Makalah Kelompok 2 Opt

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 59

MAKALAH KEANEKARAGAMAN HAYATI EKOSISTEM

SUB OPTIMAL

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT)

DOSEN PENGASUH :
Ir. Yetti Elfina S, M.P

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1:

GERALD FREDERICK TAMBUN (1806112189)


SYAHPUTRA (2006110899)
GUSTIN HARTANTO (2006112595)
AISYAH SABIRUNAH (2006126081)
SRI LESTARI (2006135361)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat,

hidayah, dan kemudahaan, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok

makalah yang berjudul “Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)”. Penulis

mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ir. Yetti Elfina S.MP,

yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan motivasi sampai selesainya

makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

telah membantu penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini. Oleh karena itu, kami mengaharapkan masukan yang bersifat

membangun untuk penyempurnaan pelaksanaan makalah ini sehingga dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 22 Oktober 2021

Tim Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iii

I. PENDAHULUAN............................................................................................5

1.1 Latar Belakang..........................................................................................5

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................6

1.3 Tujuan........................................................................................................6

II. PEMBAHASAN...........................................................................................8

2.1 Pengertian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)...............................8

2.2 Komponen Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)...............................9

2.3 Status Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).....................................33

2.4 Organisme Pengganggu Tanaman pada lahan sub optimal.....................35

2.5 Penyebab munculnya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)............46

2.6 Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman....................................48

III. PENUTUP...................................................................................................54

3.1 Kesimpulan..............................................................................................54

3.2 Saran........................................................................................................55

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................56
DAFTAR GAMBAR

gambar 1: Fillum Nematoda..................................................................................10

gambar 2: Fillum mollusca....................................................................................12

gambar 3: Fillum chordata.....................................................................................13

gambar 4: Tikus sawah..........................................................................................15

gambar 5: Tikus rumah..........................................................................................15

gambar 6: Tikus pohon..........................................................................................16

gambar 7: Musang..................................................................................................16

gambar 8: Landak...................................................................................................17

gambar 9: Burung pipit haji...................................................................................18

gambar 10: Burung pipt jawa.................................................................................19

gambar 11: Burung peking.....................................................................................19

gambar 12: Fillum anthropoda...............................................................................20

gambar 13: Virus....................................................................................................27

gambar 14: Bakteri.................................................................................................28

gambar 15: Cendawan............................................................................................29

gambar 16: Gulma berdaun sempit........................................................................31

gambar 17: Gulma teki...........................................................................................32

gambar 18: Gulma berdaun lebar...........................................................................33

gambar 19: Gulma pakis........................................................................................33

gambar 20: Lahan kering masam...........................................................................36

gambar 21: Lahan rawa pasang surut.....................................................................38

gambar 22: Lahan rawa lebak................................................................................41


gambar 23: Lahan gambut......................................................................................45
I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan flora dan fauna.

Kekayaan sumber daya alam hayati itu baru sebagian yang sudah

dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

pakaian, perumahan, obat dan sebagainya. Selain jenis-jenis tumbuhan tersebut

ada sebagian kecil tumbuhan yang termasuk golongan tumbuhan mengandung

zat racun, walaupun tidak begitu membahayakan bagi kehidupan kita. Banyak

tumbuhan liar lainnya yang sampai saat ini merupakan sumber daya hayati

tetapi belum diketahui manfaat maupun kerugian yang mungkin ditimbulkanya

(Kuncoro, 2006).

Sejak mengenal bercocok tanam, masyarakat sering mengalami

gangguan yang bersifat menghambat, merusak, menghancurkan, atau

menggagalkan panen. Di beberapa lokasi, adanya gangguan hama

menyebabkan masyarakat tidak dapat melakukan budidaya tanaman.

Sebenarnya sejak benih disebarkan hingga tanaman dipanen selalu dihadapkan

kepada gangguan alami yang bersifat biotik maupun abiotik. Oleh karena itu,

untuk mendapatkan hasil panen yang sesuai dengan kemampuan genetiknya

seperti benih induk semula maka masyarakat harus mampu mencegah atau

mengatasi terjadinnya gangguan pada tanaman tersebut. Di alam ada 2

golongan besar pengganggu tanaman yaitu biotik (gulma, penyakit tumbuhan,

dan hama) dan abiotik (cuaca).

Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah semua organisme yang

mempunyai potensi menimbulkan kerusakan ekonomis atau gangguan pada


tanaman padi/palawija terpilih, termasuk didalamnya adalah hama, penyakit, dan

gulma. Tanaman terserang OPT apabila tanaman tersebut menjadi tempat hidup

dan berkembangbiaknya OPT, atau tanaman mengalami kerusakan karena OPT,

dengan kepadatan populasi OPT atau intensitas kerusakan tanaman tersebut telah

menyamai atau melebihi ambang pengendalian yang telah ditetapkan. Yang

dimaksud dengan ambang pengendalian adalah batas toleransi intensitas serangan

atau kepadatan populasi OPT terendah untuk dilakukan pengendalian. Intensitas

serangan OPT yang sama atau lebih besar dari batas toleransi tersebut perlu

dikendalikan.

I.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini yaitu:

I.2.1 Apa pengertian dari Organisme Pengganggu Tanaman?

I.2.2 Apa saja komponen dari Organisme Pengganggu Tanaman?

I.2.3 Bagaimana organisme berstatus sebagai Organisme Pengganggu

Tanaman?

I.2.4 Apa saja penyebab munculnya Organisme Pengganggu Tanaman?

I.2.5 Apa Organisme Pengganggu Tanaman pada lahan sub optimal?

I.2.6 Bagaimana pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman di lahan sub

optimal?

I.3 Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:

I.3.1 Mengetahui pengertian dari Organisme Pengganggu Tanaman

I.3.2 Memahami komponen dari Organisme Pengganggu Tanaman

I.3.3 Memahami status Organisme Pengganggu Tanaman


I.3.4 Mengetahui penyebab munculnya Organisme Pengganggu Tanaman

I.3.5 Mengetahui Organisme Pengganggu Tanaman pada lahan sub optimal

I.3.6 Memahami cara pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman di lahan

sub optimal
II. PEMBAHASAN

II.1 Pengertian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik

berukuran mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan

mematikan tanaman yang dibudidayakan. Organisme Penganggu Tanaman

merupakan faktor pembatas produksi tanaman baik tanaman pangan, hortikultura

maupun perkebunan. Organisme Pengganggu Tanaman secara garis besar dibagi

menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Organisme Pengganggu Tanaman

merupakan salah satu penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk

tersebut masuk ke suat negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di

negara yang ditujunya. Masih banyak permasalahan OPT yang belum tuntas

penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya

dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan

virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT

pada produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan

menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam

perdagangan internasional.

Organisme Pengganggu Tanaman adalah hama, penyakit, dan gulma yang

menjadi faktor dalam menghambat usaha untuk peningkatan produksi pertanian.

Menurut Djojosumarto (2008), Pengertian organisme pengganggu tanaman (OPT)

adalah semua jenis organisme yang menjadi penyebab atas penurunan hasil

pertanian. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) dalam arti luas adalah semua

bentuk gangguan pada manusia, ternak dan tanaman. Organisme pengganggu

tanaman ini meliputi hama, patogen, dan gulma. Hama Tanaman adalah semua
hewan, yang karena aktifitas hidupnya, merusak tanaman atau hasilnya, sehingga

menimbulkan kerugian secara ekonomi. Hewan yang dapat menjadi hama antara

lain serangga, tungau, tikus, burung, dan mamalia besar. Patogen Tanaman adalah

semua organisme hidup yang mendapatkan makanan dari tanaman sehingga

tanaman sakit dan menimbulkan kerugian secara ekonomi. Patogen yang dapat

menyebabkan penyakit tanaman antara lain adalah golongan jamur (cendawan),

bakteri, molikut (bakteri tanpa dinding sel), nematoda, protozoa, virus dan viroid

(partikel yang menyerupai virus), serta tumbuhan berbiji tingkat tinggi yang

bersifat sebagai parasit. Gulma Tanaman adalah semua bentuk tanaman yang

pertumbuhannya tidak dikehendaki seperti rumput, semak, dan lain-lain yang

dapat mengganggu tanaman pertanian utama.

II.2 Komponen Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Berdasarkan jenis seranganya OPT dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu

hama, vektor penyakit, dan gulma.

II.2.1 Hama

Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,

ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan

kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau

hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara

ekonomis. Adanya suatu hewan dalam satu pertanaman sebelum menimbulkan

kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian ini belum termasuk hama.

Namun demikian potensi mereka sebagai hama nantinya perlu dimonitor dalam

suatu kegiatan yang disebut pemantauan (monitoring). Secara garis besar hewan

yang dapat menjadi hama dapat dari jenis serangga, moluska, tungau, tikus,
burung, atau mamalia besar. Mungkin di suatu daerah hewan tersebut menjadi

hama, namun di daerah lain belum tentu menjadi hama (Dadang, 2006).

Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama

tanaman adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang

bertulang belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam

uraian berikut akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar

anggota filum tersebut.

1. Filum Nematoda

Sastrosuwignyo (1990) menyatakan bahwa tidak semua anggota

Nematoda berperan sebagai hama tanaman atau bersifat parasitik, namun ada juga

yang bersifat saprofag yang tidak merugikan tanaman. Nematoda sering

ditemukan pada tempat-tempat atau habitat yang basah, misalnya dalam air, tanah,

tanaman, binatang, dan manusia. Nematoda berukuran sangat kecil, berbentuk

silindris, tidak berwarna (transparan), bilateral simetris, tidak beruas, mempunyai

rongga tubuh semu (pseudocoelomates), bagian kepala agak tumpul, sedangkan

bagian ekornya agak runcing. Selama hidupnya nematoda dapat mengalami

pegantian kulit sebanyak empat kali.

gambar 1: Fillum Nematoda

Cara nematoda menyerang tanaman bervariasi, yaitu:


a. Ektoparasit, yaitu menyerang dari luar jaringan tanaman, misalnya

Criconemoides sp dan Xiphinema sp.

b. Endoparasit, yaitu menyerang dari dalam jaringan tanaman. Ada yang

bersifat sedentary (menetap), misalnya nematoda puru akar (Meloidogyne

spp.), dan ada yang bersifat migratory (berpindah), misalnya Pratylenchus

sp.

c. Ektoendoparasit, yaitu setelah dewasa nematoda meletakkan sebagian

tubuhnya ke dalam tanaman, misalnya Rotylenchus sp.

d. Endoektoparasit, yaitu telur dan larva berkembang dalam tubuh tanaman,

kemudian sebagian tubuhnya keluar dari jaringan tanaman, misalnya

Heterodera sp.

Akibat serangan nematoda, maka tanaman akan mengalami gejala

kerusakan yang beragam, tergantung jenis nematodanya. Berdasarkan gejala

kerusakannya, nematoda dibedakan menjadi:

a. Nematoda puru/bengkak (gall nematodes), misalnya Anguina tritici

penyebab puru pada daun dan biji gandum.

b. Nematoda batang (stem nematodes), misalnya Ditylenchus dipsaci

yang      menyebabkan pembengkakan batang dan pembusukan umbi lapis

(bawang).

c. Nematoda daun (leaf nematodes), misalnya Aphelenchoides besseyi yang

menyebabkan pucuk daun memutih pada tanaman padi.

d. Nematoda puru akar (root-knot nematodes), misalnya Meloidogyne sp

yang      menyebabkan perakaran membengkak pada famili Solanaceae,

sehingga        pertumbuhan tidak normal.


Nematoda dapat berperan sebagai vektor penyakit, misalnya dari ordo

Dorylaimida yaitu nematoda jarum (Longidorus sp.) dan nematoda keris

(Xiphinema sp.). Keduanya bersifat ektoparasit dan dapat menularkan penyakit

virus. Nematoda ini menyerang tanaman dengan cara mencucuk dan mengisap

cairan sel akar. Luka tusukan tersebut sering diikuti oleh serangan

mikroorganisme sekunder (bakteri dan cendawan) sehingga menimbulkan

pembusukan. Akibatnya pertumbuhan tanaman merana dan perkembangannya

terhambat.

2. Filum Mollusca

Kelas Gastropoda merupakan salah satu kelas anggota filum Mollusca

yang banyak berperan sebagai hama tanaman. Tubuh anggota kelas Gastropoda

ada yang dilindungi oleh cangkang (shell), adapula yang tidak. Sebagai contoh

yaitu bekicot (Achatina fullica Bowd.), Semperula maculata, siput bugil

(Parmarion pupillaris Humb.), dan Sumpil (Lamellaxis gracilis Hutt.).

gambar 2: Fillum mollusca

Bekicot berasal dari Afrika Timur atau Afrika Selatan ini memiliki

panjang tubuh 10 cm-13 cm. Cangkang bekicot berbentuk kerucut berulir,

berwarna coklat-kekuningan dengan bercak coklat kehitaman yang memanjang.

Tubuh berwarna coklat, berlendir dan perutnya berfungsi sebagai kaki.


Mempunyai dua pasang sungut (antena), yaitu sungut depan yang berfungsi

sebagai peraba dan sungut di belakang yang berfungsi sebagai mata. Bekicot dan

anggota Gastropoda yang lain menggunakan gigi parut (radula) untuk menggigit

dan mengunyah bagian tanaman yang berdaging tebal dan berair. Biasanya

menyerang tanaman pada malam hari, dan banyak ditemukan di tempat-tempat

yang berair dan mempunyai kelembaban tinggi (Rukmana dan Saputra, 1997).

3. Filum Chordata

Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya

berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai

hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves (burung). Dari

kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling

merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus

argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti

gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang

merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan sebagai hama misalnya

burung pipit (Lonchura leucogastroides (Horsf. dan Moore)).

gambar 3: Fillum chordata

Mamalia yang dianggap menjadi hama menyerang tanaman sebagai

berikut:
a. Tikus (Rattus-rattus spp.)

Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama

dari golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan

tanaman yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan

tanaman padi pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen.

Disamping itu tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai,

kacang tanah, ubi jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981). Pada

umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian,

pertanaman sampai di tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada

malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang

dijumpainya. Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan

yang paling disukai, seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada

saat makanan banyak tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat

(Rukmana dan Saputra, 1997). Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman

pertanian menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut:

1) Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus sawah mempunyai ciri-

ciri sebagai berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270

mm – 370 mm, berat badan rata-rata ± 130 gram, panjang ekor ± 95 persen

panjang badan (dari kepala sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai

12 puting susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan tiga

pasang di bagian perut, warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan

perutnya berwarna keputih-putihan.


gambar 4: Tikus sawah

2) Tikus rumah (Rattus rattus diardi), tikus rumah mempunyai ciri-ciri

sebagai berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm –

370 mm, panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang

badan (hidung sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai puting susu

10 buah, yaitu terdiri dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di

bagian perut, warna bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua

kelabu, makanan tikus rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau

makanan yang disimpan tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di

gudang atau tanaman-tanaman yang berada di kebun dekat rumah.

gambar 5: Tikus rumah

3) Tikus pohon (Rattus tiomanicus), ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai

berikut: ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai

pangkal ekor), jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua
pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna bulu badan

pada bagian punggung kemerah-merahan, sedangkan pada bagian perut

hampir seluruhnya putih dan tikus ini sering menyerang buah kelapa,

kakao, dan kopi.

gambar 6: Tikus pohon

b. Musang (Paradoxurus hermaphroditus)

Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat

menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan

yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan segala

jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam.

gambar 7: Musang

c. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)


Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-

lubang atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar

tanaman umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas, dan

tebu (Kalshoven, 1981). Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain:

gajah (Elephas maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus),

rusa (Rusa timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994).

gambar 8: Landak

Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada umumnya

tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya bersisik.

Anggota bagian depan pada burung yang berupa sayap digunakan untuk terbang.

Meskipun demikian, ada golongan burung yang tidak bisa terbang, misalnya

kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra, 1997). Menurut Harahap dan

Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang berpotensi sebagai hama adalah

sebagai berikut:

a) Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles)

Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-abuan

seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna

leher putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke

arah bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar


burung gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung

pipit haji ini hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang, batang

padi atau rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima ekor

burung. Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi

sedang menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas

kurang dari 50 ekor dan datang berkali-kali.

gambar 9: Burung pipit haji

b) Pipit jawa (Lonchura leucogastroides (Horsfield dan Moore)) 

Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa

warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah

coklat, lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor

kehitam-hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9

– 10 cm. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung menyukai

lingkungan yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan, atau

pekarangan terutama yang berdekatan dengan pertanaman padi. Pada saat

padi menguning burung pipit ini datang bergerombol berkali-kali untuk

makan padi yang sudah masak. Di Jawa burung ini pernah menjadi hama

padi yang sangat potensial. Demikian pula di Nusa Tenggara Timur,

burung pipit ini termasuk hama potensial pada pertanaman padi.


gambar 10: Burung pipt jawa

c) Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore))

Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan

leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir

coklat hitam. Mata berwarna coklat merah. Burung peking hidup

bergerombol, bersarang pada pohon-pohon tinggi, misalnya pada pohon-

pohon aren. Pada satu pohon terdapat lebih dari satu sarang. Sarang

terbuat dari rumput-rumputan, kadang-kadang bersarang diantara buah

pisang. Di daerah Nusa Tenggara Timur, burung ini juga berpotensi

sebagai hama pada pertanaman padi.

gambar 11: Burung peking

4. Filum Arthropoda

Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum

Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu tubuh terbagi
menjadi 2 atau 3 bagian, tubuh dan kaki beruas-ruas, alat tambahan beruas-ruas

dan berpasangan dan dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara

periodik dilepas dan diperbaiki/diganti. Anggota filum Arthropoda yang berperan

sebagai hama berasal dari Kelas Acharina dan Insecta (serangga) (Ananda, 1983).

gambar 12: Fillum anthropoda

a. Kelas Arachnida

Menurut Ananda (1983), anggota kelas Arachnida ada yang berperan

sebagai hama tanaman, dan adapula yang berperan sebagai predator hama

tanaman. Salah satu contoh jenis yang berperan sebagai hama tanaman

adalah tungau merah Tetranichus bimaculatus yang menyerang tanaman

ketela pohon terutama pada musim kemarau. Gejala yang ditimbulkannya

berupa bercak-bercak kekuningan, karena cairan sel daun diisapnya. Daun

ini akhirnya kering dan rontok. Contoh yang berperan sebagai predator

adalah laba-laba. Ciri khas Arachnida adalah: kaki empat pasang yang

terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa, trochanter, patela, femur, tibia,

metatarsus dan tarsus, tubuh terbagi menjadi dua bagian, yaitu gabungan

kepala dan dada (cephalothorax) serta abdomen, tidak bersayap dan

memiliki alat tambahan berupa sepasang pedipalpus.

b. Kelas Insecta atau Hexapoda


Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki.

Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya

sebagai hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut Ananda (1983).

Adalah: tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (caput), dada

(thorax) dan perut (abdomen), mempunyai 3 pasang kaki yang terdiri atas

6 ruas, yaitu coxa, trochanter, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, sayap

satu pasang atau dua pasang dan adapula yang tidak bersayap dan

mempunyai satu pasang antena. Beberapa jenis ordo dari kelas insecta atau

hexapoda yang menjadi hama penting adalah sebagai berikut:

a) Ordo Orthoptera

Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya

sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu

sayap belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa

dan imagonya penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini

termasuk tipe paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup

pada habitat yang sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak

tanaman. Beberapa jenis serangga hama yang termasuk ke dalam ordo

Orthoptera adalah: Belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.), Belalang

kembara (Locusta migratoria manilensis Mayen), Belalang pedang

(Sexava spp.), Belalang china atau belalang berantena pendek (Oxya

chinensis), Gangsir (Brachytrypus portentosus Linch), Jengkerik (Gryllus

mitratus Burn.) dan (Gryllus bimaculatus De G.) dan Anjing tanah

(Gryllotalpa africana Pal.).

b) Ordo Hemiptera
Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga yang

termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami

modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal

menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap

belakangnya mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup

ordo Hemiptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat

mulut, baik nimfa maupun imago pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup

dalam habitat yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman adalah

nimfa dan imago. Jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, antara

lain: Hama pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii),

Kepik buah lada (Dasynus piperis), Kepik hijau (Nezara viridula), Walang

sangit (Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius) dan Kepik hijau

Rhynchocoris poseidon Kirk.

c) Ordo Homoptera

Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini

mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput

(membran). Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua

bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun

Aphis sp. sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila

populasinya tinggi sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk

memudahkan pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan

hidup ordo Homoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Kutu

daun bersifat partenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam imago

betina tanpa pembuahan terlebih dahulu. Jenis serangga dari ordo


Homoptera ini antara lain: Wereng hijau (Nephotettix apicalis), Wereng

cokelat (Nilaparvata lugens), Kutu loncat (Heteropsylla sp.) dan Kutu

dompolan (Pseudococcus citri Risso)

d) Ordo Lepidoptera

Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo

Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini

sebenarnya merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut

dipegang akan mudah menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan

atas dua macam, yaitu kupu-kupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada

siang hari, sedangkan ngengat aktif pada malam hari. Perkembangbiakan

serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola

(telur-larva/ulat-pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe penggigit-

pengunyah, sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium

serangga yang sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya

hanya mengisap nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama

yang termasuk ordo Lepidoptera, antara lain: Ulat daun kubis (Plutella

xylostella), Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee), Ulat

penggulung daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls), Penggerek

batang padi merah jambu (Sesamia inferens Walker) dan lain-lain.

e) Ordo Coleoptera

Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap.

Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami

modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau

seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian


tubuhnya. Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan

sayap belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua

sayap depan tidak berfungsi, namun pada waktu istirahat sayap belakang

dilipat di bawah sayap depan. Perkembangbiakan hidup serangga ordo

Coleoptera adalah holometabola (telur-larva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut

larva dan imago memiliki struktur yang sama, yaitu penggigit-pengunyah.

Coleoptera adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo

serangga hama. Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak bentuknya. Sifat

hidup serangga ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman,

namun adapula yang bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang

berperan sebagai hama/perusak tanaman, antara lain: Kumbang kelapa

atau kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros L.), Penggerek buah kopi

(Stephanoderes hampei), Penggerek batang cengkeh (Nothopeus

fasciatipennis Wat.)

f) Ordo Diptera

Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang

hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap

belakangnya telah berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini

berfungsi sebagi alat keseimbangan pada saat terbang, alat untuk

mengetahui arah angin, dan juga alat pendengaran. Stadium larva Diptera

disebut tempayak atau belatung atau set. Larva tidak mempunyai kaki, dan

hidupnya menyukai tempat-tempat yang lembab dan basah. Perkembangan

hidup ordo Diptera adalah holometabola (telur-larva-pupa-imago). Tipe

alat mulut larva penggigit-pengunyah, sedang imagonya memiliki tipe alat


mulut penjilat-pengisap. Jenis serangga ordo Diptera yang sering merusak

tanaman antara lain adalah: Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon),

Lalat buah (Bactrocera spp.), Lalat penggerek batang padi (Atherigona

exigua).

g) Ordo Thysanoptera

Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo

Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang

dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya

terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga

Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut

nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat

merusak daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi

keriting atau salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk

atau gugur, sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak

atau gugur. Jenis serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak

tanaman antara lain: Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips

striatoptera Kob), Thrips pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will)

dan Thrips bawang (Thrips tabaci Lind).

II.2.2 Vektor penyakit

Vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor pembawa penyakit

adalah organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan imunitas, atau

mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala abnormal pada sistem

metabolisme tanaman tersebut. Beberapa penyakit masih dapat ditanggulangi dan

tidak memberikan efek serius apabila imunitas tanaman dapat ditingkatkan atau
varietas tersebut toleran terhadap penyakit yang menyerangnya. Namun terdapat

pula penyakit yang memberikan efek serius pada tanaman dan bahkan

menyebabkan kematian. Beberapa vektor penyakit tanaman adalah virus, bakteri,

dan cendawan. Umumnya gejala penyakit memiliki efek menular yang sangat

cepat dan sulit dibendung.

a. Virus

Virus adalah suatu nucleoprotein yang sangat kecil dan tembus cahaya

sehingga sulit dilihat dengan mikroskop cahaya. Virus hanya berbiak di dalam

sel hidip dan mempunyai kemampuan untuk menimbulkan penyakit. Satu

jenis virus mungkin dapat meyerang beberapa spesies tanaman, dan satu

spesies tanaman dapat diserang oleh banyak jenis virus. Deteksi virus antara

lain dilakukan dengan menggunakan mikroskop electron, penularan dari

tanaman sakit ke tanaman sehat dengan cara pengolesan cairan perasan

menggunakan vector dan cara serologi. Virus tanaman ditularkan dari satu

tanaman ke tanaman lain melalui bahan vegetatif, benih, tepungsari, vector

(serangga, tungau, nematoda atau taliputri), atau secara mekanik dengan

cairan tanaman sakit. Tersedianya

inokulum pada tanaman sakit di lapangan dan adanya vector dapat

menyebabkan terjadinya infeksi dini dan penyebaran yang cepat. Vector virus

tanaman yang terpenting adalah serangga dari ordo Homoptera yang meliputi

afid (kutu daun) dan wereng.


gambar 13: Virus

b. Bakteri

Bakteri patogen tanaman umumnya berbentuk batang, dengan panjang sekitar

3 μm dan lebar 1 μm. Bila satu sel bakteri ditumbuhkan pada medium yang

sesuai maka ia akan membelah diri dan membentuk satu koloni. Ukuran,

warna dan bentuk koloni bakteri dapat beragam tergantung antara lain pada

spesies dan mediumnya. Sel bakteri mempunyai dinding sel yang tipis dan

agak kaku. Bakteri ada yang mempunyai benang-benang yang halus (flagela)

pada ujung tubuhnya (polar) atau pada seluruh permukaan tubuhnya

(peritrichous). Letak flagella merupakan salah satu penciri dalam klasifikasi.

Bakteri juga bersifat antigen, sehingga akan menimbulkan antibody dalam

darah hewan berdarah panas seperti kelinci dan kuda. Antibody ini bereaksi

spesifik terhadap antigennya, dan fenomena ini dapat digunakan sebagai dasar

deteksi dan identifikasi bakteri dengan uji serologi. Bakteri patogen tanaman

dapat masuk kedalam jaringan tanaman hanya melalui luka atau lubang alami

seperti stomata, lentisel dan hidatoda.


gambar 14: Bakteri

c. Cendawan

Kebanyakan penyakit tanaman disebabkan oleh cendawan. Cendawan adalah

mikroorganisme yang mempunyai inti sel (nucleus), berspora, tidak

berklorofil dan umumnya bereproduksi secara seksual. Tubuhnya yang

berbentuk seperti pita dan bercabang-cabang biasanya dibungkus oleh dinding

sel yang mengandung selulosa atau khitin atau keduanya. Pada umumnya,

semua bagian cendawan berpotensi untuk tumbuh. Bagian reproduksi terpisah

dari bagian somatik dan menunjukkan bentuk yang berlainan yang dapat

digunakan untuk klasifikasi. Tiap pita cendawan disebut hifa. Massa hifa

membentuk tubuh cendawan disebut miselium. Miselium cendawan ada yang

membentuk benang-benang tebal yang disebut rhizomorfa. Miselia cendawan

yang hidup sebagai parasit tumbuh diatas atau dalam inangnya. Pembiakan

secara aseksual dapat terjadi secara berulang-ulang selama makanan masih

ada, sedangkan yang seksual hanya terjadi dalam semusim. Pembiakan secara

aseksual meliputi fragmentasi, pembelahan, pemucukan dan pembentukan

konidiospora. Perkembangan secara seksual meliputi tiga tahap yaitu

plasmogami, kariogami dan meiosis.


gambar 15: Cendawan

II.2.3 Gulma

Gulma ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak dikehendaki oleh

manusia. Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya persaingan antara tanaman

utama dengan gulma. Gulma yang tumbuh menyertai tanaman budidaya dapat

menurunkan hasil baik kualitas maupun kuantitasnya (Widaryanto, 2010). Gulma

mempunyai kemampuan bersaing yang kuat dalam memperebutkan CO2, air,

cahaya matahari dan nutrisi. Pertumbuhan gulma dapat memperlambat

pertumbuhan tanaman (Singh, 2005). Brown dan Brooks (2002) menyatakan

bahwa gulma menyerap hara dan air lebih cepat dibanding tanaman pokok. Gulma

berpengaruh langsung pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai. Penurunan

hasil akibat gulma pada tanaman kedelai dapat mencapai 18% - 76% (Manurung

dan Syam’un, 3003).

Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu pertumbuhan tanaman

budidaya atau merugikan kepentingan manusia sehingga manusia berusaha untuk

mengendalikannya (Sembodo 2010). Keberadaan gulma pada tanaman budidaya

mengakibatkan adanya kompetisi dalam hal pengambilan air, unsur hara, ruang

tumbuh serta cahaya matahari yang dapat merugikan tanaman budidaya. Di

samping itu gulma dapat mengeluarkan senyawa allelopathy serta dapat menjadi
inang bagi hama dan patogen tanaman budidaya. Kerugian yang diakibatkan oleh

gulma ini akan menurunkan hasil panen pada tanaman budidaya (Aldrich, RJ

1984).

Jenis gulma meliputi gulma rumput (grasses), gulma golongan tekian

(sedges) dan gulma golongan berdaun lebar (broad leaves). Semakin lama gulma

berada pada areal pertanaman akan mengakibatkan jumlah daun semakin

berkurang. Persaingan antara gulma dan tanaman kedelai semakin meningkat

dalam mendapatkan faktor tumbuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan daun

tersebut (Hendrival et al. 2014). Keragaman gulma dipengaruhi oleh kondisi

lingkungan. Banyak faktor yang mempengaruhi keragaman gulma pada tiap lokasi

pengamatan, seperti cahaya, unsur hara, pengolahan tanah, cara budidaya

tanaman, serta jarak tanam atau kerapatan tanaman yang digunakan berbeda serta

umur tanaman jeruk tersebut. Spesies gulma juga dipengaruhi oleh kerapatan

tanaman, kesuburan tanah, pola budidaya dan pengolahan tanah. Sebaran gulma

antara satu daerah dengan daerah lainnya berbeda sesuai dengan faktor yang

mempengaruhinya.

Beberapa jenis gulma yang menjadi inang hama dan penyakit sebagai

berikut: harendong gede (Melastoma sp.) menjadi inang hama teh Helopeltis

antonii. Gulma jajagoan (E. crus-galli) menjadi inang penggerek padi (Tryphoriza

innotata). Gulma babadotan (Ageratum conyzoides) menjadi inang hama lalat

bibit kedelai (Agromyza sp.). Eupathorium adenophorum menjadi inang penyakit

pseudomozaik virus pada tembakau Deli, dan ceplukan (Physalis angulata)

menjadi inang penyakit virus pada kentang.

1) Gulma Berdaun Sempit/Rerumputan (Grasses)


Gulma berdaun sempit memiliki ciri khas sebagai berikut: daun menyerupai

pita, batang tanaman beruasruas, tanaman tumbuh tegak atau menjalar, hidup

semusim semusim, atau tahunan tahunan dan memiliki memiliki pelepah

pelepah serta helaian daun. Golongan gulma rurumputan kebanyakan berasal

dari famili gramineae (poaceae). Batangnya disebut culms. Contoh: Axonopus

compressus, Chrysopogon aciculatus, Cynodon dactylon, Panicium repens,

Eleusine indica dan sebagainya.

gambar 16: Gulma berdaun sempit

2) Gulma Teki-Tekian (Sedges)

Gulma jenis teki-tekian mirip dengan gulma berdaun sempit, namun memiliki

batang berbentuk segitiga. Contoh: Cyperus kyllingia, Cyperus rotundus dan

sebagainya. Kelompok ini memiliki daya tahan luar biasa terhadap

pengendalian mekanik karena memiliki umbi batang di dalam tanah yang

mampu bertahan berbulan-bulan. Selain itu, gulma ini menjalankan jalur

fotosintesis C4 yang menjadikannya sangat efisien dalam 'menguasai' areal

pertanian secara cepat. Ciri-cirinya: penampang lintang batang berbentuk

segitiga membulat, dan tidak berongga, memiliki daun yang berurutan

sepanjang batang dalam tiga baris, tidak memiliki lidah daun, dan titik tumbuh

tersembunyi. Beda dengan rerumputan, tidak memiliki akar ramping dalam


tanah mencakup semua anggota Cyperaceae (suku tekitekian) yang menjadi

gulma. Contoh: teki ladang (Cyperus rotundus), udelan (Cyperus kyllingia),

Fimbristylis miliacea dan Scirpus grossus.

gambar 17: Gulma teki

3) Gulma Berdaun Lebar (Broad Leaves)

Pada umumnya gulma berdaun lebar merupakan tumbuhan berkeping dua,

meskipun ada juga yang berkeping satu. Gulma berdaun lebar memiliki ciriciri

bentuk daun melebar dan tanaman tumbuh tegak atau menjalar. Berbagai

macam gulma dari anggota Dicotyledoneae termasuk dalam kelompok ini.

Gulma ini biasanya tumbuh pada akhir masa budidaya. Kompetisi terhadap

tanaman utama berupa kompetisi cahaya. Daun dibentuk pada meristem pucuk

dan sangat sensitif terhadap kemikalia. Terdapat stomata pada daun terutama

pada permukaan bawah, lebih banyak dijumpai. Terdapat tunas-tunas pada

nodusa, serta titik tumbuh terletak di cabang. Contoh gulma ini ceplukan

ceplukan (Physalis angulata L.), wedusan (Ageratum conyzoides L.), sembung

rambut (Mikania michranta), dan putri malu (Mimosa pudica), Amaranthus

spinosus, Cassia tora,Centella asiatica dan sebagainya.


gambar 18: Gulma berdaun lebar

4) Gulma Pakis-Pakisan (Ferns)

Gulma jenis pakis-pakisan (ferns) pada umumnya berkembang biak dengan

spora dan berbatang tegak atau menjalar. Contoh: Dicranopteris linearis,

Lygodium flexuosum, Nephrolepis biserrata dan sebagainya.

gambar 19: Gulma pakis

II.3 Status Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Suatu organisme dikatakan sebagai OPT apabila:

II.3.1 Organisme tersebut dapat menurunkan produksi tanaman baik kualitas

maupun kuantitas

Dengan serangan yang dilakukan oleh OPT pada tanaman maka tanaman

tidak akan mampu menghasilkan produksi secara maksimal karena terjadinya

pembatasan pertumbuhan akibat OPT yang berada pada tanaman budidaya. Hal
ini disebabkan karena proses fisiologi tanaman yang terganggu. Dengan daun dan

batang serta tunas-tunas muda yang habis dimakan oleh hama secara tidak

langsung tanaman tidak dapat melaukan proses fotosintesis untuk menghasilkan

produksi dengan baik bahkan tidak dapat melakukan fotosentesis. Hama yang

menyerang pada buah atau bagian tanaman yang memiliki nilai ekonomis akan

menjadi menurun. Hal ini disebabkan, hama merusak bagian-bagian buah mupun

daun tanaman. Dimana penurunan ini karena adanya bagian yang diseranga oleh

hama mengalami cacat dan busuk serta mengandung ulat atau larva-larva hama.

Sehingga produksi tidak dapat dikonsumsi.

II.3.2 Organisme tersebut bersaing terhadap kepentingan manusia

Dampak ini timbul karena tidak adanya produksi yang dihasilkan oleh

tanaman atau gagal panen serta turunnya nilai ekonomis hasil produksi. Kerugian

ini disebabkan tidak adanya pendapatan petani sedangkan biaya budidaya tanaman

telah mereka keluarkan dalam jumlah yang sangat besar baik dari segi pengolahan

lahan, benih, penanaman serta perawatan. Sedangkan hasilnya tidak meraka

dapatkan. Hal ini semakain memperpuruk kondisi dan iklim pertanian di

Indonesia.

II.3.3 Organisme tersebut menjadi masalah dalam usaha pertanian

Alih fungsi lahan dapat dilakukan oleh para petani dikarenakan

pendapatan yang mereka dapatkan tidak sesuai dengan pengeluaran yang

dilakakan dalam usaha pertanian. Sehingga muncul pemikiran untuk mengalih

fungsikan lahan pertanian yagn subur ke bidang usaha lain yang lebih

menjanjikan keuntungan bagi mereka. Kondisi seperti ini semakin memperpuruk

iklim pertanian di indonesia serta ketahan bahan pangan dalam negeri. Selain itu
juga dapat terjadi degradasi agroekosistem. Degradasi ekosistem terjadi karena

adanya usaha yng dilakukan oleh para petani dalam penaggulangan serangan

hama yang tidak memikirikan dampak negatif terhadap lingkungan serta

komponen-komponen penyusun agroekosistem. Pencemaran lingkungan tersebut

kerena adanya zat-zat yang berbahaya akibat digunakannya pestisida. Dengan

adanya penanggulanag serangan hama yang tida sesuai ini menyebabkan

terjadinya degradasi ekosistem alami.

II.4 Organisme Pengganggu Tanaman pada lahan sub optimal

Lahan suboptimal merupakan lahan yang telah mengalami degradasi yang

mempunyai kesuburan yang rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan

tanaman secara optimal. Teknologi pengelolaan lahan, hara terpadu, dan

konservasi tanah dan air diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanah pada

lahan suboptimal.

II.4.1 Lahan kering masam

Lahan kering masam adalah lahan kering yang mempunyai reaksi tanah

masam dengan pH < 5. Dalam klasifikasi tanah skala 1:1.000.000, lahan kering

masam ini dijumpai pada ordo tanah yang telah mengalami perkembangan tanah

lanjut atau tanah muda atau baru berkembang atau tanah dari bahan induk

sedimen dan volkan tua, dan atau tanah lainnya dengan kejenuhan basa rendah <

50% (dystrik) dan regim kelembaban tanah udik atau curah hujan > 2.000 mm per

tahun. Curah hujan berkorelasi dengan kemasaman tanah, makin tinggi curah

hujan makin tinggi tingkat pelapukan tanah. Tanah yang terbentuk di daerah iklim

tropika basah (humid), proses hancuran iklim (pelapukan) dan pencucian hara

(basa-basa) sangat intensif, akibatnya tanah menjadi masam dengan kejenuhanbaa


rendah dan kejenuhan aluminium tinggi (Subagyo et al. 2000). Tanah di lahan

kering yang beriklim basah umumnya termasuk pada tanah Podsolik Merah

Kuning atau termasuk pada Ultisols, Oxsisols, dan Inceptisols. Secara umum

lahan kering masam ini mempunyai tingkat kesuburan dan produktivitas lahan

rendah. Untuk mencapai produktivitas optimal diperlukan input yang cukup

tinggi.

gambar 20: Lahan kering masam

Gulma merupakan salah satu OPT yang mampu beradaptasi, tumbuh, dan

berkembang pada semua agroekosistem dan dalam kondisi iklim yang telah

berubah. Gulma merupakan tumbuhan yang memberikan dampak negatif bagi

pertumbuhan tanaman budidaya, dimana dampak yang ditimbulkan tersebut dapat

bersifat langsung maupun tidak langsung. Sebagai organisme pengganggu

tanaman, gulma dapat mengakibatkan berkurangnya tingkat produktivitas

tanaman budidaya. Hal ini terjadi karena gulma yang tumbuh pada lahan pertanian

dapat mengakibatkan terjadinya kompetisi atau persaingan dengan tanaman

budidaya dalam proses penyerapan unsur- unsur hara, penangkapan cahaya dan

penyerapan air, gulma juga dapat menjadi tempat persembunyian hama (Kastanja,

2015). Selain itu gulma merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari spesies liar

dan memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.


Jenis gulma yang teridentifikasi secara umum merupakan golongan gulma

berdaun lebar. Gulma berdaun lebar merupakan berbagai jenis gulma dari ordo

Dicotyleneae. Gulma ini tumbuh dengan habitus yang besar, sehingga kompetisi

yang terjadi dengan tanaman terutama dalam hal mendapatkan cahaya (Harsono,

2011). Jumlah jenis terbanyak dari gulma berdaun lebar adalah famili Asteraceae,

yaitu sebanyak 5 jenis. Famili Asteraceae termasuk golongan gulma berdaun lebar

dan semusim yang menyukai tanah sedikit lembab serta mampu menghasilkan biji

sebanyak 40.000 pertanaman setiap tahunnya. Gulma Asteraceae dapat

berkembangbiak melalui biji dan mempunyai kemampuan beradaptasi dengan

lingkungan serta berbunga sepanjang tahun. Selain itu, famili Asteraceae dapat

ditemukan pada ketinggian 0-1.300 mpl. Famili Asteraceae merupakan gulma

tahunan yang banyak tersebar dan termasuk ke dalam gulma ganas karena

seringkali populasinya lebih dominan dibandingkan dengan tanaman liar lainnya

di dalam suatu lahn (Sukamto, 2007).

Tekanan lingkungan berupa serangan hama dan penyakit tanaman adalah

kendala peningkatan produktivitas tanaman pangan. Tikus merupakan hama padi

penting yang masih belum tertanggulangi. Di samping itu penggerek batang,

lundi, lalat bibit dan walang sangit adalah hama serangga yang umum menyerang

tanaman pangan. Di antara penyakit, "blast" adalah penyakit padi yang berbahaya

dan dapat menggagalkan panen. Hingga saat ini untuk memperoleh varietas

tanaman pangan yang tahan terhadap hama dan penyakit tersebut diatas cukup

sulit. Walaupun demikian, dalam keadaan tertentu langkah-langkah agronomis

dapat memperkecil risiko kegagalan panen tanaman pangan.

II.4.2 Lahan rawa pasang surut


Lahan rawa adalah lahan yang sepanjang tahun atau selama waktu yang

panjang dalam setahun, selalu jenuh air atau tergenang (Subagyo 2006).

Sedangkan lahan rawa pasang surut adalah lahan rawa yang dipengaruhi oleh

pasang surut air laut, terletak dekat pantai, sebagian besar berupa tanah mineral

dan sebagian lagi berupa gambut. Dari klasifikasi tanah, lahan rawa pasang surut

dicirikan dengan adanya kondisi aquik (jenuh air) dan mempunyai bahan sulfidik

(besi sulfida) yang lebih dikenal dengan pirit, umumnya bereaksi masam ekstrim

(pH < 4) sehingga sering disebut tanah sulfat masam (Subagyo 2006).

gambar 21: Lahan rawa pasang surut

Klasifikasi tanahnya termasuk pada Sulfaquents, Sulfic Endoaquents,

Sulfic Fluvaquents, Sulfic Hydraquents, Sulfaquepts, Sulfic Endoaquepts.

Sedangkan wilayah yang dekat dengan laut dipengaruhi oleh garam (salinitas)

atau dikenal dengan payau sehingga pH tanah netral atau agak alkalis (pH 6,5-

7,5), diklasifikasikan sebagai Halaquents atau Halaquepts. Lahan ini umumnya

mempunyai tingkat kesuburan dan produktivitas rendah sehingga untuk

pengembangan pertanian diperlukan input teknologi seperti variets yang tahan

masam dan genangan, tahan salinitas tinggi, dan diperlukan drainase dan tata air

mikro.
Di lahan rawa pasang surut terdapat beberapa jenis predator pemakan

hama serangga, diantaranya ordo Arachnida (laba-laba). Kehadiran laba-laba pada

pertanaman padi merupakan syarat utama, karena predator ini mampu memangsa

2-3 serangga per hari dan dalam waktu yang relatif singkat dapat menghasilkan

turunan yang banyak sehingga dapat mengimbangi populasi hama serangga. Laba-

laba Lycosa pseudoanulata mampu menghasilkan 200-400 keturunan dalam masa

3-5 bulan, Oxyopes javanus dan Oxyopes linea menghasilkan 200-350 keturunan

dalam masa 3-5 bulan sedangkan Tetragnatha mandibulata dapat bertelur 100-

200 butir selama 1-3 bulan. Predator lainnya adalah Agrionemis femina, Ischnura

segegalensis dan Orthetrum sabina sabina yang termasuk dalam ordo Odonata

(capung). Predator ini populasinya cukup tinggi di lahan pasang surut, namun data

tentang perkembangbiakan dan kemampuannya dalam menekan hama serangga

belum banyak diketahui. Parasitoid penggerek batang padi di lahan pasang surut

yang telah diketahui sebanyak 10 jenis. Diantara parasitoid tersebut Telenomus

rowani yang tertinggi populasinya. Kemampuan parasitasi T. rowani berkisar

15,5% - 66,5%. Jika dibandingkan dengan kemampuan dua jenis parasitoid

lainnya adalah yang tertinggi. Kemampuan ketiga parasitoid tersebut untuk

menurunkan populasi penggerek batang padi bervariasi, tergantung dari tempat

dan lingkungannya. T. schoenobii mempunyai peranan paling besar dalam

menurunkan populasi penggerek batang padi, sedang T. rowani dan T. japonicum

peranannya bergantian. Daur hidup T. japonicum berkisar antara 7-9 hari.

Kemampuan bertelur rata-rata 38,60 butir. Kemampuan T. japonicum memparasit

telur penggerek batang padi adalah 31,40 telur dengan kepadatan inang 87,6 telur

(59,6%). Daur hidup T. rowani berkisar antara 10-12 hari. Kemampuan bertelur-
rata-rata 64,47 butir. Keperidian T. rowani adalah 49 ekor, sedang kemampuan

memparasit telur penggerek batang padi adalah 30,4 telur dengan kepadatan inang

181,2 telur (59,5%). Nurbaeti et al. (1992) melaporkan bahwa daur hidup T.

schoenobii berkisar antara 11-14 hari. Keperidian T. schoenobii adalah 65 ekor.

Kemampuan memparasit telur penggerek batang padi adalah 60-98%.

Kemampuan parasitasi T. rowani berkisar 20-40 telur, dan perkembangannya

sejak telur hingga tahap dewasa membutuhkan 10-14 hari.

Pada awalnya lahan rawa pasang surut merupakan kawasan hutan, yang

kemudian oleh penduduk setempat dimanfaatkan untuk usaha pertanian. Setelah

dibuka sebagian lahan menjadi hutan sekunder yang mengalami suksesi karena

tidak diusahakan. Umumnya lahan tersebut ditumbuhi oleh gelam (Melaleuca sp)

dan gulma yang didominasi oleh purun tikus (Eleocharis dulcis), kelakai

(Stenochlaena palustris), dan purun kudung (Lepronea articulata) di kawasan

lahan sulfat masam bagian bawah dan perupuk (Phragmites karka) pada lahan

bagian atas.

Di lahan pasang surut terdapat lima jenis gulma yang disenangi oleh

penggerek batang padiputih sebagai tempat meletakan telur. Gulma tersebut

adalah purun tikus, perupuk, kelakai, bundung dan purun kudung. Kelompok telur

penggerek batang paling banyak ditemukan terdapat pada purun tikus . Kelompok

telur tersebut dapat menetas menjadi larva, kemudian imago atau ngengat, dan

kembali bertelur. Dengan demikian gulma purun tikus berperan sebagai attraktan

atau tanaman perangkap bagi hama tersebut. Intensitas kerusakan padi akibat

hama penggerek batang pada areal yang berdekatan dengan areal purun tikus (1,5-

2,5%) lebih rendah dibandingkan dengan areal yang tidak ada purun tikus (25,0-
55,0%).Rendahnya intensitas kerusakan padi pada areal yang berdekatan dengan

purun tikus disebabkan penggerek batang padi putih lebih tertarik meletakkan

telurnya pada tumbuhan tersebut dibandingkan dengan tanaman padi, sehingga

kerusakan padi sangat rendah. Diduga bahwa tumbuhan purun tikus memiliki

kandungan kimia yang berperan sebagai penarik bagi penggerek batang padi

putih. Tumbuhan purun tikus mengandung komponen kimia antara lain steroid,

alkaloid, methyldiena, vitamin, alkohol, karboksilat, alkenon, alkil benzena,

essential oil, asam lemak, hidrokarbon, azole, analina dan penol.

II.4.3 Lahan rawa lebak

Lahan rawa lebak adalah lahan rawa yang tidak terpengaruh oleh pasang

surut (rawa non pasang surut), tetapi dipengaruhi oleh sungai yang sangat

dominan, yaitu berupa banjir besar yang secara periodik minimal 3 bulan

menggenangi wilayah setinggi 50 cm (Subagyo 2006). Rawa lebak umumnya

terletak pada kiri kanan sungai dan berada lebih ke dalam dari dataran pantai ke

arah hulu sungai. Selama musim hujan, rawa lebak selalu digenangi air kemudian

secara berangsur-angsur air akan surut sejalan dengan perubahan musim hujan ke

musim kemarau. Lebak dikelompokan lebih lanjut berdasarkan tinggi genangan

dan lama genangan menjadi lebak dangkal (tinggi genangan < 50 cm, lama

genangan < 3 bulan), lebak tengahan (50-100 cm, 3-6 bulan), dan lebak dalam (>

100 cm, > 3-6 bulan) (Subagyo 2006). Jenis komoditas dan indeks pertanaman di

lahan rawa lebak ini sangat tergantung dari jenis lebak, dengan tingkat kesuburan

sedang karena ada pengkayaan hara dari luapan sungai.


gambar 22: Lahan rawa lebak

Hama penyakit utama yang yang dijumpai pada umumnya tikus, ulat

grayak, wereng cokelat, hama putih palsu, penggerek batang, keong mas, orong

orong, sedang penyakit utama adalah blas dan bakanae.

1. Tikus

Hama tikus banyak menyarang padi sejak dari pesemaian sampai dengan

hampir panen. Serangan tikus umumnya lebih berat pada musim kemarau

dibandingkan musim hujan. Pada pola tanam 2 kali setahun sawit dupa (padi-

lokal - padi unggul) serangan umumnya lebih banyak pada saat tanam ke II -

padi unggul. Aspek pengendalian hama ini dapat secara fisik mekanis, musuh

alami, fumigasi, dan penggunaan umpan dan perbaikan aspek budidaya antara

lain waktu tanam yang tepat dan serempak, perbaikan sanitasi lingkungan

pertanaman.

2. Wereng Cokelat

Wereng cokelat (Nilaparvata lugens) termasuk hama potensial, walaupun

tidak termasuk hama kronis di lahan rawa lebak. Pada tahun 2007 ini hampir

semua lahan rawa lebak di Kalimnatan Selatan mengalami kerusakan cukup

berat akibat serangan wereng cokelat ini yang sbelumnya hampir belum

pernah ada.
3. Hama putih palsu

Hama putih palsu (Cnaphalarosis medinalis) menyerang padi di lahan rawa

lebak tergolong kecil. Serangan ini muncul karena tanam terlalu awal dari

jadual umumnya atau akibat pemupukan nitrogen yang terlalu tinggi (> 200 kg

N per hektar).

4. Penggerek Batang Padi

Hama penggerek batang padi (Tryphoriza innolata, T. incertulas) atau dkenal

juga dengan sundap atau beluk ini harus diamati intensif sejak dari persemaian

sampai dengan panen. Kalau populasi ngengat tinggi dapat dikendalikan

dengan insektisida butiran (karbofuran, fipronil) dan insektisida cairan

(dimehipo, bensultap, amitraz dan fipronil).

5. Hama Keong Mas

Hama Keong mas ini menyerang dengan memakan daun padi yang baru

ditanam. Pengendalian yang paling utama ialah mencegah introduksi keong

mas pada areal baru. Kalau keong mencapai sawah maka akan berkembang,

pada lahan yang selalu tergenang akan berkembang dan sukar dikendalikan.

Pada lahan yang terlanjur diserangan keong mas, sebaiknya dilakukan

berbagai cara pengendalian secara terpadu (PHT) dan secara

berkesinambungan. Walaupun tanaman sudah besar (lebih dari 30 hari),

pengendalian harus tetap dilaksanakan, hal itu untuk mencegah serangan pada

tanaman musim berikutnya dan lahan sekitarnya.

6. Hama Orong-orong

Orong-orong (Gryllotalpa spp), merupakan serangga yang hidup dibawah

permukaan tanah yang lembab atau basah. Serangan hama ini sangat poitensial
di lahan gambut. Hama ini membuat lorong dalam tanah sampai mendapat dan

memakan humus, fauna tanah dan juga bagian dari tanaman sehingga

merupakan hama tanaman. menjadi hama berbagai tanaman. Paada umumnya

mereka memakan bagian akar dibawah permukaan tanah, sehingga tanaman

menjadi layu kemudian mati. Pada padi yang diserang yaitu persemaian dan

tanaman yang tidak tergenang tetapi lembab.

7. Penyakit Blas

Perkembangan penyakit blas (Pyricularia oryzae) ini ditentukan oleh musim

dan lokasi sehingga antara musim baik pada lokasi yang sama maupun lokasi

berbeda dapat bervariasi serangannya. Gejala serangan umumnya pada daun

mengalami bercak-bercak belah ketupak saat padi berumur satu minggu.

Umumnya padi yang terserang menjadi puso. Penyakit ini dapat dibedakan

antara blas daun dan blas leher. Blas leher lebih merugikan daripada blas daun

karena gabah menjadi hampa.

8. Bakanae

Penyakit Bakanae (Gibberella fujikurol) disebabkan oleh jamur yang pada

beberapa tahun lalu merupakan penyakit penting padi di lahan rawa lebak.

Gejala pada tanaman padi tampak pertumbuhan memanjang yang tidak normal

lebih tinggi, tetapi warna daun lebih pucat, malai tumbuh lebih awal, dan bulir

padi kosong/hampa. Bila serangan pada persemaian biasanya bibit mati

sebelum ditanam. Penyakit ini dikhawatirkan dapat menular melalui bibit, air,

dan tanah. (Suryana, 2007)

Gulma yang dominan di lahan rawa lebak yang tergenang adalah jenis

gulma air (aquatic plant/weed), terutama enceng gondok (Eichornia crassipes)


dan Pistia stratiotes. Gulma kayapu banyak digunakan olehmasyarakat sebagai

mulsa pada tanaman budidaya di lahan rawa lebak. Pada musim kemarau gulma

kumpai babulu (Paspalidium punctatum) mendominasi rawa lebak tengahan yang

digunakan sebagai rnulsa dalam budidaya semangka dan ubi jalar (ubi nagara).

Umumnya petani menanam jenis gulma ini menjelang musim hujan, kemudian

menjelang musim kemarau gulma tersebut dihampar (disebar merata) untuk

tanaman semangka atau digulung (dibuat gundukan) untuk tanaman ubi nagara.

Gulma tersebut berfungsi sebagai alas bagi buah semangka atau ubi nagara

sehingga dihasilkan buah atau umbi yang besar.

II.4.4 Lahan gambut

Lahan gambut adalah lahan yang terbentuk dari bahan tanah organik

dengan kandungan C-organik > 12% berat jika kandungan liat 0% atau >18%

berat jika kandungan liat 60% atau lebih, dengan kedalaman > 60 cm. Menurut

klasifikasi tanah dikelompokkan sebagai tanah organik atau Histosols atau

Organosol (Subagyo et al. 2000). Tanah gambut mempunyai kandungan C-

organik berkisar antara 18-60%, berat isi 0,03-0,3 g cm-3, sebaran karbon di

seluruh penampang sampai dasar tanah mineral, bersifat mudah terbakar dan tidak

balik (irreversible) apabila sudah didrainase. Reaksi tanah gambut di seluruh

lapisan sangat masam (pH rata-rata 4), kahat hara, sehingga produktivitas rendah

dan perlu pengaturan drainase dan tata air mikro apabila akan dimanfaatkan untuk

pertanian. Oleh karena itu, seluruh lahan gambut dengan kematangan saprik,

hemik dan fibrik, serta berbagai kedalaman dimasukkan menjadi lahan sub

optimal. (Mulyani,2013)
gambar 23: Lahan gambut

Pada lahan bergambut yang masih belum dimanfaatkan setelah dibuka,

umumnya didominasi oleh tumbuhan pakis terutama kelakai (Stenochlaena

palustris). Gulma ini dapat berkembang maksimal dengan penutupan lahan

mencapai 100%. Dalam jangka waktu yang lama, gulma ini menghasilkan

biomassa yang sangat banyak dan membentuk lapisan bahan organik yang sangat

tebal atau disebut gumbab (Bahasa Banjar). Lapisan gumbab (bahan organik yang

masih mentah atau kemis-fibris) menjadi masalah dalam penyiapan lahan.

Pengendalian hama yang utama di lahan gambut antara lain hama tikus, babi,

monyet, serangga (wereng cokelat, hama putih palsu, penggerek batang/buah,

pengisap), sedang penyakit utama antara lain blas, tungro, dan jamur.

II.5 Penyebab munculnya Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)

Munculnya organisme pengganggu tanaman dapat dipicu oleh beberapa

hal yang berkaitan langsung dengan proses budidaya tanaman maupun faktor

lingkungan yang mendukung. Berikut beberapa hal yang dapat menjadi penyebab

munculnya organisme pengganggu tanaman, antara lain:

II.5.1 Varietas unggul yang rentan

Arah pemuliaan tanaman sering tidak memasukkan unsur daya tahan

varietas terhadap serangan hama, yang diutamakan adalah sifat-sifat yang


berhubungan langsung dengan potensi hasil yang maksimal, seperti umur pendek,

daun-daun tegak, tahan rebah dan responsif terhadap pupuk. Masalah hama yang

timbul dianggap dapat ditanggulangi dengan aplikasi pestisida. Keterbatasan

varietas unggul merupakan salah satu kelemahan yang selalu menyebabkan

timbulnya masalah serangan hama.

II.5.2 Pola tanam yang kurang tepat

Akibat adanya tujuan ingin mencapai hasil yang maksimun\m, terdapat

beberapa petani yang berusaha menanam suatu varietas tanaman secara terus

menerus sepanjang tahun tanpa diikuti dengan penerapan pola tanam. Dengan

demikian dalam hamparan lahan yang luas hanya terdapat satu varietas tanaman

dengan semua tingkatan umur dari semaian sampai tanaman siap panen.

Agroekosistem seperti ini dapat menjadi penyebab kemunculan OPT karena

tersediaanya makanan dalam jumlah yang cukup dan terus menerus sehingga OPT

dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik hingga mencapai jumlah

populasi yang merusak atau merugikan secara ekonomis.

II.5.3 Dampak dari penggunaan pestisida

Penggunaan pestisida sering menimbulkan masalah baru seperti

membunuh organisme bukan sasaran seperti parasitoid dan predator, peristiwa

resistensi dan resurgensi hama, serta perubahan fisiologi tanaman.  Penggunaan

pestisida yang ebrlebihan dan dilakukan secara terus menerus dapat menyebabkan

tingginya populasi hama di lapangan.

II.5.4 Tingkat keragaman ekosistem

Tingkat keragaman ekosistem ditandai dengan beragamnya spesies

tanaman yang diusahakan pada suatu areal agroekosistem dan pada waktu yang
sama. Dalam agroekosistem yang beragam, spesies monophage mengalami

kesulitan untuk menemukan inangnya sehingga dapat berdampak pada

menurunnya laju imigrasi dan kolonisasi. Faktor-faktor lain seperti kegemaran

OPT terhadap tanaman inang tertentu, kecepatan memilih tanaman inang, adanya

musuh alami juga sangat berpengaruh. Populasi spesies predator dan parasitoid

cenderung lebih tinggi pada pola pertanaman polikultur dibandingkan dengan

monokultur. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan nektar, mangsa bagi predator

dan inang bagi parasitoid serta habitat mikro pada pertanaman polikultur.

II.5.5 Keanekaragaman genetik

Dalam ekosistem alami, terjadi interaksi antara tanaman inang dengan

OPT. Varietas tanaman yang dibudidayakan dari hasil pemuliaan memiliki

ketahanan genetic yang sempit atau ditentukan oleh gen tunggal, sehingga daya

tahan varietas tersebut terhadap hama tertentu menjadi rentan. Tekanan seleksinya

terhadap populasi hama memaksa hama tersebut untuk beradaptasi dan

menyeleksi dirinya dan berkembang menjadi rasa tau biotipe baru dan dapat

merontokkan daya tahan tanaman inang hasil pemuliaan tadi.  Dengan demikian

timbullah masalah serangan hama yang bersangkutan yang kadang-kadang sulit

dikendalikan.

II.6 Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman

Mengacu pada definisi Smith (1978) tentang PHT, maka dapat diartikan
bahwa Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman Secara Terpadu (POPTT)
adalah pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi
OPT dengan memanfaatkan beraneka ragam taktik pengendalian secara
kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan. Sistem pengelolaan
tersebut berupa pemilihan, perpaduan, dan penerapan berbagai metode
pengendalian OPT yang didasarkan pada perhitungan dan penaksiran konsekuensi
ekologi, ekonomi, dan sosiologi agar dapat memperoleh hasil yang terbaik yaitu
stabilitas produksi dan kerugian seminimal mungkin bagi manusia dan lingkungan
(Untung, 2001).
Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik
pengendaliannya antara lain:
II.6.1 Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif,
dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang
kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik
pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran
yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu
kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT
menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa
contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis:
a. Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas
domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap
lingkungannya.
b. Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis
tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut
bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada
musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim
berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya
dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk
mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan
kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan.
c. Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama
maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya.
d. Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk
pengendalian instar hama yang berada dalam tanah. Misal:
1) Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang
kembara (Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah.
2) Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan
pupa di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa
dan memutus siklus perkembangannya.
e. Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat
mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya.
Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama.
Misalnya:
1) Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang
lain pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari
petak hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian
pertanaman yang lebih muda dan belum dipanen.
2) Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak
relatif dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang
(Setiawati, 2005).
f. Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan
kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam
optimum suatu tanaman.
1) Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena
infeksi sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain.
2) Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam
dapat pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang
terlalu dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng
coklat.
g. Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan
OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain:
1) Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena
pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan
mudah terserang OPT.
2) Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap serangan OPT.
II.6.2 Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods)
Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan
patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang
efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau
mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon
numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon
fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa
tindakan antara lain:
a. pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator.
b. Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami.
c. perlindungan dan dorongan musuh alami.
II.6.3 Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik.
Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan
hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-
pestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu:
a. Penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya
hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang
dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan
larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama.
b. Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah
masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada
tanaman.
c. Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan
jenis hama dan fase hama yang akan ditangkap.
d. Perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran,
frekuenditas, kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama.
Setiap perubahan faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan
tersebut.
e. Penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga
terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian
serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan
dengan ditangkap.
f. Suara. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode
pengendalian menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat
tinggi sehingga dapat merusak serangga, penggunaan suara lemah guna
mengusir serangga, dan merekam dan memperdengarkan suara yang
diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran.
II.6.4 Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya
dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan
bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan
bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi keseluruhan
opt dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk melakukan
pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian penggunhaan pestisida
mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit
yang memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai.
II.6.5 Pengendalian Secara Genetik
Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik
untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu ataupun
dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat berkembang
biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab ini adalah:
a. Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah
dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui
serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu.
Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses
pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan
serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa
contoh pengendalian ini adalah:
1) penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu
mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia.
2) Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-
2H-1,4-benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk
memperoleh ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia
(Untung, 2006).
b. Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal
merupakan teknik pengendalian hama dengan pemab\ndulan serangga
jantan, serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai
banyak diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga
tersebut. Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika
terjadi perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu
tertentu akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh
pengendalian dengan pemandulan hama:
1) Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan
di Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian
“screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang
ternak.
2) Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu
pelepasan telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama
Ephestia cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu.
II.6.6 Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan.
Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan
peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang
telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke
daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat
menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian
menggubnakan regulasi diantaranya:
a. Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai
karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini
adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu
wilayah, maka penyebaran OPT yang adpat disebabkan dari luar adaerah
dapat dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah UU No 16
Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa
contoh pengaruh karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah:
1) Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina
(OPTK) seprti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium
flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih
beredar di USA.
2) Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya
pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium
sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh
benih.
b. Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan
dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain:
1) Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi
mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta.
2) Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur
OPT maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran.

III. PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Organisme pengganggu tanaman (OPT) adalah hewan atau tumbuhan baik

berukuran mikro ataupun makro yang mengganggu, menghambat, bahkan

mematikan tanaman yang dibudidayakan. Organisme Penganggu Tanaman

merupakan faktor pembatas produksi tanaman baik tanaman pangan, hortikultura

maupun perkebunan. Komponen dari OPT yaitu hama, vector penyakit, dan

gulma. Hama adalah semua hewan yang merusak tanaman atau hasilnya yang

mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis.

Vektor penyakit atau biasa disebut sebagai faktor pembawa penyakit adalah

organisme yang memberikan gejala sakit, menurunkan imunitas, atau

mengganggu metabolisme tanaman sehingga terjadi gejala abnormal pada sistem

metabolisme tanaman tersebut. Gulma ialah tumbuhan yang kehadirannya tidak


dikehendaki oleh manusia. Keberadaan gulma menyebabkan terjadinya

persaingan antara tanaman utama dengan gulma.

Suatu organisme dikatakan OPT pabila organisme tersebut dapat

menurunkan produksi tanaman baik kualitas maupun kuantitas, organisme

tersebut bersaing terhadap kepentingan manusia, dan organisme tersebut menjadi

masalah dalam usaha pertanian. Penyebab timbulnya OPT yaitu varietas unggul

yang rentan, pola tanam yang kurang tepat, dampak dari penggunaan pestisida,

tingkat keragaman ekosistem, dan keanekaragaman genetik.

Lahan suboptimal merupakan lahan yang telah mengalami degradasi yang

mempunyai kesuburan yang rendah dan tidak mampu mendukung pertumbuhan

tanaman secara optimal. Lahan sub optimal terdiri dari lahan kering masam, lahan

rawa pasang surut, lahan rawa lebak, dan lahan gambut.

III.2 Saran

Dalam mengatasi serangan OPT, yang perlu dilakukan yaitu melakukan

pengendalian terhadap OPT tersebut, yaitu dengan meminimalisir faktor-faktor

penyebab OPT tersebut. Contohnya dengan menerapkan pola tanam yang tepat,

mengurangi penggunaan pestisida, meminimalkan tingkat keragaman di

ekosistem.
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, C dan Singh, J. 2005. Curviilinear Effects of Consumer Loyalty

Determinants In Relation Exchange. Journal of Marketing Research, 42,

96-108.

Aldrich, R. J. 1984. Weed-Crop Ecology. Principles in Weed Management. Nort

Scituate, Massachusssets : Breton Publisher.

Ananda, K., 1983, Taksonomi Serangga, Yayasan Pembina Fakultas Pertanian

UGM, Yogyakarta.

Arjasa, W.S., dan P. Bangun. 1985. Pengendalian Gulma Pada Tanaman Kedelai.

Hal 87-102 dalam S. Somaatmadja, Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O.

Manurung, dan Yuswardi (ed) Kedelai. Puslitbangtan Bogor.

Brown K dan Brooks. K. 2002. Bushland Weeds: a Partical Guide to their

management, Environmental Weeds Action Networks (WA) Inc. Perth WA.

https://media.neliti.com/media/publications/68518-ID-none.pdf. (Diakses

pada tanggal 30 Juli 2020).

Dadang. 2006. Pengenalan Pestisida dan Teknik Aplikasi. Workshop Hama dan

Tanaman Jarak: Potensi Kerusakan dan Teknik Pengendaliannya, Bogor.

Djojosumarto, P. 2008. Panduan Lengkap Pestisida & Aplikasinya. Agromedia. 1,

13-31.

Hendrival, Z. Wirda dan A. Azis. Periode Kritis Tanaman Kedelai Terhadap

Persaingan Gulma. J. Florantek. 9(1):6-13.

Kalshoven, L. G. E., (1981). The Pest of Crops in Indonesia. Revised and

Translated By P.A. Van der laan. Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve.
Kastanja,A.Y. 2015. Analisis Komposisi Gulma Pada Lahan Tanaman Sayuran.

Jurnal Agroforestri X Nomor 2 Juni 2015.

Kuncoro, Murdrajat. 2006. “Ekonomi Pembangunan”. Penerbit Salemba Empat,

Jakarta.

Mulyani, Anny, dan Muhrizal Sarwani. 2003. Karakteristik dan Potensi Lahan

Sub Optimal untuk Pengembangan Pertanian di Indonesia. Jurnal

sumberdaya lahan, 7(1), 47-55.

Nurbaeti B, Diratmaja I.A., Putra S. 2010. Hama Wereng Coklat (Nilaparvata

lugens stal) dan Pengendalianya. Balai Pengkaji Teknologi Pertanian

Jawa Barat. Jawa Barat.

Perdana, R.P., D. Koestiono, dan Syafrial. 2013. Dampak kebijakan ekonomi

kedelai terhadap kinerja perkedelaian Indonesia. Habitat 24(2):120–132.

Rahmat Rukmana dan Sugandi Saputra., 1997, Penyakit tanaman dan Teknik

Pengendalian, Kanisius, Yogyakarta.

Sastrosuwignyo, S. 1990. Diktat nematologi tumbuhan. Jurusan Hama dan

Penyakit Tumbuhan. Fak. Pertanian. IPB:Bogor. 274 hal.

Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

Subagyo, H., Nata, S. Dan Agus, B. S. 2000. Tanah-tanah pertanian di Indonesia.

Bogor: Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 78-80hal.

Subagyo, Joko. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta. PT. Rineka Cipta. 135 hlm

Sukamto.2007. Babandotan Tanaman Multi Fungsi Yang Menjadi Inang

Potensial

Virus Tanaman. www.balitro.com diakses 2 maret 2015.


Suryana, Achmad. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Rawa Lebak.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Triharso. 1994. Dasar-dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada University

Press, Yogyakarta.

Widaryanto, E. 2010. Teknik Pengendalian Gulma. Diklat Kuliah. Malang.

Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya.

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy