Serangan Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau
Serangan Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau
Serangan Hama Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau
Disusun oleh :
i
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya maka kami dapat menyelesaikan penulisan
laporan Kuliah Kerja Lapang (KKL) dengan judul Serangan Hama Ulat Grayak
(Spodoptera litura F.) Pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabacum L.) di Desa
Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung, Propinsi Jawa Tengah.
Laporan ini sebagai salah satu syarat kelulusan pada mata kuliah wajib KKL di
Fakultas Pertanian Universitas Nasional Jakarta.
Kami menyadari sesungguhkan bahwa terwujudnya penulisan laporan
KKL ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari semua pihak yang terlibat
baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini, maka
pada kesempatan ini dengan segala rasa hormat kami mengucapkan terima
kasihyang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. I.G.S. Sukartono, M.Agr selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Nasional Jakarta yang telah mendukung dan mengarahkan
selama berlangsungnya KKL.
2. Ibu Ir. Farida, MM selaku Wakil DekanFakultas Pertanian Universitas
Nasional.
3. Ibu Ir. Etty Hesthiati, M.Si selaku ketua pelaksana kegiatan KKL.
4. Bapak Ir. Tri Waluyo, M.Agr selaku Pembimbing I atas setiap saran,
dukungan dan masukan yang diberikan dalam penyusunan laporan KKL.
5. Ibu Ir. Yenisbar, M.Si selaku pembimbing II atas setiap saran, motivasi dan
dan masukan yang diberikan dalam penyusunan laporan KKL.
6. Kedua orang tua kami yang sangat kami cintai dan sayangi untuk setiap
doa, nasehat, motivasi dan dukungan moril serta materi.
7. Dosen - dosen Fakultas Pertanian Universitas Nasional atas semua ilmu
pengetahuan dan pengalaman yang telah diberikan kepada kami dan telah
menjadi orang tua kedua kami selama proses perkuliahan.
8. Seluruh panitia KKL 2017 yang telah membantu dalam terlaksananya KKL.
9. Teman - teman angkatan 2014 Fakultas Pertanian Universitas Nasional.
ii
10. Bapak Jumarno selaku Kepala Desa Petarangan, Kecamatan Temanggung,
Provinsi Jawa Tengah atas kesempatan yang telah diberikan kepada kami
untuk mencari informasi yang kami butuhkan untuk menunjang
terselesaikannya Laporan Kuliah Kerja Lapang.
11. Bapak Heriyanto selaku Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), yang telah
membantu memberikan informasi yang sangat bermanfaat dalam
penyelesaian laporan Kuliah Kerja Lapang.
12. Seluruh Masyarakat Desa Petarangan atas keramahan dan kebaikannya
selama membantu kami dalam menyelesaikan data yang kami perlukan.
Kami sebagai penulis hanya bisa memanjatkan doa agar semua dukungan
dan kebaikannya dibalaskan oleh Tuhan Yang Maha Esa dan dilimpahkan
berkatNya. kami berharap semoga apa yang telah kami tulis dapat memberi
manfaat, motivasi serta inspirasi untuk setiap pembaca.
kami juga menyadari bahwa laporan yang kami buat ini tidak sempurna
sehingga kami sangat membutuhkan saran, masukkan dan kritikkan untuk
kelengkapan laporan kami ini.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang 1
1.2.Tujuan Penelitian 3
1.3.Kegunaan Penelitian 3
iv
2.6.7. Tobacco Mosaic Virus (TMV) 23
2.6.8. Lanas Tembakau 25
2.7.Pengendalian Hama dan Penyakit Tembakau 26
2.8.Pemanenan dan Pasca Panen 30
DAFTAR PUSTAKA 53
LAMPIRAN 56
v
DAFTAR TABEL
6. Karakteristik Responden 39
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
menyerang terutama pada fase larva karena pada fase tersebut hama
membutuhkan banyak makanan untuk membentuk pupa (Windy, 2012).
Pengendalian hama tembakau umumnya menggunakan pestisida kimia dan
diiringi dengan penggunaan dosis yang tidak tepat, sehingga dapat menimbulkan
berbagai masalah baik bagi lingkungan maupun manusia (Fauzi, dkk., 2014).
Bioinsektisida merupakan salah satu pengendalian biologi menggunakan
mikroorganisme dan makroorganisme dengan keungggulan lebih ramah
lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi tanaman, manusia
maupun lingkungan (Sjam, dkk., 2011).
Pengendalian Spodoptera litura dapat dilakukan dengan Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). Pengendalian secara terpadu merupakan langkah
pengendalian dengan mengikutsertakan beberapa komponen pengendalian,
termasuk komponen biologi yaitu predator, parasitoid dan patogen serta
pemanfaatan Pestisida Nabati. Pemanfaatan Pestisida nabati untuk mengatasi
serangan Spodoptera litura merupakan alternatif pengendalian selain penggunaan
insektisida kimia.
Penggunaan pestisida kimia yang berlebihan dan tidak tepat telah
menyebabkan dampak negatif baik terhadap serangga dan juga terhadap
lingkungan, misalnya timbulnya resistensi hama, resurgensi hama, punahnya
musuh-musuh alami dan serangga berguna lainnya serta kontaminasi pada
lingkungan seperti pada tanah, air dan produk yang dihasilkan. Hal ini tentu saja
akan merugikan kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung.
Usaha-usaha untuk menghindari dampak tersebut, saat ini sudah banyak dilakukan
usaha secara global untuk mencari pestisida baru yang lebih aman dan ramah
lingkungan. Sejalan dengan perundang-undangan yang ada, dimana sistem
Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) dilakukan dengan sistem
Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Melihat produksi dan kegunaan tembakau perlu dilakukan penelitian tentang
hama pada tanaman tembakau. Terutama hama yang dapat menurunkan
produktivitas tembakau. Hal ini dilakukan agar permasalahan hama pada tanaman
2
tembakau dapat diatasi dan petani dapat meningkatkan produktivitas dari
Tembakau itu sendiri.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
4
didominasi oleh 4 provinsi, yaitu: Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Jawa
Tengah, dan Jawa Barat. Keempat provinsi tersebut memberikan kontribusi
sebesar 95,22% terhadap total produksi tembakau Indonesia. Untuk menghasilkan
produksi tembakau yang banyak dalam proses budidayanya harus
mempertimbangkan syarat-syarat tanam berupa tanah, iklim, dan varietas dari
tanaman tembakau.
Tembakau telah terkenal sebagai komoditi ekspor sejak dua setengah abad
yang lalu, yakni ketika penguasa kolonial yang kemudian digantikan oleh
pemodal swasta mengusahakan untuk pasaran Eropa. Kira-kira dua abad sejak
diperkenalkannya tembakau oleh bangsa Portugis di Nusantara, tanaman
tembakau merupakan tanaman untuk konsumsi kelompok elit, dan kemudian
secara bertahap meluas menjadi konsumsi rakyat kebanyakan. Sejarah perkebunan
di Temanggung telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda. Diawali dengan
diperkenalkannya tanaman-tanaman dari luar Nusantara yang lalu diuji coba untuk
di tanam di Hindia oleh pemerintah kolonial. Tanaman-tanaman tersebut tentu
bernilai jual tinggi dan merupakan komoditas penting di pasar internasional. Oleh
karena itu, maka pemerintah kolonial mencoba menanamnya di beberapa daerah
di Hindia.
Temanggung merupakan daerah dataran tinggi yang indah di lereng Gunung
Sindoro, dengan tanah warna coklat yang subur serta hawa yang dingin. Dengan
kondisi alam pegunungan yang dingin tersebut, Temanggung sangat mendukung
untuk ditanami tanaman kopi, teh, dan tembakau, yang mana tanaman-tanaman
tersebut sangat menguntungkan bagi pemerintah kolonial. Hasil dari tanaman teh,
kopi, dan tembakau memiliki nilai jual yang lumayan tinggi di pasar internasional.
Tembakau mulai diujicoba tanam secara besar-besaran di Hindia pada tahun 1830
oleh Van de Bosch, namun mengalami kegagalan.
Pada tahun 1856, pemerintah kembali menguji coba tanam tembakau dan
kali ini terbilang berhasil. Sejak saat itu tembakau menjadi hasil bumi yang
penting bagi pemerintah, juga bagi rakyat. Kegiatan perkebunan di Temanggung
marak pada sekitar abad ke-19, sebelum dan sesudah Perang Diponegoro. Pasca
Perang Diponegoro kegiatan pembangunan dan perkebunan semakin digenjot
5
untuk menambal kerugian pemerintah akibat perang, maka dimulailah kerja paksa
dan sistim tanam paksa.
Pemerintah kolonial memerintahkan rakyat untuk bekerja membangun
infrastruktur yang rusak pasca perang, di samping itu juga menggenjot sektor
pertanian dan perkebunan serta menerapkan pajak yang tinggi kepada rakyat. Pada
masa itu wilayah Karesidenan Kedu terkena dampak yang berat, termasuk juga
Temanggung yang masuk wilayah Karesidenan Kedu, hal itu karena daerah ini
merupakan Karesidenan dengan penduduk banyak serta tanah yang subur,
sehingga produktivitas dapat digenjot tinggi.
Hingga saat ini Temanggung masih giat dalam sektor pertanian dan
perkebunan dengan hasil bumi tembakau dan sayur-sayuran. Julukan Kota
Tembakau disematkan pada daerah ini sebagaimana hasil buminya yang terkenal
yaitu tembakau, tentu saja tembakau berkualitas. Pada musim-musim tertentu dan
apabila cuaca mendukung para petani tembakau dapat menghasilkan tembakau
dengan kualitas yang semakin tinggi, yaitu tembakau srintil, tembakau srintil ini
berwarna hitam dan sangat harum dan tentu bernilai jual tinggi.
2.2. Tembakau
2.2.1 Botani Tanaman Tembakau
Secara sistematis, Satrio, (2011) tanaman tembakau dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Viridiplantae
Klass : Dicotyledonaea
Ordo : Personatae
Famili : Solanaceae
Sub Famili : Nicotianae
Genus : Nicotianae
Spesies : Nicotiana tabacum L.
Tembakau berdasarkan morfologinya terdiri atas dua bagian yaitu vegetatif
dan generatif. Bagian vegetatif terdiri atas akar, batang, dan daun. Bagian
6
terpenting dari tanaman tembakau adalah daun karena bagian inilah yang nantinya
akan dipanen. Daun tembakau berbentuk bulat panjang, ujungnya meruncing,
tepinya licin dan bertulang sirip. Satu tanaman biasanya memiliki sekitar 24 helai
daun. Ukuran daun cukup bervariasi menurut keadaan tempat tumbuh dan jenis
tembakau yang ditanam. Proses penuaan (pematangan) daun biasanya dimulai dari
bagian ujung, kemudian bagian bawahnya.
Pada bagian bawah batang terdapat akar tunggang yang panjangnya sekitar
50-75 cm dan mempunyai banyak akar serabut dan bulu akar. Tanaman tembakau
memiliki batang yang tegak dengan tinggi sekitar 2,5 m. Batang tanaman ini
biasanya memiliki sedikit cabang atau bahkan tidak bercabang sama sekali.
Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya ditumbuhi bulu-bulu halus
berwarna putih.
Sedangkan bagian generatif terdiri atas bunga dan buah, bakal buah terletak
di atas dasar bunga dan mempunyai ruang yang membesar serta kepala putik
terletak pada tabung bunga berdekatan dengan kepala sarinya. Bunga tembakau
termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai. Kelopak bunga yang berlekuk
dan mahkota bunga berbentuk seperti terompet (Purlani dan Rachman, 2013).
7
2.2.3 Varietas Tanaman Tembakau
Ada beberapa varietas tembakau, diantaranya Kemloko 1, Kemloko 2,
Kemloko 3, dan Sindoro. Kemloko 1 merupakan varietas galur murni hasil seleksi
pedegree dari varietas lokal "Kemloko" atau Gober Kemloko. Kultivar
Kemloko merupakan salah satu varietas lokal yang banyak ditanam dan disenangi
oleh petani tembakau di Temanggung, karena kultivar ini bila ditanam di tegal
gunung dan kondisi alam baik/sesuai, bisa menghasilkan tembakau dengan mutu
yang sangat tinggi (mutu Srintil). Tetapi kultivar Kemloko yang berkembang di
petani penampilannya sangat bervariasi dan tidak murni.
Kemloko 2 merupakan varietas galur murni hasil persilangan antara
tembakau temanggung varietas Sindoro 1 dengan tembakau virginia varietas
Coker 51 yang diikuti dengan tiga kali silang balik dan seleksi pedegree.
Persilangan ini dimaksudkan untuk mempertahankan sifat mutu tinggi dan
moderat tahan penyakit layu bakteri dari tetua betina (Sindoro 1) dan
memasukkan sifat tahan Meloidogyne spp. dan tahan penyakit layu bakteri dari
tetua jantan (Coker 51).
Kemloko 3 merupakan varietas galur murni hasil persilangan antara
tembakau temanggung varietas Sindoro 1 dengan tembakau virginia varietas
Coker 51 yang diikuti dengan dua kali silang balik dan seleksi pedegree.
Persilangan ini dimaksudkan untuk mempertahankan sifat mutu tinggi dan
moderat tahan penyakit layu bakteri dari tetua betina (Sindoro 1) dan
memasukkan sifat tahan Meloidogyne spp. dan tahan penyakit layu bakteri dari
tetua jantan (Coker 51).
Sindoro merupakan varietas galur murni hasil seleksi dari varietas lokal
"Genjah Kemloko" atau Gober Genjah. Kultivar Genjah Kemloko merupakan
salah satu varietas lokal yang banyak ditanam dan disenangi oleh petani tembakau
di Temanggung. Seperti Kultivar Kemloko, kultivar ini bila ditanam di tegal
gunung dan kondisi alam baik/sesuai, juga sering menghasilkan tembakau dengan
mutu yang sangat tinggi (mutu Srintil) (Rokhman dan Yulaikah, 2012) Perbedaan.
lain dari keempat varietas tembakau dapat dilihat pada Tabel 1.
8
Tabel 1. Perbedaan Tembakau Varietas Kemloko 1,2,3, dan Sindoro.
9
2.3. Pratanam Tembakau
2.3.1. Pembibitan
Pada masa pembibitan tanaman tembakau diperlukan benih 8-10 gram/ha,
tergantung jarak tanam. Syarat benih yang akan disemai yaitu, benih utuh tidak
terserang penyakit dan tidak keriput. Media semai yang diperlukan berupa
campuran tanah (50%) + pupuk kandang matang yang telah dicampur dengan
Natural GLIO (50%). Dosis pupuk untuk setiap meter persegi media semai adalah
70 gram DS dan 35 gram ZA dan isikan pada polybag. Bedeng persemaian diberi
naungan berupa daun-daunan, tinggi atap 1 m sisi Timur dan 60 cm sisi Barat.
Sebelum ditanam benih direndam dalam POC NASA 5 cc per gelas air hangat
selama 1-2 jam lalu dikeringanginkan.
Kecambahkan pada baki/tampah yang diberi alas kertas merang atau kain
yang dibasahi hingga agak lembab. Tiga hari kemudian benih sudah
menampakkan akarnya yang ditandai dengan bintik putih. Pada stadium ini benih
baru dapat disemaikan. Setelah di pindahkan pada persemaian media semai
disiram sampai agak basah/lembab, masukan benih pada lubang sedalam 0,5 cm
dan tutup tanah tipis-tipis. Semprot POC NASA (2-3 tutup/tangki) selama
pembibitan berumur 30 dan 45 hari. Bibit sudah dapat dipindahtanamkan ke
kebun apabila berumur 35-55 hari setelah semai (Purlani dan Rachman, 2013).
10
dan 100 kg Urea per hektar dengan posisi di bawah pupuk kandang dan ditutup
tanah setebal 5-7 cm selanjutnya Pemupukan N pada tembakau sebanyak 600 kg
ZA yang diberikan pada 15 dan 35 hari setelah tanam masing-masing 1/2 dosis
dengan N pertama diberikan setelah pemanenan tanaman sebelumnya.
Tembakau ditanam di dalam baris di antara tanaman jagung sehingga sulit
mendapatkan lubang tanam yang lebar sebagai tempat untuk meletakkan media
pupuk kandang. Pemupukan N pertama digunakan 200 kg Urea yang diberikan
pada umur 25 hari dan N kedua 300 kg ZA per hektar yang diberikan pada umur
35-40 hari dengan cara yang sama dengan daerah tegal (Purlani dan Rachman,
2013).
2.4.Penanaman
Apabila diinginkan daun yang tipis dan halus maka jarak tanam harus rapat,
sekitar 90 x 70 cm. Tembakau Madura ditanam dengan jarak 60 x 50 cm yang
penanamannya dilakukan dalam dua baris tanaman setiap bedeng. Jenis tembakau
rakyat/rajangan umumnya ditanam dengan jarak tanam 90 x 90 cm dan
penanamannya dilakukan satu baris tanaman setiap gulud, dan jarak antar gulud
90 cm atau 120 x 50 cm.
Penanaman diawali dengan membuat lubang pada tanah dengan kedalaman
5-10 cm dengan alat tugal yang terbuat dari kayu. Benamkan bibit sedalam leher
akar. Padatkan tanah disekitar bibit dengan cara menekan dengan jari dan hati-hati
batang tembakau patah sebab masih sangat lunak. Waktu tanam yang baik
dilakukan pada pagi hari atau sore hari. Penyulaman dilakukan 1-3 minggu setelah
tanam, bibit kurang baik dicabut dan diganti dengan bibit baru yang berumur
sama (Purlani dan Rachman, 2013).
11
antara tanaman tembakau di dalam barisan dicangkul dan dibalik untuk
melonggarkan tanah agar tembakau yang baru ditanam pada awal
pertumbuhannya dapat membentuk perakaran baru yang lebih baik, karena
tembakau yang baru ditanam sangat rentan terhadap deraan Iingkungan.
Pembumbunan kedua dilakukan pada 30 hari setelah tanam atau diusahakan
sebelum pemupukan N kedua (Purlani dan Rachman, 2013).
Apabila terdapat tanda-tanda daun tembakau menguning menunjukkan
gejala kekurangan N meskipun tembakau sudah berumur 50-60 hari masih perlu
pemupukan susulan. Pemupukan susulan ini biasanya juga diiringi pembumbunan
ketiga atau keempat dan banyak dilakukan di daerah Lamsi dengan harapan
tanaman tembakau dapat berumur lebih panjang ian daun bawah mampu bertahan
tidak cepat menguning. Cara pemupukan N dilakukan dengan membuat lubang
dengan ditugal atau dicangkul sedalam 10 cm dengan jarak 10 cm dari batang
tembakau, selanjutnya setelah diberi pupuk N Iubang ditutup kembali dengan
tanah.
Pada pembumbunan ini tanaman sudah agak kokoh dan sudah terbentuk
daun sebanyak 4-5 lembar daun. Pembumbunan menggunakan cangkul untuk
menggemburkan dan memperbesar guludan. Tujuan dari pembunlbunan ini adalah
untuk memperbesar media tanah di daerah perakaran sehingga tanaman mendapat
suplai nutrisi, air, dan oksigen yang lebih baik dan agar tanaman tumbuh lebih
kokoh dan tidak mudah rebah. Pembumbunan ketiga dan keempat hanya
dilakukan pada daerah di atas 1100 m dpl. setelah dilakukan panen pertama. Hal
tersebut bertujuan untuk mengembalikan guludan yang sudah tererosi oleh air dan
angin (Purlani dan Rachman, 2013).
Tujuan lain dari pembumbunan ketiga dan keempat ini untuk menciptakan
kandungan oksigen tanah lebih banyak di musim kemarau sehingga tanah pada
daerab perakaran temperaturnya dapat lebih rendah dan tanaman akan mampu
bertahan hidup lebih lama. Pembumbunan ini dapat meningkatkan mutu tembakau
karena daun yang dihasilkan lebih elastis dan berbentuk. Pembumbunan yang
menghasilkan guludan besar mampu memperpanjang umur tanaman dan akan
12
meningkatkan mutu. Penyiangan dapat dilakukan bersamaan dengan
pembumbunan yaitu setiap 3 minggu sekali (Purlani dan Rachman, 2013).
2.5.2. Pengairan
Pengairan diberikan 7 HST = 1-2 lt/tanaman, umur 7-25 HST = 3-4
lt/tanaman, umur 25-30 HST = 4 lt/tanaman. Pada umur 45 HST = 5 lt/tanaman
setiap 3 hari. Pada umur 65 HST penyiraman dihentikan, kecuali bila cuaca sangat
kering (Purlani dan Rachman, 2013).
2.5.3. Pemangkasan
Usaha untuk meningkatkan ketebalan dan mutu tembakau temanggung
dilakukan pemangkasan tunas pucuk setelah tembakau menunjukkan kuncup
bunga pada umur 55-70 hari dengan memangkas pada posisi tepat 3-5 daun di
bawah daun bendera. Munculnya kuncup bunga tergantung tinggi tempat semakin
tinggi tempat kuncup bunga akan muncul lebih lambat. Pemangkasan dilakukan
secara serempak setelah lebih kurang 30-40% dari populasi sudah membentuk
bunga dan sebagian sudah mulai ada yang mekar.
Pemangkasan dilakukan pada jam 08.00-11.00 WIB saat cuaca cerah
dengan harapan luka bekas pemangkasan akan segera menutup bila terkena sinar
matahari, terbentuk jaringan baru sehingga tidak mudah terinfeksi penyakit.
Pemangkasan yang terlambat menyebabkan daun bawah cepat menguning dan
daun kurang elastis. Apabila daun tenebut dipanen lamina daun mudah robek dan
patah karena semua asimilat hasil fotosintesis telah diangkut ke bunga maupun
tunas baru. Sirung tembakau akan tumbuh 7-10 hari setelah pemangkasan.
Pembuangan sirung banyak dilakukan secara mekanis sampai 7 kali dalam satu
musim. Keterlambatan pembuangan sirung akan menurunkan produksi dan mutu.
Penggunaan bahan penghambat pertumbuhan sirung yang mengandung
bahan aktif butralin 4 (l,ldimethyl ethyl)-N-(l methyl promyl) 2,6 dinitra bensene
amine (claH2rNroa) yang mempunyai sifat menghambat tunas secara sistemik
lokal masih jarang digunakan. Hal tersebut karena daerah Temanggung curah
hujannya tinggi, sehingga penggunaan bahan penghambat pertumbuhan sirung
kurang efektif (Rachman dan Purlani, 2013).
13
2.6.Hama dan Penyakit pada Tembakau
2.6.1. Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Sub Kelas : Pterygota
Ordo : Lepidoptera
Sub Ordo : Prenatae
Famili : Noctuidae
Genus : Spodoptera
Spesies : Spodoptera litura F.
14
Larva (Ulat) S. Litura
Umur larva mulai dari instar-1 sampai instar-6 sekitar 12-15 hari. Larva
yang baru menetas makanannya dari daun yang ditempati telur dalam bentuk
berkelompok, kemudian menyebar dengan menggunakan benang yang keluar dari
mulutnya dan pindah dari tanaman satu ke tanaman lain.
Larva S. litura mempunyai warna yang berbeda-beda. Larva yang baru
menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan
larva instar terakhir terdapat kalung (bulan sabit) warna hitam gelap pada segmen
abdomen ke empat dan sepuluh. Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning
(Gambar 2). Stadium larva terdiri 5 instar yang berlangsung selama 20-46 hari
(Lestari et.al, 2013).
Pupa (Kepompong)
Larva instar terakhir masuk ke dalam tanah, kemudian akan menjadi larva
yang tidak aktif (Pra pupa) (Gambar 3). Pupa berada dalam tanah dengan ke
dalaman 0-3 cm dan warna coklat kemerahan yang beratnya berkisar 0,341 g per
pupa. Hasil pengkajian yang dilaksanakan di Laboratorium BPTP Sulawesi
Selatan, 2015, stadium pupa berkisar7-11 (Lestari et.al, 2013).
15
Gambar 3. Pupa Spodoptera litura (www.google.co.id, 2017)
Imago (Kupu-kupu)
Berdasarkan hasil pengkajian yang dilaksanakan di Laboratoium BPTP
Sulawesi Selatan, 2015, menunjukkan bahwa stadium imago berkisar 5-6 hari.
Pupa yang ada dalam tanah akan berubah ke fase berikutnya menjadi serangga
kupu-kupu (Imago) (Gambar 4). Siklus hidup S. litura mulai dari telur sampai
imago sekitar 30-60 hari. Sedangkan Javar et al. (2013), siklus hidup S. litura
sekitar 29-35 hari (Lestari et.al, 2013).
Tanaman Inang
Hama ini bersifat polifag, dengan tanaman inang utama Tembakau, cabai,
kubis, padi, jagung, tomat, tebu, buncis, jeruk, bawang merah, terung, kentang,
kacang-kacangan, kangkung, bayam, pisang, krisan dan gulma (Pracaya, 2008).
16
Gejala Serangan
Gejala serangan grayak yaitu daun-daun rusak tidak beraturan, bahkan
terkadang hama ini juga memakan tunas dan bunga. Pada serangan berat
menyebabkan gundulnya daun. serangan berat umumnya terjadi pada musim
kemarau (Pracaya, 2008).
Biologi
Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap
belakang berwarnakeputih-putihan dengan bercak hitam. Malam hari ngengat
dapat terbang sejauh 5 Km. Seekor ngengat betina dapat bertelur dalam 2-6 hari.
Telur diletakkan dalam kelompok yang bentuknya bermacam-macam. Masing-
masing kelompok berisi telur lebih kurang 350 butir. jumlah semua telur
mencapai 2.000-3.000 butir.
Telur akan menetas sesudah 3-5 hari. Setelah menetas, ulat kecil masih tetap
berkumpul untuk sementara. Beberapa hari kemudian, ulat tersebar mencari
pakan. Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah, sedangkan pada malam hari
menyerang tanaman. Hama ini suka bersembunyi di tempat yang lembap.
Biasanya ulat bersama-sama pindah dari tanaman yang telah habis daunnya
menuju ke tanaman lainnya. Misalnya, ulat berpidah dari tanaman tembakau ke
tanaman kedelai dalam jumlah yang besar.
Saat berumur lebih kurang 2 minggu panjang ulat lebih kurang 5 cm.
Warnanya bermacam-macam. Ciri khas dari ulat grayak adalah pada ruas perut
yang keempat dan kesepuluh terdapat bentuk bulan sabit berwarna hitam yang
dibatasi garis kuning pada samping dan punggungnya.
Setelah cukup dewasa, yaitu lebih kurang berumur 2 minggu, ulat mulai
berkepompong di dalam tanah. Membentuk pupa tanpa rumah pupa kokon.
Pupanya dibungkus dengan tanah berwarna coklat kemerahan dengan panjang
sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari. Lama stadium telur 2-4
hari, larva yang terdiri dari 5 intisar: 20-46 hari, dan pupa: 8-11 hari. Setelah
menjadi ngengat, hama ini bisa terbang sejauh 5 km pada malam hari. Umur
ngengat pendek (Pracaya, 2008).
17
2.6.2. Kutu Kebul (Bemisia tabaci Genn.)
Tanaman Inang
Kutu kebul merupakan hama yang sangat polifag menyerang berbagai jenis
tanaman, antara lain tanaman hias, sayuran, buah-buahan maupun tumbuhan liar
atau gulma. Beberapa contoh tanaman budidaya yang menjadi inang kutu kebul
antara lain tomat, cabai, kentang, mentimun, terung, kubis, buncis, selada, bunga
potong Gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, lada; dan tanaman liar
yang paling disukai adalah babadotan (Ageratum conyzoides) (Pracaya, 2008).
Gejala Serangan
Kerusakan langsung pada tanaman disebabkan oleh imago dan nimfa yang
mengisap cairan daun, berupa gejala becak nekrotik pada daun akibat rusaknya
sel-sel dan jaringan daun. Ekskresi kutu kebul menghasilkan madu yang
merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya embun jelaga yang
berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak berlangsung
normal.
Selain kerusakan langsung oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat
berbahaya karena dapat bertindak sebagai vektor virus. Yang dapat menyebabkan
kehilangan hasil sekitar 20-100 %. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang
ditularkan oleh kutu kebul antara lain : Geminivirus, Closterovirus, Nepovirus,
Carlavirus, Potyvirus, Rod-shape DNA Virus (Pracaya, 2008).
Biologi
Telur berbentuk lonjong agak lengkung seperti pisang, berwarna kuning
terang, berukuran panjang antara 0,2-0,3 mm. Telur biasanya diletakkan di
permukaan bawah daun, pada daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih
menyukai daun yang telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk
meletakkan telurnya daripada daun sehat. Rata-rata banyaknya telur yang
diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir, sedangkan pada daun
sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur rata-rata 5,8 hari.
Nimfa terdiri atas tiga instar. Instar ke-1 berbentuk bulat telur dan pipih,
berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi untuk merangkak.
18
Nimfa instar ke-2 dan ke-3 tidak bertungkai, dan selama masa pertumbuhannya
hanya melekat pada daun. Stadium nimfa rata-rata 9,2 hari. Imago atau serangga
dewasa tubuhnya berukuran kecil antara (1-1,5 mm), berwarna putih dan
sayapnya jernih ditutui lapisan lilin yang bertepung. serangga dewasa biasanya
berkelompok pada bagian permukaan bawah daun dan bila tanaman tersentuh
biasanya akan berterbangan seperti kabut atau kebul putih. Lama siklus hidup
(telur - nimfa - imago) pada tanaman sehat rata-rata 24,7 hari, sedangkan pada
tanaman terinfeksi virus mosaik kuning hanya 21,7 hari (Pracaya,2008).
Gejala serangan
Larva merupakan stadia perusak yang aktif pada malam hari untuk mencari
makan dengan menggigit pangkal batang. Tanaman yang terserang adalah
tanaman-tanaman muda. Pangkal batang yang digigit akan mudah patah dan mati.
Di samping menggigit pangkal batang, larva yang baru menetas, sehari kemudian
juga menggigit permukaan daun. Ulat tanah sangat cepat pergerakannya dan dapat
menempuh jarak puluhan meter. Seekor larva dapat merusak ratusan tanaman
muda (Pracaya, 2008).
Biologi
Telur diletakkan satu-satu atau dalam kelompok. Bentuk telur seperti
kerucut terpancung dengan garis tengah pada bagian dasarnya 0,5 mm. Seekor
betina dapat meletakkan 1.430-2.775 butir telur. Warna telur mula-mula putih lalu
berubah menjadi kuning, kemudian merah disertai titik coklat kehitam-hitaman
pada puncaknya. Titik hitam tersebut adalah kepala larva yang sedang
berkembang di dalam telur. Menjelang menetas, warna telur berubah menjadi
gelap agak kebiru-biruan. Stadium telur berlangsung 4 hari.
19
Larva menghindari cahaya matahari dan bersembunyi di permukaan tanah
kira-kira sedalam 5-10 cm atau dalam gumpalan tanah. Larva aktif pada malam
hari untuk menggigit pangkal batang. Larva yang baru keluar dari telur berwarna
kuning kecoklat-coklatan dengan ukuran panjang berkisar antara 1-2 mm. Sehari
kemudian larva mulai makan dengan menggigit permukaan daun. Larva
mengalami 5 kali ganti kulit.
Larva instar terakhir berwarna coklat kehitam--hitaman. Panjang larva
instar terakhir berkisar antara 25-50 mm. Bila larva diganggu akan melingkarkan
tubuhnya dan tidak -bergerak seolah-olah mati. Stadium larva berlangsung sekitar
36 hari. Pembentukan pupa terjadi di permukaan tanah. Pupa berwarna cokelat
terang atau cokelat gelap. Lama stadia pupa 5-6 hari.
Imago umumnya ngengat Famili Noctuidae menghindari cahaya matahari
dan bersembunyi pada permukaan bawah daun. Sayap depan berwarna dasar
coklat keabu-abuan dengan bercak-bercak hitam. Pinggiran sayap depan
berwarna putih. Warna dasar sayap belakang putih keemasan dengan pinggiran
berenda putih. Panjang sayap depan berkisar 16-19 mm dan lebar 6-8 mm.
Ngengat dapat hidup paling lama 20 hari. Apabila diganggu atau disentuh,
ngengat menjatuhkan diri pura-pura mati. Perkembangan dari telur hingga
serangga dewasa rata-rata berlangsung 51 hari (Pracaya, 2008).
Gejala serangan
Pada tanaman tembakau, kutu daun lebih berperan sebagai pembawa virus
daripada sebagai serangga hama. Dampak secara langsung gejala awal berupa
20
bercak kering pada daun dan menyebabkan tanaman mengering, keriput, tumbuh
kerdil, warna daun kekuningan, terpelintir, layu dan mati. Kutu biasanya
berkelompok di bawah permukaan daun, menusuk dan menghisap cairan daun
muda serta bagian tanaman yang masih muda (pucuk). Eksudat yang dikeluarkan
kutu mengandung madu, sehingga mendorong tumbuhnya cendawan embun
jelaga pada daun yang dapat menghambat proses fotosintesa. Kerugian yang
ditimbulkan oleh kutu daun persik sebagai hama langsung maupun sebagai vektor
virus dapat mencapai 25-90%.
Biologi
Serangga ini tidak bertelur tetapi melahirkan nimfa (kutu daun
muda/pradewasa) di Indonesia. Kutu daun umumnya hidup dalam koloni pada
bagian tanaman yang masih muda. Kutu daun tinggal pada bagian bawah daun,
batang bunga, bakal bunga dan dalam lipatan daun yang keriting. Kerusakan
terjadi karena nimfa dan imago mengisap cairan daun. Tubuh nimfa berwarna
kuning pucat, hijau, merah jambu, atau merah yang biasanya bercampur di dalam
suatu koloni dengan panjang tubuh instar terakhir 0,81,0 mm.
Fase dewasa kutu daun ada dua bentuk, yaitu bentuk bersayap/alatae dan
bentuk tidak bersayap/apterae. Imago bersayap biasanya muncul kalau populasi
sudah padat dan sumberdaya yang ada tidak mendukung lagi. Mereka berperan
untuk melakukan pemencaran. Tubuh imago bersayap berwarna hitam atau abu
abu gelap, sementara yang tidak bersayap berwarna merah, kuning atau hijau.
Panjang tubuh 2 mm pada fase dewasa panjang antena = panjang tubuh.
Tubuh imago tidak bersayap berwarna hijau keputihan, kuning hijau pucat, abu-
abu hijau, agak hijau, merah atau hampir hitam. Warna tubuh hampir seragam dan
tidak mengkilap. Imago bersayap memiliki bercak pada bagian punggunggnya,
ukuran panjang tubuh antara 1,2-2,1 mm. Siklus hidup 7-10 hari, dan seekor kutu
dapat menghasilkan keturunan 50 ekor. Lama hidup kutu dewasa dapat mencapai
2 bulan (Pracaya, 2008).
21
2.6.5. Anjing Tanah / Orong-orongan (Gryllotalpa africana)
Tanaman Inang
Hama ini menyerang pada tanaman Tembakau, Cabai, Tomat, Selada, Sawi,
dan sebagainya.
Gejala Serangan
Hama ini umumnya banyak dijumpai menyerang tanaman bawang pada fase
penanaman ke dua atau sekitar umur tanaman kira-kira 1-2 minggu setelah tanam.
Serangan ditandai dengan layunya tanaman, karena akar tanaman rusak, bahkan
pada umbi kadang terdapat lubang dengan bentuk yang tidak beraturan.
Biologi
Hama gaang mempunyai ciri berwarna hitam kecoklatan, dengan
mempunyai sepasang tungkai bergerigi yang berguna untuk menggali tanah dan
untuk berenang, hewan ini jarang terlihat dipermukaan tanah dan seringkali
berada didalam tanah untuk bersembunyi. Berukuran sekitar 3-5 cm dan
merupakan hewan Omnivora atau pemakan segala, seperti larva, cacing dan
tanaman muda. hewan ini bisa dijumpai diberbagai benua dibelahan dunia ini
kecuali didaerah es contohnya di benua antartika.
Gaang atau orang sering menyebutnya hama orong-orong ini mampu
bertelur 30 sampai 50 butir per tiap kelompok tani, telur hama ini disimpan disela-
sela tanah dan paling cepat telur hama gaang ini menetas selama 15 hari dan
paling lambat sekitar 40 hari. hama gaang sendiri mampu hidup sampai umur 6
bulan. Hama gaang atau hama anjing tanah mempunyai nama sebutan diberbagai
daerah, seperti contohnya untuk didaerah Jawa sering menyebutnya dengan nama
orong-orong, dalam bahasa toba hewan ini disebut singke, dan dalam bahasa
sunda di sebut dengan gaang (Pracaya, 2008).
22
mati. Akibat serangan penyakit lincat, tanaman tembakau akan layu dan mati pada
umur 2560 hari setelah tanam dengan tingkat kematian 3050% pada lahan
setengah lincat dan lebih dari 50% pada lahan lincat.
Penelitian pada lapisan olah tanah (top soil) lahan lincat menemukan tiga
patogen tular tanah, yaitu nematoda Meloidogyne spp., bakteri Ralstonia
solanacearum, dan cendawan Phytophthora nicotianae. Tanaman tembakau yang
terserang nematoda Meloidogyne spp. akarnya akan berbintil-bintil (berpuru). Bila
disertai layu satu sisi (sering disebut penyakit layu bakteri), tanaman juga
terserang bakteri R. solanacearum. Apabila tanaman layu daun bawah, daun
tengah, dan atas selanjutnya mati (sering disebut penyakit lanas), tanaman
terserang cendawan P. nicotianae.
Hasil survei tahun 1989 menunjukkan bahwa penyebaran penyakit lincat
pada area tembakau di Kabupaten Temanggung cukup cepat. Pada tahun 1959
penyakit ini hanya ditemukan di tiga desa dari 81 desa pertanaman tembakau,
selanjutnya pada tahun 1969 menjadi 24 desa, tahun 1979 menjadi 66 desa, dan
tahun 1989 ada 79 desa yang lahannya terinfestasi patogen lincat. Penyebaran
penyakit juga merata pada semua jenis tanah.
Sampai tahun 1991, luas lahan kering yang terinfestasi patogen lincat
(nematoda Meloidogyne spp., bakteri R. solanacearum, dan cendawan P.
nicotianae) mencapai 6.805 ha atau 55,12% dari luas total lahan kering di
Kabupaten Temanggung. Diperkirakan luas lahan lincat akan terus bertambah
karena minat petani untuk menanam tembakau masih tinggi. Menurut Dalmadiyo
(1999) penyakit lincat banyak dijumpai pada area dengan ketinggian 8001.100 m
dpl dan menyebabkan kerugian 4467% pada tahun 1996, 3883% pada tahun
1997, dan 6385% pada tahun 1998 (Rochman, 2012).
23
strain sering dimasukkan ke dalam jenis TMV, tetapi beberapa strain yang cukup
berbeda dianggap sebagai virus yang berbeda oleh beberapa peneliti (Sutic et al.
1999).
TMV memiliki ciri berbentuk batang dengan panjang 300 nm dan diameter
15 nm. Proteinnya terdiri atas kira-kira 2130 protein subunit, dan setiap
subunitnya terdiri 158 asam amino. Protein subunitnya tersusun pada sebuah
helix. Asam nukleat TMV berbentuk untai tunggal RNA dan terdiri atas kurang
lebih 6400 nukleotida. Untai RNA juga berbentuk helix sejajar dengan untai
protein. Berat dari setiap partikel virus antara 3,9 x 10 7 dan 4 x 107 unit berat
molekul.
TMV merupakan salah satu virus yang diketahui paling stabil terhadap
panas, dan memiliki titik panas aktivasi hingga 93 C dalam cairan perasan
tanaman. Virus pada daun yang terinfeksi, pada kondisi kering masih mampu
menginfeksi walaupun telah dipanaskan sampai pada suhu 120 C selama 30
menit. TMV yang menginfeksi tanaman tembakau berisi 4 g virus per liter cairan
perasan tanaman, dan virus masih infektif walaupun telah diencerkan hingga
perbandingan 1:1.000.000. Virus menjadi tidak aktif setelah 4-6 minggu dalam
cairan perasan biasa, tetapi pada cairan perasan virus yang bebas bakteri (steril)
mungkin dapat bertahan hingga 5 tahun, dan TMV pada daun terinfeksi yang
dikeringkan di laboratorium selama lebih dari 50 tahun masih infektif (Agrios
1997). Menurut Sutic et al. (1999), CABI (2003) menyebutkan pada tanaman
yang terinfeksi, beberapa menit setelah virus menginfeksi jaringan tanaman, RNA
mulai disintesis dan partikel baru berkembang dalam sitoplasma dan menyebar
dari sel ke sel melalui plasmodesmata.
TMV merupakan parasit obligat yang hanya dapat hidup pada tanaman atau
jaringan sel yang hidup. Virus ini menginfeksi tanaman melalui luka. Bagian
tanaman yang rentan jika kontak dengan TMV akan segera terinfeksi. TMV dapat
bertahan selama berbulan-bulan pada tanah bekas penanaman dan juga telah
ditemukan di air dan didalam tanah di hutan. Sejumlah strain TMV pada tanaman
obat-obatan telah diuraikan hampir diseluruuh dunia, dimana virus ini dapat
24
dibedakan dari yang lainnya melalui reaksi inang, tetapi tidak pada tembakau
(Wardhanah, 2007).
25
mempunyai sebuah papil (tonjolan) yang jelas. Sporangium dapat berkecambah
secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara (zoospora) yang keluar
satu per satu dari dalam sporangium (Agustina et.al, 2013).
26
Penyemprotan virus patogen ini dilakukan mulai umur tanaman 1 minggu setelah
tanam dengan interval 1 minggu.
Pembuatan perangkap ulat grayak, Caranya adalah dengan pembuatan parit
sepanjang sisi kebun dengan lebar 60 cm dan dalam 45 cm. Ulat grayak yang
masuk ke dalam parit dimatikan dengan menggulung kayu bulat yang digerakkan
maju mundur di atas ulat grayak. Cara lain adalah paritnya diisi dengan jerami
atau bahan lainnya yang mudah terbakar, lalu dibakar hingga ulat grayak mati.
Pemasangan feromonoid seks atau perangkap lampu. Untuk menekan populasi
awal S. litura dipasang perangkap feromonoid seks atau perangkap lampu mulai
saat tanam. Tujuannya adalah untuk menangkap imago atau ngengat S. litura.
Pembersihan gulma supaya tidak menjadi tempat berkembang biak dan
bersembunyi ngengat dan ulat (Pracaya, 2008).
27
Siklus hidup predator 18-24 hari, dan satu ekor betina mampu menghasilkan telur
3000 butir. Tabuhan parasitoid nimfa Encarcia formosa serangga betinanya
mampu menghasilkan telur sebanyak 100-200 butir, Cara pelepasan E. formosa
untuk tanaman tomat : 1 ekor E. formosa setiap 4 tanaman/minggu, dilakukan
selama 8-10 minggu, untuk meningkatkan musuh alami di lapangan diperlukan
pelepasan parasitoid dan predator secara berkala.
Pengendalian Kimiawi dalam hal cara lain tidak dapat menekan populasi
hama, dapat digunakan insektisida yang efektif, terdaftar dan diizinkan Menteri
Pertanian. Antara lain Applaud 10 WP (buprofesin 10%), Confidor 5 WP
(imidakloprid 5%), Mitac 200 EC (amitraz 200 g/l), dan Orthene 75 SP (asefat
75%). Penyemprotan diusahakan mengenai daun bagian bawah. Perlu dihindari
penggunaan pestisida secara berlebihan, karena dapat mendorong meningkatnya
populasi kutu kebul (Pracaya, 2008).
28
bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, dan Cucurbitaceae seperti
mentimun). Pergiliran tanaman harus per hamparan, tidak perorangan, serentak
dan seluas mungkin. Sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan gulma berdaun
lebar babadotan dan ciplukan yang dapat menjadi tanaman inang virus.
Pengaturan jarak tanam yang tidak terlalu rapat.
Pengendalian secara fisik/mekanik dengan penggunaan perangkap likat
berwarna kuning sebanyak 40 buah per hektar atau 2 buah per 500 m2 di pasang
di tengah pertanaman dengan ketinggian + 50 cm (sedikit di atas tajuk tanaman)
sejak tanaman berumur 2 minggu. Setiap minggu perangkap diolesi dengan oli
atau perekat. Pemasangan kelambu di pembibitan dan tanaman barrier dilapangan
(terutama untuk tanaman bawang merah dan cabai), Sisa tanaman yang terserang
dikumpulkan dan dibakar.
Pengendalian secara biologi dengan pemanfaatan musuh alami parasitoid
Aphidius sp., dan Aphelinus sp., predator kumbang Coccinella transversalis,
Menochillus sexmaculata, Chrysopa sp., larva syrphidae, Harmonia
octomaculata, Microphis lineata, Micoromus pusillus, Veranius sp., dan pathogen
Entomophthora sp., Verticillium sp. Sedangkan pengendalian secara kimiawi Jika
saat pengamatan ditemukan 7 ekor kutu daun /10 tanaman contoh atau persentase
kerusakan oleh serangan hama pengisap telah mencapai 15% per tanaman contoh
dianjurkan menggunakan insektisida kimia sintetik yang terdaftar dan diizinkan
oleh Menteri Pertanian, misalnya yang berbahan aktif profenofos, deltametrin,
abamektin, sipermetrin dan imidakloprid (Pracaya, 2008).
29
Pengendalian Penyakit Tobacco Mosaik Virus (TMV)
Pengendalian penyakit tobacco mosaik virus ini menggunakan bibit
tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari daerah
terserang, Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala
segera dicabut dan dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke
tanaman lain yang sehat, Penanganan bibit secara hati-hati agar tidak bersentuhan
satu sama lain, Menghindari menanam tomat pada lahan yang sama untuk jangka
waktu minimum 7 bulan, Benih dapat dibebaskan dari kontaminasi virus dengan
cara merendam benih dalam larutan 10 % (w/v), Na3PO4 selama 20 menit, dan
Perlakuan benih dengan pemanasan (heat treatment) pada suhu 70C selama 2-4
hari dapat mengeradikasi virus yang terbawa dalam endosperm (Wardhanah,
2007).
30
pada batang. Daun koseran ( daun bawah), lama pemeraman 1-2 malam (24-48
jam) dengan warna daun peraman hijau-kekuningan. Daun tengah memerlukan
waktu peraman 3-5 malam (72-120 jam) dengan warna peraman hijau kekuningan
sampai kuning merata. Sedangkan daun tengah yang tebal dan daun atas
memerlukan waktu peraman 4-7 malam (96-168 jam) dengan warna daun
peraman kuning merata sampai kuning kemerahan.
Setelah daun tembakau diperam, selanjutnya dilakukan perajangan.
Perajangan dimulai pada tengah malam sampai pagi dengan tujuan hasil rajangan
dapat segera dijemur pada pagi harinya. Tebal irisan (rajangan) daun tembakau
temanggung antara 1.5-2.0 mm, pisau yang digunakan untuk merajang harus
selalu tajam agar hasil rajangannya baik dan seragam. Setelah daun tembakau
dirajang, kemudian tembakau rajangan dicampur merata (digagrak) dan diratakan
di atas widig atau rigen untuk dijemur.
Penjemuran hasil rajangan harus kering dalam 2 hari, tergantung panas
matahari. Pada hari pertama rajangan di balik apabila lapisan atas sudah cukup
kering, pekerjaan ini dilakukan kira-kira pukul 10.00-11.00. Pada malam harinya,
rajangan diembunkan untuk memperoleh warna hitam. Pada hari kedua,
penjemuran dimulai pada siang hari sampai rajangan tembakau lemas kembali.
Setelah rajangan tersebut kering, kemudian dimasukkan kedalam keranjang
bambu. Di dalam satu keranjang berisi tembakau rajangan yang sama mutunya.
Selanjutnya tembakau rajangan siap dijual ke gudang perwakilan pabrik rokok
atau kepada tengkulak pengumpul.
Pemetikan daun tembakau yang baik adalah jika daun-daunnya telah cukup
umur dan telah berwarna hijau kekuning-kuningan.Untuk golongan tembakau
cerutu maka pemungutan daun yang baik pada tingkat tepat masak/hampir masak
hal tersebut di tandai dengan warna keabu-abuan. Sedangkan untuk golongan
sigaret pada tingkat kemasakan tepat masak/masak sekali, apabila pasar
menginginkan krosok yang halus maka pemetikan dilakukan tepat masak.
Sedangkan bila menginginkan krosok yang kasar pemetikan diperpanjang 5-10
hari dari tingkat kemasakan tepat masak.
31
2 Daun dipetik mulai dari daun terbawah ke atas. Waktu yang baik untuk
pemetikan adalah pada sore/pagi hari pada saat hari cerah. Pemetikan dapat
dilakukan berselang 3-5 hari, dengan jumlah daun satu kali petik antara 2-4 helai
tiap tanaman. Untuk setiap tanaman dapat dilakukan pemetikan sebanyak 5 kali
(Agus, 2015).
Sortir daun berdasarkan kualitas warna daun yaitu:
a. Trash (apkiran): warna daun hitam
b. Slick (licin/mulus): warna daun kuning muda
c. Less slick (kurang liciin): warna daun kuning (seperti warna buah jeruk
lemon)
d. More grany side (sedikit kasar) : warna daun antara kuning-oranye.
32
BAB III
33
2. Dilakukan identifikasi manual pada tiap tanaman dalam luasan tersebut.
3. Identifikasi pengambilan sample dilakukan dengan membandingkat
tingkat serangan pada tiap responden dalam luasan yang sama 9 m2 (3 x 3
m).
4. Hasil pengamatan di catat tingkat kerusakan pada tiap tanaman dalam
luasan tersebut yang disebabkan oleh serangan ulat grayak di kertas,
Presentase serangan mutlak dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
1. Serangan Mutlak
= 100%
Keterangan :
P : Persentase serangan (%)
n : Individu tanaman yang terserang
N: Jumlah seluruh tanaman yang diamati
2. Serangan Relatif
Perhitungan intensitas relatif serangan hama, dihitung menggunakan rumus
Townsend dan Heuberger dalam Unterstenhofer sebagai berikut :
= 100 %
Keterangan :
P : Intensitas serangan (%)
v : Nilai kerusakan berdasarkan luas daun seluruh tanaman yang terserang.
z : Nilai kategori serangan tertinggi ( v = 9 )
n : Jumlah daun dari tiap kategori serangan
N: Jumlah seluruh tanaman yang diamati
34
BAB IV
35
Keterangan : CH : Curah Hujan
HH : Hari Hujan
Suhu rata-rata 25C. kelembaban yaitu antara 66,3 % - 69,43 % atau rata-
rata 68,69%. Dengan keadaan suhu dan kelembaban yang demikian sangat
mendukung perkembangan usaha pertanian di wilayah ini. Sumber daya alam
yang ada harus dimanfaatkan secara optimal serta harus dibarengi dengan
peningkatan kualitas sumber daya manusia yaitu pengetahuan, ketrampilan dan
penerapan teknologi usaha tani. Lahan sawah berpengairan di kecamatan Kledung
tidak ditanami padi secara terus menerus. Pola tanam yang dianjurkan sebagai
berikut :
Hortikultura- Hortikultura- Tembakau
Jagung-Hortikultura-Tembakau
Desa Petarangan memiliki Jumlah Penduduk sebanyak 3.624 jiwa dengan
jumlah Laki-laki : 1835 Orang dan Perempuan : 1789 orang. Sebagian besar
penduduk bekerja sebagai petani tetapi tak sedikit pula yang memiliki pekerjaan
sampingan selain dari bertani, dapat dilihat pada tabel 3. Tingkat pendidikan di
Desa Petarangan juga beragam sebagian besar merupakan tamatan SD, SLTP, dan
SLTA walaupun demikian ada beberapa yang menempuh sampai ke jenjang S1,
dapat dilihat pada tabel 4.
36
Tabel 4. Penduduk Berdasarkan Pendidikan Di Desa Petarangan
37
Tabel 5. Data Kelompok Tani di Desa Petarangan
No Kelompok Tani Pengurus Jumlah
Ketua Sekretaris Bendahara Anggota
1 Sumber Makmur I Mujiyono Slamet Asih Sukirno 28
2 Sumber Makmur II Suparman Muhlimin H.Ngahadi 18
3 Sumber Makmur III Sunyoto Rumono Harnoto 35
4 Jaya Mandiri Sutanto Suroto Juwarlan 20
5 Alfata B.Sugito Amin R Sutrisno 24
6 Remaja Triyono Tri Suwiji Sugito 15
7 Sejti Sujari N.Umam A.Faizun 16
8 Amanah Makmur Jasmadi.T Walwidi Jarwoto 18
9 Tani Mulyo Ngabedi 15
10 KWT Srikandi Lina D Sumiah Tri.Y 16
Sumber : Kantor Balai Desa Petarangan, (2016)
Dari 8 responden yang kami wawancarai semua berjenis kelamin laki-laki
dan semuanya sudah berkeluarga, istri-istri mereka bekerja sebagai ibu rumah
tangga dan terkadang membantu bertani, foto responden terdapat pada Lampiran
2. Modal usaha, tingkat pendidikan dan lamanya bertani sangat beragam, hal ini
membedakan pengetahuan atau teknik budidaya yang mereka terapkan sehingga
hasil produksinya pun berbeda-beda dari tiap responden. Petani di Desa
Petarangan adalah petani yang membudidayakan tanaman utama tembakau dan
bawang putih serta tanaman sampingan hortikultura.
Seiring berjalannya waktu dengan adanya kelompok tani yang secara rutin
mengadakan pertamuan antara pengurus kelompok tani, anggota kelompok tani
bahkan disertakan dengan Petugas Penyuluh Lapangan beberapa petani merasakan
dampak yang positif. Pengetahuan terbaru yang selalu diberikan kepada para
petani selalu diterima dengan respon yang positif oleh para petani, hal ini lah yang
membuat pertanian di Desa Petarangan belakangan berangsur membaik dan maju.
38
Tabel 6. Karakteristik Responden
Karakteristik Persentase %
Jenis Kelamin
Laki laki 100
Perempuan -
Umur (tahun)
30-40 12,5
30-50 62,5
50-60 25
Pendidikan
SD 37,5
SLTP 12,5
SLTA 37,5
S1 12,5
Pengalaman bertani (tahun)
11-30 37,5
31-50 62,5
Sumber : Data Primer di olah, (2017)
39
tanaman tumpangsari seperti cabai, kacang merah, kubis, dll di bagian tengah
bedengan dengan jarak 20 x 50 cm. Seperti terlihat pada Gambar 5.
40
Budidaya tanaman tembakau yang dilakukan para responden yang kami
wawancara dengan melakukan penyemaian terlebih dahulu di para para yang
terdapat di pekarangan rumah para petani, seperti pada gambar 6. Media yang
digunakan adalah tanah dan ditambahkan pupuk kandang. Hal ini dilakukan
karena pada fase awal pertumbuhan benih memerlukan air yang sangat tinggi dan
perhatian yang khusus.
41
Setelah berumur 40 HST, tanaman dipindahkan ke lahan dengan jarak antar
tanaman 40-60 cm, dengan jarak tanam yang ideal 60 cm, setelah 7-14 hari di
lahan tanaman bisa diberi pupuk tambahan seperti ZA, dan Fertila biasa petani
menggunakan ZA di bandingkan Fertila, karena pupuk Fertila lebih mahal
dibandingkan dengan ZA.
Perawatan tanaman dilakukan dengan penyiangan secara manual seperti
menggunakan tangan dan cangkul selain itu para petani menggunakan cara
kimiawi, seperti penyemprotan dengan herbisida. Pada tahap ini beberapa petani
menilai penyiangan gulma dengan cara manual lebih menguntungkan bagi tanah
walaupun harus mengeluarkan biaya yang lebih untuk membayar upah tenaga
kerja dibandingkan menggunakan herbisida, karena dinilai residu dari bahan
kimia tersebut akan merusak kandungan unsur hara pada tanah bahkan dapat
menyebabkan tanah rusak sehingga mengakibatkan tanaman akan terserang
penyakit.
Tanaman tembakau dapat di panen pada usia 4-6 bulan tanaman tembakau
masuk masa panen. Dari hasil wawancara pemanenan tembakau tidak dilakukan
sekaligus, melainkan dipanen sesuai grade atau tingkatan mutu antara 7-8 kali
pemanenan. Pemanenan pertama dimulai dari pemanenan grade paling rendah
yaitu grade A yaitu bagian daun paling bawah atau yang paling dekat dengan
tanah. Sampai pada pemanenan terakhir yaitu pemanenan grade G atau H yaitu
tingkatan yang memiliki nilai mutu tertinggi. Biasanya pemanenan dilakukan
dengan seling waktu 20-30 hari.
Menurut hasil wawancara dari responden menjelang panen merupakan masa
paling sulit untuk tanaman tembakau karena sebelum dijual tanaman harus
melewati banyak proses sampai akhirnya jadi tembakau rajangan. Biaya dalam
proses produksi yang paling besar dikeluarkan untuk upah tenaga kerja pada saat
menjelang panen. upah tenaga kerja dihitung berdasarkan sistem kerja harian (hari
orang kerja), pekerja pria diberi upah sebesar Rp. 30.000 - 35.000 per hari,
sedangkan wanita diberi upah sebesar Rp. 20.000 - 25.000 per hari dengan jam
kerja rata - rata 12 jam, dan untuk menjelang panen upah tenaga kerja lebih tinggi
42
dari biasanya, mencapai Rp. 70.000 per 1 hari penuh karena tembakau sendiri
setelah panen sebelum di lepas ke pasar harus melewati proses yang panjang.
43
berkelompok secara serentak dengan cara menggerogoti bagian daun tanaman
tembakau. Serangan tertinggi dari Hama ulat grayak yaitu pada saat tanaman
berumur 2-4 bulan setelah tanam, seperti terlihat pada Gambar 8. Pada fase
tersebut ulat grayak menyerang hampir pada setiap helai daun, tetapi saat umur
tanaman sudah lebih dari 4 bulan serangan hama mulai berkurang dalam 1 batang
tanaman tembakau karena daun tembakau sudah mulai tua dan aroma sudah
makin menyengat atau tercium aroma tembakaunya, pada Gambar 9.
Gambar 8. Serangan Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau Umur 2-4 bulan
Gambar 9. Serangan Ulat Grayak Pada Tanaman Tembakau Umur >4 Bulan
44
serangan ulat bisa terlihat secara visual dan jika terjadi serangan petani hanya
perlu melakukan penyemprotan dengan pestisida dosis rendah, dan 6 dari 8
responden mengatakan ulat grayak sedikit berpengaruh pada tanaman tembakau
karena menyerang daun yang bisa menghambat proses pertumbuhannya dan
mayoritas dari 6 responden ini ada yang sama sekali tidak pernah terserang
penyakit layu, dan dari data yang didapat dari Bapak Heriyanto selaku PPL di
Desa Petarangan mengatakan serangan hama sangat berpengaruh pada hasil
produktivitas tembakau yang biasanya tembakau kering maksimal dapat
menghasilkan 1 ton/Ha, tapi rata - rata hasil yang didapat petani adalah 6
kwintal/Ha, kering.
45
50
45
40
Tingkat Serangan
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8
Responden
46
Dari data di atas maka dapat kita hitung angka rata - rata serangan
mutlaknya, adapun besar angka rata - rata serangan mutlaknya adalah sebagai
berikut :
n
P= 100%
N
5
P= 100%
27
P = 18,52 %
5 1
P= 100%
9 27
47
5
P= 100%
243
P = 2,1 %
Berdasarkan informasi dari Anonimus, 2014 bahwa nilai ambang ekonomi
ulat grayak berdasarkan stadia serangga, yang dikelompokkan menjadi empat
stadia. Pada keadaan tanaman diserang oleh kompleks hama daun, ambang
ekonominya setara dengan kerusakan daun sebesar 12,5%. Berdasarkan dari
kedua angka tingkat serangan tersebut baik serangan mutlak maupun serangan
relatif, keduanya menunjukan angka yang relatif besar yaitu 18,52 % untuk besar
serangan mutlak dan 2,1 % untuk serangan relatif, hal ini menunjukan bahwa
tingkat serangan hama pada tanaman tembakau yang diamati cukup tinggi. Ulat
grayak ini mulai menyerang tanaman tembakau sejak umur tanaman 15 HST
hingga menjelang panen tapi intensitas serangannya tergolong rendah saat
mendekati masa panen.
48
07.00 waktu setempat atau sore hari pada pukul 15.00 - 17.00, dapat dilihat pada
Gambar 11.
49
Dari tabel diatas bisa dilihat bahwa rata - rata penyemprotan masih
menggunakan dosis rendah karena biasanya petani mulai menyemprot pada saat
ada serangan hama, dimana biasanya serangannya tidak terlalu tinggi, namun jika
populasi atau serangan hama meningkat biasanya petani menambahkan dosis,
bahkan ada yang melebihi dari dosis yang dianjurkan sesuai takaran pakai, atau
biasa dari PPL, yaitu sebanyak 20 ml Basmilat, matador, atau matarin untuk 14-17
liter air.
Penggunaan dosis yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terjadinya
resistensi terhadap hama dan munculnya hama baru yang dahulunya tidak begitu
menggangu tanaman tembakau. Selain itu peningkatan jumlah hama yang
menyerang juga dikarenakan letak lahan pertanian antara satu dengan yang
lainnya berdekatan sehingga adanya perbedaan waktu penyemprotan antar petak
yang tidak bersamaan sehingga memungkinkan perpindahan hama dari lahan satu
ke lahan lain.
Akibat dari penggunaan pestisida dan senyawa-senyawa kimia yang
berlebihan atau dosis tinggi yang juga berdampak pada pencemaran tanah - tanah
pertanian sehingga tidak subur karena unsur hara yang ada dalam tanah
terganggun dengan adanya penumpukan residu dari bahan kimia tersebut dan
menyembabkan tanah menjadi tercemar, bahkan dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit baru yang diakibatnya oleh nematoda ataupun patogen lain.
Untuk pengendalian hama secara biologis petani di Desa Petarangan
menggunakan sejenis cendawan/fungi yang termasuk kelas ascomycetes seperti:
Trichoderma sp. Namun cara ini jarang digunakan, hanya sebagian petani saja
yang masih menggunakan cara ini dikarenakan proses nya tidak terlalu signifikan,
dan masih banyak tanaman yang terserang penyakit layu, mungkin hal ini
disebabkan karena penggunaan pestisida yang terlalu banyak dan tidak
mementingkan faktor lingkungan.
Untuk pengendalian secara kultur teknis para petani biasanya melakukan
rotasi atau penggantian penanaman dan tidak hanya menanam tanaman yang
sama, tanaman yang biasanya di tanaman secara bergiliran adalah tanaman
bawang putih, kacang merah, cabai dan juga ada sebagian yang menanam bawang
50
merah. cara ini sering digunakan oleh petani karena selain berguna untuk
menekan tingkat serangan hama berguna juga untuk menambah penghasilan
karena petani bisa menanam dan memanen tanaman yang memiliki umur pendek
tanpa harus menunggu tanaman yng berumur panjang dapat di panen.
Metode Pengendalian Hama Terpadu di Desa Petarangan untuk penerapan
musuh alami kurang berpengaruh dikarenakan proses yang terlalu lama dan dinilai
kurang efisien dalam penanganan hama. Metode selanjutnya yang sedang
dicobakan adalah dengan penggunaan pestisida nabati. Metode ini baru
dikenalkan kepada petani sejak satu tahun yang lalu. Para petani belum
sepenuhnya menggunakan pestisida nabati, hal ini dikarenakan mereka menilai
proses yang cukup lama jika dibandingkan dengan pestisida kimia yang prosesnya
cendrung lebih cepat dalam mengendalikan hama.
Dari hasil wawancara kami dengan 8 responden, mereka mengaku bahwa
mereka sedang mencoba untuk akrab dengan pestisida nabati. Hal ini dikarenakan
para petani pun sudah mulai merasakan dampak negatif dari penggunaan pestisida
kimia baik untuk dirinya sendiri, ataupun pada lahan pertanian milik mereka.
Walaupun dalam waktu dekat ini mereka belum sepenuhnya menggunakan
pestisida nabati karena pada tingkat serangan tertentu mereka terpaksa
menggunakan pestisida kimia untuk menekan tingkat serangan hama.
Dari hasil pembicaraan kami dengan Petugas Penyuluh Lapangan, Bapak
Heriyanto. Beliau mengatakan bahwa sudah 1 tahun berjalan sejak pengenalan
penggunaan pestisida nabati, para petani diharapkan dapat merubah pola pikir dan
pola kesehariannya dari penggunaan pestisida kimia menjadi pestisida nabati.
Bahkan Beliau berkata, bahwa Pelatihan pembuatan pestisida nabati sudah mulai
dilakukan. Hal ini bertujuan agar para petani dapat membuat sendiri pestisida
nabati yang diperlukan selain dapat menekan pengeluaran mereka juga dapat
memproduksi atau bahkan menjual pestisida nabati yang mereka buat sendiri.
51
BAB V
5.1. Kesimpulan
Hama utama pada tanaman tembakau di Desa Petarangan adalah hama ulat
grayak (Spodoptera litura, F). Serangan ulat grayak (Spodoptera litura, F)
terhadap tanaman tembakau tingkat serangan mutlak hama ulat grayak
(Spodoptera litura, F) sebesar 18,52% dan serangan relatif sebesar 2,1%.
Pengendalian hama ulat grayak (Spodoptera litura, F) oleh petani
tembakau di Desa Petarangan lebih banyak menggunakan cara kimia dengan
penyemprotan pestisida kimia dan untuk pengendalian lain dengan cara biologis,
kultur teknik dan teknik PHT Teknik PHT masih jarang digunakan petani.
Penyemprotan pestisida yang dilakukan petani di Desa Petarangan untuk
pengendalian hama biasanya menggunakan dosis atau takaran yang sama
walaupun jenis pestisida yang di gunakan berbeda yang kadang tidak sesuai dosis
yang dianjurkan sehingga konsentrasi pestisidamya sangat tinggi. Selain itu tidak
semua petani menggunakan alat pengaman seperti masker, sarung tangan, sepatu
saat malakukan penyemprotan.
5.2. Saran
Sebaiknya petani di Desa Petarangan untuk penggunaan pestisida
diharapkan mengikuti petunjuk penggunaan dosis dan takaran sesuai yang tertera
pada kemasan pestisida serta dalam pengaplikasian nya menggunakan pengaman
seperti masker, sarung tangan, dan sepatu pada saat malakukan penyemprotan
agar lebih aman.
Diharapkan patani mulai beralih dalam penggunaan pestisida kimia ke
nabati atau mungkin mulai menerapkan system PHT, Karena selain lebih ramah
lingkungan, pestisida nabati bisa di buat dengan mudah Karena bahan pembuatan
nya berasal dari bahan yang sering kita temui, dan juga tidak menimbulkan efek
resis atau hama menjadi lebih tahan terhadap pesitida.
52
DAFTAR PUSTAKA
Agustina I., Mukhtar I. P., Fatimah Z. 2013. Uji Efektivitas Jamur Antagonis
Trichoderma sp. Dan Gliocladium sp. Untuk Mengendalikan Penyakit
Lanas (Phytophthora nicotianae) Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotina
tabaccum L.). Medan. Jurnal Online Agroekoteknologi 1(4): 1130 1141
Apriyatin, S.J., Muhammad N., dan Guran, M. 2003. Pengendalian Hama dan
Penyakit Pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum morifolium) di Desa
Cibodas, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat.
Universitas Nasional. Jakarta
53
Dicky, M., dan Hudi F. 2003. Pengendalian Hama Ulat Daun Kubis Bunga
(Plutella xylostella L.) Dengan Menggunakan Pestisida Berbahan Aktif
Chlorpyrifos Pada Tanaman Kubis Bunga (Brassica oleracea L.) di Desa
Cibodas, Lembang, Bandung, Jawa Barat. Universitas Nasional. Jakarta.
Fadhullah, A.A., Mohammad, H., dan Nanang, T.H. 2015. Aplikasi Bioinsektisida
untuk Pengendalian Hama Spodoptera litura, Hercoverpa spp., Cyrtopeltis
tenuis Pada Tanaman Tembakau. Universitas Jember. Jember.
Fajri dan Rahmawati. 2004. Intensitas Serangan Hama Kutu Daun Persik (Myzus
persicae Sulz.) dan Teknik Pengendalian Pada Budidaya Tanaman Kentang
(Solanum tuberosum L.) (Studi Kasus di Desa Girijaya, Cikajang, Garut,
Jawa Barat.Universitas Nasional. Jakarta.
Fattah, A. dan Asriyanti, I. 2016. Siklus Hidup Ulat Grayak (Spodoptera litura, f)
dan Tingkat Serangan Pada Beberapa Varietas Unggul Kedelai di Sulawesi
Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli
2016.
Lestari S., Trisnowati B.A., dan Hery P. 2013. Tabel Hidup Spodoptera litura
Fabr. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Jurnal Sains Veteriner 31 (2):
Halaman
Nurnasari, E., dan Djumali. 2010. Pengaruh Kondisi Ketinggian Tempat Terhadap
Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung. Balai Penelitian Tanaman
Temb akau dan Serat. Malang. Buletin Tanaman Tembakau, Serat dan
Minyak Industri 2(2): 45 59.
54
Rochman, F. 2012. Pengembangan Varietas Unggul Tembakau Temanggung
Tahan Penyakit. Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat. Malang. (J.
Litbang Pert. Vol. 32 No. 1 Maret 2013 : 30 38
Rochman, F., dan Sri Y. 2012. Varietas Unggul Tembakau Temanggung. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Hal. 96-98
Sofhiani, L. Dan Havid. 2005. Tingkat Serangan dan Pengendalian Hama Kutu
Daun (Macrosiphoniella sanborni) Pada Tanaman Krisan (Chrysanthemum
sp.) di Desa Duren, Kecamatan Ambarawa, Kabupaten Semarang, Propinsi
Jawa Tengah. Universitas Nasional. Jakarta.
Sudirgo, Devia I.P., dan Yusri R. 2013. Teknik Pengendalian Hama Serangga
Pada Tanaman Bawang MerahHama Serangga Pada Tanaman Bawang
Merah (Allium ascalanicum) di Kelurahan Sarangan. Universitas Nasional.
Jakarta.
55
Lampiran 1. Peta Desa Petarangan, Kecamatan Kledung, Kabupaten
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah
56
Lampiran 2. Foto Responden
57
Lampiran 3. Gambar Tanaman Tembakau (Nicotina tabacum L.) Yang
Terserang Hama dan Penyakit
Hama Ulat Grayak Pada Fase Larva Hama Ulat Grayak Pada Fase
Kepompong
58
Hama Wereng Penyakit Lanas / Busuk Akar
59
Lampiran 4. Pestisida yang Digunakan Para Petani untuk Membasmi Hama
Pada Tanaman Tembakau (Nicotina tabacum L.)
Insektisida Ludo 310 EC, digunakan untuk membasmi hama ulat grayak,
hama penggerek daun, hama kutu daun, hama thrips, hama ulat daun, hama ulat
crop, dan hama penggorok daun biasa digunakan pada tanaman tembakau,
bawang merah, cabai, tomat dan kubis. Dosis aturan pakai 0,375-0,5 ml / liter.
60
Insektisida Matador 25EC untuk mengendalikan hama Perusak daun, Ulat
grayak, Wereng, Walang, Gasir, Orong-orong dan hama jenis lainnya yang
menggagu tanaman seperti : Melon, Anggur, Cabai, Anggur, Tomat, Kacang
Panjang, Kubis, Wortel, Brokoli, Sawi dan Tembakau.
61