Ridharrn, Agrisep 16-1 Reflis UNIB
Ridharrn, Agrisep 16-1 Reflis UNIB
Ridharrn, Agrisep 16-1 Reflis UNIB
Reflis¹,²)
¹Student, Doctoral Study Programe in Environmental Science, Sriwijaya
University, Palembang-Indonesia
² Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu
Email: reflis@yahoo.com
ABSTRACT
Damage to mangrove forests should be stopped by holding conservation activities,
even restore to reorganize. These activities not only protect and preserve the species as
well as providing a tourist attraction (ecotourism) but should also serve to improve the
socio-economic conditions of the surrounding community in the context of sustainable
development. This paper is to explain the problems of environmental degradation,
especially the large-scale exploitation of mangrove forests in the region of Tanjung Api-
Api Reclamation, Banyuasin regency of South Sumatra province. The method used is a
review of research papers and reports on Reclamation area of Tanjung Api-Api and
management of Special Economic Zones (SEZ). Reclamation activities Tanjung Api-Api
is basically not recommended because it lowers the quality of mangrove Environment
and Watershed Musi, but the public interest by taking into account all the benefits that
this can be continued reclamation of origin according to applicable regulations and pay
attention to aspects related impact and benefits. Damage to ecosystems due to
reclamation Tanjung Api-Api quite alarming, therefore it is necessary to the recovery
through the restoration of mangrove forest and watershed restoration Musi integrated.
Ecological restoration is expected to restore the function and role of the mangrove
ecosystem and watershed Musi.
Keywords: mangrove forests, reclamation, restoration and sustainable development
PENDAHULUAN
Pemanfaatan sumberdaya alam harus dilakukan kajian terlebih dahulu
tentang potensi dan dampaknya terhadap lingkungan, sehingga dapat menjaga
kelestariannya. Dari perspektif ekologis, pelaksanaan pembangunan
berkelanjutan mensyaratkan resultante laju pembangunan ekonomi hendaknya
tidak melebihi daya dukung lingkungan yang menopangnya. Artinya, total
dampak lingkungan (baik dalam bentuk pencemaran, over-
exploitation sumberdaya alam, perubahan bentang alam maupun perubahan
Gambar 1
Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI (sumber : Widjanarko, 2013)
Bertitik tolak dari latar belakang di atas tujuan dari penelitian ini adalah
untuk: 1) Mengkaji dampak reklamasi kawasan Tanjung Api-Api Kabupaten
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan terhadap kualitas lingkungan, khususnya
hutan bakau (mangrove) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi bagian hilir; 2)
Mengkaji upaya-upaya yang harus dilakukan untuk mengatasi dampak dari
reklamasi kawasan Tanjung Api-Api Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan.
Kegiatan reklamasi pantai sangat memungkinkan timbulnya dampak
terhadap lingkungan. Untuk menilai dampak tersebut bisa dibedakan dari
tahapan yang dilaksanakan dalam proses reklamasi, yaitu: Pertama, tahap pra
konstruksi, antara lain meliputi kegiatan survei teknis dan lingkungan,
pemetaan dan pembuatan pra rencana, perizinan, pembuatan rencana detail
atau teknis. Kedua, tahap konstruksi, kegiatan mobilisasi tenaga kerja,
pengambilan material urug, transportasi material urug, proses pengurugan.
Ketiga, tahap pasca konstruksi, yaitu kegiatan demobilisasi peralatan dan juga
tenaga kerja, pematangan lahan, pemeliharaan lahan (Huda,2013).
Basri dan Kasuri (2013) menyatakan bahwa untuk melihat dampak
tersebut, maka wilayah yang berpeluang terkena adalah: Pertama, hilangnya
wilayah pantai yang merupakan ruang publik bagi masyarakat. Dari sisi
lingkungan banyak biota laut yang mati baik flora maupun fauna karena
timbunan tanah urug sehingga mempengaruhi ekosistem yang sudah ada.
Kedua, sistem hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah
dari alaminya. Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi
METODE PENELITIAN
Metode kajian dilakukan dengan studi literatur dan studi dokumentasi,
yang dilakukan dengan penggunaan teori sebagai alat prediksi fenomena
permasalahan yang berkaitan dengan reklamasi kawasan Tanjung Api-Api dan
pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Penelitian ini dalam bentuk
artikel ilmiah dan laporan dari lembaga terkait dan laporan Laboratorium
Lingkungan Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan yang akan
membahas semua aspek kelembagaan lingkungan hidup yang ada saat ini.
Kelembagaan disini erat hubungannya dengan institusi baik pemerintah
maupun produk perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah
pusat maupun daerah. Adapun perundang-undangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup dapat dibagi sesuai dengan hirarkinya adalah: Undang-
Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Keputusan Presiden (Keppres),
Keputusan Menteri (Kepmen), Keputusan Kepala Bappedal, Peraturan Daerah
(Perda), dan Keputusan Gubernur. Disamping itu juga ditinjau kepatuhan
masyarakat terhadap lingkungan dan kemampuan aparat negara dalam
menjerat pelanggar UU Lingkungan Hidup. Kelembagaan yang ada saat ini
lebih efektif dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup, sehingga
perlu dianalisis lebih lanjut. Disamping itu juga akan dilihat efektivitas dari
program-program yang dijalankan pemerintah untuk menanggulangi dampak
lingkungan, seperti Program Reklamasi kawasan.
Lokasi Penelitian
Dari beberapa isu penting pengelolaan sumberdaya alam dan reklamasi
kawasan Tanjung Api-Api Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan.
Penulis tertarik untuk mengkaji khusus tentang reklamasi kawasan Tanjung
Api-Api karena lokasi ini merupakan kawasan bagian hilir Daerah Aliran
Sungai Musi dan kawasan konservasi berupa hutan bakau (mangrove)
merupakan bagian dari ekosistem lahan basah (wetland).
LINGKUNGAN
Pembangunan
berkelanjutan
MANUSIA EKONOMI
Gambar 2.
Konsep Pembangunan Berkelanjutan Edwars (2001) dalam Suganda, Yatmo,
dan Atmodiwirjo (2009).
Gambar 3.
Kawasan Mangrove Tanjung Api-Api
(Sumber : Panorama, 2013 dalam Palembang Pos 2013)
mangrove dan lingkungan sekitarnya, seperti kerusakan fisik pantai (erosi dan
abrasi), hilangnya habitat burung, banjir dan menurunnya produktivitas
perairan (mangrove dan padang lamun), dampak perubahan iklim global,
sedimentasi, serta terbatasnya sarana dan prasarana di wilayah pesisir dan
pulau-pulau.
Kerusakan hutan mangrove akibat dari reklamasi kawasan Tanjung Api-
Api perlu segera dihentikan dengan mengadakan kegiatan konservasi bahkan
merestorasi dengan mengembalikan dan menata kembali yang mengalami
kerusakan. Kegiatan konservasi dan restorasi hutan mangrove tidak hanya
sekedar untuk melindungi dan melestarikan spesies serta menyediakan obyek
wisata (ecoturism), tetapi harus pula berfungsi untuk meningkatkan kondisi
sosial ekonomi masyarakat sekitarnya dalam konteks pembangunan
berwawasan lingkungan. Membangun hutan mangrove adalah membangun
suatu inti bagi tercapainya pembangunan berwawasan lingkungan yang tujuan
pokoknya adalah meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat dan
melakukan penanaman kembali hutan mangrove yang telah rusak. Berarti hutan
mangrove merupakan salah satu bagian yang sangat penting dari seluruh sistem
pembangunan daerah (Alikodra, 1999).
Karena adanya perbedaan kontur tanah wilayah Tanjung Api-Api akibat
dari reklamasi hutan mangrove (Gambar 4), maka aliran arus ombak juga akan
berubah dan dikhawatirkan menyebabkan sedimentasi dan abrasi besar-besaran
yang akan terjadi di pesisir pantai timur Sumatera Selatan. Dalam pasal 37 ayat
(2) Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 32 tahun 1990, dijelaskan bahwa
di dalam kawasan suaka alam dan kawasan cagar budaya dilarang melakukan
kegiatan budidaya apapun, kecuali kegiatan yang berkaitan dengan fungsinya
dan tidak mengubah bentang alam, kondisi penggunaan lahan serta ekosistem
alami yang ada. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 122 Tahun 2012
tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Pasal 26,
menjelaskan pelaksanaan reklamasi wajib menjaga dan memperhatikan: a.
Keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b. Keseimbangan
antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi
lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil; dan c. Persyaratan teknis
pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.
Gambar 4.
Kawasan Reklamasi Tanjung Api-Api (Sumber Antaranews, 2014)
Untuk mereklamasi kawasan Tanjung Api-Api dibutuhkan banyak tanah
urugan dengan cara mengepras bukit yang ada di Sumsel dan Bangka Belitung
(Babel). Kegiatan ini jelas akan merusak ekosistem di dalamnya. Walaupun
pemerintah Provinsi Sumsel bersikeras terhadap dampak positif yang akan
diberikan, namun tidak dapat dipungkiri bahwa tindakan reklamasi tersebut
memiliki dampak negatif yang justru cenderung lebih banyak.
Jelas terlihat disini, bahwa urgensi reklamasi yang dilakukan pada
kawasan Tanjung Api-Api belumlah menjadi hal utama dalam pembangunan,
hal itu selain karena faktor lingkungan hidup, dan adanya kawasan hutan
bakau. Namun, menurut Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi
Sumatera Selatan (2011) bahwa pembangunan pelabuhan Tanjung Api-Api di
Provinsi Sumatera Selatan dilatarbelakangi oleh adanya kebutuhan pelabuhan
baru untuk menggantikan peranan Pelabuhan Boom Baru yang saat ini dinilai
memiliki sejumlah permasalahan, seperti: a) Jarak ke ambang luar/muara relatif
jauh (± 60 mil = 108 km); b) Kedalaman alur sangat tergantung dengan pasang
surut; c) Hanya dapat dilayari selama 6 jam per hari (ketika pasang naik) oleh
kapal yang memiliki draft < 7 m dan kapasitas <10.000 GT (Gross Tonage); d)
Sedimentasi sangat tinggi ± 2,5 juta m3 per tahun, sehingga membutuhkan dana
30 milyar per tahun untuk pengerukan demi tercapainya kedalaman -6 MLWS
(Meter Lower Water Spring); e) Sulit dilakukan pengembangan karena lokasi
pelabuhan berada di pemukiman penduduk dan adanya situs bersejarah, selain
itu kolam pelabuhan sulit diperluas karena terbatas oleh lebar sungai; f)
Alternatif pengganti Pelabuhan Boom Baru hanya ada di kawasan Tanjung Api-
Api (tidak ada alternatif wilayah lain); g) Pelabuhan Boom Baru sulit untuk
dijadikan pelabuhan utama di Sumatera Selatan yang berfungsi sebagai “outlet-
inlet” hasil produksi komoditas strategis/andalan Sumatera Selatan: migas, batu
bara, karet, minyak CPO, pupuk, semen, kayu olahan, pulp, pertanian serta
produk lainnya.
Gambar 5.
Kawasan Pelabuhan Tanjung Api-Api (Sumber: Bentang Alam, 2014 dalam
Palembang Pos, 2014)
Simpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu: 1) Dampak
kegiatan reklamasi Tanjung Api-Api menurunkan kualitas lingkngan hutan
bakau (mangrove) dan Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi, namun demi
kepentingan umum dengan memperhatikan segala manfaatnya maka reklamasi
ini dapat dilanjutkan asal sesuai ketentuan yang berlaku dan memperhatikan
aspek yang terkait serta dampak dan manfaatnya; 2) Kerusakan ekosistem akibat
reklamasi Tanjung Api-Api cukup mengkhawatirkan, oleh karena itu perlu
dilakukan upaya pemulihan melalui restorasi hutan mangrove dan DAS Musi
bagian hilir yang terpadu. Restorasi ekologi diharapkan mampu
mengembalikan fungsi dan peranan ekosistem mangrove dan DAS Musi bagian
hilir.
Saran
Para pelaku pembangunan harus mempertimbangkan rencana kawasan
reklamasi Tanjung Api-Api yang melibatkan setiap lapisan masyarakat dengan
bepegang teguh terhadap prinsip-prinsip pembangunan, seperti prinsip
kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta
kemandirian dengan menjaga keseimbangan antara manusia, aktivitas ekonomi
dan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H.S. 1999. Implementasi Konservasi Hutan Mangrove di Indonesia.
Makalah pada Raker Pengelolaan Pesisir dan Hutan di Indonesia yang
diselenggarakan pada 18 Mei 1999 oleh Direktorat Jenderal Bangda
Depdagri. Jakarta
Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2011. Potensi Investasi Provinsi Sumatera
Selatan. Palembang
Basri, H. Dan Kasuri, A.R. 2013. Rencana Restorasi Rawa Wetland Restoration Plan.
Project Implementation Unit - Studi Ekosistem Rawa Tripa Universitas
Syiah Kuala. Banda Aceh
Basyuni, M.2002 Panduan Restorasi Mngrove Yang Rusak (Degrated). Fakultas
Pertanian Program Ilmu Kehutanan-Universitas Sumatera Utara.
Medan
Huda M.C. 2013. Pengaturan Perizinan Reklamasi Pantai Terhadap
Perlindungan Lingkungan Hidup. Jurnal Perspektif. XVIII (2) Tahun
2013 Edisi Mei. Surabaya.
Indira M. Dan Birowo. M.A. 2013. Analisis Isi pada Berita Lingkungan dalam
Pemberitaan Kasus Reklamasi Teluk Benoa Bali. Objektivitas Berita
lingkungan Hidup di Surat Kabar. Surat Kabar Bali Post Periode 27 Juni
2013 – 18 Agustus 2013). Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta
Mitsch, W.J., and Gosselink, J. G. 2011. Wetlands. Ecological Studies, 190, John
Wiley & Sons.
Nazami, Hairani dan Indrayati, 2012. Prospek Pengembangan Penataan Lahan
Sistem Surjan di Lahan Rawa Pasang Surut. Balai Penelitian Pertanian
Lahan Rawa (Balittra). Jurnal Agrovigor 5(2):113 – 120. Banjar baru.
Palembang Pos. 2013. Percepat Pembebasan Lahan. Harian Palembang Pos
Monday, 06 May 2013; Palembang.
Palembang Pos. 2014. Pemerintah Menetapkan II Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)
Palembang
Soegiarto, A. 2004. The Mangrove Ecosystem in Indonesia : Its Problems and
Management in H.J. Teas (ed). Physiology and Management of
Mangrove. W. Jung Publishers, The Hague. P69 - 78.
Soemodihardjo, S., R. Ongkosono, & A. Abdullah. 2006. Diskusi Panel Daya guna
dan Batas Lebar Jalur Hijau Hutan Mangrove. Panitia Program MAB
Indonesia – LIPI. Proyek Penelitian Lingkungan Hidup. P17 - 22.
Suganda, E. Yatmo,Y.A. dan Atmodiwirjo P. 2009. Pengelolaan Lingkungan dan
kondisi Masyarakat Pada Wilayah Hilir Sungai. Jurnal Makara, Sosial
Humaniora. 13(2) 143 – 153.
Suriadikarta, D.A. 2009. Pembelajaran Dari Kegagalan Penanganan Kawasan PLG
Sejuta Hektar Menuju Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan . Balai
Penelitian Tanah. Naskah disarikan dari bahan Orasi Profesor Riset yang
disampaikan pada tanggal 6 Agustus 2009. Bogor.
Suweda I.W. 2013. Analisa Dampak Bangkitan Lalu Lintas Terhadap Rencana
Kawasan Reklamasi Teluk Benoa Bali. Konferensi Nasional Teknik Sipil
7 (KoNTekS 7).Universitas Sebelas Maret (UNS). Surakarta. 24-26
Oktober 2013
Waryono, T. 2002. Konsep Restorasi Ekologi Kawasan Penyangga Sempadan
Sungai Di DKI Jakarta. Seminar Nasional Evaluasi Pasca dan Rancang
Tindak Penanggulangan Banjir Wilayah Perkotaan. Kedutaan Belanda
(Kuningan Jakarta), 12 Juni 2002, Kerjasama Dept. Kimpraswil,
Masyarakat Air Indonesia, dan Kedutaan Belanda. Jakarta
Widjanarko,A. 2013. Arah Dan Kebijakan Pembangunan Nasional Infrastruktur
Pekerjaan Umum dan Permukiman. Sebagai Kuliah Umum Karya
Siswa Beasiswa Pendidikan dan Vokasi Tahun 2013. Kerjasama