Qawaid Munakahat Kel 9
Qawaid Munakahat Kel 9
Qawaid Munakahat Kel 9
Disusun oleh :
KELOMPOK 9
Nabila Fikriyah
Nadia Azhani
1
Suyuti Pulungan, Fiqh Siyasah,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1994) hal.22-23
2
Muhammad Sidqi Ibn Ahmad Ibn Muhammad al-Borneo,al-Wajiez fi idhah Qawaid al-Fiqh al-
Kulliyyah (Beirut:Muassasah al-Risalah, 1996), 348.Selanjutnya ditulis al-Borneo saja. 9Al-Borneo, al-
Wajiez..., hal. 347.
2
2. Produk ijtihad para ulama terhadap dalil syariat yang dikenal dengan fiqh.
3. Hasil pemahaman umara’ (pemerintah) terhadap dalil syariat, yang disebut dengan
siyasah syar’iyah dalam bentuk peraturan perundang-undangan (hukum qanuni).
Hukum qanuni ialah hukum yang ditetapkan oleh lembaga pemerintahan yang
berwenang, seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Fiqh siyasah adalah bagian dari fiqh. Fiqh siyasah sebagai sebuah disiplin ilmu
mempunyai sumber dalam pengkajiannya. Sumber Fiqh Siyasah ada tiga bagian, yaitu:
1. Al-Qur’an dan al-Sunnah,
2. Sumber-sumber tertulis selain al-Qur’an dan al-Sunnah
3. Peninggalan kaum muslimin terdahulu.
ُأ
2. َاْلِخ َياَنُة َالَتَتَجَّز
“Perbuatan khianat itu tidak terbagi-bagi”5
Apabila seseorang tidak melaksanakan atau khianat terhadap salah satu amanah yang
dibebankan kepadanya, maka ia harus dipecat dari keseluruhan amanah yang dibebankan
kepadanya. Contohnya, seorang kepala daerah memiliki banyak amanah yang dibebankan
kepadanya, baik tentang keuangan, kepegawaian, maupun tentang kebijakan yang arif dan
3
bijaksana. Apabila ia menyalahgunakan wewenangnya, misalnya dibidang keuangan dengan
melakukan korupsi, maka ia harus di hukum dan dipecat. Artinya seluruh amanah lain yang
dibebankan kepadanya, karena jabatannya itu menjadi lepas semuanya. Sebab melanggar
salah satunya berarti melanggar keseluruhannya.
َأ
3. ِاَّن اِالَماَم ْن َيْخ َطَئ ِفي الَعْفِو َخ ْيٌر ِمْن َاْن َيْخ َطَئ ِفي الُعُقوَبُة
“Seorang pemimpin itu salah dalam memberi maaf lebih baik daripada salah dalam
menghukum”.
Kaidah ini sama dengan ungkapan hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidzi. Maksud
kemunduran kepada rakyat dan bawahannya. Apabila seorang pemimpin masih ragu karena
belum ada bukti yang meyakinkan antara memberi maaf atau menjatuhkan hukuman, maka
yang terbaik adalah memberi maaf. Tetapi apabila sudah jelas dan meyakinkan bukti-
buktinya, maka seorang pemimpin harus berani dan tegas mengambil keputusan sesuai
dengan kaidah
َأ
4. الِوَالَيُة الَخاَّصُة ْقَوى ِمَن الِوَالَيِة الَعاَّمِة
“Kekuasaan yang khusus lebih kuat (kedudukannya) dari pada kekuasaan
yang umum”.
Dalam fikih siyasah ada pembagian kekuasaan sejak zaman kekhalifahan. Pembagian
kekuasaan itu terus berkembang, maka muncul berbagai lembaga kekuasaan dalam suatu
negara. Ada khalifah sebagai lembaga kekuasaan eksekutif, ada lembaga legislatif dan
lembaga yudikatif. Bahkan ada lembaga pengawasan.Maksud kaidah tersebut tersebut di atas
bahwa lembaga-lembaga yang khusus lebih kuat kekuasaannya dari pada lembaga yang
umum. Contohnya Camat lebih kuat kekuasaannya dalam wilayahnya daripada kepala desa;
wali nasab lebih kuat kekuasaannya terhadap anaknya dari pada lembaga peradilan agama,
dan seterusnya.
4
5. َاُيْقَبُل ِفي َداِر اِإلْس اَل ِم الُعْذُر ِبَج ْهِل اَألْح َكاِم
“Tidak diterima di negeri muslim pernyataan tidak tahu hukum”.
Sudah tentu yang dimaksud tidak tahu hukum di sini adalah hukum yang bersifat
umum karena masyarakat mestinya mengetahui, seperti hukum mentaati ulil amri adalah
Ajaran Islam baik dalam hubungan antara manusia maupun antara negara adalah
perdamaian. Perang hanya dilakukan untuk melakukan pertahanan diri. Perang bersifat
temporer dan dilakukan ketika satu-satunya penyelesaian adalah perang. Perang itu karena
darurat. Oleh sebab itu, harus memenuhi persyaratan darurat. Apabila terpaksa terjadi perang,
harus diupayakan kembali kepada perdamaian, baik dengan cara penghentian sementara,
perjanjian, dan dengan melalui lembaga arbitrase.
C. Pengertian Maslahah
Menurut istilah ulama ushul ada bermacam-macam ta’rif yang diberikan, yaitu:
1. Imam Ar-Razy mena’rifkan sebagai berikut: “maslahah adalah perbuatan yang telah
diperintahkan oleh musyarri’ (Allah) kepada hambanya tentang pemeliharaan
agamanya, jiwanya, akalnya, keturunannya dan hartanya.”
2. Imam Al-Ghazali mena’rifkan sebagai berikut: “maslahah pada dasarnya adalah
meraih manfaat dan menolak mudharat”
3. Muhammad Hasbi As-Siddiqi: “maslahah adalah memelihara tujuan syara’ dengan
jalan menolak segala sesuatu yang merusakkan makhluk.”
D. Bentuk Maslahah
Maslahah terdiri atas dua bentuk:
1. Mewujudkan manfaat, kebaikan dan kesenangan untuk manusia yang biasa disebut
dengan ( َج ْلُب اْلَمَناِفِعmembawa manfaat). Kebaikan dan kesenangan itu ada yang
langsung dirasakan oleh yang melakukan perbuatan yang disuruh itu. Ibarat orang
5
yang sedang haus meminum minuman segar. Ada juga yang dirasakannya kemudian
hari, sedangkan pada waktu melaksanakannya tidak dirasakan sebagai suatu
kenikmatan tatapi justru ketidakenakan. Seperti orang yang sedang sakit malaria
disuruh meminum obat yang rasanya pahit. Segala suruhan Allah barlaku untuk
mewujudkan kebaikan dan manfaat seperti ini.
2. Menghindari umat manusia dari kerusakan dan keburukan yang disebut (menolak
kerusakan). Kerusakan dan keburukan itu ada yang langsung dirasakannya setelah
melakukan perbuatan yang dilarang, ada juga yang waktu berbuat dirasakannya
sebagai sesuatu yang menyenangkan tetapi setelah itu dirasakan kerusakan dan
keburukannya. Umpamanya berzina dengan pelacur yang berpenyakit atau meminum
minuman manis bagi yang berpenyakit diabetes.
1. Golongan pertama, hanya berpegang kepada nash-nash saja dan mengambil dhahirnya
tidak melihat kepada sesuatu kemashlahatan yang tersirat di dalam nash itu.
Demikianlah pendirian golongan dhahiriyah, golongan yang menolak qiyas, mereka
mengatakan: “Tak ada kemaslahatan yang didatangkan syara’.”
2. Golongan kedua, berusaha mencari maslahat daripada nash untuk mengetahui illat-
illat nash, maksud, dan tujuan nash. Golongan ini mengqiyaskan segala yang terdapat
padanya maslahat kepada nash yang mengandung maslahat itu. Hanya saja mereka
tidak menghargai maslahat terkecuali ada syahid tertentu. Jadi maslahat yang mereka
i’tibarkan hanyalah maslahat yang disaksikan oleh sesuatu nash atau oleh sesuatu
yang dalil. Dan itulah yang mereka jadikan illat qiyas.
3. Menetapkan setiap maslahat yang masuk kepada jenis maslahat yang ditetapkan oleh
syara’. Maka walaupun tidak disaksikan oleh sesuatu dalil tertentu namun maslahat
itu diambil dan dipegangi sebagai suatu dalil yang berdiri sendiri dan mereka
namakan maslahat mursalah atau istihlah
6
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas tentang kaidah-kaidah yang berhubungan dengan
siyasah/politik/kekuasaan (pemerintahan) di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa seorang pemimpin yang baik harus mengetahui keadaan warganya, dan membuat
peraturan-peraturan yang bisa mengangkat martabat warganya sehingga menjadi lebih baik
lagi. Apabila tidak bisa melakukan sesuatu, maka janganlah ditinggalkan semuanya dan tetap
melakukan untuk kebaikan rakyat secara semaksimal mungkin. Tentu saja pada awalnya
rakyatnya juga yang harus memilih atau menempatkan pemimpin baik. Dibutuhkan para
pemimpin yang adil dan bijaksana. Selanjutnya berjalannya roda pemerintahan tidak bisa
dilaksanakan hanya oleh seorang pemimpin, dibutuhkan para pemimpinpemimpin di level-
level terbawah yang mengepalai bidang-bidang tertentu yang diistilahkan sebagai kekuasaan
khusus. Tempatkanlah orang yang tepat di posisi yang tepat sesuai keahlian di bidangnya
masing-masing.
B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat saya selesaikan, mudah-mudahan dapat bermanfaat
bagi pembaca. Saya harap para mahasiswa bisa memahami kaidahkaidah fikih dibidang
siyasah. Jika ada kesalahan atau kekurangan dalam penyusunan makalah ini, saya mohon
maaf sebesar-besarnya.
7
DAFTAR PUSTAKA