ONTOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Filsafat merupakan induk dari ilmu pengetahuan (sains), filsafat ilmu adalah segenap pemikiran relatif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia ( The Liang Le dalam Fuad Hasan: 2010, 13).
Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang komprehensif
bersifat mampu menangkap (menerima) dengan baik yang berusaha memahami persoalan-persoalan yang timbul di dalam keseluruhan ruang lingkup pengalaman manusia. Dengan demikian filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai lapangan kehidupan manusia, termasuk masalah kehidupan dalam bidang pendidikan. Jawaban hasil pemikiran filsafat bersifat sistematis
teratur menurut sistem; memakai sistem; dengan cara yang diatur baik-baik, integral
tidak terpisahkan; terpadu, menyeluruh dan mendasar. Filsafat dalam mencari jawaban dilakukan dengan cara ilmiah, objektif, memberikan pertanggungjawaban dengan berdasarkan pada akal budi manusia, demikian halnya untuk menjawab persoalan-persoalan manusia dalam bidang pendidikan, (Jalaludin, 2007: 125).
Dalam filsafat yang dibahas ada beberapa topik yaitu: Pengetahuan (epistemologi, metode ilmiah dan kebenaran), realitas (kehidupan, pemikiran dan ontologi) dan nilai (aksiologi, etika dan pendidikan). Ontologi ini merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikat sesuatu yang ada. Ontologi merupakan bagian dari realitas yang mempersoalkan hal-hal yang berkenaan dengan segala sesuatu yang ada. Menurut Aristoteles
seorang filsuf Yunani, ontologi merupakan ilmu mengenai esensi
hakikat; inti benda, dimana ontologi ini menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental
mendasar.
B. Tujuan
Penulis atau mahasiswa mengharap mampu memahami :
1. Watak dan Hakikat Ilmu Pengetahuan
2. Perbedaan pengetahuan dengan ilmu pengetahuan
3. Obyek material dan obyek formal dari ilmu pengetahuan
4. Bata-batas ilmu pengetahuan
5. Nilai kebenaran atau keabsahan ilmu
BAB II
PEMAHAMAN
Definisi Ontologi
Istilah “ontologi” berasal dari kata Yunani “onta” yang berarti sesuatu yang sungguh-sungguh ada, “kenyataan yang sesungguhnya” dan “logos” yang berarti “studi tentang”, “studi yang membahas sesuatu”. Jadi, ontologi bisa diartikan The theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau ilmu tentang yang ada. (Bakhtiar, 2004).
Ontologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang hakikat sesuatu yang berwujud (yang ada) dengan berdasarkan logika. Dengan menggunakan landasan ontologi, dapat membicarakan tentang objek atau hakikat yang ditelaah oleh suatu ilmu (Noerhadi, 1998).
Pertanyaan-pertanyaan ontologis berfokus pada sifat dari realita dan hal apa yang harus kita kaji. Kesepakatan para ilmuwan mengenai ontologi membentuk latar belakang bagi cara mereka berteori. Ontologi adalah studi mengenai sesuatu yang ada dan tidak ada atau dengan kata lain mempelajari mengenai sesuatu yang ada atau prinsip umum mengenai sesuatu yang ada. Ontologis memberikan kita suatu cara pandang terhadap dunia dan pada apa yang membentuknya karakteristik-karakteristik pentingnya. (West and Turner, 2008).
Istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius
seorang filsuf skolastik Jerman pada tahun 1636 M. Teori tentang hakikat yang ada bersifat metafisika. Christian Wolff (1679-1757) membagi metafisika menjadi dua yaitu metafisika umum dan metafisika khusus.
Objek material ontologi adalah yang ada, artinya segala-galanya, meliputi yang ada sebagai wujud konkrit dan abstrak, indrawi
sesuatu yang dicapai dan diraih melalui indra-indra lahiriah maupun tidak indrawi. Objek formal ontologi adalah memberikan dasar yang paling umum tiap masalah yang menyangkut manusia, dunia
lingkungan atau lapangan kehidupan dan Tuhan
sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya. Titik tolak dan dasar ontologi adalah refleksi terhadap kenyataan yang paling dekat yaitu manusia sendiri dan dunianya. Ontologi berusaha untuk mengetahui esensi terdalam dari “yang ada”. Misalnya, aspek ontologis dari materialisme adalah bahwa ia merupakan ajaran yang mengatakan bahwa ada yang terdalam adalah yang bersifat material. Ontologi berkaitan dengan pertanyaan “Apakah saya ini tidak berbeda dengan batu karang?” atau “Apakah ruh saya hanya merupakan gejala materi?”. Dengan demikian ontologi berarti suatu usaha intelektual untuk mendeskripsikan sifat-sifat umum dari kenyataan; suatu usaha untuk memperoleh penjelasan yang benar tentang kenyataan; studi tentang sifat pokok kenyataan dalam aspeknya yang paling umum sejauh hal itu dapat dicapai; teori tentang sifat pokok dan struktur dari kenyataan.
Objek Formal Ontologi dan Metode Dalam Ontologi
Objek ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk metafisika dan ada sesudah kematian maupun segala sumber yang ada yaitu tuhan yang maha esa. Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas. Bagi pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Menurut Lorens Bagus
Penulis Kamus Filsafat, metode dalam ontologi dibagi menjadi tiga tingkatan abstraksi yaitu : abstraksi fisik, abstraksi bentuk, dan abstraksi metafisik. Abstraksi fisik mendeskripsikan keseluruhan sifat khas suatu objek, sedangkan abstraksi bentuk mendeskripsikan sifat umum yang menjadi ciri semua sesuatu yang sejenis. Abstraksi metafisik mendeskripsikan tentang prinsip umum yang menjadi dasar dari semua realita. Untuk ontologi ini metode yang sering digunakan adalah abstraksi metafisik karena dalam ontologi menerangkan teori-teori tentang realitas.
Ontologi ditinjau dari Segi Ilmu Pengetahuan
Ontologi merupakan kawasan ilmu yang tidak bersifat otonom, ontologi merupakan sarana ilmiah yang menemukan jalan untuk menangani masalah secara ilmiah. Ontologi sebagai ilmu pengetahuan berfungsi membantu manusia dalam memecahkan masalah praktis sehari-hari. Ilmu berkembang dengan sangat pesat dan jumlah cabangnya sehingga memungkinkan analisis yang menspesialisasikan diri pada satu bidang telaah ilmu dan menyebabkan objek ontologi dari disiplin keilmuan menjadi kian terbatas. Oleh karena itu diperlukan pemahaman ontologi tentang objek materi dari ilmu pengetahuan. Adapun dalam pemahaman ontologi dapat dikemukakan dengan pandangan pokok pikiran sebagai berikut :
Aliran Monoisme
Aliran ini menganggap bahwa segala sesuatu adalah bentuk dari satu subtansi. Contohnya adalah air merupakan materi penyebab adanya segala sesuatu.
Istilah monoisme oleh Thomas Davidson
rektor sekolah tata bahasa Old Aberdeen (1860-1863) disebut dengan Block Universe
Blok Semesta. Paham ini kemudian terbagi kedalam dua aliran, yaitu :
Materialisme
Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi, bukan rohani. Aliran ini sering disebut juga dengan naturalisme. Menurutnya zat mati merupakan kenyataan dan satu-satunya fakta.
Idealisme
Sebagai lawan materialisme adalah aliran idealisme yang dinamakan dengan spritualisme. Idealisme berarti serba cita sedangkan spritualisme berarti ruh.
Aliran Dualisme
Aliran ini menganggap bahwa segala sesuatu berasal dari dua substansi,yaitu : substansi materi dan substansi rohani. Contohnya adalah dunia terdiri dari materi dan ide.
Aliran Pluralisme
Dalam pandangan pluralisme
keadaan masyarakat yang majemuk, segala sesuatu adalah bentukan dari sejumlah substansi, maksudnya adalah bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan. Tokoh aliran ini pada masa Yunani kuno adalah Anaxa goros
seorang filsuf dari mazhab pluralisme dan Empedocles
seorang filsuf dari mazhab pluralisme yang menyatakan bahwa subtansi yang ada itu berbentuk dan terdiri dari 4 unsur yaitu tanah, air, api dan udara.
Teori pluralisme secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu :
Atomisme kuantitatif (teori kinetik dasar)
Democritus, realitas adalah atom-atom dan ruang.
Epicurus, realitas adalah atom-atom dan ruang yang dikualifikasikan oleh sebuah spontanitas atom-atom, gerak itu inheren didalam atom-atom tersebut.
Atomisme kualitatif (teletologi dasar)
Empedocles, terdapat empat unsur yang membentuk realitas yaitu tanah, air, udara dan api yang digerakkan oleh cinta dan kebencian.
Anaxa goras, terdapat unsur yang tak terhitung jumlahnya yang bertemu dengan kualitas-kualitas pengalaman yang juga tak terhitung jumlahnya yang dikendalikan oleh unsur yang aktif atau pikiran.
Aliran Nikhilisme
Nikhilisme berasal dari bahasa latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif.
Doktrin tentang nikhilisme sebenarnya sudah ada sejak zaman Yunani kuno, yaitu pada pandangan Gorgias (483-360 SM) yang memberikan tiga proposisi
rancangan usulan tentang realitas:
Tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya tidak ada.
Bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini disebabkan oleh penginderaan itu tidak dapat dipercaya, penginderaan itu sumber ilusi.
Sekalipun realitas itu dapat kita ketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada orang lain.
Aliran Agnosticisme
Aliran ini mengungkapkan bahwa kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin tahu apa hakikat sesuatu yang ada, baik oleh inderanya maupun oleh pikirannya.
Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun hakikat rohani. Kata Agnosticisme berasal dari bahasa Grik Agnostos yang berarti unknown. A artinya not. Gnoartinya know.
Timbulnya aliran ini dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu meneranagkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent
cara berpikir tentang hal-hal yang melampaui apa yang terlihat, yang dapat ditemukan di alam semesta.
Ontologi Ditinjau Dari Persfektif Agama
Argumen ontologi dimajukan pertama kali oleh Plato (428-348 SM) dengan teori idea. Yang dimaksud dengan idea adalah definisi dan konsep universal dari setiap sesuatu yang mutlak. Idea atau konsep universal yang berlaku untuk tiap-tiap yang nyata dalam alam nyata, baik kecil atau besar. Teori Plato mencoba membuktikan bahwa alam bersumber pada sesuatu kekuatan gaib yang bernama The Absolute atau yang mutlak baik. Kebenaran yang tetap itu yang menjadi sumber dan cahaya bagi akal dan usaha mengetahui yang benar. Dan kebenaran yang mutlak itu disebut Tuhan.
Manfaat dan Sebab-Sebab Penting Tentang Ontologi
Manfaat mempelajari ontologi:
Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat
asumsi yang menjadi pangkal dalil yang dianggap benar tanpa perlu membuktikannya ilmu. Di antara asumsi dasar keilmuan antara lain yaitu dunia ini ada, dan kita dapat mengetahui bahwa dunia ini benar ada.
Dunia empiris dapat diketahui manusia dengan panca indera
Fenomena yang terdapat di dunia ini berhubungan satu dengan yang lainnya secara kausal
bersambung atau berangkai. Ilmu tidak mampu merefleksikan postulat-postulat, asumsi-asumsi, prinsip, dalil dan hukum sebagai pikiran dasar keilmuan dalam paradigmanya. Dalam hal ini ontologi dapat membantu kita untuk merefleksikan eksistensi suatu disiplin keilmuan tertentu.
Ontologi menjadi penting sebab:
Kesalahan suatu asumsi, akan melahirkan teori, metodologi keilmuan yang salah pula. Sebagai contoh, ilmu ekonomi dikembangkan atas dasar postulat bahwa “ manusia adalah serigala bagi manusia lainnya”, dan asumsi bahwa hakikat manusia adalah “homo ekonomikus”, makhluk yang serakah, maka asumsi ini akan mempengaruhi teori dan metode yang didasarkan atas keserakahan manusia tersebut. Padahal kebenaran asumsi tersebut secara ontologis masih diragukan, namun sebagai ilmu, asumsi tersebut berterima tanpa pengujian.
Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif, dan koheren. Ilmu dengan ciri khasnya mengkaji hal-hal yang khusus untuk dikaji secara tuntas yang pada akhirnya diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang objek telaahannya, namun pada kenyataannnya kadang hasil temuan ilmiah bernhenti pada simpulan-simpulan parsial dan terpisah-pisah. Ilmuwan dalam hal ini tidak mampu mengintegrasikan pengetahuan tersebut dengan pengetahuan lain.
Ontologi membantu memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus. Dalam hal ini ontologi berfungsi membantu memetakan batas-batas kajian ilmu. Dengan demikian berkembanglah ilmu-ilmu yang dapat diketahui dari tiap masa.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ontologi merupakan ilmu yang menerangkan teori-teori tentang realitas
Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.
Pendekatan realitas tampil dalam kuantitas atau jumlah, akan menjadi kualitatif, realitas akan tampil menjadi aliran-aliran materialisme, idealisme, naturalisme.
Metode yang digunakan dalam ontologi adalah abstraksi fisik, abstraksi bentuk dan abstraksi metafisik.
Aliran pandangan pokok pikiran ontologi yaitu: aliran monoisme, aliran dualisme, aliran pluralisme, aliran nikhilisme dan aliran agnosticisme.
Ditinjau dari persfektif agama, adanya kebenaran mutlak akan adanya tuhan oleh Plato.
Manfaat mempelajari ontologi :
Sebagai refleksi kritis atau objek atau bidang garapan, konsep-konsep, asumsi-asumsi dan postulat-postulat ilmu.
Dunia empiris dapat diketahui manusia dengan panca indera
Membantu untuk merefleksikan eksistensi suatu disiplin keilmuan tertentu.
Ontologi menjadi penting sebab:
Ontologi membantu mencari kebenaran tentang suatu asumsi.
Ontologi membantu ilmu untuk menyusun suatu pandangan dunia yang integral, komprehensif, dan koheren.
Ontologi membantu memberikan masukan informasi untuk mengatasi permasalahan yang tidak mampu dipecahkan oleh ilmu-ilmu khusus.
Daftar Pustaka
Ihsan, Fuad. 2010. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rineka Cipta.
Hunnex, Milton D. 2004. Peta Filsafat. Bandung : Mizan Media Utama.
Soyomukti, Nurani. 2011. Pengantar Filsafat Umum. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
Suminar, Tri. ____. Tinjauan Filsafati (Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Manajemen Pembelajaran Berbasis Teori Sibernetik. Semarang : Universitas Negeri Semarang.
Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu: sebuah pengantar populer. Cetakan ke dua puluh. Jakarta: Sinar Harapan
Susanto,A. 2010. Filsafat Ilmu:suatu kajian dalam dimensi ontologism, epistemologis, dan aksiologis. Jakarta: Bumi Aksara.
PAGE \* MERGEFORMAT 11