Preview

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 20

Dengan kerendahan hati dan

harapan menggapai ridho Illahi Robbi


ku persembahkan skripsi ini untuk :

Keluargaku

Dan

Almamater tercinta
Teknik Mesin Universitas Lampung
ABSTRACT

THE EFFECT OF ELECTRIC CURRENT TO THE TENSILE STRENGTH ON


BIMETALLIC WELDING (STAINLESS STEEL A 240 Type 304 AND CARBON
STEEL A 516 Grade 70) WITH ELECTRODE E 309-16

By

Rino Indriyanto

Setting the welding current strength will affect the results of welding, for it needed a way
for bimetallic welding is more acceptable and can eventually be applied properly in
accordance with the desired. One way that might be done is setting the right amount of
welding current.

This study aims to determine the effect of welding current on tensile strength, and
microstructure. This study uses material yield of 0.1895% Carbon Steel C and Steel
Stainless steel yield 0.026% C. Materials treated with a variety of welding current 90
Ampere, 120 Ampere and 150 Ampere using DC reverse polarity welding with SMAW
electrode diameter of 3.2 mm E 309-16 DC reverse polarity of the electrode holder is
connected to the positive pole and a metal stem is connected to the negative pole. This type
of seam used is seam V at an angle of 60o.

The highest tensile strength of welded joints occurred in the specimens of 150 A that is
equal to 644 MPa this means an increase of 3.2% of the raw material of stainless steel and
an increase of 21.96% of the raw material carbon steel. The highest levels of violence
occurred in the HAZ of 644 MPa from 150 A current variation, it is seen in the micro
structure terihat softer than the other variations of the welding current. As per the research
results can be concluded that the variation of welding current structure changes because to
cooling and therefore contributes to the strength of the material that is an increase of raw
materials.

Key words : Carbon steel A 516 Grade 70, Stainless steel A 240 Type 304, Electric current,
E 309-16, and Tensile strength.
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam industri, teknologi konstruksi merupakan salah satu teknologi yang

memiliki andil dalam pengembangan berbagai sarana dan prasarana kebutuhan

manusia. Perkembangannya yang semakin pesat tidak bisa dipisahkan dari

teknik pengelasan dalam merancang suatu produk konstruksi. Bisa kita lihat

hampir semua produk konstruksi sangat bergantung pada unsur pengelasan

terutama dalam rancang bangun, dikarenakan pengelasan merupakan teknik

penyambungan yang relatif lebih murah dan mudah dalam operasionalnya.

Teknik pengelasan secara sekilas begitu sederhana, akan tetapi sebenarnya

membutuhkan pengetahuan yang komperhensif dalam melakukan pengelasan

untuk menghasilkan sambungan yang berkualitas, terutama faktor sifat logam

yang bergantung pada perubahan suhu. Apabila suhu tinggi maka struktur

kristal suatu logam akan mengembang dan besar sehingga logam menjadi

lunak, sebaliknya jika suhu didinginkan maka struktur kristal logam mengecil

sehingga logam menjadi keras. Hal ini menuntut perencanaan yang matang

dalam pengelasan terutama terhadap faktor-faktor yang mempengaruhinya,


2

yaitu besar kecilnya sumber panas yang digunakan, kecepatan pengelasan dan

bahan yang digunakan, serta dimensi dan fungsi dari benda kerja sendiri.

Pengelasan logam menghasilkan konfigurasi tiga bagian daerah logam, yang

pertama logam lasan, yang kedua daerah pengaruh panas yang disebut Heat

Affected Zone (HAZ), dan ketiga yaitu logam induk. Logam lasan adalah bagian

dari logam pengisi las yang pada saat pengelasan mencair dan membeku

seiring turunnya suhu. HAZ adalah logam induk yang bersebelahan dengan

daerah logam lasan dan mengalami perubahan mikrostruktur karena pengaruh

panas dari logam lasan yang mencair saat pengelasan kemudian menjadi dingin

secara cepat karena pengaruh pendinginan. Daerah pengaruh panas (HAZ)

merupakan daerah kritis dimana sering terjadi kerusakan maupun cacat. Logam

induk merupakan logam inti yang tidak mengalami perubahan mikrostruktur.

Perbedaan ketiga daerah logam tersebut terlihat jelas bila dilihat dengan alat

bantu mikroskop.

Proses Pengelasan bimetal yang dilakukan di PT. Multi Fabrindo Gemilang

(Cilegon) diaplikasikan untuk proses pembuatan bejana tekan (pressure vessel).

Dilihat dari segi ekonomisnya dapat menghemat biaya material baja tahan karat

(stainless steel) yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan material baja

karbon (carbon steel).

Penelitian yang telah dilakukan pada Pengelasan Bimetal adalah Pengelasan

Antara Baja Karbon Rendah ST 37 dan Baja Tahan Karat (Austenitic), Proses
3

pengelasan yang digunakan adalah proses pengelasan (SMAW) dengan arus 60

A. Elektroda yang digunakan adalah E 309 dan R 990. Percobaan ini bertujuan

untuk mengetahui pengaruh sifat mekaniknya. Dan hasilnya menunjukkan

terjadi penggetasan baja tahan karat karena pengendapan krom yang

disebabkan oleh preheat (terlalu lama), maka dari itu Heat input dipertahankan

rendah untuk menghindari retak atau embrittelment. (Widia Setiawan dan

Nugroho Santoso, UGM : 2006).

Penelitian lainnya tentang Pengaruh Magnet External Terhadap Sifat Mekanik

Pengelasan Bimetal Antara Baja SS 41 Dan AH 36, Proses pengelasan yang

digunakan adalah proses pengelasan (SMAW). Percobaan ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh sifat mekaniknya. Dan hasilnya menunjukkan bahwa

semakin besar medan magnet akan semakin memperkecil luas HAZ. Ini berarti

bahwa dengan penambahan medan magnet pada pengelasan akan semakin

memperkuat sifat mekanik sambungan las. (Deddy S. Utomo dan Mohammad

Nurul Misbah, ITS : 2008).

Pada suatu proses pengelasan seringkali ditemui suatu masalah, apalagi pada

pengelasan dua buah logam yang berbeda atau disebut bimetal. Proses

pengelasan bimetal adalah proses pengelasan yang menyambungkan dua

macam logam yang berbeda. Pengelasan bimetal mempunyai tingkat kerumitan

yang lebih tinggi dibanding dengan pengelasan dengan logam yang sejenis.

Karena logam yang tidak sejenis mempunyai karakteristik yang berbeda satu

sama lainnya. Sehingga proses pengelasan logam yang tidak sejenis


4

membutuhkan beberapa teknik tertentu, misalnya pemilihan logam yang akan

disambung harus tepat, pemilihan elektroda yang sesuai, pengaturan heat input

yang tepat, serta pemilihan perlakuan panas pengelasan yang tepat.

(Neonda, 2008).

Mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga macam yaitu mesin

las arus searah atau Direct Current (DC), mesin las arus bolak - balik atau

Alternating Current (AC) dan mesin las arus ganda yang merupakan mesin las

yang dapat digunakan untuk pengelasan dengan arus searah (DC) dan

pengelasan dengan arus bolak-balik (AC). Mesin Las arus DC dapat digunakan

dengan dua cara yaitu polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC

polaritas lurus (DC-) digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kapasitas

besar, untuk pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan

logam induk dihubungkan dengan kutub positif, sedangkan untuk mesin las DC

polaritas terbalik (DC+) digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan

kapasitas kecil, untuk pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub

positif dan logam induk dihubungkan dengan kutub negatif.

Pilihan ketika menggunakan DC polaritas negatif atau positif ditentukan oleh

jenis elektroda yang digunakan. Beberapa elektroda SMAW di desain untuk

digunakan hanya DC- atau DC+. Elektroda E 309-16 hanya dapat digunakan

pada DC polaritas terbalik (DC+, DCEP). Pengelasan ini menggunakan

elektroda E 309-16 dengan diameter 3,2 mm, maka arus yang digunakan 110 –
5

130 Ampere dan tegangan 30 Volt. Dengan interval arus tersebut, pengelasan

yang dihasilkan akan berbeda-beda, (Soetardjo, 1997).

Penyetelan kuat arus pengelasan akan mempengaruhi hasil las. Bila arus yang

digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik.

Busur listrik yang terjadi menjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup

untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-

rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan kurang dalam. Sebaliknya

bila arus terlalu tinggi maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan akan

menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam

sehingga menghasilkan kekuatan tarik yang rendah dan menambah kerapuhan

dari hasil pengelasan. Untuk itu dibutuhkan suatu cara agar pengelasan bimetal

lebih dapat diterima dan pada akhirnya dapat diaplikasikan dengan baik sesuai

dengan yang diinginkan. Salah satu cara yang mungkin dapat dilakukan adalah

pengaturan besarnya arus pengelasan yang tepat. (Arifin, 1997).

Kekuatan hasil lasan dipengaruhi oleh tegangan busur, besar arus, kecepatan

pengelasan, besarnya penembusan dan polaritas listrik. Penentuan besarnya

arus dalam penyambungan logam menggunakan las busur mempengaruhi

efisiensi pekerjaan dan bahan las. Penentuan besar arus dalam pengelasan ini

mengambil 90 A, 120 A dan 150 A.


6

Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini mengambil judul :

‘Pengaruh Arus Pengelasan Terhadap Kekuatan Tarik Pada Pengelasan Bimetal

(Carbon Steel A 516 Grade 70 dan Stainless Steel A 240 Type 304) Dengan

Elektroda E 309-16’.

B. Tujuan

Dengan permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik daerah

las Carbon Steel (A 516 Grade 70) dan Stainless Steel (A 240 Type 304)

hasil pengelasan SMAW dengan elektroda E 309-16.

2. Untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap struktur mikro

daerah las Carbon Steel (A 516 Grade 70) dan Stainless Steel (A 240 Type

304) hasil pengelasan SMAW dengan elektroda E 309-16.

C. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasinya hanya pada :

1. Material yang digunakan adalah plat baja karbon rendah (A 516 Grade 70)

dan plat baja tahan karat (A 240 Type 304).

2. Elektroda yang digunakan adalah berjenis E 309-16 diameter elektroda 3,2

mm, standar ASTM (American Society for Testing Material) yang

didasarkan pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American

Welding Society).
7

3. Proses pengelasan dilakukan dengan menggunakan las busur listrik

elektroda terlindung SMAW (shielded metal arc welding) pada posisi

pengelasan datar/dibawah tangan (down hand).

4. Kampuh yang digunakan yaitu kampuh V dengan sudut 600.

5. Perlakuan pengelasan dengan variasi arus 90 Ampere, 120 Ampere dan

150 Ampere, serta tegangan sebesar 30 Volt.

6. Pengujian dilakukan dengan uji tarik untuk mengetahui kekuatannya

dengan dimensi spesimen uji sesuai dengan standar ASTM E-8, selain itu

dilakukan pengujian struktur mikro untuk melihat struktur mikronya.

7. Pendinginan pasca pengelasan dilakukan secara biasa di lingkungan

terbuka sehingga proses pendinginan terjadi dengan sendirinya.

D. Sistematika Penulisan Laporan

Laporan tugas akhir ini disusun menjadi lima Bab. Adapun sistematika

penulisannya adalah sebagai berikut:

I. PENDAHULUAN

Menjelaskan tentang latar belakang masalah, tujuan, batasan masalah, dan

sistematika penulisan laporan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Berisi teori-teori dasar yang bersesuaian dengan materi yang diangkat

pada laporan tugas akhir ini.


8

III. METODE PENELITIAN

Menjelaskan mengenai metode-metode yang dilakukan dalam mengumpulkan

informasi, dan menjabarkan tahapan-tahapan kegiatan yang dilakukan selama

penelitian berlangsung sampai pada penyusunan laporan serta mejabarkan

alur pengukuran dan pengujian.

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang data pengujian kekuatan tarik dan hasil foto

struktur mikro dari hasil pengelasan yang telah dilakukan..

V. PENUTUP DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan dari hasil analisa dan pembahasan data hasil

pengujian yang telah dilakukan, serta saran yang diberikan penulis untuk

pengembangan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN
TARIK PADA PENGELASAN BIMETAL (STAINLESS STEEL
A 240 Type 304 DAN CARBON STEEL A 516 Grade 70) DENGAN
ELEKTRODA E 309-16

Oleh
RINO INDRIYANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar


SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2011
66

V. SIMPULAN

A. SIMPULAN

Dari hasil pengujian tarik dan pengamatan struktur mikro terhadap pengelasan

bimetal (Carbon Steel A 516 Grade 70 dan Stainless Steel A 240 Type 304),

maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pengelasan dengan arus 150 Amper mampu meningkatkan kekuatan tarik

sebesar 4,2 % dari arus terendah yaitu pada arus 90 Amper. Meskipun

berada diatas batas interval ideal elektroda E 309-16 yaitu (100-130)

Amper, nyala busur tetap stabil sehingga proses pengelasan berjalan

dengan baik.

2. Struktur mikro daerah HAZ pada perlakuan arus 90 Amper memiliki

kandungan ferit yang dominan sehingga memiliki sifat ulet dan kekerasan

sedang. Sedangkan pada perlakuan arus 150 Amper memiliki kandungan

perlit yang dominan dibandingkan kandungan ferit dan bentuknya butirnya

lebih halus daripada struktur pada arus 90 Amper. Struktur mikro arus 150

Amper memiliki ukuran butiran yang lebih halus sehingga memiliki

kekerasan yang lebih tinggi daripada arus 90 Amper.


66

B. Saran

Adapun saran yang dapat diambil dari hasil penelitian ini antara lain :

Perlu dilakukan penelitian lanjutan setelah selesai pengelasan hendaknya

benda kerja dilakukan pengujian kekerasan dan ketangguhan untuk

mengetahui sifat mekanis hasil pengelasan.


PENGARUH ARUS PENGELASAN TERHADAP KEKUATAN
TARIK PADA PENGELASAN BIMETAL (STAINLESS STEEL
A 240 Type 304 DAN CARBON STEEL A 516 Grade 70) DENGAN
ELEKTRODA E 309-16

(Skripsi)

Disusun Oleh :
Rino Indriyanto
0615021108

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2011
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja

Baja adalah logam paduan dengan besi sebagai unsur dasar dan karbon

sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar

antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Fungsi karbon dalam baja

adalah sebagai unsur pengeras. Unsur paduan lain yang biasa ditambahkan

selain karbon adalah mangan (manganese), krom (chromium), vanadium, dan

nikel. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya,

berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Penambahan kandungan karbon

pada baja dapat meningkatkan kekerasan (hardness) dan kekuatan tariknya

(tensile strength), namun di sisi lain membuatnya menjadi getas (brittle) serta

menurunkan keuletannya (ductility).

Pengaruh utama dari kandungan karbon dalam baja adalah pada kekuatan,

kekerasan, dan sifat mudah dibentuk. Kandungan karbon yang besar dalam

baja mengakibatkan meningkatnya kekerasan tetapi baja tersebut akan rapuh

dan tidak mudah dibentuk [Davis, 1982].


10

1. Klasifikasi Baja Karbon (Carbon Steel)


Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn,
P, S, dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada kadar karbon, bila
kadar karbon naik maka kekuatan dan kekerasan juga akan bertambah
tinggi. Karena itu baja karbon dikelompokkan berdasarkan kadar
karbonnya [Wiryosumarto, 2004].

a. Baja Karbon Rendah

Baja karbon rendah memiliki kandungan karbon dibawah 0,3%. Baja

karbon rendah sering disebut dengan baja ringan (mild steel) atau baja

perkakas. Jenis baja yang umum dan banyak digunakan adalah jenis

cold roll steel dengan kandungan karbon 0,08% – 0,30% yang biasa

digunakan untuk body kendaraan [Sack, 1997].

b. Baja Karbon Sedang

Baja karbon sedang merupakan baja yang memiliki kandungan karbon

0,30% - 0,60%. Baja karbon sedang mempunyai kekuatan yang lebih

dari baja karbon rendah dan mempunyai kualitas perlakuan panas yang

tinggi. Baja karbon sedang bisa dilas dengan las busur listrik elektroda

terlindung dan proses pengelasan yang lain. Untuk hasil yang terbaik

maka dilakukan pemanasan mula sebelum pengelasan dan normalizing

setelah pengelasan [Sack, 1997].

c. Baja Karbon Tinggi

Baja karbon tinggi memiliki kandungan karbon paling tinggi jika

dibandingkan dengan baja karbon yang lain yakni 0,60% - 1,7%.

Kebanyakan baja karbon tinggi sukar untuk dilas jika dibandingkan

dengan baja karbon rendah dan sedang [Sack, 1997].


11

Dalam Peneiltian ini jenis material yang digunakan adalah (A 516

Grade 70) merupakan baja karbon rendah dengan kadar karbon

0,1895%. Baja karbon rendah memiliki sifat mampu las yang baik,

mempunyai kepekaan retak las yang rendah dibandingkan dengan baja

karbon lainnya, memiliki kekuatan sedang dan keuletan yang baik.

Dan digunakan untuk konstruksi umum, body kendaraan, bejana tekan

(pressure vessel), dan lain-lainnya.

Adapun yang dimaksud dengan (A 516 Grade 70) menurut ASTM

(American Society for Testing Material) adalah:

A = Menunjukkan Pengkodean Material Standar Amerika.

516 = Spesifikasi Number Plate Baja Karbon Rendah.

Grade 70 = Menujukkan kekuatan antara 70-90 Ksi dan material

yang digunakan pada penelitian ini adalah kekuatannya

sebesar 76,6 Ksi (528 Mpa).

2. Klasifikasi Baja Tahan Karat (Stainless Stell)

Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi yang tahan terhadap

korosi, suhu tinggi, ketangguhan dan suhu rendah. Karena sifatnya,

maka baja ini banyak digunakan dalam pembuatan turbin, mesin jet,

pesawat terbang, bejana tekan, alat rumah tangga dan lain-lainnya.

Secara garis besar baja tahan karat dapat dikelompokkan dalam tiga

jenis, yaitu : jenis austenite, ferit, dan martensit seperti yang ditunjukkan

dalam tabel 1. berikut ini :


12

Tabel 1. Klasifikasi Baja Tahan Karat

Komposisi Utama (%) Sifat Sifat Sifat


Klasifikasi mampu tahan mampu
Cr Ni C keras korosi las
Baja Tahan
Mengeras kurang tidak
Karat (11 - 15) - ≤ 1,20
sendiri baik baik
martensit

Baja Tahan kurang


(16 - 27) - ≤ 0,35 baik baik
Karat ferit baik

Baja Tahan
baik baik
Karat ≤ 16 ≤7 ≤ 0,25 baik
sekali sekali
austenite
(Wiryosumarto, 2004).

a) Baja Tahan Karat (Austenitic), kelompok ini adalah yang paling

banyak ditemukan dalam aplikasi disekitar kita, contohnya: peralatan

rumah tangga, tangki, pressure vessel (bajana tekan), pipa, struktur

baik yang bersifat konstruksi maupun arsitektural. Memiliki

kandungan Ni tidak kurang dari 7% yang mengakibatkan

terbentuknya struktur austenite dan memberikan sifat ulet (ductile).

Stainless Steel 304, 304L, 316, 316L termasuk ke dalam tipe ini.

Stainless Steel austenitic bersifat non magnetic.

b) Baja Tahan Karat (Ferritic), kolompok ini memiliki sifat yang

mendekati baja umum (mild steel) tetapi memiliki ketahanan korosi

yang lebih baik. Didalam kelompok ini yang paling umum dipakai

adalah tipe 12% Chromium yang banyak dipakai dalam aplikasi

struktural dan tipe 17% Chromium yang banyak dipakai pada

aplikasi peralatan rumah tangga, boiler, mesin cuci dan benda-benda

arsitektural.
13

c) Baja Tahan Karat (Martensitic), tipe ini umumnya mengandung 11 –

13% Chromium. Tipe ini memiliki kekuatan dan kekerasan yang

tinggi, serta ketahanan terhadap korosi. Aplikasi terbanyak adalah

untuk turbine blade.

Dalam peneiltian ini jenis material yang digunakan adalah (A 240 Type

304) merupakan baja tahan karat austenit dengan kadar karbon

0,026%. Baja tahan karat austenit memiliki sifat mampu las yang baik,

tahan terhadap korosi, dan tahan dalam keadaan suhu tinggi dan suhu

rendah. Diaplikasikan untuk pembuatan turbin, mesin jet, pesawat

terbang, bejana tekan (pressure vessel), dan alat-alat rumah tangga.

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan (A 240 Type 304) menurut

ASTM (American Society for Testing Material) adalah:

A = Menunjukkan Pengkodean Material Standar Amerika.

240 = Spesifikasi Number Plate Baja Tahan Karat.

Type 304 = Menujukkan material berjenis plate.

3. Standarisasi Baja Karbon

Standarisasi baja karbon digunakan untuk menggolongkan baja karbon

berdasarkan komposisi kimia, penetapan standarisasi baja karbon menurut

The American Society Of Mechanical Engineers (ASME, 2007) dan

standar ASTM (American Society for Testing Material) yang didasarkan

pada standar asosiasi las Amerika Serikat AWS (American Welding


14

Society) mempergunakan nomor atau angka dan huruf. Baja karbon yang

digunakan adalah baja A 516 Grade 70, baja ini merupakan baja karbon

rendah dengan kadar karbon 0,1895% dan baja tahan karat A 240 Type

304, baja ini merupakan baja tahan karat (austenitic) dengan kadar karbon

0,026%. Selain kandungan karbon juga terdapat unsur paduan yang

lainnya. Unsur-unsur paduan ini dapat meningkatkan kesempurnaan dan

juga kekuatan dari baja yang dibentuk. Jumlah persentase dari unsur-unsur

paduan ini disesuaikan dengan kegunaan dan manfaat dari baja yang akan

digunakan.

B. Pengelasan

Pengelasan berdasarkan sumber energi panasnya dapat dibedakan menjadi tiga

yaitu mekanik, listrik dan kimia, sedangkan dari cara pengelasan dibedakan

menjadi tiga bagian yaitu pengelasan cair (Fusion Welding), pengelasan

tekanan (Pressure Welding), dan pematrian (Wiryosumarto, 2004). Cara

pengelasan dengan elektroda yang terbungkus fluks merupakan pengembangan

lebih lanjut dari pengelasan menggunakan elektroda logam tanpa pelindung

(Base Metal Electrode). Elektroda logam tanpa pelindung, busur sulit dikontrol

dan mengalami pendinginan yang cepat sehingga O2 dan N2 dari atmosfir

diubah menjadi oksida dan nitrida yang berakibat sambungan menjadi rapuh

dan lemah. Pengelasan elektroda terbungkus pada prinsipnya adalah busur

listrik yang terjadi antara elektroda dan logam induk mengakibatkan logam

induk dan ujung elektroda mencair kemudian membeku bersama-sama.

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy