Makalah Tanaman Sela (Obat Obatan) Kelompok 6 (BTPR)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN RAKYAT DAN


HORTIKULTURA

“ TANAMAN SELA DIEPRKEBUNAN SAWIT“

(TANAMAN OBAT)

Kelompok 6 :
1. Rangga Buana Permana (1804057)
2. Maulida Tandya Wijayanti (1904003)
3. Fashia Nondra Akika (1904005)
4. Ilham Rizqi Syafrizal (1904039)
5. Nandang Sari Prasetyo (1904039)
6. Fifi Regina Sari (1904055)
7. Lentina Nurintan Sinaga (1904057)
8. Andre Utama (1904076)
9. Wildah Adhwiyah Hasibuan (1904098)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN

POLITEKNIK LPP

YOGYAKARTA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Beberapa tahun terakhir terjadi perubahan dalam banyak aspek, baik
bersifat regional, nasional maupun internasional. Salah satu perubahan
internasiona; yang terjadi adalah keingan kembali kealam, baik dalam bidang
kesehatan maupun makanan. Masalah ini memberi peluang yang sangat luas
terhadap pemanfaatan tumbuhan baik yang berpotensi sebagai obat asli
Indonesia (jamu/obat tradisional), maupun tumbuhan penghasil bahan baku
industry dan simplisa untuk ekspor.

Kebutuhan industry jamu terhadap bahan baku berupa simplisa kering


berkisar 8.000 ton kering per tahun (Ditwakes, 1998) yang berasal dari 152
spesie. Dari jumlah tersebut, temu-temuan merupakan jenis yang paling banyak
dibutuhkan oleh industry jamu (37,87%), diikuti oleh Umbeifirae (9,65%),
Myristaceace (8,7%) dan Piperaceae (5,8%) (Sudiarto et al, 1991). Potensi
alam dan industry obat yang besar tersebut perlu dimanfaatkan secara bijaksana
dan berdaya guna, dengan melibatkan iptek dan potensi masyarakat. Berbagai
kemajuan teknologi memang telah dicapai dalam pengembangan tanaman obat
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Pemanfaatan Obat Asli Indonesia (OAI) telah lama menjadi salah satu cara
pengobatan masyarakat. Turunnya daya beli terhadap obat paten luar negeri
sebagai akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan meningkatkan peran OAI
dala meningkatkan kesehatan masyarakat. Disisi lain, meningkatnya kesadaran
masyarakat terhadap pemanfaatan OAI dalam system pengobatan nasional dan
upaya pelestarian lingkungan (keanekaragaman hayati Indonesia), menuntut
peranan iptek mulai dan pengadaan bahan baku sampai pemanfaatan secara
bertanggung jawab.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Tumpangsari merupakan salah satu bentuk pola tanam campuran dari dua
atau lebih jenis tanaman dalam satu luasan lahan untuk menambah penghasilan di
sector pertanian. Hal ini merupakan salah satu bentuk efisiensi penggunaan lahan
pertanian, karena pada saat ini kepemilikan lahan pertanian oleh petani semakin
terbatas (Ahmad, 2008).

Dalam pemanfaatan tanaman sela, berbagai hal yang menyangkut aspek


teknis, lingkungan dan social perlu diperhatikan, yaitu kompabilitas antara
tanaman pokok dan tanaman sela tidak ada pengaruh saling merugikan.
Meminimalkan dalam persaingan cahaya, air, hara dan CO 2, tidak memiliki hama
dan penyakit yang sama. Sedapatnya memiliki pengaruh yang saling
menguntungkan dalam memenuhi kebutuhan hara dan didalam menghindari
serangan hama dan penyakit. Pada kali ini jenis tanaman obat atau pangan dipilih
yang diminati oleh petani dan dapat meningkatkan pendapatan petani dan juga
dapat berperan sebagai “cash crop” dari usaha tani komoditas utama (Dewati,
2015).

Saat ini telah ada anjutan untuk membudidayakan kelapa sawit dengan
mengkombinasikan dengan tanaman multi purpose tree species (MPTS) yaitu
tanaman multi guna. Maksudnya disini, tanaman dapat menghasilkan, daun, kayu,
buah dan juga menguntungkan bagi masyarakat. Tanaman kombinasi tersebut
dapat berupa tanaman pangan, tanaman perkebunan atau tanaman MPTS
(Nengsih, 2016).
BAB III
ISI

Kegiatan sistem usahatani tanaman obat hendaknya dilakukan berdasarkan


perencanaan yang baik, sehingga antara kebutuhan pasar dan penyediaan produk
haruslah sinkron, baik jenis dan jumlahnya. Jenis komoditas yang banyak
dibutuhkan industri obat tradisional yaitu temulawak, jahe, lempuyang gajah, cabe
jamu, lengkuas, kedawung, lempuyang wangi, kencur, pulasari, kunyit, adas dan
bengle. Diantara komoditas-komoditas golongan temu-temuan tersebut yang
sudah dibudidayakan secara baik antara lain jahe, kencur, temulawak, lengkuas,
lempuyang wangi, lempuyang gajah dan bengle. Beberapa dan tanaman obat ini
telah diteliti kelayakan usahataninya dan umumnya menunjukkan kelayakan
usahatani yang menguntungkan terhadap pendapatan petani dan tanaman obat
beragam tergantung jenis tanaman dan lokasi budidayanya. Sehingga pendapatan
petani tidak hanya dari kelapa sawit, tetapi dari tanaman obat-obatan ini pula.
Berikut beberapa jenis tanaman obat yang saat ini sedang dijadikan komoditas
utama dalam pemanfaat herbal di Indonesia (Nengsih, 2016).

1. Temulawak (Curcuma zanthorrhiza L.)

Gambar 1. Temulawak

Tanaman temulawak (Curcuma zanthorrihiza L.) merupakan tanaman asli


Indonesia yang tumbuh liar di hutan-hutan jati di Jawa dan Madura. Tumbuhan
semak berumur tahunan, batang semunya terdiri dari pelepah-pelepah daun
yang menyatu, mempunyai umbi batang. Tinggi tanaman antara 50-200 cm,
bunganya berwarna putih kemerah-merahan atau kuning bertangkai 1,5-3 cm
berkelompok 3 sampai 4 buah. Tumbuhan ini tumbuh subur pada tanah
gembur, dan termasuk jenis temu-temuan yang sering berbunga. Panen dapat
dilakukan pada umur 7-12 bulan setelah tanam atau daun telah menguning dan
gugur. Sebagai bahan tanaman untuk bibit digunakan tanaman sehat berumur
12 bulan.

Temulawak termasuk tanaman tahunan yang tumbuh merumpun dengan


habitus mencapai ketinggian 2-2,5 meter. Tiap rumpun tanaman ini terdiri atas
beberapa anakan dan tiap anakan memiliki 2-9 helai daun. Daun temulawak
bentuknya panjang dan agak lebar. Panjang daunnya sekitar 50-55 cm dan
lebar ± 18 cm. Warna bunga umumnya kuning dengan kelopak bunga kuning
tua dan pangkal bunganya berwarna ungu. Rimpang temulawak bentuknya
bulat seperti telur dengan warna kulit rimpang sewaktu masih muda maupun
tua adalah kuning kotor. Warna daging rimpang adalah kuning dengan cita rasa
pahit, berbau tajam dan keharumannya sedang. Untuk sistem perakaran
tanaman temulawak termasuk tanaman yang berakar serabut dengan panjang
akar sekitar 25 cm dan letaknya tidak beraturan (Agromedia, 2008).

2. Jahe (Zingiber officinale Rosc.)

Gambar 2. Jahe

Jahe merupakan tanaman berbatang semu,tinggi 30 cm sampai dengan 1


m, tegak, tidak bercabang, tersusun ataslembaran pelepah daun, berbentuk
bulat, berwarna hijau pucat dan warnapangkal batang kemerahan. Akar jahe
berbentuk bulat, ramping, berserat,berwarna putih sampai coklat
terang.Tanaman ini berbunga majemuk berupamalai muncul di permukaan
tanah, berbentuk tongkat atau bulat telur yangsempit, dan sangat tajam.
Tanaman jahe membentukrimpang yang ukurannya tergantung pada jenisnya.
Bentuk rimpang padaumumnya gemuk agak pipih dan tampak berbuku-
buku.Rimpang jahe berkulitagak tebal yang membungkus daging rimpang,
yang kulitnya mudah dikelupas (Agromedia, 2008).

3. Lempuyang Gajah (Zingiber sp.)

Gambar 3. Lempuyang Gajah

Lempuyang gajah merupakan tanaman tahunan yang memiliki batang


tegak dengan tinggi sekitar 1-2 meter. Batangnya merupakan batang semu yang
terdiri dari helaian kelopak daun yang saling membungkus. Daun lempuyang
berbentuk mata lembing atau bulat memanjang dengan ujung meruncing dan
pangkal mengecil. Ukuran panjang daunnya antara 25-40 cm dan lebarnya 10-
15 cm, berwarna hijau dan memiliki permukaan yang licin. Bunganya
merupakan bunga majemuk yang muncul dari umbi batang dan berbonggol di
bagian atas. Bijinya berbentuk bulat panjang, berwarna hitam, berukuran
sekitar 4 mm. Akanya merupakan akar serabut berwarna kuning keputihan.
Rimpangnya berbentuk agak pipih, ujungnya bercabang-cabang pendek. Rasa
rimpangnya pedas seperti mentol dan sedikit pahit (Agromedia, 2008).

4. Lengkuas (Alpinia galanga L, Swart)

Gambar 4. Lengkuas
Tanaman lengkuas memiliki batang semu yang tingginya dapat mencapai
2 meter dengan daun yang cukup rimbun dan panjang. Biasanya tumbuh
dengan merumput dan juga sangat rapat, selain itu batang tumbuh dengan tegak
yang tersusun dari beberapa pelepah – pelepah daun yang membentuk batang
semu, berwarna hijau muda hingga tua. Batang muda ini akan keluar dengan
bentuk tunas baru dari pangkal bawah hingga pangkal atas. Daun tanaman ini
berwarna hijau bertangkai pendek yang tersusun dengan selang seling serta
buah berbentuk bulat dan keras, selagi masih muda berwarna hijau dan setelah
tua berwarna merah kehitaman (Agromedia, 2008).

5. Kunyit (Curcuma domestica)

Gambar 5. Kunyit

Kunyit merupakan tanaman yang tergolong dalam kelompok jahejahean


dengan warna yang khas yaitu kuning. Tanaman ini berbatang basah dengan
batang berwarna hijau atau keunguan, tinggi batangnya sampai 0,75 m,
berdaun 4 sampai 8 helai dan berbentuk lonjong, bunga majemuk berwarna
merah atau merah muda. Bunga kunyit berwarna cokelat dan di tengahnya
berwarna kemerah-merahan dan kuning. Kunyit menghasilkan umbi utama
berbentuk rimpang berwarna kuning tua atau jingga terang. Keseluruhan
rimpang membentuk rumpun yang rapat, berwarna oranye dan tunas mudanya
berwarna putih. Akar serabut kunyit berwarna cokelat muda. Bagian tanaman
yang digunakan adalah rimpang atau akarnya (Agromedia, 2008).
6. Kencur (Kaempferia galanga L)

Gambar 6. Kencur

Kencur merupakan terna tahunan, berbatang basal tidak begitu tinggi,


lebih kurang 20 cm dan tumbuh dalam rumpun. Daun tunggal, berwarna hijau
dengan pinggir merah kecoklatan bergelombang. Bentuk daun jorong lebar
sampai bundar, panjang 7-15 cm, lebar 2-8 cm, ujung runcing, pangkai
berlekuk, dan tepinya rata. Permukaan daun bagian atas tidak berbulu,
sedangkan bagian bawah berbulu halus. Tangkai daun pendek, berukuran 3-10
cm, pelepah terbenam dalam tanah, panjang 1,5-3,5 cm, berwarna putih.
Jumlah daun tidak lebih dari 2-3 lembar dengan susunan berhadapan
(Agromedia, 2008).

7. Bengle (Zingiber purpureum Roxb)

Gambar 7. Bengle

Tanaman bangle tumbuh didaerah Asia yang beriklim tropis dari India
sampai Indonesia. Bangle dapat tumbuh didaratan rendah hingga ketinggian
1300 m dari permukaan laut, pada lahan kering dengan tipe iklimA,B,dan C
berdasarkan klasifikasi Schmidt & Ferguson. Faktor lingkungan tumbuh seperti
iklim, jenis dan kesuburan tanah pemupukan dapat mempengaruhi produksi
dan mutu simplisia bangle. Penanamannya sangat mudah, sekali tanam dapat
memperbanyak diri dan terus bertahan dalam waktu lama. Bangle tidak pernah
ditanam secara besar-besaran, tetapi hanya sebagai tanaman sela di
pekarangan. Tanaman ini menghendakin tanah yang relatif subur, ringan,
gembur, baik tata pengairannya dan mendapatkan sinar matahari yang cukup.
Pada tanah yang becek, pertumbuhan tanaman akan terganggu dan rimpangnya
cepat membusuk. Jarak tanaman 40 cm sampai 50 cm. Penyakit yang sering
dijumpai adalah serangan penyakit layu, tanaman yang terserang harus segera
di bongkar dan dibakar, panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur satu
tahun (Agromedia, 2008).

Gambar 8. Tumpang Sari Kelapa Sawit dengan Tanaman Lainnya

Pola tumpang sari ini telah diperjelas dalam penelitian dengan


menyatakan, Lahan di bawah budidaya tanaman jagung manis berpotensi untuk
digunakan dalam membudidayakan tanaman pangan lain. Hal ini merupakan salah
satu bentuk efisiensi penggunaan lahan pertanian, karena pada saat ini
kepemilikan lahan pertanian oleh petani semakin terbatas. Seperti halnya lahan
jagung, pada lahan kelapa sawit pula sangat berpotensi dalam membudidayakan
tanaman lainnya, salah satunya tanaman obat-obatan (Nengsih, 2016).

Dalam upaya memanfaatkan tanaman obat sebagai tanaman tumpang sari


berbagai hal perlu diantisipasi sejak awal. Diharapkan adanya kesesuaian antara
tanaman kelapa sawit dan tanaman obat-obatan ini. Menyangkut kebutuhan fisik
tanaman obat-obatan dan tidak mengganggu tanaman kelapa sawit untuk
dikembangkan di daerah pengembangan kelapa sawit. Selain itu antara tanaman
kelapa sawit dan obat-obatan tidak saling merugikan.
Upaya perbaikan fisik lahan harus dilakukan dengan modifikasi sehingga
diperoleh tingkat toleran yang diinginkan, dan diperoleh kondisi pertumbuhan dan
produksi rimpang yang optimum pada ekosistem kelapa sawit. Teknik budidaya
temu-temuan yang benar harus diperhatikan agar diperoleh tingkat produksi yang
tinggi, dapat memberikan tingkat keuntungan tinggi, sehingga usahatani polikultur
layak diterapkan. Peluang pengembangan tanaman obat diantara kelapa sawit
cukup besar, karena intensitas naungan yang dapat ditolerir komoditas obat-
obatan dapat mencapai 40%. Tingkat intensitas naungan dan intensitas radiasi
harus diperhatikan dalam pengembangan tanaman sela, karena penurunan
intensitas radiasi menyebabkan lambatnya proses petumbuhan tanaman
obatobatan karena berpengaruh terhadap tingkat pertumbuhannya (Agromedia,
2008).

Tanaman obat-obatan menghendaki tanah yang cukup gembur, dan tidak


tahan genangan air, sehingga upaya perbaikan fisik dan kimia tanah, meliputi
pemberian kapur, pemupukan (organik dan anorganik), pembuatan saluran
drainase, akan memberikan pertumbuhan dan produksi rimpang yang optimum.
Penentuan jenis obat-obatan hendaknya memperhatikan kebutuhan lingkungan
tumbuhnya. Oleh karena itu apabila kondisi lingkungan kurang sesuai perlu
dilakukan modifikasi sehingga dicapai suatu tingkat toleran yang diinginkan. Pada
tanah yang terjaga kelembaban, suhu dan tata udara tanah yang baik maka proses
penyerapan unsur hara dan metabolisme akar menjadi lebih baik dan akan
berdampak terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Ahmad, 2008).
BAB IV

KESIMPULAN

Peningkatan industri obat asli Indonesia meningkatkan peluang


pengembangan tanamanobat-obatan. Pengembangan tersebut perlu didukung
dengan iptek dan peningkatkan potensi masyarakat, sehingga diharapkan dapat
menjadi sumber pertumbuhan ekonomi. Tanaman obat-obatan dapat
dibudidayakan baik dengan pola monokultur maupun polikultur. Dengan sifat
tanaman obat-obatan yang toleran terhadap naungan sampai 40%, memberikan
peluang pengembangannya di bawah tegakan kelapa sawit (TBM). Namun, dalam
pemilihan jenis harus memperhatikan syarat tumbuh temu-temuan dan serapan
pasarnya. Upaya perbaikan fisik lahan harus dilakukan dengan modifikasi
sehingga diperoleh tingkat toleran yang diinginkan, dan diperoleh kondisi
pertumbuhan dan produksi rimpang yang optimum pada ekosistem kelapa sawit.
Teknik budidaya temu-temuan yang benar harus diperhatikan agar diperoleh
tingkat produksi yang tinggi, dapat memberikan tingkat keuntungan tinggi,
sehingga usahatani polikultur layak diterapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agromedia Pustaka. 2008. Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman
Penggempur Aneka Penyakit. Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan:
PT Agromedia Pustaka.

Ahmad, M., Cahya, A., dan Gustiar, H. 2008. Pengaruh Antioksidan Ekstrak Jahe
Merah (Zingiber officinale var. Sunti) terhadap Poliferasi Sel
Luekimia (THP-1). Penulisan Ilmiah, IPB (Bogor Agricultural
University), Bogor.

Dewati, R., Suwarto, Ani, S. 2015. Analisis Pendapatan dan Faktor yang
Mempengaruhi Pendapatan Petani Jahe Emprit (Zingiber
officianale var. amarum) Dengan Sistem Tumpangsari Sayuran di
Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar. Jurnal Agrista. Vol 3
No 1; Hal 389-398.

Nengsih, Yulistiati. 2016. Tumpangsari Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis


guineensis Jacq.) dengan Tanaman Karet (Hevea brassiliensis L.).
Jurnal Media Pertanian. Vol 1 No 2; Hal 69-77.

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy