KM
KM
KM
Phone Number :
Title : Relationship of Bacterial Vaginosis with First Trimester
of Pregnancy on Progesterone Levels
E-mail : fajriahnaeny@yahoo.com
Key Words :
Bacterial Vaginosis, Progesterone Levels, First Trimester
Nama Lengkap : Naeny Fajriah
No.Hp : 082266609871
Judul : Hubungan Kejadian Bakterial Vaginosis Pada Ibu
Hamil Trimester I Terhadap Kadar Progesteron
E-mail : fajriahnaeny@yahoo.com
Institusi : Bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS/
RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo
Kata kunci :
Bakterial vaginosis, kadar progesteron, Trimester I
HUBUNGAN KEJADIAN BAKTERIAL VAGINOSIS PADA IBU HAMIL
TRIMESTER I TERHADAP KADAR PROGESTERON
Naeny Fajriah, Maisuri T Chalid,
I. PENDAHULUAN
BV (Bacterial Vaginosis) adalah sindrom klinis akibat pergantian Lactobacillus
spp, penghasil hidrogen peroksidase (H2O2) yang merupakan flora normal pada vagina
dengan bakteri anaerob konsentrasi tinggi (seperti: Bacteriodes sp., Mobilluncus sp.,
Gardnerella vaginalis dan Mycoplasma hominis). BV merupakan penyebab utama
timbulnya sekret vagina yang berbau tidak sedap pada wanita usia reproduktif, dimana
penyebab pasti dan pencetus terjadinya BV tersebut masih sulit dipahami.1
Bakterial vaginosis (BV) ini merupakan penyebab tersering infeksi vagina pada
wanita usia subur. Bakterial vaginosis ditandai dengan perubahan flora normal saluran
genital, yaitu dominasi Lactobacillus sp. digantikan oleh berbagai jenis organisme Gram
positif maupun Gram negatif, yakni Gardnerella vaginalis, Prevotella sp., Bacteroides sp.,
dan lain-lain. Perubahan mikrobiologis ini menyebabkan peningkatan pH vagina, produksi
uap amin, serta peningkatan kadar endotoksin, enzim sialidase dan glikosidase bakteri pada
cairan vagina.2
Keluhan tersering dari BV adalah malodor atau bau vagina yang khas yaitu bau
amis (fishy odor) dan rasa gatal. Keluhan malodor disebabkan oleh peningkatan amin
terutama trimethylalamine yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang dicurigai menjadi
penyebab BV yaitu G. vaginalis, M. hominis, dan Mobiluncus spp. Amin menguap bila
cairan vagina menjadi basa. Cairan semen yang basa (pH 7,2) menimbulkan
terlepasnya amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan
bau yang khas 3,4,5
Prevalensi dan distribusi BV bervariasi di antara seluruh populasi dunia. Beberapa
penelitian melaporkan prevalensi BV tinggi pada populasi ras Afrika, Afro-Amerika, dan
Afro-Karibia. Prevalensi BV didapatkan sebesar 32% di antara wanita Asia di India dan
Indonesia. Berdasarkan penelitian Pujiastuti di poli IMS RSUD Dr. Soetomo Surabaya
periode 2007-2011 didapatkan 35 pasien baru BV, yang merupakan 0,71% dari jumlah
kunjungan pasien Divisi IMS dan 0,1% dari jumlah kunjungan pasien baru URJ Penyakit
Kulit dan Kelamin. Kelompok usia terbanyak didapatkan pada kelompok usia 25-44 tahun
sebanyak 74.3%.6
Semua penggunaan kontrasepsi hormonal ditemukan berhubungan dengan
penurunan prevalensi BV yang cukup bermakna pada 19 penelitian, tiga penelitian
melaporkan adanya hubungan borderline dengan CI 95% 1,00 (Tabel 1, Gambar 2) dan
tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara semua penggunaan kontrasepsi
hormonal dengan BV pada 25 penelitian.7
Selain itu tingginya konsentrasi progesteron menyebabkan penurunan hormon
estrogen yang dapat meningkatkan frekuensi BV pada pengguna kontrasepsi jenis ini.
Penelitian ini akan mencari hubungan antara kadar progesteron dengan kejadian bakterial
vaginosis.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan melibatkan sampel
dari ibu hamil trimester pertama yang datang untuk memeriksakan kehamilannya dengan
dan atau tanpa keluhan fluor albus. Waktu pengambilan sampel mulai bulan Januari s/d
April 2018, bertempat di RS Wahidin Sudirohusodo dan jejaringnya di kota Makassar.
Adapun penegakan diagnosis bakterial vaginosis dari penelitian ini berdasarkan gejala
klinis yang didukung oleh pemeriksaan laboratorium yang kemudian dikategorikan
menurut kriteria Amsel, dimana terdapat paling tidak tiga dari empat tanda-tanda berikut
: Sekret vagina berwarna putih yang homogen, pH cairan vagina > 4,5. Adanya fishy odor
dari cairan vagina yang ditetesi KOH 10% (whiff test), serta pada pemeriksaan mikroskopik
ditemukan Clue cells. Data diambil berupa demografi pasien, umur, usia kehamilan, dan
keluhan. Hubungan antara kadar progesterone dengan bacterial vaginosis dilakukan dengan
cara uji chisquare dengan kebermaknaan p<0,05.
Hasil
Tabel 1 Karakteristik ibu hamil trimester 1 dengan kecurigaan bakterial vaginosis
Variabel n %
Umur < 27 Tahun 38 49,4
≥ 27 Tahun 39 50,6
Paritas Primi 46 59,7
Multi 31 40,3
Pendidikan < 9 Tahun 46 59,7
≥ 9 tahun 31 40,3
Pekerjaan Tidak Bekerja 48 62,3
Bekerja 29 37,7
BV Positif BV 40 51,9
Bukan BV 37 48,1
Ph Vagina Ph > 4,5 49 63,6
pH ≤ 4,5 28 36,4
Kadar Progesteron Progesteron ≥ 6 49 63,6
Progesteron < 6 28 36,4
Dari tabel 1 diatas dapat dilihat bahwa dari 77 sampel ibu hamil trimester 1 yang
datang untuk ANC dengan ada keluhan keputihan, berdasarkan umur terbanyak adalah ≥
27 tahun 50,6 %, < 27 tahun 49,4%. Untuk paritas 59,7% primipara, dan 40,3% multipara.
Pendidikan < 9 tahun sebanyak 59,7% dan ≥ 9 tahun sebanyak 40,3%. Untuk kategori
pekerjaan terdapat 62,3% kategori tidak bekerja dan sebanyak 37,7% yang bekerja.
Kategori BV positif sebanyak 51,9%, bukan BV sebanyak 48,1. Berdasarkan kategori pH
vagina, sebanyak 63,6% pH > 4,5 dan 36,4% pH ≤ 4,5. Sedangkan untuk kadar
progesteron < 6 sebanyak 36,4% sedangkan progesteron ≥ 6 sebanyak 63,6%.
Pembagian umur dengan batasan 27 tahun dilakukan sebab dalam analisis ditribusi
didapatkan nilai mean adalah 27, 38 Pada penelitian ini didapatkan 77 sampel ibu hamil
dengan distribusi umur termuda 15 tahun dan tertua 40 tahun dengan mean 27,38. Sd 6,205.
Bakterial Vaginosis
Pada tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa variabel umur, paritas, pendidikan dan
pekerjaan mempunyai hubungan yang tidak bermakna dengan bakterial vaginosis dengan
p 0,137, 0,378,0,378,dan 0,886 masing masing. Variabel yang mempunyai hubungan
secara statistik bermakna adalah kadar progesteron dengan p 0,035 RR 1,778 dan 95% CI
1,085-3,208.
Dengan didapatkannya kadar progesteron yang secara statiskik bermakna dengan
nilai p < 0,05 maka ingin dicari lagi hubungan antara kadar progesteron dengan kriteria
Amsel yang digunakan sebagai penegakan diagnosis Bakterial Vaginosis pada penelitian
ini, seperti yang didapatkan pada tabel 3 dibawah ini.
Progesteron
Variabel P RR 95% CI
≥6 <6
Progesteron
Variabel P RR 95% CI
≥6 <6
Sekret Positif 17 7 0,377 0,736 0,363-1,492
vagina 34,7% 25,0%
Negatif 32 21
65,3% 75,0%
Positif 29 16 0,861 0,948 0,523-1,720
Whiff 59,20% 57,10%
test Negatif 20 12
40,80% 42,90%
Dari tabel diatas ditemukan bahwa dari kriteria Amsel ; Sekret vagina, Whiff Test,
dan Clue tidak ditemukan hubungan yang bermakna dengan kadar progesteron terhadap
masing masing variabel kriteria amsel. Dengan nilai p berturut turut 0,377, 0,861, dan
0,321. Untuk kadar pH vagina ditemukan adanya hubungan yang bermakna secara statistik
dengan nilai p 0,039 RR 2,095 dan 95% CI 1,003-4,554.
Pembahasan
Pada tabel 1 didapatkan Secara distribusi umur, kami bagi atas 2 bagian yaitu
kurang dari 27 tahun (49,4%) dan lebih dari atau sama dengan 27 tahun (50,6%). Umur ini
merupakan umur rata-rata wanita dengan usia subur yang mana wanita hamil trimester
pertama tentu saja mempunyai pasangan seksual. Data tersebut diatas sesuai dengan hasil
penelitian Pujiastuti yang menyatakan kelompok umur terbanyak kasus baru bakterial
vaginosis periode 2007-2011 yaitu pada kelompok umur 25-44 tahun sebanyak 35
pasien (58,3%). 6 Hal itu bisa disebabkan karena wanita pada kelompok usia tersebut
merupakan kelompok usia dengan aktivitas seksual yang tinggi. 13 Hasil penelitian
Ocviyanti dan kawan-kawan didapatkan prevalensi BV cukup besar pada kelompok umur
41-45 tahun (54,5%), tetapi pada penelitian tersebut tidak dinilai kemaknaan hubungan
antara prevalensi BV dan karakteristik subjek 8
Hacker N.F dkk (2010) mendapatkan bahwa bakterial vaginosis lebih jarang pada
wanita pascapubertas tanpa pengalaman seksual dibandingkan yang mempunyai
pengalaman seksual. Studi kohort longitudinal memberikan bukti bahwa wanita yang
memiliki banyak pasangan seksual pria pasangan seksual pria dalam 12 bulan terakhir
berkaitan dengan terjadinya vaginosis bakterial. BV juga meningkat pada wanita yang
melakukan hubungan seksual dengan wanita (women have sex with women/WSW ) dan
berkaitan dengan wanita yang memiliki satu atau lebih pasangan seksual wanita dalam 12
bulan terakhir Studi pada lesbian memberikan bukti lebih jauh tentang peranan hubungan
seksual dalam penularan BV. Sekitar 101 lesbian yang mengunjungi klinik ginekologi
sebesar 29% menderita BV begitu juga pasangan seksualnya. Kemungkinan wanita
menderita BV hampir 20 kali, jika pasangannya juga menderita BV. Patogenesis terjadinya
BV pada WSW ini masih belum jelas.9 7
Kesimpulan
Terdapat hubungan yang bermakna terhadapat tingginya kadar progesteron pada
wanita hamil trimester I dengan kejadian bakterial vaginosis. Kadar progesteron yang
tinggi pada ibu hamil trimester pertama bertujuan untuk memelihara kelangsungan janin
yang berinplantasi pada endometrium. Peningkatan kadar progesteron dalam darah
menyebabkan penurunan kadar estrogen sehingga menyebabkan penurunan protein pada
cairan serviko vagina yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah mukus atau
penurunan kuantitas protein antimikrobial yang ada di cairan servico vagina.
DAFTAR PUSTAKA