Sampul Buku

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 15

KAJIAN KONTROVERSI PENGARUH EPISIOTOMI DAN NON EPISIOTOMI

TERHADAP PERSALINAN

(Sistematik Review )

Oleh :

Is Susiloningtyas dan Ruri Yuni Astari

Staf Pengajar Prodi D III Kebidanan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Sultan
Agung Semarang dan Staf Pengajar Prodi D III Kebidanan STIKes YPIB Majalengka,
Jawa Barat

ABSTRACT

Childbirth is an event which uncertainly will take place normally or not. Many
changes can occur rapidly and require a proper action. One of the actions that are often
performed during labor assistance is episiotomy. Episiotomy is the cutting of skin and
muscle between the vagina and anus. The purpose of it is to widen the birth canal.
However, recently it is revealed that this procedure should be applied selectively for
appropriate indication, for example if the baby’s shoulder is stuck, the fetus is under
stress so that delivery is expected to take place more quickly, deliveries assisted by
forceps or vacuum, perineal muscles are very stiff, so it is likely to experience wider
wounds on the perineum or labia (folds on the right and left of the vagina) if episiotomy
is not performed. The purpose of this study was to analyze the effect of the evidence
based use of episiotomy and non episiotomy against labor.

This study used a meta-analysis research method. The study was carried out on some
of the findings from the research journals, so it is also called literature/documentation
study approach. The method included in this category is Meta Analysis. Medical Practice
Today emphazises the need of research scientific evidence called Evidence Based
Medicine (EBM). Consequently, several studies are combined and analyzed (Meta-
Analysis).
The study results showed that episiotomy should not always be performed in a normal
delivery. From some research, the results are as follows: postpartum pain was more
commonly occurred in women experienced episiotomy, episiotomy did not speed up the
stage II labor duration in labor without complications, sexual function in women with
spontaneous perineal tear or intact perineum was better sexual function in mothers
experienced episiotomy or severe laceration (third or fourth degree), it may increase the
incidence of perineal infection, blood loss, pain during the healing process, the negative
effects on body image and sexual function, increased the risk of injury in ani sphingter,
decreased hemoglobin and hematocrit and the higher rate of infection.

Based on the research evidence above, it may be concluded that episiotomy should not
be performed as a routine care during labor because it may increase the risk to the mother
safety during labor process.Many attempts by the midwives in creating deliveries without
episiotomy may be performed through antenatal care and delivery assistance, where
midwives should have a belief that minimum intervention is mother friendly care to be
applied in practice. During Antenatal period, midwife can create perineal elasticity
through physical exercise and perineum massage. During delivery assistance, midwife
should be able to carefully assess the condition of the mother and not manipulate delivery
with stage II acceleration so that the risk of episiotomy and excessive perineal rupture can
be avoided.

Key words : Episiotomi and Non Episiotomi, Labour

PENDAHULUAN

Persalinan merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat dipastikan akan


berlangsung normal atau tidak. Banyak perubahan yang dapat terjadi secara cepat dan
memerlukan suatu tindakan dalam penanganannya. Salah satu tindakan yang sering
dilakukan saat pertolongan persalinan adalah tindakan episiotomi. Banyak pandangan di
masyarakat bahwa proses persalinan harus dilakukan melalui episiotomi. Persepsi yang
keliru tentang episiotomi menyebabkan tindakan episiotomi sering dilakukan secara rutin
dengan alasan lebih mudah dijahit, risiko kehilangan darah lebih sedikit, dan
penyembuhan lebih cepat.
Episiotomi adalah pengguntingan kulit dan otot antara vagina dan anus.
Tujuannya untuk melebarkan jalan lahir. Namun belakangan diketahui bahwa prosedur
1-3
ini seharusnya diaplikasikan secara selektif untuk indikasi yang sesuai . Episiotomi
dilakukan untuk melebarkan jalan lahir, jika diperkirakan memang diperlukan, misalnya
jika bahu bayi tersangkut, janin dalam keadaan stres sehingga persalinan diharapkan
berlangsung lebih cepat, adanya persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum,
daerah otot-otot perineum sangat kaku, sehingga kemungkinan akan mengalami luka
yang lebih luas di perineum atau labia (lipatan di sisi kanan dan kiri vagina) jika tidak
dilakukan episiotomi.
Episiotomi masih merupakan salah satu prosedur obstetrik. Tindakan ini
dilakukan lebih dari 90% pada nulipara di rumah sakit, namun penggunaan episiotomi
telah berkurang dalam beberapa tahun terakhir. Sejak sekitar 1920, jumlah wanita yang
mengalami episiotomi selama proses melahirkan menurun dengan konstan. Pada
penelitian sekitar 25.000 kelahiran di Rumah Sakit John Radcliffe di Oxford dilaporkan
bahwa angka episiotomi telah menurun dari 73% pada tahun 1980 menjadi 45% pada
tahun 1984, 39% pada tahun 1997, dan 21% pada tahun 20021.
Dilaporkan beberapa keuntungan episiotomi, termasuk integritas dasar panggul
dan pencegahan prolaps uteri serta trauma vaginal lainnya. Dahulu episiotomi dilakukan
secara rutin, namun tidak lagi saat ini. Beberapa studi klinik yang menunjukkan bahwa
episiotomi dilakukan untuk menghindari luka perineum yang lebih parah, tidak lagi
diperlukan saat ini. Selain itu, luka yang terjadi secara spontan menjadi lebih mudah
sembuh secara alami dibandingkan luka akibat episiotomi.

Saat ini mulai timbul kontroversi atas dilakukannya tindakan episiotomi. Hasil
Indiana Perinatal Educators Conference, 2010, menyatakan nyeri pasca episiotomi
menyebabkan kemampuan mobilitas ibu lebih sedikit, dan memicu timbulnya stress post
partum sehingga proses pencapaian peran menjadi ibu terhambat dan banyak ibu-ibu
dengan episiotomi mengalami keterlambatan dalam menyusui bahkan tidak menyusui
sama sekali 4.

Banyak upaya yang dapat dilakukan bidan dalam menciptakan persalinan tanpa
episiotomi melalui antenatal care dan saat pertolongan persalinan dimana bidan harus
mempunyai keyakinan bahwa minimal intervensi merupakan asuhan sayang ibu yang
harus diterapkan bidan dalam setiap praktiknya.
Pada periode antenatal care bidan dapat menciptakan elastisitas perineum ibu
melalui latihan fisik dan pijat perineum. Pada saat pertolongan persalinan bidan harus
mampu dengan cermat menilai kondisi ibu dan tidak memanipulasi persalinan dengan
percepatan kala II sehingga risiko episiotomi dan ruptur perineum berlebihan bisa
dihindarkan.

Penelitian ini merupakan Metaanalisis Method Research, merupakan suatu


penelitian dengan menggunakan teknik statistika yang menggabungkan dua atau lebih
penelitian sejenis sehingga diperoleh paduan data secara kuantitatif. Dilihat dari
prosesnya, meta-analisis merupakan suatu studi observasional retrospektif, dalam artian
peneliti membuat rekapitulasi data tanpa melakukan manipulasi eksperimental.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh secara evidence
based tentang penggunaan episiotomi dan non episiotomi terhadap persalinan.

METODE
Subjek dalam penelitian ini adalah 14 hasil penelitian yang di publikasikan di jurnal
terakreditasi, pengambilan sampel kuantitatif dilakukan dengan mengambil hasil
penelitian yang sejenis menggunakan cara purposive sampling.

Data yang digunakan pada penelitian kuantitatif merupakan data sekunder yang
diperoleh dari hasil penelitian yang telah dipublikasikan. Meta Analisis ini merupakan
suatu studi observasional retrospektif, dalam artian peneliti membuat rekapitulasi data
tanpa melakukan manipulasi eksperimental.
HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL

Berdasarkan analisis kuantitatif pada penelitian ini adalah sebanyak 14 (100%)


jurnal dalam kesimpulanya menyarankan tidak melakukan episiotomi sebagai kegiatan
yang rutin karena kurang memberikan manfaat bagi ibu bersalin.

Menurut review sistematis studi yang ada, yang diterbitkan dalam Journal of
American Medical Association, prosedur pembedahan yang dikenal sebagai episiotomi
yang dilakukan pada 35% dari seluruh kelahiran di AS dan ini tidak memberikan
manfaat10. Di Amerika Serikat sebanyak 30-35% persalinan per vaginam berlangsung
dengan tindakan episiotomi11.
Penelitian yang dilakukan di Thailand tahun 2008, pada 164 wanita bersalin yang
dikelompokkan menjadi kelompok dengan episiotomi dan non episiotomi. Didapatkan
hasil bahwa lama kala II yaitu (41.62 ± 31.61 min) pada kelompok episiotomi dimana
waktunya lebih lama dibandingkan waktu yang dicapai oleh kelompok non episiotomi
(26.72 ± 27.28 min) dengan p-value < 0.05 9. Hal ini membuktikan bahwa tindakan
episiotomi tidak mempercepat durasi kala II persalinan pada persalinan tanpa penyulit.
Penelitian pada kelompok episiotomi dan non episiotomi tahun 2008 menemukan
bahwa pada kelompok non episiotomi sebanyak 8,5% masih mempunyai perineum yang
intak setelah persalinan dan tidak ada laserasi perineum derajat 4 yang ditemukan. Lebih
dari itu, dikemukakan bahwa kelompok non episiotomi mempunyai risiko sebanyak 8
kali lebih rendah dibanding dengan kelompok episiotomi terhadap terjadinya laserasi
derajat tiga9. Hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
Degrees of Episiotomy Non-episiotomy p-value
perineal
Median Mediolateral n = 82 (%)
laceration
n = 22 (%) n = 60 (%)

Perineal intact 0 0 7 (8.5) <0.001*

1st degree 0 0 31 (37.8)

2nd degree 20 (90.9) 55 (91.7) 43 (52.4)


3rd degree 2 (9.1) 5 (8.3) 1 (1.2)

4th degree 0 0 0

* Pearson Chi-Square

Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan. Hasil penelitian di
Thailand tahun 2008 menemukan bahwa laserasi perineum derajat tiga terjadi pada 7
kasus (8.5%) pada kelompok episiotomi 2 pada 22 episiotomi medialis (9.1%), 5 pada
60 (8.3%) episiotomi mediolateralis dan hanya 1 kejadian (1.2 %) pada kelompok
episiotomi. Hal ini menunjukkan perbedaan signifikan secara statistik dengan p-value <
0.001. Risiko relative terhadap kemungkinan laserasi perineum derajat tiga pada
kelompok episiotomi adalah 8 kali lebih besar dibandingkan kelompok non episiotomi
dengan (CI = 95%)9.
Suatu penelitian retrospektif di Skotlandia berbasis studi kohort pada lebih dari 2100
persalinan operatif pervaginam dilaporkan terjadi peningkatan risiko laserasi perineum
yang parah untuk persalinan vagina dengan tindakan episiotomi dibandingkan dengan
tidak dilakukan episiotomi (7.5 vs 2.5%; OR: 2.92).

Sebuah studi yang dipublikasikan oleh Kudish dan rekan pada tahun 2006 mencatat
adanya efek yang sinergis antara persalinan operatif pervaginam dengan episiotomi
medialis dengan risiko laserasi pada sphingter ani. Penulis menemukan bahwa
penggunaan episiotomi dikaitkan dengan peningkatan risiko 20 kali lipat terjadinya
laserasi sphingter ani pada nullipara dan 77 kali lipat peningkatan risiko pada wanita
multipara dibandingkan persalinan spontan 12. Para penulis menyimpulkan bahwa
kombinasi dari prosedur episiotomi harus dihindari sebisa mungkin. Hal ini
menunjukkan perluasan luka yang dapat diakibatkan dari tindakan episiotomi.
Beberapa studi lainnya menyediakan data jangka menengah hasil klinis (antara 3 dan
12 bulan pasca persalinan) pada efek dari episiotomi menyebabkan dispareunia,
inkontinensia urin atau disfungsi dasar panggul.
Dalam sebuah studi prospektif besar, Klein et al. menemukan bahwa 3 bulan setelah
melahirkan, wanita dengan episiotomi medialis melaporkan nyeri perineum yang lebih
dibanding dengan perineum utuh atau laserasi spontan. Fungsi seksual pada wanita
dengan perineum utuh atau robek spontan lebih baik, bila dibandingkan dengan ibu yg
dilakukan episiotomi atau laserasi yang berat (derajat ketiga atau keempat) 12.
Penelitian pada penggunaan episiotomi medialis menemukan bahwa tidak ada
perbedaan pada Skala Nyeri McGill untuk nyeri perineum atau nyeri urinaria pada hari 1,
2 dan 10. Kelompok dengan episiotomi rutin digambarkan sebanyak 42,5% dengan nyeri
sedangkan kelompok episiotomi terbatas sebanyak 30,7% dengan nyeri perineum 11. Hal
ini menunjukkan bahwa episiotomi rutin menimbulkan nyeri perineum yang lebih sering
walaupun secara statistik tidak berbeda

Penelitian juga dilakukan untuk mengetahui kehilangan darah pada kelompok


episiotomi dan non episiotomi. Penelitian yang dilakukan pada nullipara dengan
membandingkan efek waktu penjahitan luka episiotomi terhadap kehilangan darah antara
kelompok dengan episiotomi dan tanpa episiotomi, ditemukan bahwa penurunan
hemoglobin dan hematokrit pada semua kelompok episiotomi secara signifikan lebih
tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa episiotomi (p <0,05). Dalam penelitian
tersebut juga ditemukan bahwa tidak ada perbedaan kehilangan darah yang signifikan
pada teknik medialis dengan waktu penjahitan luka sebelum atau sesudah pelepasan
plasenta sedangkan perbedaan ditemukan secara signifikan pada kelompok mediolateral
(p <0,05). Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa episiotomi sebaiknya
dihindari untuk menurunkan jumlah kehilangan darah saat postpartum 16

Penelitian menemukan secara signifikan angka infeksi yang lebih tinggi (p<0.001)
dan periode penyembuhan yang lebih lama pada kelompok episiotomi dibandingkan
dengan robekan spontan perineum17. Hasil tersebut mengindikasikan banyak wanita akan
mengalami kesakitan setelah episiotomi.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahwa tindakan episiotomi tak harus selalu
dilakukan pada persalinan normal. Pada umumnya tujuan episiotomi untuk memperlebar
jalan lahir sehingga memudahkan dan melancarkan proses persalinan melalui vagina. Istilah
lainnya adalah perineotomi. Pada praktiknya, episiotomi dilakukan menurut perencanaan
(primer) atau tidak direncanakan (sekunder), yakni saat perineum (daerah antara vagina dan
anus) sudah menipis dan akan robek.
Nyatanya, hampir 80 persen persalinan normal melibatkan tindakan episiotomi. Ada
anggapan, tindakan episiotomi akan memudahkan bayi keluar dan robekan di vagina pun
akan lebih rapi. Terutama jika yang dilahirkan adalah anak pertama. Alasannya, dinding
dasar panggul ibu masih kaku, sehingga sering kali menyebabkan persalinan kala II menjadi
lama, yang dapat meningkatkan risiko asfiksia pada bayi baru lahir. Asfiksia neonatorum
dalam keadaan ekstrim berat dapat menimbulkan kerusakan sel-sel saraf di otak. Apabila ini
terjadi, tentunya akan mempengaruhi kecerdasannya kelak.
Perineum ibu pada persalinan anak pertama pada umumnya lebih kaku dibanding
persalinan berikutnya. Namun kekakuan ini sebenarnya tidaklah bertahan lama. Jaringan dan
otot-otot perineum akan menjadi elastis serta melunak dengan sendirinya karena tekanan
kepala bayi pada saat keluar secara bertahap. Pada persalinan berikutnya, perineum umumnya
sudah lebih lentur sehingga proses persalinan pun dapat berlangsung lebih mudah. Sehingga,
anggapan bahwa jika tidak dilakukan episiotomi, robeknya vagina pasti ‘berantakan’ ternyata
tidak terbukti. Persalinan pervaginam banyak yang hanya mengalami luka yang sangat
minimal (sedikit).
Praktik kedokteran masa kini menekankan perlunya bukti ilmiah hasil penelitian yang
disebut evidence based medicine. Untuk itu, beberapa penelitian digabungkan dan dianalisis
(disebut Meta-Analisis). Masalah perlu tidaknya episiotomi ini diteliti oleh Cochrane
Collaboration yang membandingkan episiotomi rutin dan episiotomi yang dilakukan atas
indikasi pada pertolongan persalinan melalui vagina. Hasilnya, robekan ternyata lebih banyak
terjadi pada persalinan dengan episiotomi. Nyeri pasca persalinan juga lebih banyak dijumpai
pada ibu-ibu yang menjalani episiotomi.

Beberapa penelitian tentang episiotomi yang telah dilakukan selama bertahun-tahun di


berbagai belahan dunia, mendapatkan satu kesimpulan bahwa berdasarkan indikasi langkah
episiotomi boleh dilakukan. Namun, sebelum sampai pada keputusan itu, ada beberapa
kemungkinan komplikasi yang merupakan penyulit tindakan episiotomi dan menyertai
kemudian, antara lain : a) Perdarahan, episiotomi yang dilakukan terlalu dini, yaitu pada
saat kepala janin belum menekan perineum, akan mengakibatkan perdarahan yang banyak
pada ibu b) Infeksi, penelitian menemukan bahwa angka infeksi akan lebih tinggi terjadi
pada luka perineum karena episiotomi dibanding luka akibat robekan spontan perineum c)
Hematoma, reparasi luka yang tidak akurat dan sering kali menyisakan pembuluh darah
yang tidak terjahit dapat menyisakan gumpalan darah di bawah kulit atau disebut hematoma
d) Nyeri saat berhubungan, penyembuhan luka yang tidak baik dapat menimbulkan rasa
nyeri berkepanjangan, bahkan hingga masa nifas berakhir dan ibu mulai berhubungan intim
lagi.
Beberapa penelitian menemukan bahwa nyeri koitus lebih banyak terjadi pada wanita
dengan riwayat episiotomi. Hal ini dipengaruhi oleh trauma secara fisik pada perineum yang
menyebabkan nyeri yang lebih dirasakan dibanding nyeri karena robekan spontan.

SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
1. Episiotomi merupakan prosedur yang umum dikerjakan pada dunia obstetrik modern.
2. Episiotomi adalah suatu tindakan operatif berupa sayatan pada perineum meliputi
selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot
dan fascia perineum dan kulit depan perineum.
3. Penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa episiotomi tidak memberikan manfaat jika
dilakukan tanpa indikasi bahkan menimbulkan dampak yang mempengaruhi wanita
setelah melahirkan.
4. Penelitian menunjukkan bahwa lama kala II yaitu 41.62 ± 31.61 min. pada kelompok
episiotomi lebih lama dibandingkan waktu yang dicapai oleh kelompok non
episiotomi (26.72 ± 27.28 min.) dengan p-value < 0.05. Hal ini membuktikan bahwa
tindakan episiotomi tidak mempercepat durasi kala II persalinan pada persalinan tanpa
penyulit.
5. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan risiko kejadian laserasi sfingter ani
(laserasi derajat 3 atau 4) berhubungan dengan penggunaan episiotomi, dengan angka
kejadian 4 dari 12 partus pervaginam
6. Fungsi seksual pada wanita dengan perineum utuh atau robek spontan lebih baik, bila
dibandingkan dengan ibu yg dilakukan episiotomi atau laserasi yang berat (derajat
ketiga atau keempat). Nyeri koitus lebih sering terjadi pada wanita dengan riwayat
episiotomi
7. Penelitian membuktikan episiotomi dapat meningkatkan kejadian infeksi perineum,
kehilangan darah, nyeri selama proses penyembuhan, efek negative terhadap body
image dan fungsi seksual serta meningkatkan risiko terjadinya perlukaan pada
sphingter ani yang meningkatkan risiko terjadinya inkontinensia flatus maupun faeses.
8. Penelitian dewasa ini menunjukkan bahwa episiotomi tidak memberikan manfaat jika
dilakukan tanpa indikasi bahkan menimbulkan dampak yang mempengaruhi wanita
setelah melahirkan.
9. Episiotomi dewasa ini tidak dilakukan secara rutin namun karena adanya suatu
indikasi spesifik. Episiotomi dilakukan untuk melebarkan jalan lahir, jika
diperkirakan memang diperlukan, misanya jika bahu bayi tersangkut, janin dalam
keadaan stres sehingga persalinan diharapkan berlangsung lebih cepat, adanya
persalinan yang dibantu dengan forsep atau vakum, daerah otot-otot perineum sangat
kaku, sehingga kemungkinan akan mengalami luka yang lebih luas diperineum atau
labia (lipatan disisi kanan dan kiri vagina) jika tidak dilakukan episiotomi.
10. Peneliti lebih banyak menemukan bahwa laserasi yang dalam hampir semuanya akibat
dari perluasan episiotomi. Kelompok non episiotomi mempunyai risiko sebanyak 8
kali lebih rendah dibanding dengan kelompok episiotomi terhadap terjadinya laserasi
derajat tiga.
11. Beberapa studi lainnya menyediakan data jangka menengah hasil klinis (antara 3 dan
12 bulan pasca persalinan) pada efek dari episiotomi menyebabkan dispareunia,
inkontinensia urin atau disfungsi dasar panggul
12. Penelitian terhadap kejadian postpartum dispareunia telah dilakukan terhadap wanita
yang mengalami episiotomi dan tidak. Hasil penelitian menunjukkan wanita yang
menjalani episiotomi mengalami lebih banyak komplikasi dan kesulitan emosional
saat kala II.
13. Penelitian menemukan bahwa penurunan hemoglobin dan hematokrit pada semua
kelompok episiotomi secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
tanpa episiotomi (p <0,05).
14. Penelitian menemukan secara signifikan angka infeksi yang lebih tinggi (p<0.001)
dan periode penyembuhan yang lebih lama pada kelompok episiotomi dibandingkan
dengan robekan spontan perineum.

SARAN
Penggunaan episiotomi sebaiknya tidak dilakukan secara rutin, dibatasi dan dilakukan
hanya untuk indikasi spesifik tertentu demi penyelamatan jiwa ibu maupun bayi. Jika
tindakan episiotomi harus dilakukan disarankan untuk membatasi penggunaan episiotomi
medialis sesuai dengan indikasinya dimana akan menurunkan terjadinya laserasi perineum
yang lebih luas terutama pada nullipara.

Untuk mencegah kekakuan perineum saat ini penerapan pijat perineum sudah mulai
diterima di Indonesia, ibu hamil telah melakukan pijat perineum dan terbukti efektif
menurunkan risiko laserasi jalan lahir.
Senam kegel dan latihan jongkok-berdiri dapat diterapkan diseluruh masyarakat
Indonesia. Bidan diharapkan mampu menfasilitasi latihan-latihan tersebut sehingga risiko
laserasi perineum dapat dicegah.

Kelas ibu hamil dapat memfasilitasi pemberian informasi dan latihan awal terhadap
persiapan perineum, ibu hamil dapat melanjutkan sendiri latihan tersebut dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Episiotomi. Majalah Kebidanan dan Penyakit Kandungan. 2011

2. Geoffrey Chamberlain PS. ABC of Labour Care Operative Delivery. BMJ.


[Clinical Review]. 1999 8 May 1999;318(7193).

3. Klein ea. Episiotomy Should be Used Only for Spesific Fetal-Maternal


Indications, Relationship of Episiotomy to Perineal Trauma and Morbidity. 1994
[updated 1994; cited 24 Oktober 2011]; Available from: www.archfammed.com.

4. Susanti. Peran Bidan dalam Menciptakan Persalinan Tanpa Episiotomi 2011


[updated 2011; cited 1 Nopember 2011]; Available from:
http://citraabadi2010.blogspot.com/2011/01/peran-bidan-dalam-menciptakan.html

5. Alfin Ludica SS, PIM Gonta. Episiotomi. Jakarta: Jurnal Medika; 2010 [updated
2010; cited 25 Oktober 2011]; Artikel Penyegar:[Available from:
http://www.jurnalmedika.com/edisi-tahun-2010/edisi-no-02-vol-xxxvi-2010/155-
artikel-penyegar/165-episiotomi.

6. Rusda M. Anastesi Infiltrasi Pada Episiotomi. Sumatera Utara: USU; 2004


[updated 2004; cited 27 Oktober 2011]; Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3566/1/obstetri-rusda2.pdf.

7. Stöppler MC. Episiotomy. [cited 26 Oktober 2011]; Available from:


http://www.medicinenet.com/episiotomy/article.htm.
8. Anonim. Episiotomi dalam Tabloid Nakita. 2007 [updated 2007; cited 1 Nopember
2011]; Available from: http://9reen.wordpress.com/category/kebidanan/.

9. Chakpan Supadech KB, Sayomporn Komolpis, Suthee Panichkul. Third and Fourth
Degree Perineal Lacerations of Episiotomy Versus Non-Episiotomy in
Spontaneous Vaginal Deliveries at Phramongkutklao Hospital. Thai Journal of
Obstetrics and Gynaecology. 2008;16:199-2056.

10. Anonim. Routine procedure during childbirth provides no benefits, study review
finds. 09.05.2005; [cited 27 Oktober 2011]; Available from: http://www.innovations-
report.de/html/berichte/studien/bericht-44100.html.
11. Katherine Hartmann ea. Outcomes of Routine Episiotomy. American Medical
Association. [A Systematic Review]. 2005;293.

12. Justin Lappen DG. Episiotomy Practice: Changes and Evidence-based Medicine
in Action: Episiotomy & Long-term Clinical Outcomes. USA; [cited 25 Oktober
2011]; Available from: http://www.medscape.com

13. Nager. CW HJ. Episiotomy Increases Perineal Laceration Length in Primiparous


Women. 2001;185:444-50.

14. Jeffrey Clemons GT, George McClure, Amy O'Boyle. Decreased anal sphincter
lacerations associated with restrictive episiotomy use. American Journal of
Obstetrics and Gynecology. 2005;192(5):1620-5.

15. Hanna Ejegård ELR, Berit Sjögren†. Sexuality after Delivery with episiotomy: A
Long-Term Follow-Up. Sweden; 2008 [updated 2008; cited 24 Oktober 2011];
Available from.

16. Basak Baksu ID, Atıf Akyol, Jale Ozgul, Figen Ezen. Effect of Timing of episiotomy
Repair on Peripartum Blood Loss. 2007 [updated 2007; cited 24 Oktober 2011];
Available from:
http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?doi=111138&hl=1&q=episiotom
y.
17. Per-Göran Larssona J-JP-C, Boinge Bergmana, Gerald Wallsterssona. Advantage or
Disadvantage of episiotomy Compared with Spontaneous Perineal Laceration.
1991 [updated 1991; cited 24 Oktober 2011]; Available from:
http://content.karger.com/ProdukteDB/produkte.asp?doi=293161&hl=1&q=episiotom
y.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy