Diskusi 8 Akt Keu Sy

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 5

KAMILA 050255517

Akuntansi Keuangan Syariah


Diskusi 8

Ada 8 golongan yang termasuk kedalam golongan ashnaf penerima zakat.


Beberapa tahun terakhir banyak Lembaga Amil Zakat menggunakan dana
zakat untuk pebangunan masjid, mushola, sekolah islam tertentu, dan
sebagainya. Darimana kah dasar penggunaan dana zakat tersebut untuk
pembangunan masjid, mushola, sekolah islam tertentu, dan sebagainya?

• Note: Mahasiswa boleh langsung menambahkan atau menyanggah


jawaban mahasiswa lain pada forum diskusi. Jawaban pertanyaan
diskusi harus menyertakan sumber referensi dan dilarang copy
paste jawaban mahasiswa lain (harus di edit terlebih dahulu dari
sumber referensi yang digunakan). Bagi mahasiswa yang menjawab
dengan benar dan disertai sumber referensi maka akan mendapat skor
maksimal 100. Jika mahasiswa melakukan copy paste jawaban dari
mahasiswa lain tanpa melakukan editing maka nilai 0.

JAWABAN:
Golongan yang berhak menerima zakat disebut mustahiq. Sesuai dengan
firman Allah SWT dalam Al Quran Surat At Taubah ayat 60 sbb:

Artinya: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir,


orang-orang yang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf
yang dibujuk hatinya, untuk memerdekakan budak, orang-orang
yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang
dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Rasyid, Sulaiman (1976: 209) menjelaskan bahwa menurut mazhab syafi’i
bahwa masing-masing golongan tersebut adalah
1. Fakir
2. Miskin
3. Amil
4. Muallaf
5. Riqab (memerdekakan budak)
6. Gharim (orang berhutang)
7. Sabilillah (berjuang di jalan Allah)
Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin
Diantara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup
juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, masjid,
muholla, rumah sakit, dll
8. Ibnu sabil/musafir

Bolehkah zakat disalurkan untuk pembangunan masjid, musholla,


sekolah Islam tertentu, dsb?
Para ulama berbeda pendapat perihal penggunaan dana zakat untuk
pembangunan masjid dan semacamnya. Perbedaan ini bersumber dari
perbedaan penafsiran kata “fi sabilillah”. Perbedaan ini berangkat dari
ijtihad mereka yang cenderung meluaskan makna dan menyempitkan
makna.
1. Sebagian ulama bersikeras untuk tidak memperluas makna fi
sabilillah, namun tetap seperti pada masa Rasulullah SAW dan para
shahabat, yaitu untuk para mujahidin yang terlibat perang secara
fisik. Pendapat ini melarang penggunaan dana zakat untuk
pembangunan masjid. Jumhur ulama termasuk di dalamnya 4 imam
mazhab (hanafi, maliki, syafi’i dan hanbali) cenderung kepada
pendapat mudhayyiqin. Mereka bependapat bahwa yang termasuk fi
sabilillah adalah para peserta pertempuran fisik melawan musuh -
musuh Allah dalam rangka menegakkan agama Islam. Di kalangan
ulama kontemporer yang mendukung hal ini adalah Syeikh
Muhammad Abu Zahrah. Sebab, menurut mereka, kata “fi sabilillah”
berarti berperang di jalan Allah SWT. Selain itu, kata “innama”pada
awal ayat memiliki fungsi pembatasan cakupan (hashr) dan
penetapan (itsbat) sehingga kata “fi sabilillah” tidak dapat ditafsirkan
dengan semua bentuk kebaikan. Mereka juga berhujah bahwa makna
suatu kalimat dalam al-Quran harus ditafsirkan sesuai dengan
pengertian kalimat tersebut ketika ayat turun. Inilah pendapat
sebagian besar ulama.
2. Sebagian ulama lain berpendapat mengenai kebolehan penggunaan
dana zakat untuk pembangunan masjid, pesantren, sekolah dan
semacamnya. Dasar pendapat mereka adalah ijtihad yang sifatnya
agak luas serta bicara dalam konteks fikih prioritas. Di masa
sekarang ini, lahan-lahan jihad fi sabilillah dalam arti jihad secara
fisik boleh dibilang makin sempit ruangnya. Sementara pendidikan
dan pembinaan umat yang juga tak kalah pentingnya membutuhkan
sokongan dana besar, apalagi di negeri minoritas muslim seperti di
Amerika, Eropa dan Australia. Siapa yang akan membiayai dakwah
di negeri-negeri tersebut, kalau bukan umat Islam. Dan bukankah
pada hakikatnya perang atau pun dakwah di negeri tersebut punya
tujuan yang sama, yaitu menyebarkan agama Allah SWT dan
menegakkannya. Dalam kitab Fiqh al-Zakah, Yusuf al-Qaradawi
menyebutkan bahwa asnaf fi sabilillah, selain jihad secara fisik, juga
termasuk di antaranya adalah:
1) Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) yang
menunjang program dakwah Islam di wilayah minoritas;
2) Membangun pusat-pusat dakwah (al-Markaz Al-Islami) di negeri
Islam sendiri yang membimbing para pemuda Islam kepada
ajaran Islam yang benar serta melindungi mereka dari pengaruh
ateisme, kerancuan fikrah, penyelewengan akhlak serta
menyiapkan mereka untuk menjadi pembela Islam dan melawan
para musuh Islam;
3) Menerbitkan tulisan tentang Islam untuk mengantisipasi tulisan
yang menyerang Islam, atau menyebarkan tulisan yang bisa
menjawab kebohongan para penipu dan keraguan yang
disuntikkan musuh Islam, serta mengajarkan agama Islam
kepada para pemeluknya;
4) Membantu para da’i Islam yang menghadapi kekuatan yang
memusuhi Islam di mana kekuatan itu dibantu oleh para thaghut
dan orang-orang murtad; dan
5) Termasuk di antaranya untuk biaya pendidikan sekolah Islam
yang akan melahirkan para pembela Islam dan generasi Islam
yang kuat, atau biaya pendidikan seorang calon kader dakwah
yang hidupnya diorientasikan untuk berjuang di jalan Allah
melalui ilmunya.
Pandangan kedua ini beralasan bahwa kata “fi sabilillah”mencakup
semua yang memiliki nilai kebaikan. Pendapat ini dikemukakan oleh
Imam ar-Razi dan Imam al-Kasani. Syekh Rasyid Rida dan Syekh
Mahmud Syaltut justru menafsirkan kata “fi sabiilillah” dengan
segala sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan umum umat
muslim (li maslahah al-`ammah).
3. Pendapat ketiga merupakan jalan tengah di antara keduanya, yakni
membolehkan penggunaan dana zakat untuk kepentingan masjid
dalam kondisi “darurat”. Hukum asalnya penggunaan dana zakat
untuk pembangunan masjid (pesantren, sekolah dan semacamnya)
tidak diperbolehkan. Tetapi, dapat diperbolehkan dengan catatan
seperti tidak ada dana lain untuk membangun masjid selain dana
zakat, belum ada masjid, kebutuhan fakir miskin terdekat telah
terpenuhi, masjid difungsikan lebih luas, selain sebagai tempat
ibadah, juga sebagai wadah untuk menegakkan dan memperjuangkan
agama Allah. Ketentuan-ketentuan ini hanya dapat terpenuhi pada
daerah-daerah terpencil dan miskin atau pada negara-negara yang
muslimnya minoritas. Menurut hemat saya, pendapat ketiga inilah
yang memiliki landasan yang cukup kuat. Pendapat ini tidak
mengeluarkan kata “fi sabilillah” dari makna berperang di jalan Allah
atau memperjuangkan agama Allah. Syekh Yusuf al-Qaradawi
menguatkan pendapat yang ketiga ini.

Sumber:
Muhammad, Rifqi. 2022. Akuntansi Keuangan Syariah Hal 9.16-17.
Universitas Terbuka Jakarta

Baidhawy, Zakiyudin. 2017. Dana Zakat untuk Pembangunan Masjid,


Sekolah, dan Pesantren. Lazizmu Jatim

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy