Laporan 1 Industri
Laporan 1 Industri
Laporan 1 Industri
BUD CHIPS
2.1 Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas
penting sebagai bahan pembuatan gula yang sudah menjadi kebutuhan industri
dan rumah tangga. Hal ini dikarenakan dalam batangnya terkandung 20% cairan
gula Produksi gula Indonesia tidak mengalami perkembangan yang berarti
semenjak tahun 1995 hingga tahun 2010. Hal ini dapat dilihat pada data yang
dirilis oleh Badan Pusat Statistik tahun 2012 yang menunjukkan bahwa produksi
gula tebu di Indonesia pada tahun 1995 sebesar 2,1 juta ton sedangkan produksi
tahun 2010 hanya 2,3 juta ton. Hal ini menyebabkan pemerintah harus
melakukan impor gula sebesar 240.000 ton untuk mencukupi kebutuhan gula.
Dalam menyikapi masalah tersebut pemerintah melakukan berbagai upaya guna
menekan impor gula di Indonesia (Royyani dan Lestari, 2009).
2.1.1 Sejarah Tanaman Tebu Di Indonesia
Asal mula tanaman tebu sampai saat ini belum didapatkan kepastiaanya,
dari mana asal muasal tanaman tebu. Namun sebagian besar para ahli yang
memang berkompeten dalam hal ini, berasumsi bahwa tanaman tebu ini berasal
dari Papua New Guinea. Pada 8000 SM, tanaman ini menyebar ke Kep. Solomon
dan Kaledonia Baru. Ekspansi tanaman ini ke arah timur Papua New Guinea
berlangsung pada 6000 SM, dimana tebu mulai menyebar ke Indonesia, Filipina
dan India.Dari India, tebu kemudian dibawa ke China pada tahun 800 SM, dan
mulai dimanfaatkan sebagai pemanis oleh bangsa China pada tahun 475 SM. Pada
tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia
menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti
halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat
dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk
menghasilkan keuntungan yang besar (M.C. Rickefs, 2008).
Pasca 1870 terjadi pergeseran sistem kerja paksa menjadi sistem kerja bebas
(liberal) yang mempengaruhi laju perkembangan pabrik gula. Pergeseran sistem
tanam memicu banyaknya pemodal asing (swasta) masuk ke wilayah Hindia-
Belanda dengan membuka lahan perkebunan yang luas atau penanaman modal
dengan mendirikan pabrik-pabrik guna memperbesar pendapatan mereka.
Swastanisasi pabrik gula mengurangi peran pemerintah dalam pengelolaan
perkebunan dan kerja sama dalam pengolahan tebu. Produksi gula pada masa
pemerintahan Hindia-Belanda cukup terkenal di dunia Internasional, terutama di
Jawa. Jawa merupakan eksportir gula nomor dua terbesar setelah Kuba yang
berada dalam pasaran dunia (Mubyarto dan Daryanti, 2011).
2.1.2 Nilai Ekonomi dan Produksi Tanaman Tebu Di Indonesia
Sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian, industri gula nasional, atau
industri gula berbasis tebu secara umum, harus melakukan revitalisasi. Untuk
mewujudkan hal tersebut, peningkatan investasi merupakan suatu syarat
keharusan dan investasi pada industri gula berbasis tebu yang sebenarnya cukup
prospektif. Secara keseluruhan, lahan perkebunan tebu di Indonesia saat ini
mencapai kurang lebih 400.000 hektar sekitar 95 % yang berada di Jawa dan
Sumatera sisanya berada di Sulawesi dan di daerah di Indonesia yang memiliki
proporsi lahan tebu terluas terletak di provinsi Jawa Timur. Menurut sumber
BKPM (2008), total luas lahan tebu di Jawa Timur seluas 171,915 hektar yangsaat
ini merupakan sentra gula terbesar di Indonesia. Dari data Perindustrian bahwa
pada tahun 2008 Indonesia memiliki 58 Pabrik Gula (PG), dimana 31 Pabrik Gula
tersebut beroperasi di wilayah Jawa Timur dengan kapasitas giling total mencapai
86.278 TDC (Ton Canes per Day) (Andika, 2009).
Produktivitas perkebunan tebu dan pabrik gula Indonesia selama 5 tahun
terakhir yaitu pada periode 2004-2009, perkebunan tebu di Indonesia telah
mengalami perluasan lahan dari 344.800 hektar menjadi 405.600 hektar, atau rata-
rata per tahun sebesar 15.200 hektar, serta peningkatan produksi tebu dari 26.
754.000 ton menjadi 34.707.000 ton atau rata-rata per tahun sebesar 2.000 ton. Di
sisi lain. Pada periode yang sama produksi gula nasional meningkat dari
2.052.000 ton menjadi 2.780.000 ton, atau rata-rata per tahun sebesar 182.000 ton
produksi gula di Indonesia pertahun (Badan Pusat Statistik, 2015).
Kinerja kebun dapat dilihat dari produktivitas lahan yaitu berat tebu yang di
hasilkan per hektar, sementara kinerja pabrik dapat dilihat dari rendemen yaitu
persentase berat gula terhadap berat tebu. Pada tahun 2008, produktivitasnya
lahannya dicapai oleh perkebunan tebu di Indonesia rata- rata adalah 85,57 ton per
hektar, dan rendemen yang di capai oleh pabrik gula rata-rata adalah 8,01 %
menurut data yang telah di dapat (Badan Pusat Statistik, 2015).
2.1.3 Botani Tanaman Tebu
Menurut Taringan (2008) Klasifikasi ilmiah dari tanaman tebu adalah
sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflorae
Famili : Graminae
Genusn : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L
Menurut Hakim (2008), Secara morfologi tanaman tebu dapat di bagi
menjadi beberapa bagian yaitu.
1. Tanaman tebu mempunyai sosok yang tinggi kurus, tidak bercabang dan
tumbuh tegak. Tinggi batangnya dapat mencapai 3-5 m atau lebih. Kulit
batang keras berwarna hijau, kuning, ungu, merah tua, atau kombinasinya.
Pada batang terdapat lapisan lilin yang berwarna putih keabu-abuan dan
umumnya terdapat pada tanaman tebu yang masih muda.
2. Daun tebu merupakan daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah
dan helaian daun , tanpa tangkai daun. Daun berpangkul pada buku batang
dengan kedudukan yang berseling. Pelepah memeluk batang, makin ke atas
makin sempit. Pada pelepah terdapat bulu-bulu dan telinga daun.
Pertulangan daun sejajar.
3. Tebu mempunyai akar serabut yang panjangnya dapat mencapai satu meter.
Sewaktu tanaman masih muda atau berupa bibit, ada dua macam akr, yaitu
akar setek dan akar tunas. Akar setek/ bibit berasal dari setek batangnya,
tidak berumur panjang, dan hanya berfungsi sewaktu tanaman masih muda.
Akar tunas berasal dari tunas, berumur panjang, danb tetap ada selama
tanaman masih tumbuh .
4. Bunga tebu merupakan bunga majemuk yang tersusun atas malai dengan
pertumbuhan terbatas. Panjang bunga majemuk 70-90 cm. Setiap bunga
mempunyai tiga daun kelopak, satu daun mahkota, tiga benang sari, dan dua
kepala putik.
Menurut Indrawanto (2010), Stadia tanaman tebu merupakan salah satu
komoditas perkebunan penting dan bepengaruh terhadap tehadap hajat hidup
orang banyak. Tanaman tebu adalah bahan baku utama yang dibutuhkan dalam
memproduksi gula. Dalam pertumbuhannya hingga siap dijadikan bahan baku
produksi gula, tanaman melewati 4 fase pertumbuhan antara lain.
1. Fase Perkecambahan (0-1 bulan)
Fase perkecambahan pada tanaman tebu di mulai saat terjadinya
pertumbuhan mata tunas tebu yang awalnya dorman menjadi tunas muda yang
dilengkapi dengan daun, batang, dan akar. Fase perkecambahan sangat di tentukan
faktor internal pada bibit seperti varietas, umur bibt, jumlah mata, panjang stek,
cara meletakkan bibit. Selain itu, faktor eksternal seperti kualitas dan perlakuan
bibit (ketebalan cover), dan kualitas pengolahan tanah juga sedikit berpengaruh
pada fase pertumbuhan ini.
2. Fase Pertunasan atau Fase Pertumbuhan Cepat ( 1-3 bulan)
Pertumbuhan anakan adalah perkecambahan dan tumbuhnya mata-mata
pada batang tebu di bawah tanah menjadi tanaman tebu baru. Fase pertunasan
penting dalam pertumbuhan dan perkembangan tebu, karena dapat dapat
merefleksikan produktivitas tanaman tebu. Pada fase ini, tanaman membutuhkan
kondisi air yang terjamin kecukupannya, oksigen dan hara makanan khususnya N,
P dan K serta penyiraman matahari yang cukup.
3. Fase Pemanjangan Batang (3-9)
Proses pemanjangan batang pada dasarnya merupakan pertumbuhan yang di
dukung dengan perkembangan beberapa bagian tanaman yaitu perkembangan
tajuk daun, perkembangan akar dan pemanjangan batang. Faase ini tejadi setelah
fase pertumbuhan tunas mulai melambat dan terhenti. Pemanjangan batang
mewrupakan proses paling dominan pada fase ini, sehinggastadia pertumbuhan
pada periode umur tanaman 3- 9 bulan ini dikatakan sebagai stadia perpanjangan
batang. Unsur tersebut adalah diferensiasi dan perpanjangan batang. Unsur tesebut
adalah diferensiasi dan perpanjangan ruas- ruas tebu yang sangat di pengaruhi
oleh lingkungan terutama sinar matahari, kelembaban tanah, aerasi, hara N, dan
faktor inheren tebu.
4. Fase Kemasakan/ Fase Generatif Maksimal (10-12 bulan)
Fase kemasakan di awali dengan semakin melambat, bahkan terhentinya
pertumbuhan vegetatif. Tebu memasuki fase kemasakan secara visual di tandai
dengan pertumbuhan tajuk daun berwarna hijau kekuningan. Pada helaian daun
acapkali dijumpai bercak berwarna coklat. Pada kondisi tebu tertentu sering
ditandai dengan keluarnya bunga. Selain sifat inheren tebu (varietas), faktor
lingkungan yang berpengaruh cukup dominan untuk memacu kemasakan tebu
antara lain kelembaban tanah, panjang hari, status hara tertentu seperti hara
nitrogen.
2.1.4 Teknik Budidaya Tanaman Tebu
Menurut Ditjenbun (2008), teknik budidaya tanaman tebu sebagai berikut.
1. Pembibitan
Bibit yang akan ditanam berupa bibit pucuk, bibit batang muda, bibit
rayungan dan bibit siwilan. Bibit pucuk diambil dari bagian pucuk tebu yang akan
digiling berumur 12 bulan. Jumlah mata (bakal tunas baru) yang diambil 2-3
sepanjang 20 cm. Daun kering yang membungkus batang tidak dibuang agar
melindungi mata tebu. Biaya bibit lebih murah karena tidak memerlukan
pembibitan, bibit mudah diangkut karena tidak mudah rusak, pertumbuhan bibit
pucuk tidak memerlukan banyak air. Penggunaan bibit pucuk hanya dapat
dilakukan jika kebun telah berproduksi.
Bibit batang muda, dikenal pula dengan nama bibit mentah/ bibit krecekan.
Berasal dari tanaman berumur 5-7 bulan. Seluruh batang tebu dapat diambil dan
dijadikan tiga stek. Setiap stek terdiri atas 2-3 mata tunas. Untuk mendapatkan
bibit, tanaman dipotong, daun pembungkus batang tidak dibuang. Satu hektar
tanaman kebun bibit bagal dapat menghasilkan bibit untuk keperluan 10 hektar.
Pengolahan media tanam terdapat dua jenis cara mempersiapkan lahan
perkebunan tebu yaitu cara reynoso dan bajak. Persiapan disebut juga dengan cara
Cemplongan dan dilakukan di tanah sawah. Pada cara ini tanah tidak seluruhnya
diolah, yang digali hanya lubang tanamnya.
2. Pembukaan Lahan
Pada lahan sawah dibuat petakan berukuran 1000 m persegi. Parit
membujur, melintang dibuat dengan lebar 50 cm dan dalam 50 cm. Selanjutnya
dibuat parit keliling yang berjarak 1,3 m dari tepi lahan.
Lubang tanam dibuat berupa parit dengan kedalaman 35 cm dengan jarak
antar lubang tanam (parit) sejauh 1m. Tanah galian ditumpuk di atas larikan
diantara lubang tanam membentuk guludan. Setelah tanam, tanah guludan ini
dipindahkan lagi ke tempat semula.
3. Persiapan Tanam
Lakukan seleksi bibit di luar kebun. Bibit stek ditanam berhimpitan agar
mendapatkan jumlah anakan semaksimal mungkin. Bibit stek 70.000 per hektar.
Sebelum ditanam, permukaan potongan direndam dahulu dengan POC NAS dosis
2 tutup + Natural GLIO dosis 5 gram per 10 liter air. Sebelum tanam, juringan
harus diairi untuk membasahi kasuran, sehingga kasuran hancur dan halus. Cara
tanamnya sebagai berikut.
a. Bibit Baga/Debbeltop/Generasi. Tanah kasuran harus diratakan dahulu,
kemudian tanah digaris dengan alat yang runcing dengan kedalaman 5- 10
cm. Bibit dimasukkan ke dalam bekas garisan dengan mata bibit menghadap
ke samping. Selanjutnya bibit ditimbun dengan tanah.
b. Bibit Rayungan (bibit yang telah tumbuh di kebun bibit). Jika bermasta
(tunas) satu: batang bibit terpendam dan tunasnya menghadap ke samping
dan sedikit miring, 45 derajat. Jika bibit rayungan bermata dua; batang bibit
terpendam dan tunas menghadap kesamping dengan kedalaman kurang lebih
1 cm. Sebaiknya, bibit bagal (stek) dan rayungan ditanam secara terpisah di
dalam petak- petak tersendiri supaya pertumbuhan tanaman merata.
4. Waktu Tanam
Berkaitan dengan masaknya tebu dengan rendemen tinggi tepat dengan
timing masa giling di pabrik gula. Waktu yang tepat pada bulan Mei, Juni dan
Juli.
5. Penyiraman
Penyiraman tidak boleh berlebihan supaya tidak merusak struktur tanah.
Setelah satu hari tidak ada hujan, harus segera dilakukan penyiraman.
6. Penyulaman
Sulam sisipan, dikerjakan 5- 7 hari setelah tanam, yaitu untuk tanaman
rayungan bermata satu. Sulaman ke-, dikerjakan pada umur 3 minggu dan berdaun
3- 4 helai. Bibit dari rayungan bermata dua atau pembibitan. Penyulaman yang
berasal dari ros/pucukan tebu dilakukan ketika tanaman berumur 1 bulan.
Penyulaman ke-2 harus selesai sebelum pembumbunan, bersama- sama
dengan pemberian air ke-2 atau rabuk ke-2 yaitu umur 1,5 bulan. Penyulaman
ekstra bila perlu, yaitu sebelum bumbun ke- 2.
7. Pembumbunan Tanah
Pembumbunan ke-1 dilakukan pada umur 3-4 minggu, yaitu berdaun 3- 4
helai. Pembumbunan dilakukan dengan cara membersihkan rumput-rumputan,
membalik guludan dan menghancurkan tanah (jugar) lalu tambahkan tanah ke
tanaman sehingga tertimbun tanah.
Pembumbunan ke-2 dilakukan jika anakan tebu sudah lengkap dan cukup
besar 20 cm, sehingga tidak dikhawatirkan rusak atau patah sewaktu ditimbun
tanah atau 2 bulan. Pembumbunan ke-3 atau bacar dilakukan pada umur 3 bulan,
semua got harus diperdalam; got nujur sedalam 70 cm dan got malang 60 cm.
8. Pemupukan
Sebelum tanam diberi TSP 1 kuintal/ha. Siramkan pupuk SUPER NASA
yang telah dicamput air secara merata di atas jaringan dosis ± 1-2 botol/ 1000𝑚2
dengan cara: 1 botol SUPER NASA diencerkan dalam 3 liter air dijadikan larutan
induk. Kemudian setiap 50 liter air diberi 200 cc larutan induk tadi untuk
menyiram jaringan. Dan setiap 1 gembor vol 10 lt diberi 1 peres sendok makan
SUPERNASA untuk menyiram 5- 10 meter jaringan.
Saat umur 25 hari setelah tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5- 1 kw/ha.
Pemupukan ditaburkan di samping kanan rumpun tebu. Umur 1,5 bulan setelah
tanam berikan pupuk ZA sebanyak 0,5- 1 kw/ha dan KCL sebanyak 1-2 kw/ha.
Pemupukan ditaburkan di sebelah kiri rumpun tebu. Untuk mendapatkan
rendemen dan produksi tebu tinggi, semprot POC NASA dosis 4-6 tutup dicampur
HARMONIK 1-2 tutup per tangki pada umur 1 dan 3 bulan.
2.1.5 Perlakuan Bud Chips Pada Tanaman Tebu
Pembibitan tebu bud chips merupakan langkah maju pada penerapan
program bongkar ratoon yang sering mendapat kesulitan memenuhi kebutuhan
bibit bersertifikat yang di peroleh dari Kebun Bibit Datar (KBD). Penggunaan
benih unggul tebu bud chips dalam 1 hektar kebun bibit datar (KBD)
menghasilkan benih 50-60 ton setara 350.000- 420.000 mata tunas bud chips.
Kebutuhan bibit bud chips dalam satu hektar pertanaman baru plane cin
diperlukan sekitar 1200-18000 batang bibit setara 2- 2,5 ton bagal. Sehingga
dalam 1 ha luasan kebun bibit datar (KBD) mampu memenuhi kebutuhan areal
tanam baru (plane cin) mencapai sekitar 29-35 ha (PTPN VII, 2008)
Keunggulan bibit tebu bud chips bagaikan “pendekar satu mata” karena bud
chips setelah dipindahkan tebu kelapang mampu membentuk anakan 10-20
anakan. Anakan tersebut akan tumbuh sempurna sampai panen 8-10 batang per
rumpun sedangkan bibit dari bagal anakan yang terbentuk 1-4 anakan saja. Yang
lebih membanggakan bahwa bibit budchip dalam pembentukan anakan serempak
pada umur 1-3 bulan. Pertumbuhan tanaman tebu sejak awal tumbuh seragam
menjadikan tingkat kemasakan tebu dilapang sama mampu meningkatkan
4.1 Hasil
Tabel 1. Umur muncul tunas (HSS) pada perlakuan Hot Water Treatment
(HWT) dengan sistem bud chips
Perlakuan Tan 1 Tan 2 Tan 3 Tan 4 Tan 5 Rata-
rata
P1 0 0 0 0 8 1,6
P2 0 0 0 12 0 2,4
Sumber : Data Primer, 2018
Tabel 2. Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan Hot Water Treatment
(HWT) dengan sistem bud chips
Perlakuan Tan 1 Tan 2 Tan 3 Tan 4 Tan 5 Rata-
rata
P1 0 0 0 0 25 5
P2 0 0 0 15 0 3
Sumber : Data Primer, 2018
Tabel 3. Umur muncul daun pada perlakuan Hot Water Treatment (HWT)
dengan sistem bud chips
Perlakuan Tan 1 Tan 2 Tan 3 Tan 4 Tan 5 Rata-
rata
P1 0 0 0 0 9 1,8
P2 0 0 0 13 0 2,6
Sumber : Data Primer, 2018
Tabel 4. Jumlah daun pada perlakuan Hot Water Treatment (HWT)
dengan sistem bud chips
Perlakuan Tan 1 Tan 2 Tan 3 Tan 4 Tan 5 Rata-
rata
P1 0 0 0 0 4 0,8
P2 0 0 0 3 0 0,6
Sumber : Data Primer, 2018
4.2 Pembahasan
Bud chips adalah kegiatan perbanyakan bibit tanaman tebu yang menghasilkan
jumlah bibit yang banyak pada waktu yang singkat dengan memanfaatkan mata
tunas pada tanaman tebu yang diberikan perlakuan berupa pemberian zat pengatur
tumbuh dan perlakuan air panas (hot water treatmen). Bibit yang dihasilkan dari
kegiatan ini dipengaruhi oleh mutu genetis dari tebu yang digunakan. Bibit yang
dihasilkan akan memiliki sifat genetis yang sama dengan indukannya, hal ini
karena bibit berasal dari mata tunas indukan tebu yang kemudian diinduksi untuk
berkecambah dan mengeluarkan tunasnya.
Pada perbanyakan bibit tebu dengan metode bud chips diberkan dua
perlakuan, yakni hot water treatmen dan pemberian zat pengatur tumbuh. Kedua
perlakuan tersebut memiliki tujuannya masing-masing. Hot water treatmen
bertujuan untuk mematikan patogen yang hidup pada mata tunas, selain itu juga
diberikan perlakuan perendaman pada fungisida untuk mencegah tumbuhnya
cendawan patogen yang dapat menghambat pertumbuhan tunas. Pemberian zat
pengatur tumbuh bertujuan untuk melakukan induksi perkecambahan pada mata
tunas. Diharapkan dengan pemberian induksi ini akan mempercepat tunas untuk
tumbuh dan menjadi bibit tanaman tebu. Dua hal yang dilakukan tersebut sesuai
dengan pernyataan Edi (2014), bahwa pada bud chips diberikan perlakuan hot
water treatmen dan pemberian zat pengatur tumbuh.
Setelah diberikan dua perlakuan tersebut maka potongan tebu ditanam pada
media pembibitan berupa campuran pasir dan kompos yang streril dari patogen.
Calon bibit tebu ditanam dengan menenggelamkan sebagian tebu dan sebagiannya
lagi berada di atas permukaan media tumbuh. Dilakukan juga penyiraman secara
rutin pada media pembibitan untuk menunjang proses fisiologis khususnya
metabolisme pertumbuhan tunas tebu. Pada bagian sisi kanan tebu akan muncul
akar-akar baru berwarna putih yang masuk ke dalam media pembibitan mencari
air. Selama proses pertumbuhan tunas dilakukan beberapa pengamatan berupa
umur munculnya tunas dan tinggi batang.
Untuk perlakuan hot water treatmen ada dua taraf perlakuan, yakni
perendaman selama 15 menit dan 30 menit. Perendaman 15 menit ditujukan pada
penggunaan mata tunas bagian atas dan perendaman selama 30 menit ditujukan
pada penggunaan mata tunas tebu pada bagian bawah batang. Diberikan perlakuan
yang berbeda karena adanya perbedaan kondisi terhadap mata tunas bawah dan
mata tunas atas. Mata tunas bagian bawah diasumsikan memiliki lebih banyak
patogen dibanding mata tunas atas, hal ini karena mata tunas bagian bawah berada
dekat pada tanah. Menurut Edi (2014), perlakuan hot water treatmen bertujuan
untuk mematikan patogen pada mata tunas.
Pada tabel 1 didapatkan bahwa perlakuan P1 atau perendaman 15 menit
muncul tunas pada 8 hari setelah tanam sedangkan pada p2 atau perendaman
selama 30 menit didapatkann hari muncul tunas adalah 12 hari setelah tanam.
Terdapat perbedaan hari munculnya tunas pada dua perlakuan perendaman yang
berbeda, namun hal ini diasumsikan perbedaan ini berasal dari perbedaan mutu
genetik tanaman, tidak sterilnya media tanamnya karena seharusnya media yang
di gunakan harus benar-benar steril, faktor cara penanaman tebu seharusnya tebu
di lakukan penanaman dengan cara membaringkan tebu tersebut dan harus
ditutupi tanah pada kedua ujung tebunya untuk menghindari terbentuknya
cendawan yang dapat menggagalkan pertumbuhan tebu. Menurut Sobir (2012),
bahwa pertumbuhan tanaman ikut dipengaruhi oleh mutu genetik tanaman.
Pada tabel 2 diperlihatkan tinggi batang dari tunas yang muncul di mana
pada perlakuan P1 memiliki tinggi batang 25 cm dan pada perlakuan p2 memiliki
tinggi batang 15 cm. Hal ini diasumsikan berasal dari perbedaan hari munculnya
tunas. Perbedaan ini yang kemudian menyebabkan P1 memiliki ukuran tinggi
yang lebih dibandingkan pada perlakuan P2. Menurut Sutardjo (2009), bahwa
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi tanaman tebu.
Pada tabel 3 mengamati umur munculnya daun. Berdasarkan hasil
pegamatan didapatkan bahwa daun tebu muncul sehari setelah munculnya tunas.
Hal ini karena dibutuhkan wakktu yang untuk pembentukan daun dan
memekarkan daun pada tunas baru. Perlakuan P1 memiliki umur muncul daun
pada 9 hari setelah tanam dan P2 memiliki umur muncul daun pada 13 hari setelah
tanam. Menurut Arsita (2015), daun tebu terbentuk dari unsur penyusun nitrogen
dan berguna untuk melakukan fungsi mensistesis glukosa yang dijadikan sumber
energi untuk proses fisiologi tanaman. Pada tabel 4 mengamati jumlah daun yang
muncul pada tunas. Pada perlakuan P1 terdapat 4 jumlah daun dan pada perlakuan
P2 terdapat 3 jumlah daun. Jumlah daun yang muncul berbeda saat pengamatan
karena diasumsikan P1 lebih dulu berkecambah sehingga memiliki jumlah daun
yang lebih banyak dibandingkan jumlah daun pada P2.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa metode
perbanyakan bibit tebu dengan metode bud chips akan menghasilkan bibit dalam
waktu yang singkat dan memiliki sifat genetik yang sama dengan indukannya dan
perlakuan pemberian zat`pengatur pengatur tumbuh dan perlakuan Hot Weatrher
Treatment berguna untuk menginduksi percepatan tumbuhnya mata tunas tebu
menjadi tunas yang baru dan dapat memiliki daun untuk berfotosintesis.
5.2 Saran
Sebaiknya jadwal informasi alat dan bahan untuk di bawa dalam praktikum
mungkin bisa di berikan tiga hari sebelum hari praktikum dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Tebu Indonesia. BPS Statistik : Jakarta.
Mulyana, W. 2010. Teori dan Praktek Cocok Tanam Tebu dengan Segala
Masalahnya. Aneka Ilmu, Semarang.
Tarigan, 2008. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta. ESKA Media.