Tari Massal

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 10

TARI MASSAL

1. Tari Serimpi

Tarian Srimpi ini diciptakan pada zaman Sultan Hamengku Buwono V (1822-1855), dikenal
dengan nama “Srimpi Hadi Wulangun Bronto”, yaitu kisah asmara yang luhur antara Dewi
Renggowati dari Bojonegoro dengan Prabu Anglingdarma dari Malowopati. Sekarang lebih
dikenal dengan sebutan Srimpi Renggowati.

Berlainan dengan tari srimpi yang umumnya terdiri atas empat orang penari, srimpi
Renggowati ini dilakukan oleh lima orang penari wanita. Akan tetapi, penari srimpi itu
sendiri memang empat orang, yang kelima adalah penari sebagai Dewi Renggowati. Ketika
keempat penari Srimpi itu menari, Dewi Renggowati diam saja. Baru setelah yang keempat
duduk, ia mulai menari.

Pada bentuknya yang kuno, pakaian srimpi ini menggunakan paes (kostum) seperti
pengantin lengkap dengan gelung bokornya. Di samping itu, menggunakan cara berkain
pinjungan, yaitu cara gadis kecil memakai kain, tetapi masih ditambah dengan kemben yang
dililitkan seputar dada, yang ujungnya diikat seperti selendang kecil yang panjang menjuntai
hamper sampai lutut.

Dalam pertunjukkan lain Srimpi Renggowati menggunakan gaya zaman Sultan


Hamengkubuwono VII akhir, yaitu tetap masih dengan paes dan gelung bokor, tetapi
memakai baju seperti srimpi umumnya dengan kain dan seredan sebelah kiri.

Sesuatu yang khas dalam rangkaian gendhing yang mengiringi tari srimpi ini adalah
karena dua pathet dalam laras slendro sanga dan pathet manyura telah disatukan dalam
komposisi gendhing secara utuh bersambung. Pada permulaannya mempergunakan lagu-lagu
laras slendro pathet sanga, namun berakhir dengan lagu-lagu laras slendro pathet manyura.
2. Tari Kecak

Tari Kecak berasal dari Bali. Tari Kecak merupakan sebuah pertunjukan seni khas Bali
yang sudah banyak terkenal di penjuru dunia. Tari Kecak pertama kali dilakukan sekitar
tahun 1930. Lagunya diambil dari ritual tarian Sanghyang kuno yang sampai saat ini masih
dilakukan beberapa desa.

Selama tarian Sanghyang, seseorang akan berada pada kondisi tidak sadar, melakukan
komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur, dan kemudian menyampaikan harapan-
harapannya pada masyarakat. Yang membuat Tari Kecak istimewa adalah semua music dan
suara berasal dari manusia. Suara manusia yang kompak dan beruntun membuat suasana
benar-benar hidup. Hanya ada beberapa suara yang berasal dari krincingan di kaki beberapa
penari.

Di awal pertunjukan, sekitar lima puluh orang penari lelaki yang berlengging dan hanya
memakai sarung poleng dengan corak kotak hitam putih duduk di dalam satu bulatan
melingkari sebuah kayu dengan beberapa lilin di atas kayu tersebut. Tinggi kayu tersebut
kira-kira dua meter. Sambil duduk melingkar, orang-orang itu membagi diri dalam beberapa
nada suara sehingga jika dipadukan akan terdengar bagus, kompak dan hidup.

Tari kecak bercerita tentang kisah Ramayana, Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman,
Sugriwa, dan nama-nama lain muncul dalam wujud penari. Rama dibuang dari kerajaan
Ayodya karena dikhianati. Dengan diiringi oleh istrinya yang setia, Shinta, dan adiknya
Laksmana, mereka masuk ke sebuah kawasan hutan bernama dandaka. Raja raksasa,
Rahwana, bertemu dengan mereka tatkala mereka di dalam hutan dan Rahwana terus
menggilai Shinta yang jelita. Dengan ditemani oleh patihnya, Marica, Rahwana mencari jalan
untuk menculik Shinta. Dengan menggunakan kekuatan ajaibnya, Marica mengubah dirinya
menjadi seekor kijang emas. Shinta yang melihat kijang emas yang cantik itu lantas meminta
suaminya untuk memburu kijang istimewa ini.

Rama dan Laksamana pergi memburu kijang emas yang diidamkan Shinta. Ketika Rama
dan Laksamana pergi, Rahwana pun menculik Shinta dan membawanya pulang ke istananya,
Alengka (alkisah, pada waktu Rahwana mau menculik Shinta, Jatayu mencoba melawan,
tetapi dapat dikalahkan oleh Rahwana). Rama yang mengetahui penculikan Shinta oleh
Rahwana lantas mencari jalan untuk menyelamatkan istrinya ini. Ketika itu, datanglah
Hanoman, raja segala monyet, membantu. Tarian Kecak ini diakhiri oleh penari yang menjadi
Hanoman menendang sabut yang sedang terbakar. Bagian ini dikenal dengan tarian api atau
fire dance.

3. Tari Saman

Tati Saman adalah sebuah tarian suku Gayo di daerah Nanggroe Aceh Darussalam. Tarian ini
biasa ditampilkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa penting dalam adat. Selain itu tarian
ini juga ditampilkan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun sekarang,
Tari Saman juga dapat kita lihat pada festival-festival tari maupun lomba Tari Saman. Dalam
beberapa literature menyebutkan Tari Saman di Aceh didirikan dan dikembangkan oleh
Syekh Saman, seorang ulama berasal dari Gayo di Aceh Tenggara.
Tari Saman merupakan salah satu media untuk pencapaian dakwah. Tarian ini mencerminkan
pendidikan, keagamaan, sopan santun, kepahlawanan, kekompakan dan kebersamaan.
Sebelum Saman dimulai yaitu sebagai mukaddimah atau pembukaan, tampil seorang tua
cerdik pandai atau pemuka adat untuk mewakili masyarakat setempat (keketar) atau nasihat-
nasihat yang berguna kepada para pemain dan penonton.

Tari Saman biasanya ditampilkan tidak menggunakan iringan alat musik, akan tetapi
menggunakan suara dari para penari dan tepuk mereka yang biasanya dikombinasikan dengan
memukul dada dan pangkal paha mereka sebagai sinkronasi dan menghempaskan badan ke
berbagai arah. Syair dalam tarian Saman mempergunakan bahasa Arab dan bahasa Gayo.
Tarian dipandu oleh seorang pemimpin yang lazimnya disebut Syekh yang biasanya duduk
ditengah-tengah deretan penyanyi. Karena keseragaman formasi dan ketepatan waktu adalah
suatu keharusan dalam menampilkan tarian ini, maka para penari dituntut untuk memiliki
konsentrasi yang tinggi dan latihan yang serius agar dapat tampil dengan sempurna.

Tarian Saman menggunakan dua unsur gerak yang menjadi unsur dasar dalam tarian Saman:
Tepuk tangan dan tepuk dada. Diduga, ketika menyebarkan agama islam, Syeikh Saman
mempelajari tarian melayu kuno, kemudian menghadirkan kembali lewat gerak yang disertai
dengan syair-syair dakwah islam demi memudahkan dakwahnya. Dalam konteks kekinian,
tarian ritual yang bersifat religious ini masih digunakan sebagai media untuk menyampaikan
pesan-pesan dakwah melalui pertunjukan-pertunjukan.

Tari Saman termasuk salah satu tarian yang cukup unik, karena hanya menampilkan gerak
tepuk tangan gerakan-gerakan lainnya, seperti gerak guncang, kirep, lingang, surang-saring
(semua gerak ini adalah bahasa Gayo).

Jumlah penari Tari Saman biasanya banyak, sampai berpuluh-puluh orang. Lebih baik jika
jumlah penari ini ganjil. Setelah sering dilombakan, muncullah semacam ketentuan, yaitu
yang duduk berjajar bersaf-saf itu jangan sampai kurang dari sepuluh orang.
TARI MASSAL

Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak,


Ketjack), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan
dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau
lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan
"cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera
membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang,
yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan
komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-
harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur
melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang
memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan
Sugriwa.[rujukan?]
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-
tokoh Ramayana.[rujukan?]
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies
menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana.
Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-
nya
Tari Cakalele

Tari Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut
tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita.
Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik
tiup).

Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari
wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan kostum yang didominasi
warna merah dan kuning serta memakai penutup almunium yang disisipi dengan bulu putih.
Saat Tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat merasuki penari dan
kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.

Tari Tor Tor

Tari Tor Tor adalah salah satu jenis tari yang berasal dari suku batak di Sumatera Utara.
Menurut salah satu pakar tari Tor Tor dan juga mantan anggota anjungan Sumatera Utara
1973-2010, tari Tor Tor sudah menjadi budaya Batak sejak abad ke 13. Jika anda mendengar
ada sebuah tari yang akan diklaim oleh Malaysia waktu dekat ini, adalah tarian Tor Tor.
Menurut sejarahnya, Tor Tor sudah ada sejak abad ke 13 di Sumatera Utara. Nenek
moyang orang Mandailing diperkirakan berasal dari suku Karen yang tinggal di perbatasan
Burma dan Myanmar. Tari Tor Tor digunakan dalam acara ritual yang berhubungan dengan
roh. Di masa lalu, tari ini dilakukan oleh patung-patung batu yang telah dimasuki roh. Roh itu
menggerakkan batu seperti menari namun dengan gerakan kaku.

Ada beberapa jenis tari Tor Tor. Ada Tor Tor Pangurason atau tari pembersihan yang
digelar pada saat membersihkan tempat sebelum adanya pesta agar diberi kelancaran dan
dijauhkan dari mara bahaya. Selain itu ada juga yang dinamakan Tor Tor Sipitu Cawan atau
Tari Tujuh Cawan yang digelar pada saat pengukuhan raja yang menceritakan tentang tujuh
bidadari yang mandi di Gunung Pucuk Buhit. Apabila sebuah desa dilanda musibah, maka
pada tanggal musibah tersebut akan digelar Tarian Tor Tor dengan maksud meminta petunjuk
atas masalah tersebut.

Tari Tor Tor termasuk sangat sederhana dalam hal gerakan. Para penari Tor Tor cukup
membuat gerakan tangan yang cukup terbatas dengan gerakan kaki jinjit-jinjit mengikuti
iringan musik yang disebut sebagai magondangi yang terdiri dari alat-alat musik tradisional
seperti gondang, suling, terompet batak dan lain-lain.

Busana Tari Tor Tor sangat sederhana. Pria dan wanita yang ingin menarikan Tari Tor
Tor cukup mengenakan baju biasa yang dikenakan saat pesta. Baju ini dilengkapi dengan
aksesoris berupa tenunan khas batak yang bernama Ulos. Ulos yang digunakan ada dua jenis,
yaitu ulos yang berupa ikat kepala dan ulos yang berupa selendang. Motif selendang ulos
yang digunakan tergantung dari pesta apa yang sedang digelar. Dengan properti busana yang
sangat sederhana seperti ini membuat semua orang yang menghadiri suatu pesta dapat menari
Tor Tor bersama-sama.
TARI MASSAL
Tari Cakalele

Tari Cakalele adalah tarian perang tradisional Maluku yang digunakan untuk menyambut
tamu ataupun dalam perayaan adat. Biasanya, tarian ini dibawakan oleh 30 pria dan wanita.
Tarian ini dilakukan secara berpasangan dengan iringan musik drum, flute, bia (sejenis musik
tiup).

Para penari pria biasanya mengenakan parang dan salawaku (perisai) sedangkan penari
wanita menggunakan lenso (sapu tangan). Penari pria mengenakan kostum yang didominasi
warna merah dan kuning serta memakai penutup almunium yang disisipi dengan bulu putih.
Saat Tari Cakalele ditampilkan, terkadang arwah nenek moyang dapat merasuki penari dan
kehadiran arwah tersebut dapat dirasakan oleh penduduk asli.
Tari Serimpi

Tarian Srimpi ini diciptakan pada zaman Sultan Hamengku Buwono V (1822-1855), dikenal
dengan nama “Srimpi Hadi Wulangun Bronto”, yaitu kisah asmara yang luhur antara Dewi
Renggowati dari Bojonegoro dengan Prabu Anglingdarma dari Malowopati. Sekarang lebih
dikenal dengan sebutan Srimpi Renggowati.
Berlainan dengan tari srimpi yang umumnya terdiri atas empat orang penari, srimpi
Renggowati ini dilakukan oleh lima orang penari wanita. Akan tetapi, penari srimpi itu
sendiri memang empat orang, yang kelima adalah penari sebagai Dewi Renggowati. Ketika
keempat penari Srimpi itu menari, Dewi Renggowati diam saja. Baru setelah yang keempat
duduk, ia mulai menari.

Pada bentuknya yang kuno, pakaian srimpi ini menggunakan paes (kostum) seperti
pengantin lengkap dengan gelung bokornya. Di samping itu, menggunakan cara berkain
pinjungan, yaitu cara gadis kecil memakai kain, tetapi masih ditambah dengan kemben yang
dililitkan seputar dada, yang ujungnya diikat seperti selendang kecil yang panjang menjuntai
hamper sampai lutut.

Dalam pertunjukkan lain Srimpi Renggowati menggunakan gaya zaman Sultan


Hamengkubuwono VII akhir, yaitu tetap masih dengan paes dan gelung bokor, tetapi
memakai baju seperti srimpi umumnya dengan kain dan seredan sebelah kiri.

Sesuatu yang khas dalam rangkaian gendhing yang mengiringi tari srimpi ini adalah
karena dua pathet dalam laras slendro sanga dan pathet manyura telah disatukan dalam

Tari Kecak

Kecak (pelafalan: /'ke.tʃak/, secara kasar "KEH-chahk", pengejaan alternatif: Ketjak,


Ketjack), adalah pertunjukan seni khas Bali yang diciptakan pada tahun 1930-an dan
dimainkan terutama oleh laki-laki. Tarian ini dipertunjukkan oleh banyak (puluhan atau
lebih) penari laki-laki yang duduk berbaris melingkar dan dengan irama tertentu menyerukan
"cak" dan mengangkat kedua lengan, menggambarkan kisah Ramayana saat barisan kera
membantu Rama melawan Rahwana. Namun demikian, Kecak berasal dari ritual sanghyang,
yaitu tradisi tarian yang penarinya akan berada pada kondisi tidak sadar[1], melakukan
komunikasi dengan Tuhan atau roh para leluhur dan kemudian menyampaikan harapan-
harapannya kepada masyarakat.
Para penari yang duduk melingkar tersebut mengenakan kain kotak-kotak seperti papan catur
melingkari pinggang mereka. Selain para penari itu, ada pula para penari lain yang
memerankan tokoh-tokoh Ramayana seperti Rama, Shinta, Rahwana, Hanoman, dan
Sugriwa.[rujukan?]
Lagu tari Kecak diambil dari ritual tarian sanghyang. Selain itu, tidak digunakan alat musik.
Hanya digunakan kincringan yang dikenakan pada kaki penari yang memerankan tokoh-
tokoh Ramayana.[rujukan?]
Sekitar tahun 1930-an Wayan Limbak bekerja sama dengan pelukis Jerman Walter Spies
menciptakan tari Kecak berdasarkan tradisi Sanghyang dan bagian-bagian kisah Ramayana.
Wayan Limbak memopulerkan tari ini saat berkeliling dunia bersama rombongan penari Bali-
nya

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy