja akan tetapi dapat berupa
pendidikan non formal melalui media massa,
media elektronik maupun media perorangan
seperti anjuran atau penyuluhan.
Jika dilihat dari jawaban pengetahuan
tentang IMS dan HIV&AIDS, sebagian besar
responden mengetahui tentang jenis-jenis IMS,
gejala IMS, akibat IMS, cara penularan IMS,
cara penularan HIV&AIDS, cara pencegahan
IMS,dan cara pencegahan HIV&AIDS,
sedangkan hampir setengah responden tidak
mengetahui penyebab IMS dan HIV&AIDS.
Dari uji multivariat didapatkan bahwa
variabel pengetahuan responden tentang IMS dan
HIV&AIDS tidak dominan jika dibandingkan
dengan variabel kerentanan dalam hubungannya
dengan praktik WPS jalanan dalam upaya
pencegahan IMS dan HIV&AIDS. Pengetahuan
responden tentang IMS dan HIV&AIDS
mempengaruhi persepsi seseorang, dalam hal ini
persepsi tentang kerentanan terkena IMS dan
HIV&AIDS.
124

Sebagian besar responden tidak mengetahui


penyebab IMS dan HIV&AIDS dan tidak dapat
membedakan antara penyebab dengan cara
penularan IMS dan HIV&AIDS. Jawaban
responden penyebab IMS dan HIV&AIDS
adalah sama dengan cara penularan IMS dan
HIV&AIDS yaitu akibat hubungan seksual
dengan pasangan yang sudah tertular IMS dan
HIV&AIDS. Disamping itu sebagian responden
(25%) tidak tahu akibat infeksi menular seksual
terutama kanker rahim, kerusakan alat
reproduksi, IMS bisa menular pada bayi dalam
kandungan, IMS bisa meningkatkan risiko
terkena HIV. Dan yang responden ketahui akibat
IMS dan HIV&AIDS adalah menyebabkan
kemandulan dan kematian.
Hal ini terjadi karena informasi tentang
pencegahan IMS dan HIV&AIDS yang berasal
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten seperti
penyuluhan-penyuluhan yang sering dilakukan
kepada WPS dilokalisasi, tidak dapat diakses
oleh WPS jalanan. Sementara ini pengetahuan
tentang IMS dan HIV&AIDS yang didapat
WPS jalanan hanya berasal dari petugas
kesehatan (dokter, swasta, perawat swasta)
sewaktu periksa rutin itupun dengan waktu yang
sangat terbatas sehingga pengetahuan belum
sepenuhnya dipahami oleh WPS jalanan.
Responden mendapatkan pengetahuan
tentang IMS dan HIV&AIDS dari media
elektronik yaitu televisi sebanyak 70,4 %.
Informasi tentang IMS dan HIV&AIDS tersebut
masih sangat terbatas karena televisi masih sedikit
menyiarkan informasi tentang IMS dan
HIV&AIDS dan itupun ditayangkan pada jamjam tertentu. Kebanyakan informasi tentang IMS
dan HIV&AIDS dalam bentuk berita televisi,
atau kejadian HIV&AIDS.
Hasil analisis bivariat menunjukkan antara
persepsi kerentanan terkena IMS dan
HIV&AIDS dengan praktik WPS Jalanan
diperoleh hasil p value 0,001 yang berarti lebih
besar dari 0,05. Oleh karena p value < 0,05 maka
ada hubungan antara persepsi tentang kerentanan

Jurnal Promosi Kesehatan Indonesia Vol. 3 / No. 2 / Agustus 2008


terkena IMS dan HIV&AIDS dengan praktik
WPS jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS, akan tetapi bila diuji secara
multivariat secara statistik didapatkan bahwa
variabel persepsi kerentanan terkena IMS dan
HIV&AIDS tidak dominan dalam hubungannya
dengan praktik WPS jalanan dalam upaya
pencegahan IMS dan HIV&AIDS, akan tetapi
jika dibandingkan dengan variabel pengetahuan
tentang IMS dan HIV&AIDS lebih dominan.
Menurut Teori Health Belief Model (HBM),
kemungkinan individu akan melakukan tindakan
pencegahan tergantung secara langsung pada
hasil dari dua keyakinan atau penilaian kesehatan
(health beliefs) yaitu : ancaman yang dirasakan
dari sakit atau luka (perceived threat of injury
or illness) dan pertimbangan tentang keuntungan
dan kerugian (benefits and costs) (Smet, 1994)
Ancaman yang dirasakan terhadap risiko
yang akan muncul. Hal ini mengacu sejauh mana
seorang berpikir penyakit atau kesakitan betulbetul merupakan ancaman kepada dirinya.
Asumsinya adalah bahwa bila ancaman yang
dirasakan tersebut meningkat maka perilaku
pencegahan juga akan meningkat. Perilaku
tentang ancaman yang dirasakan ini berdasarkan
pada ketidak-kekebalan yang dirasakan (perceived vulnerability) yang merupakan
kemungkinan bahwa orang-orang dapat
mengembangkan masalah kesehatan menurut
kondisi mereka (Ogden, 1996).
Hal tersebut menggambarkan bahwa dengan
adanya persepsi tentang kerentanan terkena IMS
dan HIV&AIDS baik maka dapat menimbulkan
praktik yang baik dalam pencegahan IMS dan
HIV&AIDS. Akan tetapi variabel kerentanan
terkena IMS dan HIV&AIDS kurang dominan
dalam hubungannya dengan praktik WPS jalanan
karena ada faktor lain yaitu pengetahuan dan
pengalaman responden. Pengetahuan responden
sebagian besar kategori cukup hal ini disebabkan
karena tingkat pendidikan yang rendah dan
kebanyakan tamat SMP, disamping itu
pengetahuan didapat dari media elektronik

terutama televisi berupa berita yang terbatas pada


jam tertentu dan dari petugas kesehatan sewaktu
responden periksa rutin dan terbatas waktunya.
Sebagian besar responden masih percaya
dengan minum antibiotik dan atau minum jamu
sebelum atau sesudah berhubungan seks dapat
mencegah terkena IMS dan HIV&AIDS karena
mereka merasakan dengan minum antibiotik dan
jamu menjadi lebih sehat, sembuh dari penyakit
dan aman dari IMS dan HIV&AIDS karena
anggapan responden bahwa kuman akan mati
dengan minum antibiotik dan jamu yang pahit.
Responden juga mempunyai persepsi bahwa
dengan mencuci vagina dengan odol atau rebusan
sirih akan dapat membunuh kuman penyakit,
sehingga responden merasa bersih dan aman dari
IMS dan HIV&AIDS walaupun berhubungan
seks tanpa memakai kondom pada saat melayani
pelanggan. Kebiasaan ini banyak dilakukan
teman-teman sesama WPS jalanan. dikarenakan
kebiasaan yang membudaya di lingkungan
dimana WPS jalanan menjalankan profesinya.
Misalnya dengan melihat kebiasaaan teman
sesama WPS jalanan yang sering mengkonsumsi
obat antibiotik, jamu, odol dan sebagainya
sebagai pencegahan IMS yang kemudian
ditirukan atau dicontoh oleh WPS jalanan
tersebut.
Hasil penelitian menggambarkan bahwa
minum antibiotik dan atau jamu masih dianggap
sebagai salah satu cara pencegahan agar tidak
terkena IMS. Hal ini sesuai dengan mitos yang
masih berkembang seperti yang ditulis oleh
Adrianus Tanjung antara lain masih adanya mitos
tentang IMS dapat dicegah dengan suntik
antibiotik secara rutin, IMS dapat diobati dengan
minum ciproxin, supertetra, atau antibiotik
lainnya, mencuci liang senggama dengan jamu,
odol dan sebagainya (Pona, 1998). Padahal
dengan mempercayai mitos tersebut, penggunaan
antibiotik sembarangan dapat menjadikan kuman
menjadi resisten, karena sebetulnya obat
antibiotik hanya digunakan untuk pengobatan
bukan untuk pencegahan.
125

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan ... (Nurcholis AB, Tinuk I, Syamsulhuda BM)
Sebagian besar responden mempunyai
persepsi dengan melakukan pemeriksaan
kesehatan secara rutin akan mencegah terkena
IMS dan HIV&AIDS, padahal dengan
pemeriksaan rutin belum menjamin akan aman
dari risiko terkena IMS dan HIV&AIDS.
SIMPULAN
1. Persentase terbanyak responden berumur
31-40 tahun yaitu sebanyak 61,4%, tingkat
pendidikan tamat SMP sebesar 43,2%, status perkawinan terbanyak status nikah dan
cerai yaitu 40,9%, sedangkan tingkat
pendapatan responden e Rp. 500.000,sebanyak 61,4% dan lama bekerja d 5 tahun
sebesar 77,3%.
2. Pengetahuan responden tentang IMS dan
HIV&AIDS kategori cukup 68,2%, dan
pengetahuan tinggi dan rendah sebanyak
15,9%. Persepsi tentang kerentanan terkena
IMS dan HIV&AIDS kategori cukup 63,6%,
dan kategori baik sebanyak 20,5%.
Sedangkan persentase terendah adalah
kategori kurang sebanyak 15,9%. Persepsi
tentang keparahan IMS dan HIV&AIDS
kategori cukup sebanyak 75,0%, dan kategori
kurang sebanyak 13,6% sedang terendah
kategori baik sebanyak 11,4%. Persepsi
manfaat pencegahan IMS dan HIV&AIDS
kategori cukup sebanyak 65,9%, dan kategori
baik sebanyak 20,5%. Persepsi hambatan
pencegahan IMS dan HIV&AIDS kategori
cukup sebanyak 79,5%, dan kategori
terendah persepsi hambatan kategori tinggi
sebanyak 9,1%. Sumber informasi kategori
cukup sebanyak 54,5 %, kategori kurang
sebanyak 29,5 % dan terendah kategori baik
sebanyak 15,9 %.
3. Ada hubungan antara pengetahuan tentang
IMS dan HIV&AIDS, persepsi tentang
kerentanan IMS dan HIV&AIDS dengan
praktik WPS jalanan
4. Tidak ada hubungan antara karakteristik WPS
jalanan, persepsi tentang keparahan IMS dan
126

HIV&AIDS, persepsi tentang manfaat


pencegahan IMS dan HIV&AIDS, persepsi
tentang hambatan pencegahan IMS dan
HIV&AIDS, sumber informasi tentang IMS
dan HIV&AIDS dengan praktik WPS jalanan
5. Tidak ada faktor paling dominan yang
berhubungan antara pengetahuan WPS
jalanan, persepsi kerentanan terkena IMS
dan HIV&AIDS dengan praktik WPS
jalanan dalam upaya pencegahan IMS dan
HIV&AIDS
KEPUSTAKAAN
ASA PKBI. 2007. Kabar Griya Asa : Info Terkini
HIV/AIDS, Vol 4 edisi 9 Desember 2007.
Azwar, Saefudin.1992. Reliabilitas dan Validitas.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Depkes RI. 1997. Petunjuk AIDS untuk
Pertugas Kesehatan. Ditjen PPM & PLP.
Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Klaten.
2006. Profil Kesehatan Kabupaten Klaten.
Dinas Sosial Kabupaten (Dinsos Kab) Klaten.
2006. Laporan Tahunan.
Green, Lawrence. 2000. Health Education Planning Diagnostic Aprroach: John Hopkins
University, Mayfield Publishing Co.
Mundiharno. 1999 . Perilaku Seksual Beresiko
Tertular PMS dan HIV/AIDS. Kasus Sopir
Truk Antar Propinsi. Yogyakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 1997. Pengantar
Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.
Ogden, Jane.1996. Health Psychology. Open
University Press Buckingham Philadelphia
Pona, La. 1998. Pekerja Seks Jalanan : Potensi
Penularan Penyakit Seksual. Universitas
Gadjah Mada.
Smet, Bart, 1994. Psikologi Kesehatan , PT
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
Sugiyono.1997. Statistika untuk Penelitian,
Alfabeta, Bandung

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy