1 SM

Download as pdf or txt
Download as pdf or txt
You are on page 1of 11

Bioma, Desember 2020 p ISSN: 1410-8801

Vol. 22, No. 2, Hal. 170-179 e ISSN: 2598-2370

Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di


Kecamatan Sayung, Demak, Indonesia

Macrobentos Community Structure as Bioindicator of Water Quality in


Sayung District, Demak, Indonesia
Fakhrezi Muhammad Iqbal, Jafron W. Hidayat, dan Fuad Muhammad
Departemen Biologi Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Diponegoro, Semarang
Corresponding Author : .iqbalfakhrezi95@gmail.com,

Abstract
Sayung Subdistrict is a densely populated area and has many industrial areas. It was expected that it has produced
pollutant waste that enter the aquatic environment. The existence of these wastes can affect the quality of the waters and
lives therein. This study aims to determine the quality of the waters by assessing the structure of the macrobenthos
community temporally and spatially which are related to the physical-chemical parameters of the water. The data
collection of macrobenthos and substrate waters were carried out at 5 station considered as represent variety of waters
bodies in Sayung. Samples were taken 2 times, in dry season and rainy seasons. Water parameters measured including
DO, salinity, pH, turbidity, and temperature, while sediments are analyzed for the grain size of sediment and organic
matter content. The results from macrobenthos analysis found 20 species. The most commond macrobentos found
Metapenaeus monocerus, Cerethidea cingulata,Telescopium telescopium and Sesarma sp. Macrobenthos diversity index
ranges from 0.59 to 1.76; Evenness index ranges from 0.78 to 0.96; and the dominance index ranges from 0.19 to 0.59.
Diversity index value include the moderate criteria, which indicates a disturbance in Sayung waters. The results of
multiple linear regression test showed that DO-silt parameter has a strong influence on the abundance of macrobenthos.
The abundance of species Cerithidea cingulata at the research site can be used as bioindicators of contamination organic
matter. Generally these waters still supports aquaculture.

Key Words: Sayung Subdistrict, Community Structure of Makrobentos, Water Quality.

Abstrak
Kecamatan Sayung merupakan daerah padat penduduk dan memiliki banyak kawasan industri. Hal itu diduga telah
menghasilkan limbah pencemar yang masuk ke dalam lingkungan perairan. Keberadaan limbah tersebut dapat
berpengaruh terhadap kualitas perairan dan makhluk hidup yang berada di dalamnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui kualitas perairan dengan mengkaji struktur komunitas makrobentos secara temporal dan spasial yang
dihubungkan dengan parameter fisik- kimia perairan. Pengambilan data sempel makrobentos dan substrat perairan
dilakukan pada 5 stasiun yang dianggap mewakili berbagai badan perairan di Sayung. Sempel diambil sebanyak 2 kali,
yaitu pada musim kemarau dan musim hujan. Parameter perairan yang diukur antara lain DO, salinitas, pH, turbiditas,
dan suhu, sedangkan sedimen yang dianalisis adalah jenis substrat dan kandungan bahan organik. Hasil analisis
makrobentos yang ditemukan sebanyak 20 spesies. Makrobentos yang paling umum ditemukan adalah Metapenaeus
monocerus, Cerethidea cingulata, Telescopium telescopium dan Sesarma sp. Indeks keanekaragaman makrobentos
berkisar antara 0,59-1,76; indeks kemerataan berkisar antara 0,78-0,96; dan indeks dominansi berkisar antara 0,19-0,59.
Nilai indeks keanekargaman tersebut termasuk dalam kriteria sedang, yang mengindikasikan adanya gangguan di
perairan Sayung. Hasil uji regeresi linier berganda menujukkan parameter DO-lanau adalah yang memiliki pengaruh
kuat terhadap kelimpahan makrobentos. Melimpahnya spesies Cerithidea cingulata pada lokasi penelitian dapat
digunakan sebagai bioindikator cemaran bahan organik. Secara umum perairan tersebut masih mendukung budidaya
perikanan.

Kata kunci: Kecamatan Sayung, Struktur Komunitas Makrobentos, Kualitas Perairan

PENDAHULUAN ekosistem pesisir. Kerusakan tersebut disebabkan


Indonesia merupakan negara kepulauan oleh semakin meningkatnya kegiatan manusia
yang memiliki banyak wilayah pesisir. yang menghasilkan limbah pencemar, baik yang
Pemanfaatan wilayah pesisir oleh manusia pada berasal dari limbah industri ataupun kegiatan
saat ini seringkali menyebabkan penurunan manusia lainnya. Hal ini biasanya terjadi di
kualitasnya. Hal ini diakibatkan oleh rusaknya wilayah pesisir yang dekat dengan kota besar,
Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

salah satunya adalah pesisir yang berada di dan spasial, yang dihubungkan dengan hasil
Kabupaten Demak, yaitu Kecamatan Sayung. pengukuran parameter fisik-kimia perairan. Hasil
Kecamatan Sayung merupakan wilayah penelitian ini selain untuk melihat kualitas perairan
pesisir yang berbatasan langsung dengan Kota saat ini, juga diharapkan dapat menjadi data
Semarang. Daerah ini selain kawasan padat pendukung pengelolaan kegiatan budidaya
penduduk, juga memiliki banyak industri yang pertambakan di Kecamatan Sayung.
terletak di sepanjang jalan raya Semarang-Demak.
Berdasarkan laporan Tribun Jateng pada tanggal BAHAN DAN METODE
13 April 2016, kawasan industri yang berada di 1. Metode Sampling
Kecamatan Sayung diduga membuang limbahnya Penelitian dilakukan pada bulan Juli 2017
kearah perairan pemukiman dan pertambakan. (musim kemarau) dan Februari 2018 (musim
Masuknya limbah ke dalam perairan juga hujan). Pengambilan sempel dilakukan di perairan
dapat diakibatkan oleh adanya fenomena banjir rob Pondok Raden Patah dan Perairan Morosari
yang terjadi di wilayah ini. Banjir rob yang terjadi Kecamatan Sayung. Sempel diambil dari 5 stasiun
di wilayah ini sudah terjadi sejak tahun 1998 yang mewakili badan perairan Sayung (Gambar
(Bappeda, 2002). Zuardin (2012), menyatakan 1).
bahwa banjir rob dapat membawa limbah industri Sempel diambil menggunakan Eckman
dan limbah rumah tangga masuk kedalam saluran grab dengan 3 kali ulangan dan diakumulasikan
drainase, sehingga akan berpengaruh terhadap menjadi satu. Sejumlah parameter fisik-kimia,
kualitas lingkungan perairan di wilayah tersebut. yaitu kekeruhan, pH, suhu, salinitas, dan DO
Kegiatan industri dan aktivitas manusia yang diukur dengan menggunakan ‘water checker’
semakin pesat, serta di ikuti dengan semakin Horiba U-50 pada setiap stasiun. Sempel lumpur
meluasnya banjir rob, dapat berpengaruh terhadap yang diperoleh selanjutnya disortir dengan ayakan
lebih banyaknya limbah yang masuk kedalam ukuran mesh (size) 1 mm. Spesimen yang didapat
lingkungan perairan. Hal ini tentu saja akan dimasukkan ke dalam jar plastik dengan diberi
berpengaruh terhadap kualitas perairan. Kualitas larutan fiksasi formalin 10%, dan diayak kembali
perairan dapat diketahui dengan analisis secara menggunakan air bersih, yang selanjutnya disortir
fisik, kimia, dan biologi. Analisis secara biologi dan diberi alkohol 70%. Sempel siap diidentifikasi
dapat dilakukan dengan menggunakan organisme di laboratorium. Sempel sedimen diambil
sebagai bioindikatornya (Rudiyanti, 2009). sebanyak ±250g untuk dianalisis kandungannya
Salah satu organisme akuatik yang dapat
dijadikan sebagai bioindikator adalah
makrobentos. Menurut Arief (2003) Makrobentos
sering dijadikan sebagai indikator biologis disuatu
perairan karena umumnya dapat merespon
perubahan lingkungan perairan yang ditempatinya.
Pendekatan makrobentos sebagai indikator
lingkungan perairan adalah dengan melihat nilai
struktur komunitasn (keanekaragaman,
kelimpahan, dan dominansi).
Beberapa penelitian tentang makrobentos di
Kecamatan Sayung sudah pernah dilakukan.
Penelitian tersebut diantaranya oleh Ulfah dkk
(2012), Taqwa dkk (2014), serta Purba dkk (2015).
Berdasarkan beberapa penelitian tersebut
menunjukkan kestabilan komunitas makrobentos
dalam keadaan sedang. Secara waktu, penelitian
tersebut juga berbeda-beda. Sementara itu limbah
pencemar akan semakin meningkat seiring dengan
perubahan waktu. Oleh karena itu, maka
diperlukan pengkajian tentang struktur komunitas Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
makrobentos di Kecamatan Sayung pada saat ini.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas
perairan di Kecamatan Sayung dengan mengkaji
struktur komunitas makrobentos secara temporal
Fakhrezi Muhammad Iqbal, Jafron W. Hidayat dan Fuad Muhammad

2. Analisis Laboratorium
Sempel makrobentos yang diperoleh diamati ∑ ( )
menggunakan mikroskop binokuler yang
disambungkan dengan kamera Optilab dan dimana D merupakan indeks dominansi. ni
softwere Optilab. Identifikasi dilakukan di merupakan jumlah individu spesies ke-i, dan N
Laboratorium Ce-MEBSA yang berada di merupakan jumlah total individu dari jumlah
Laboratorium terpadu Universitas Diponegoro. spesies. Nilai dominansi berkisar antara 0-1. Nilai
Identifikasi makrobentos mengacu berdasarkan indeks dominansi yang mendekati 0 berarti hampir
buku identifikasi Oliver (2004), Greg et al, (2001), tidak ada dominansi oleh suatu spesies dalam
dan Arthur et al, (2005). Sempel sedimen yang di komunitas. Nilai indeks dominansi yang
analisis adalah jenis substrat dan kandungan bahan mendekati 1 berarti terdapat dominansi suatu
organik. spesies dalam komunitas tersebut (Odum, 1996).
3. Analisis Data b. Analisis Hubungan Faktor Abiotik Perairan
a. Struktur Komunitas Makrobentos dengan Kelimpahan Makrobentos
Struktur komunitas makrobentos dianalisis Analisis yang digunakan adalah Uji Regresi
menggunakan indeks keanekaragaman Shannon- Linier berganda (stepwise method) menggunakan
Wiener (H’), indeks kemerataan dan indeks softwere SPSS 23 dengan persamaan
dominansi. Formula indeks keanekaragaman
Shannon-Wiener (H’) adalah sebagai berikut Y=ɑ + ßₗXₗ + ß₂X₂ +...
(Krebs, 1989)
dimana Y merupakan variabel terikat
(kelimpahan). merupakan koefisien intercepet
regresi. ß merupakan koefisien regresi, dan X
merupakan variabel bebas (parameter abiotik
dimana, Hꞌ merupakan indeks keanekaragaman perairan).
Shannon-Wiener. ni merupakan Jumlah individu c. Analisis Kualitas Perairan di
jenis ke-i, dan N merupakan jumlah total individu Kecamatan Sayung dalam Mendukung
seluruh jenis. Menurut Wilhm (1975), kondisi Kegiatan Budidaya
kestabilan suatu komunitas dibedakan menjadi 3 Data parameter perairan dianalisis secara
berdasarkanan indeks H’ yaitu apabila H’< 1, deskriptif yang mengacu pada Peraturan
berarti komunitas dalam kestabilan rendah. Pemerintah No. 82 Tahun 2001 kelas II dan
Apabila H’ 1-3, berarti komunitas dalam KepMenLH No. 51 Tahun 2004, kemudian
kestabilan sedang, dan apabila H’ > 3, berarti dikaitkan dengan struktur komunitas makrobentos
komunitas dalam kestabilan tinggi.
Indeks H’ diperkuat dengan didukung oleh HASIL DAN PEMBAHASAN
indeks kemerataan (e) dan indeks dominansi (c). 1. Struktur Komunitas Makrobentos
Nilai Indeks e dan c berkisar antara 0 – 1 1.1 Kelimpahan Makrobentos
mengindikasikan adanya faktor dominansi jenis Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan
satu terhadap yang lain. Indeks e diformulasikan jumlah makrobentos yang ditemukan sebanyak 20
sebagai berikut (Odum, 1996): spesies. Penelitian ini lebih rendah dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Ulfah dkk.,
(2012), yang menemukan 39 spesies. Namun,
penelitian ini hampir sama dengan penelitian
dimana, e merupakan indeks kemerataan jenis. sebelumnya yang dilakukan oleh Andri dkk.,
H’merupakan keanekaragaman jenis. ln (2012) yang menemukan 23 spesies. Sementara
merupakan logaritma natural, dan S merupakan itu, penelitian ini lebih tinggi tinggi dari penelitian
jumlah jenis. yang dilakukan oleh Taqwa dkk., (2014), yang
Menurut Odum (1996) indeks kemerataan menemukan 13 spesies. Spesies yang paling umum
(e) berkisar 0-1. Apabila nilai mendekati 0 berarti ditemukan adalah Metapenaeus monocerus,
kemerataan rendah dan apabila mendekati 1 Cerithidea cingulata, Telescopium telescopium,
kemerataan tinggi. Sementara itu untuk indeks dan Sesarma sp. Spesies tersebut ditemukan
dominansi diformulasikan sebagai berikut (Odum, melimpah pada Stasiun II, Stasiun III, dan Stasiun
1996): IV. Spesies tersebut ditemukan melimpah pada
Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

stasiun tersebut disebakan karena adanya vegetasi didukung oleh kemampuannya sebagai
mangrove (Tabel 1). pendegradasi serasah mangrove, sehingga dapat
Spesies lainnya yang melimpah pada ketiga mempercepat proses perubahan serasah mangrove
stasiun tersebut adalah Cerithidea cingulata. Hal menjadi bahan organik.
ini sama dengan penelitian Budihastuti (2015) Telescopium telescopium dalam penelitian
yang dilakukan di tambak wanamina pesisir Kota ini juga melimpah pada ketiga stasiun tersebut.
Semarang. Penelitian ini menyebutkan bahwa Hamisah (2000) menyatakan bahwa Telescopium
spesies C. cingulata adalah spesies yang atau keong bakau sering ditemukan dalam jumlah
ditemukan mendominasi pada daerah tambak yang berlimpah di daerah pertambakan yang berbatasan
terdapat vegetasi mangrove karena merupakan dengan hutan mangrove. Adanya spesies T.
habitat yang paling disukainya. telescopium di kolam pertambakan dapat menjadi
Adanya spesies ini di tambak (selama biofilter bagi kegiatan budidaya. Hal ini
populasinya tidak dalam jumlah yang sangat besar) dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh
berperan penting bagi kegiatan budidaya. Menurut Khalil dkk., (2016), yang menyatakan bahwa
Rusnaningsih (2012) C. Cingulata merupakan keong bakau (Telescopium sp) dapat dijadikan
jenis Gastropoda pendegradasi serasah mangrove, biofilter yang mampu menurunkan kadar limbah
sehingga serasah mangrove akan lebih cepat hasil pemeliharaan ikan bandeng skala
mengalami degradasi. Hasil degradasi tersebut laboratorium.
akan dimanfaatkan oleh mikrooragnisme untuk Spesies lainnya pada penelitian ini yang
diubah menjadi NO3 dan PO4 (Mustofa, 2015). terdistribusi di ketiga stasiun tersebut adalah
Unsur NO3 dan PO4 merupakan unsur yang sangat Sesarma sp (wideng). Speies ini merupakan jenis
diperlukan oleh fitoplankton untuk pertumbuhan kepiting yang memiliki habitat dengan menggali
dan perkembangannya, Melimpahnya fitoplankton lubang di daerah mangrove. Sesarma sp dalam
maka akan menguntungkan bagi ikan yang ekosistem mangrove berperan sebagai
memanfaatkan fitoplankton tersebut sebagai pendegradasi serasah, sehingga akan lebih cepat
makanan alaminya. dihasilkan bahan organik. Namun demikian,
Melimpahnya spesies ini pada saat spesies ini dikenal sebagai pemakan tunas daun
penelitian, khususnya pada stasiun-stasiun di mangrove, yang menyebabkan dampak negatif
daerah pertambakan dan sekitar area tambak yang bagi tumbuhan mangrove. Namun demikian,
memiliki kandungan karbon organik tinggi, dapat menurut Hidayat (2011) kepiting ini memiliki
menjadikan spesies ini sebagai bioindikator adanya predator alami di ekosistem mangrove, yaitu Scylla
cemaran bahan organik. Hal tersebut juga sp

Tabel 1. Kelimpahan Makrobentos pada Stasiun Penelitian

KELIMPAHAN (Individu/m2)
No Jenis Makrobentos Musim Kemarau Musim Hujan
I II III IV V I II III IV V
A) Bivalvia
1. Mytilidae Perna viiridis 0 0 34 0 85 0 0 0 0 34
B) Crustacea
2. Talitridae Talorchestia sp 17 0 0 0 0 34 0 0 0 0
3. Grapsidae Metopograpsus sp 0 0 0 68 0 0 0 0 0 34
4. Ligidae Ligia sp 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Metapenaeus
5. 0 85 85 119 0 0 68 17 68 0
Penaeidae monocerus
6. Penaeus sp 0 0 0 0 0 0 34 0 0 0
7. Sesarmidae Sesarma sp 0 0 51 34 0 0 0 34 17 0
C) Gastropoda
8. Buccinidae Babylonia spirata 0 0 0 0 136 0 0 0 0 85
9. Bursidae Bursa sp 0 0 0 17 34 0 0 0 0 34
10. Costellariidae Vexillum sp 0 0 0 0 51 0 0 0 0 0
11. Fasciolariidae Fusinus sp 0 0 0 0 68 0 0 0 0 34
12. Cerithidea cingulate 0 85 34 136 0 0 0 119 85 0
13. Pireneilla sp 0 0 0 17 34 0 0 0 0 0
Potamididae Telescopium
14. 0 0 102 0 17 0 0 17 34 51
Telescopium
15. Terebralia palustris 0 0 0 0 0 0 0 0 34 0
16. Thiarididae Melanoides granifera 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0
Melanoides
17. 0 34 0 0 0 0 68 0 0 0
tuberculate
18. Tarebia granifera 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0
Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

D) Oligochaeta
19. Tubifisidae Tubifex sp 102 0 0 0 0 85 0 0 0 0
E) Polychaeta
20. Nereididae Nereis sp 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumlah Total Individu (N) 136 221 306 391 425 119 170 221 238 272
Jumlah Jenis (S) 3 4 5 6 7 2 3 6 5 6
Keterangan: Stasiun I : Saluran umum di pemukiman penduduk yang terdampak banjir rob
Stasiun II: Saluran umum dekat kolam tambak belakang.
Stasiun III: Kolam tambak belakang
Stasiun IV: Kolam tambak depan.
Stasiun V: Garis pantai.

Spesies lainnya yang ditemukan melimpah akibat spesies ini terbawa oleh aliran air yang
pada penelitian ini adalah Babylonia spirata dan berasal dari Sungai Sayung yang letaknya tidak
Tubifex sp. B. Spirata pada penelitian ini jauh dari pemukiman penduduk. Spesies ini juga
ditemukan melimpah pada Stasiun V. Gastropoda diduga dapat berasal dari aktifitas manusia, seperti
dari Famili Buccinidae ini merupakan mandi, mencuci piring atau kegiatan lainnya yang
makrobentos perairan laut, sehingga jenis ini menyebabkan cacing ini terbawa kedalam aliran
hanya ditemukan di stasiun yang merupakan garis air menuju saluran umum tersebut.
pantai. Menurut Faizah (2005) Babylonia spirata, 1.2 Keanekaragaman, Kemerataan, dan
L termasuk jenis makrobentos yang hidup pada Dominansi Makrobentos
perairan dengan substrat pasir berlumpur seperti Keanekaragaman hayati pada lokasi
halnya substrat pada Stasiun V yang memiliki penelitian di Kecamatan Sayung berkisar antara
kandungan pasir tinggi (93,25%). Spesies ini 0,59 – 1,76. Secara umum berdasarkan kriteria
dalam suatu perairan dapat menjadi bioakumulator Krebs (1989), nilai tersebut termasuk dalam
polutan. Menurut Yandra et al, (2013) mengatakan keanekaragman yang sedang, demikian juga
bahwa siput macan (B. spirata) merupakan salah dengan kriteria kestabilan komunitas berdasarkan
satu biota bentik yang dapat mengakumulasi zat kriteria Wilhm (1975). Nilai indeks kemerataan
pencemar. Hewan ini dalam ekosistem berfungsi makrobentos di lokasi penelitian relatif tinggi
sebagai salah satu mata rantai makanan. (>0,6) atau mendekati 1 yang mengindikasikan
Sementara itu Tubifex sp ditemukan tidak ada jenis yang dominan. Hal ini juga
melimpah hanya pada Stasiun I. Spesies ini ditunjukkan dengan nilai indeks dominansi yang
merupakan spesies makrobentos perairan tawar. secara umum juga relatif rendah (<0,5) (Gambar
Namun demikian, melimpahnya spesies ini pada 2).
Stasiun I yang memiliki salinitas tinggi, diduga

2
Indeks Komunitas Makrobentos

1.76 1.71
1.8
1.6 1.5 1.51 1.47
1.41
1.4 1.22
1.05
1.2 0.95
0.88 0.93 0.9 0.96 0.91
1 0.73 0.84 0.85 0.78
0.8 0.66 0.59
0.59 0.59
0.6 0.36
0.32 0.25 0.33 0.23
0.4 0.24 0.19 0.19
0.2
0
St. I St. II St. III St. IV St. V St. I St. II St. III St. IV St. V
Musim Kemarau Musim Hujan
Stasiun Penelitian
Indeks Keanekaragaman Indeks Kemerataan Indeks Dominansi

Gambar 2. Indeks Keanekaragaman, Kemerataan, dan Dominansi Makrobentos


Indeks keanekaragaman makrobentos pada Stasiun I dapat menyebabkan BOD mengalami
musim hujan secara umum mengalami penurunan kenaikan. Nybakken (1992) menyatakan bahwa
dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini meningkatnya BOD akan menyebabkan penurunan
dikarenakan hasil pengukuran kandungan karbon jumlah, jenis, komposisi jenis, dan mortalitas
organik pada saat musim hujan yang juga organisme akuatik. Namun demikian, nilai BOD
mengalami penurunan. Menurut Nurrachmi dkk., dalam penelitian ini tidak diukur. Tingginya nilai
(2010) menurunnya kandungan karbon organik BOD dapat juga diketahui dari nilai DO pada
pada saat musim hujan diduga karena banyak yang stasiun ini yang lebih rendah dari stasiun lainnya
larut terbawa oleh aliran air pada saat musim (4,21 mg/L – 4,7 mg/L). Nilai turbiditas pada
hujan. Stasiun I (27,3 NTU – 28,8 NTU) yang lebih
Keanekaragaman makrobentos yang secara tinggi dari stasiun lainnya juga akan
umum berada dalam kriteria sedang, diduga karena mengakibatkan gangguan penglihatan,
adanya gangguan dari kegiatan manusia yang penyaringan makanan, dan sistem pernafasan
menghasilkan limbah domestik, limbah industri, (Fisesa, 2014). Indeks keanekaragaman
serta limbah dari aktifitas budidaya perikanan. Hal makrobentos yang rendah juga didukung dengan
tersebut juga dapat ditunjukkan dengan nilai nilai indeks dominansi yang paling tinggi (0,59)
turbiditas yang secara umum sudah melampaui dari stasiun lainnya, karena adanya Spesies
baku mutu air. Menurut Putro (2016) tingkat Tubifex sp yang jumlahnya lebih banyak.
gangguan suatu perairan dapat dicirikan dengan Keberadaan vegetasi mangrove pada stasiun
adanya perubahan komposisi atau proporsi jenis penelitian juga akan menyebabkan komunitas
dan distribusi relatif kepadatan dan biomasa suatu makrobentos sedikit lebih baik. Hal ini sesuai
spesies sejalan dengan meningkatnya tahapan dari dengan hasil penelitian yang menunjukkan pada
suatu gangguan. stasiun yang merupakan kawasan mangrove
Stasiun V yang merupakan garis pantai (Stasiun II, Stasiun III, dan Stasiun IV) memiliki
memiliki nilai H’ yang tertinggi yaitu antara 1,71 - komunitas makrobentos yang lebih baik. Adanya
1,76. Tingginya keanekaragaman pada stasiun ini vegetasi mangrove sangat mempengaruhi
dipengaruhi oleh nilai DO (5,16 mg/L – 6,23 keberadaan makrobentos, khususnya makrobentos
mg/L) yang lebih tinggi dari stasiun lainnya. yang berasosisasi dengan vegetasi mangrove.
Tingginya nilai DO pada stasiun ini dikarenakan Menurut Kristensen et al, (2008) serasah
oleh adanya faktor gelombang air laut dan pasang mangrove juga memberi kontribusi komponen
surut air laut, sebagaimana dinyatakan oleh organik lingkungan mencapai sebesar 34%,
Wahyulfatwatul dkk., (2017). Kandungan oksigen dimana bahan organik tersebut merupakan
terlarut merupakan variabel kimia yang makanan utama dari makrobentos, khususnya jenis
mempunyai peran penting sekaligus menjadi deposit feeder. Hal tersebut juga ditunjukkan
faktor pembatas bagi kehidupan biota air. Hal ini dengan nilai c-organik pada ketiga stasiun tersebut
juga terlihat pada stasiun yang lain, dimana yang relatif tinggi.
komunitas makrobentosnya juga cendrung lebih Vegetasi mangorve juga akan menyebabkan
baik dengan semakin meningkatnya nilai DO. membuat perairan lebih baik. Hal ini disebabkan
Nilai pH (7,2 - 7,38) yang lebih cenderung bersifat karena dengan adanya vegetasi mangrove, arus di
netral pada stasiun ini dibandingkan stasiun perairan tersebut akan lebih kecil. Arus yang lebih
lainnya, juga lebih disukai oleh komunitas kecil mengakibatkan pengendapan partikel substrat
makrobentos. halus akan lebih banyak seperti pada ketiga stasiun
Berdasarkan Gambar 2 juga dapat diketahui tersebut yang memiliki kandungan lanau yang
bahwa stasiun yang paling rendah nilai tinggi. Substrat yang lebih halus, seperti lanau
keanekaragaman hayati terdapat di Stasiun I (0,59 dapat lebih banyak mengikat kandungan bahan
- 0,73). Rendahnya komunitas makrobentos pada organik diperairan. Arus yang lebih kecil juga
stasiun ini diduga karena banyak sampah orgnaik akan membuat nilai turbiditas pada ketiga stasiun
dan anorganik yang berasal dari buangan tersebut yang relatif lebih rendah. Hal ini tentu
penduduk. Banyaknya sampah tersebut pada saja akan mempengaruhi komunitas makrobentos
Fakhrezi Muhammad Iqbal, Jafron W. Hidayat dan Fuad Muhammad

yang sedikit lebih baik dibandingkan pada perairan


yang tidak terdapat vegetasi mangrove.
2. Hubungan Faktor Abiotik Perairan
dengan Kelimpahan Makrobentos
Hasil analisis uji regresi linier berganda,
variabel yang memiliki pengaruh kuat terhadap
kelimpahan makrobentos secara bersama-sama
adalah kandungan oksigen terlarut dan lanau. Hal
ini sebagaimana dinyatakan oleh Saparinto (2007)
yang menyebutkan bahwa semakin besar kadar
DO dalam suatu ekosistem pada batas tertentu,
maka semakin baik pula kehidupan
makrozoobenthos yang mendiaminya.
Sementara itu substrat lanau, kaitanya dengan Gambar 4. Regresi Linier Berganda antara Kelimpahan
bahan organik Hal ini seperti yang dinyatakan oleh Makrobentos dengan DO-Lanau pada
Nurrachmi dkk., (2010), bahwa bahan organik Musim Hujan
merupakan sumber makanan utama bagi
makrobentos yang pada umumnya terdapat pada Nilai korelasi dari persamaan tersebut pada
substrat. Jenis substrat lanau yang memiliki tekstur musim kemarau adala R= 0,998 dan pada musim
lebih halus akan lebih banyak mengikat bahan hujan adalah R= 0,995. Nilai tersebut
organik. Semakin tinggi kandungan lanau maka menunjukkan bahwa kedua variabel tersebut
akan semakin banyak juga kandungan bahan memiliki pengaruh kuat terhadap kelimapahan
organik yang terikat. makrobentos. Nilai R Square= 0,995 pada musim
Persamaan regresi linier berganda dari kemarau yang artinya faktor DO-lanau
kelimpahan makrobentos dengan DO-lanau pada mempengaruhi kelimpahan makrobentos sebesar
musim kemarau adalah y= -773,615 + 191,838X1 99,5%. Sementara itu pada musim hujan R
+ 1,645X2 (Gambar 3). Sementara itu pada musim Square= 0,990, artinya faktor DO-lanau
hujan adalah y=-581,504 + 166,309X1 - 1,064X2 mempengaruhi kelimpahan makrobentos sebesar
(Gambar 4) 99%.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat
diketahui bahwa semakin tinggi nilai DO dan
lanau pada suatu perairan (pada batas tertentu)
maka komunitas makrobentos akan lebih baik.
Berdasarkan hal tersebut, maka untuk menjaga
kualitas perairan tambak dapat ditambahkan kincir
air untuk meningkatkan kandungan oksigen
terlarut dan melakukan penanaman mangrove yang
lebih banyak pada sekitar area pertambakan untuk
memperkecil arus, sehingga sedimen yang lebih
halus lebih cepat mengendap.
3. Kualitas Perairan di Kecamatan
Sayung dalam Mendukung Kegiatan Budidaya
Hasil pengukuran parameter fisik dan kimia
perairan di Kecamatan Sayung secara umum masih
Gambar 3. Regresi Linier Berganda antara Kelimpahan
Makrobentos dengan DO-Lanau pada
sesuai dengan kisaran normal berdasarkan baku
Musim Kemarau mutu air untuk budidaya perikanan (Tabel 2).
Namun demikian, terdapat beberapa parameter
fiisik dan kimia perairan yang perlu diperhatikan,
Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

karena sudah mendekati batas baku mutu air yang mengendap. Selain itu penanaman mangrove juga
telah ditentukan dapat menyerap lebih banyak limbah pencemar
yang dihasilkan oleh aktifitas manusia
Tabel 2. Hasil Pengukuran Parameter Abiotik Perairan disekitarnya. Menurunnnya turbiditas perairan
juga dapat menaikan nilai DO perairan yang pada
A) Musim Kemarau beberapa stasiun sudah mendekati baku mutu air
St. St. Baku yang ditetapkan. Sistem budidaya menggunakan
Parameter St. II St. IV St. V
I III Mutu IMTA (Integrated Multi-Trophic Aquaculture)
Salinitas atau dengan memanfaatkan peran makrobentos
29,3 27,73 26,15 32,5 34,6 s.d 34
(‰)
yang dapat menjadi biofilter perairan (seperti yang
pH 8,43 7,46 6,0 6,2 7,2 6–9
sudah dijelaskan sebelumnya) akan meminimalisir
Turbiditas
27,3 16,3 24,8 21,2 25,6 ≤5 limbah dari budidaya perikanan tersebut.
(NTU)
Parameter lainnya yang mendekati batas
DO (mg/L) 4,7 4,83 5,18 5,44 6,23 ≥4
baku mutu air untuk budidaya adalah nilai pH,
28 –
Suhu (oC) 31,2 28,43 27,3 31,3 30,2 khususnya pada beberapa daerah pertambakan
32
yang sudah mendekati batas baku mutu perairan
C-Organik
2,32 2,03 2,12 2,28 2,15 - untuk budidaya. Perbaikan perairan yang
(%)
cenderung asam dapat dilakukan dengan cara
B) Musim Hujan pemberian kapur (CaCO3) yang diharapkan dapat
St. St. Baku menaikan nilai pH pada tambak budidaya.
Parameter St. II St. IV St. V Berdasarkan hasil analisis secara biologi dan
I III Mutu
Salinitas fisik-kimia perairan, maka perairan di Kecamatan
30,7 26,2 25,8 31,3 33,7 s.d 34
(‰) Sayung masih dapat mendukung kegiatan
pH 8,2 7,7 5,9 6,1 7,38 6–9 budidaya perikanan. Meskipun komunitas
Turbiditas makrobentos dalam kestabilan sedang yang
28,8 15,8 26,7 24,2 28,3 ≤5
(NTU) mengindikasikan adanya gangguan, namun diduga
DO (mg/L) 4,21 4,86 5,13 5,37 5,16 ≥4 dapat ternetralisir dengan adanya arus air atau
28 – gelombang air laut. Kestabilan komunitas
Suhu (oC) 33,4 29,46 31,4 30,7 29,8
32 makrobentos dapat dinaikkan dengan menambah
C-Organik relung habitat makrobentos, seperti dengan
1,93 1,87 2,02 1,92 1,73 -
(%) penanaman mangrove
Ket.: St. I : Saluran umum di pemukiman penduduk.
St.II :Saluran umum dekat kolam tambak
KESIMPULAN
belakang.
St. III : Kolam tambak belakang.
Makrobentos yang ditemukan selama
St. IV : Kolam tambak depan penelitian di perairan Kecamatan Sayung sebanyak
St. V : Garis pantai 20 jenis. Makrobentos yang paling umum
ditemukan adalah Metapenaeus monocerus,
Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui Cerethidea cingulata, Telescopium telescopium
bahwa parameter perairan yang sudah melebihi dan Sesarma sp. Jenis makrobentos yang dapat
baku mutu air untuk budidaya adalah turbiditas. dijadikan sebagai bioindikator cemaran bahan
Hal ini seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya organik adalah Cerithidea cingulata. Komunitas
bahwa adanya aktivitas kegiatan manusia telah makrobentos di perairan Kecamatan Sayung dalam
menyebabkan nilai turbiditas di perairan Kecamtan keadaan kestabilan sedang yang mengindikasikan
Sayung tinggi. Berdasrkan hal ini maka perlu adanya gangguan.
dilakukan perbaikan dengan cara menanam Faktor abiotik perairan yang memiliki
vegetasi mangrove yang lebih banyak disekitar pengaruh kuat terhadap kelimpahan Makrobentos
daerah pertambakan atau dibuat parit-parit di Kecamatan Sayung khususnya DO-lanau
pembatas, sehingga arus air akan lebih kecil yang dengan model persamaan pada musim kemarau
menyebabkan partikel didalam air juga akan adalah y= -773,615 + 191,838X1 + 1,645X2, dan
Fakhrezi Muhammad Iqbal, Jafron W. Hidayat dan Fuad Muhammad

pada musim hujan y=-581,504 + 166,309X1 - Greg. W. Rouse. and F. Pleijel. (2001).
1,064X2 Polychaetes. University Press: Oxford.
Perairan di Kecamatan Sayung masih dapat Hamsiah. (2000). Peranan keong bakau
mendukung kegiatan budidaya perikanan, terlebih (Telescopium telescopium) sebagai biofilter
apabila dilakukan kegiatan penghijauan mangrove dalam pengelolaan limbah budidaya tambak
di pesisir Kecamatan Sayung. udang intensif. [Tesis]. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
UCAPAN TERIMAKSIH Bogor:Bogor.
Penulis mengucapkan terimaksih kepada Hidayat, J. W., (2011). Metode Pengendalian
Drs. Sapto Purnomo Putro, M.Si, Ph.D atas diskusi Wideng (Sesarma spp) Hama Habitat
dalam penyelesaian tulisan ini, serta pemilik Mangrove melalui Kegiatan Budidaya
tambak di Kecamatan Sayung atas pemberian Kepiting Bakau (Scylla spp). BIOMA. 13
izinnya kepada penulis untuk melakukan (1).
penelitian di tambak tersebut. Kementerian Lingkungan Hidup. (2004).
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
DAFTAR PUSTAKA Hidup Nomor 51 Tahun 2004 tentang Baku
Andri, S.Y., H. Endrawati., dan M. Zainuri. Mutu Air Laut. MENKLH: Jakarta.
(2012). Struktur Komunitas Khalil. M., R. Ezraneti, Jannatiah, dan S. Hajar.
Makrozoobenthos di Perairan Morosari (2016). Penggunaan Keong Bakau
Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Telescopium sp (Gastropoda: Potamididae)
Journal of Marine Research. Universitas dan Siput Bakau Cerithidea sp (Gastropoda:
Diponegoro, Semarang, 1 (2) : 253-242. Potamididae) Sebagai Biofilter terhadap
Arief, A. M. P., (2003). Hutan Mangrove Fungsi Limbah Budidaya Ikan Bandeng (Chanos
dan Manfaatnya. Penerbit Kanisius: chanos). Omni-Akuatika. 12 (3): 88-97.
Yogyakarta. Krebs, C. J. (1989). Experimental Analysis of
Arthur. V and D. S. C. Evans. (2005). Grizmeks’s Distribution and Abundanc. Third Edition.
Student Animal Life Harper and Prow Publisher: New York.
Resource:Crustaceans,Mollusks, and Kristensen, S. Bouillon, T. Dittmar, and C.
Segmented Worms. Thomson Gale: Marchand (2008) Organik carbon dynamics
Farmingtons Hills. in mangrove ecosystems: A review,Aquat.
Bappeda. (2002). Studi Teknis Penanganan Rob Bot. 89 : 201–219.
dan Abrasi Pantai Kecamatan Sayung Maulidar, R., dan A. M, Samosir. (2016).
Kabupaten Demak. Laporan Penelitian Keterkaitan antara Produktivitas Udang
Bappeda Demak. dengan Kondisi Mangrove di Delta
Budihastuti, R. (2015). Variasi Periodik Cimanuk, Indramayu, Jawa Barat. Jurnal
Komposisi Bentos Pada Tambak Wanamina Bonorowo Wetlands.6 (1): 59-68.
Dengan Jenis Mangrove Berbeda. Jurnal Mustofa, A. (2015). Kandungan Nitrat dan Posfat
Litbang Provinsi Jawa Tengah. 3 (2): 135- sebagai Faktor Tingkat Kesuburan Perairan
142. Pantai. Jurnal DISPROTEK. 6 (1): 13-19.
Faizah, R. (2005). Keong Macan (Babylonia Nurrachmi, I. Zulkifli, dan E. Waty. (2010).
Spirata, L) Sebagai Primadona Baru Bagi Distribusi Makrozoobenthos di Perairan
Nelayan di Indonesia. BAWAL.1 (4): 139- Aek Manis Kabupaten Sibolga Sumatera
143. Utara. Berkala Perikanan Terubuk. 38 (1):
Fisesa, E. D., I. Setyobudiandi, dan M. Krisanti. 1-7.
(2014). Kondisi Perairan dan Struktur Nybakken, J. W. (1992). Biologi Laut Suatu
Komunitas Makrozoobentos di Sungai Pendekatan Biologis. PT Gramedia. Jakarta.
Belumai Kabupaten Deli Serdang Provinsi Odum. (1996). Dasar – Dasar Ekologi. Alih
Sumatera Utara. Jurnal Depik. 3 (1): 1–9. Bahasa. Cahyono,S. FMIPA IPB. Gadjah
Mada University Press. 625p.
Struktur Komunitas Makrobentos Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan

Oliver. A. P. H. (2004). Guide to Seashells of The Demak. Journal Of Marine Research. 1 (2):
World. Philips: London. 188-196.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001. Wahyufatwatul, U.A.S., M. Litaay, D.
(2001). Pengelolaan Kualitas Air dan Priosambodo, and W. Moka. (2017). Genera
Pengendalian Pencemaran Air: Jakarta. Karang Keras di Pulau Barrang Lompo daan
Purba, H. Enty, Djuwito, dan Haeruddin. (2015). Bone Batang Berdasarkan Metode
Distribusi Dan Keanekaragaman Identifikasi Coral Finder. BIOMA, JURNAL
Makrozoobentos Pada Lahan BIOLOGI MAKASSAR. 2 (2): 39–51.
Pengembangan Konservasi Mangrove di Wilhm, J. L. (1975). Biological Indicator of
Desa Timbul Sloko Kecamatan Sayung Poluttion. In: B. A. Whitton (Edtor). River
Kabupaten Demak. Diponegoro Journal Of Ecology. Blackwell Scietific Publications,
Maquares. 4 (4): 57-65. Oxford. 375-402 pp.
Putro. S. P. (2016). Konsep Aplikasi Budidaya Yandra, A., H. Suseno, dan Safui. (20I3).
Sistem Polikultur Terintegrasi Bioakumulasi 137Cs oleh Keong Mas
Biomonitoring Menuju Akuakultur Produktif (Pomacea Canaliculata) dengan Metode
Berkelanjutan. Plantaxia: Yogyakarta. Kompartemen Tunggal. Jurnal Teknologi
Rudiyanti, S., (2009). Kualitas Sungai Banger Pengelolaan Limbah. I6 (3). Edisi Suplemen
Pekalongan Berdasarkan indikator Biologis Tahun 2013. Pusat Teknologi Limbah
(Pekalongan Banger Water Quality Based Radioaktif-BATAN.
on Biological Indicator). Jurnal Saintek Zuardin. (2012). Banjir Rob: Potensi Kerentanan
Perikanan. 4 (2): 46 – 52. Lingkungan Serta Penanggulangannya.
Rusniningsih. (2012). Strukutur Komunitas Jurnal Teknik Lingkungan. 1 (2): 58–6
Gastropoda dan Studi Populasi Cerithidea
obtusa di Hutan Mangrove Pangkal Babu,
Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi.
Tesis. Program Studi Biologi, Universitas
Indonesia.
Saparinto, C. (2007). Pendayagunaan Ekosistem
Mangrove. Effhar dan Dahara Prize:
Semarang.
Taqwa, R. N., M. R. Muskananfola, dan
Ruswahyuni. (2014). Studi Hubungan
Substrat Dasar dan Kandungan Bahan
Organik dalam Sedimen dengan
Kelimpahaan Hewan Makrobenthos di
Muara Sungai Sayung Kabupatan Demak.
Diponegoro Journal Of Maquares. 3 (1) :
125–133.
Tribun Jateng. (2016). Diduga Tercemar Limbah
Industri, Ikan-ikan di Tambak Sayung
Demak Mati.
http://jateng.tribunnews.com/2016/04/13/did
uga-tercemar-limbah-industri-ikan-ikan-di-
tambak-sayung-demak-mati. diakses pada
27 Januri 2018.
Ulfah, Y., Widianingsih dan Zainuri, Muhammad.
(2012). Struktur Komunitas
Makrozoobenthos di Perairan Wilayah
Morosari Desa Bedono Kecamatan Sayung
Fakhrezi Muhammad Iqbal, Jafron W. Hidayat dan Fuad Muhammad

You might also like

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy