Laporan Pendahuluan TBC Paru (Tuberculosis Paru) Di Rs. Tentara Dr. Soepraoen Malang

Download as docx, pdf, or txt
Download as docx, pdf, or txt
You are on page 1of 18

LAPORAN PENDAHULUAN

TBC PARU (TUBERCULOSIS PARU)


DI RS. TENTARA DR. SOEPRAOEN MALANG

NAMA : ALVIRA LINTANG KIRANA


NIM : 201510300511029

D-III KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
TBC PARU (TUBERCULOSIS PARU)

A. Definisi
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga
menyebar ke bagian tubuh lain seperti: susunan syaraf, ginjal, usus, tulang dan
kelenjar limfe. Kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil
Tahan Asam (BTA). (Somantri Irman, 2008 ).
Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman
Mycobacterium Tubercolusis. Kuman ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi
dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang, dan otak. Jika
tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang aerobic dan tahan asam ini, dapat merupakan organism
pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen maupun saprofit.
Ada beberapa mikobakteri pathogen, tetapi hanya strain bovin dan manusia yang
patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0.3x2 sampai 4mm,
ukuran ini lebih kecil dari sel darah merah.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan Brenda, 2001).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakitinfeksi yang dapat menyerang saluran
pernafasan terutama paru-paru. Pada dasarnya, bakteri penyebab TB dapat
menyerang organ tubuh lain, misalnya kulit. Akan tetapi sebagian besar bakteri TB
menyerang paru-paru. Oleh karena itu, TB juga termasuk penyakit infeksi saluran
pernafasan akut. (Erlien, Penyakit Saluran Pernafasan, 2008).

B. Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1 – 4 mm dengan tebal 0,3 – 0,6 mm. Sebagian besar komponen
M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang tinggal di daerah apeks paru –
paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang
kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran
mukosa bersilia, ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka dari itu; disaring,
dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini merupakan fungsi utama dari mukosa
respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel goblet.
Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan
kelenjar serosa. Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-
rambut yang terdapat dalam lubang hidung, sedangkan partikel yang halus akan
terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus ke posterior
di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah
menuju ke faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar.
Air untuk kelembaban diberikan untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang
disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya yang kaya akan
pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga
bila udara mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan
kelembabannya mencapai 100%. Udara mengalir dari faring menuju laring atau
kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang rawan yang dihubungkan
untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang
berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis
merupakan pemisah antara saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan
bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya
sebagai organ pelindung jauh lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke
atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada aditus laring dan epiglotis yang
berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke dalam
esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx
yang mempunyai fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret
keluar dari saluran pernapasan bagian bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang
rawan yang berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang
panjangnya trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh
karena itu dinamakan pohon tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea
menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama bronchus kanan dinamakan
Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho spasme
hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan
kiri tidak simetris. Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan
lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal. Baliknya bronchus kiri lebih
panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang
lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak
tertahan pada mulut atau hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke
dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi
segumen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai pada cabang terkecil
yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan cabang saluran udara
terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran udara di bawah tingkat
bronchiolus terminalis disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-
gas di luar bronchiolus terminalis. Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional
paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronchiulus respiratorius yang
kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari
dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
saccus alveolus hanya mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya
lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis tengah sel darah merah. Dalam setiap
paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan seluas lapangan
tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang
dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap
pengembangan inspirasi, mencegah kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.

C. Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis Paru BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan
dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dahak bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang
pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin
tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes
RI, 2008).

D. Tanda Gejala
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis. Pada
individu lainnya, gejala berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak
dikenali sampai penyakit telah masuk tahap lanjut. Bagaimanapun gejala dapat
timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa minggu
setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien
Tuberculosis berdasarkan adanya keluhan penderita adalah :
a. Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru.
Mengingat Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan
dengan kecenderungan progresif walau agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru
dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih sedikit, tapi kemudian
menjadi produktif.
b. Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian
berubah menjadi mukopurulen atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan
menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
c. Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa
sejumlah besar darah yang keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat
peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus sehingga pecahnya pembuluh
darah.
d. Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses
lanjut akibat retraksi dan obstruksi saluran pernapasan.
e. Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding
pleura dan paru. Rasa nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat
batuk.
f. Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret,
peradangan jaringan granulasi dan ulserasi.
g. Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari
proses infeksi.
h. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan
dan lebih sering dikeluhkan bila proses progresif.
i. Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
j. Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis
paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :


Gejala respiratorik, meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering
dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan
bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau
bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat
banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-
hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini
timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Gejala Sistemik, meliputi :
e. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari
mirip dengan influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya
sedang masa bebas serangan makin pendek.

Gejala sistemik lain


Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta
malaise.

E. Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang
biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium tuberculosis juga
dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil juga
menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, usus,
tulang, susunan syaraf). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons
dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi
fatositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis
menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan
bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah
terpapar bakteri. Infeksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem kekebalan
tubuh pada masa awal infeksi terbentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut
granuloma. Granuloma terdiri atas kumpulan basil hidup dan mati yang dikelilingi
oleh makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi
massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle.
Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun
tidak adekuat maka penyakit akan lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat
timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali
menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi
selanjutnya menjadi sembuh dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang
terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya bronkopneumonea,
membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak
di dalam sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan
sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit
(membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon
berbeda, kemudian pada akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikeliling
oleh tuberkel. (Somantri Irman, 2008).

F. Klasifikasi Tbc
Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena:
1. Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, Yaitu Pada TB
Paru:
 Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
 Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik
TB paru BTA negatif harus meliputi:
Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit.


TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks
memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far
advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
 TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
 TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis,
pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran
kemih dan alat kelamin. Catatan: • Bila seorang pasien TB ekstra paru juga
mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut
harus dicatat sebagai pasien TB paru. • Bila seorang pasien dengan TB
ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra paru pada
organ yang penyakitnya paling berat.

Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya Dibagi Menjadi


Beberapa Tipe Pasien, Yaitu:
 Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
 Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
 Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah
berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
 Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya
tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih
selama pengobatan.
 Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK
yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
 Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

G. Pemeriksaan Penunjang
 Laboratorium darah rutin: LED normal/meningkat, limfositosis.
Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun
pemeriksaan ini tidak spesifik karena hanya 30 – 70 % pasien yang dapat
didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
 Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
 Tes Mantoux/Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk
menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
 Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya
satu mikroorganisme dalam spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
 Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam
lemak oleh mikobakterium tuberculosis.
 MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu
alat berbentuk seperti sisir plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai
memakai warna sisir akan berubah.
 Pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan millier

Menurut Sudoyo, dkk (2009), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
klien dengan tuberculosis paru, yaitu:
 Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau
segmen apical lobus bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian
inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor paru (misalnya pada tuberculosis
endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran
radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak
tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan
dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-
lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat
bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi bayangannya tambak sebagai
bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti fibrosis
yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus
maupun pada satu bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya
tersebar merata pada seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan
pleura (pleuritis), massa cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema),
bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura (pnemothorax).
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada
tuberculosis yang sudah lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi
kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis dan emfisema.
 Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai
di rumah sakit rujukan adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan).
Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan radiologis biasa. Perbedaan
densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
 Magnetic Resonsnce Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-
proses dekat apek paru, tulang belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat
dibuat transversal, segital dan koronal.
 Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang
meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru
mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah mulai
meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah
limfosit masih tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
 Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang
kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1
ml sputum.
 Tes tuberculin/tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis
tuberculosis terutama pada anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini
dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D (purified protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first
strength). kadang-kadang bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative,
berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes mantoux dengan 5 T.U.
Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu
sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu:
Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran
antibody normal masih menonjol.
Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran
antibody selular paling menonjol.

H. Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer & Bare (2001), penatalaksanaan TBC adalah :
1. Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat
M. tuberculosis, mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis
dan dosis OAT :
 Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam
keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping
yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis rash, demam Bila terjadi
ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus
membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal.
Pada keadaan ini pemberian INH dapat diteruskan sesuai dosis.
 Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek
samping rifampisin adalah hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia.
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga pada air seni dan keringat,
dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi cemas.
Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
 Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana
asam. Efek samping pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
 Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan
kerusakan nervus kranialis VIII yang berkaitan dengan keseimbangan dan
pendengaran.
 Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan
berupa berkurangnya ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun
optic neuritis.
2. Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru
yang rusak, tindakan ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi
untuk mengangkat polip granulomatosa tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru
yang rusak.

I. Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis,
mempertahankan status kesehatan dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang
telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa sputum terdapat bakteri hingga
dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya tahan
tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk :
1) menyembuhkan penderita sampai sembuh,
2) mencegah kematian,
3) mencegah kekambuhan, dan
4) menurunkan tingkat penularan.

Obat- Obat tuberkulosis yang di gunakan adalah :


 Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
Dosis terapi : 5-15,g/kg/hari diberikan sekali sehari
Dosis profilaksis : 5-10mg/kg/hari diberikan sekalisehari
Dosis maximum : 300mg/hari
 Rimfapisin (R) : Selama 6-12 bulan
Dosis : 10-20 mg/kg/hari sekali sehari dalam keadaan perut kosong
Dosismaximum : 600mg/hari
 Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
Dosis : 25-35 mg/kg/hari di berikan 2x sehari
Dosis maximum : 2 gram/hari
 Etambutol (E) : Selama 2-3 bulan pertama
Dosis : 15-20 mg/kg/hari do berikan sekali atau 2x sehari
Dosis maximum : 2 gram/hari
 Streptomisin (S) : Selama 1-2 bulan pertama
Dosis:20-40 mg/kgbb/hari diberikan sekali sehari intramuskular
dosis maksimum : 1 gram/hari

Terapi lainnya
 Diet
Diet yang diberikan pada penderita makanan yang tinggi kalori, protein agar
penderita TB cepat sembuh, maka penderita harus minum obat secara teratur sesuai
petunjuk, makan-makan yang cukup gizi, rajin kontrol ke puskesmas atau sarana.
 Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang, indikasi
pembedahan dibedakan menjadi indikasi mutlak dan indisi relative.
a. Indikasi mutlak:
 Semua pasien yang mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap +
 Pasien batuk darah massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
 Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi
secara konservatif
b. Indikasi relative:
 Pasien dengan sputum – dan batuk darah berulang
 Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
 Sisa cavitas yang menetap

Konsep Asuhan Keperawatan


Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
Keadaan umum : Lemah, lesu, kurus
Kesadaran : Cendrung compos mentis
Tekanan darah : Normal
Suhu : Kadang-kadang tinggi terutama pada fase-fase
awal
Nadi : Cepat dan lemah
Pernafasan : Cepat dan tidak teratur, terlihat sesak dan
adanya tarikan dinding dada
Berat badan : : Biasanya terjadi penurunan berat badan yang
drastis
Tinggi badan : Cendrung tetap

Pemeriksaan head to toe


Kepala : Biasanya ditemukan rambut kusam dan kotor
Mata : Konjunngtiva cendrung pucat / anemis, mata cekung

Telinga : Pendengaran baik, cenderung tanpa keluhan


Hidung : Biasanya terdapat secret, kadang terlihat sulit bernafas,
tersengal-sengal atau bernafas dengan bantuan mulut,
tampak PCH ( Pernafasan Cuping hidung )
Mulut : Cenderung tak ada gangguan
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar getah bening tapi kadang
juga tidak
Dada : Ditemukan data adanya tanda-tanda penarikan dinding
dada saat bernafas, suara nafas terdengar ronkhi, bentuk
dada biasanya ditemukan normal namun bentuk ruas
tulang belakang tampak kiposis

Abdomen : Bising usus biasanya meningkat karena klien sebenarnya


lapar tapi mual sehingga tidak nafsu makan

Ekstermitas : Klien bisa merasakan kelelahan yang sangat sehingga


tampak malas untuk beraktifitas
Integumen : Turgor kulit jelek, kulit kering bersisik

Diagnosa Masalah Keperawatan


a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan eksudat
(banyaknya mukus)
b. Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang
nafsu makan, intake tak adekuat.
d. Gangguan pola tidur b/d kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes Marilynn, dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Somantri Irman (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan
Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media
Aeculapius
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy