Fenologi Pohon Angsana (Pterocarpus Indicus)
Fenologi Pohon Angsana (Pterocarpus Indicus)
Fenologi Pohon Angsana (Pterocarpus Indicus)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kehidupan tumbuh-tumbuhan seperti waktu pertunasan, waktu pertumbuhan daun baru, waktu
pengguran daun, waktu berbuah, waktu berbunga sertawaktu pertumbuhan diameter batang.
Fenologi dan laju perkembangan suatu tanaman dipengaruhi oleh berbagai penyusun faktor iklim
seperti suhu, panjang hari dan persediaan air. Fenologi pada daerah tropik memiliki sejumlah
ciri-ciri yang khas jika dibandingkan dengan daerah temperat. Sifat-sifat fenologi yang
menentukan kerangka sementara di mana bahan tersebut mengalami pertumbuhan (Odum, 1998).
Fenologi pada daerah tropic memiliki sejumlah cirri-ciri yang khas jika dibandingkan
dengan daerah temprat. Sifat-sifat fenologi yang menentukan kerangka sementara dimana bahan
tersebut mengalami pertumbuhan. Sebagai sebuah individu, tanaman harus mampu menanggapi
atau dapat memberikan respon untuk dapat hidup pada lingkungan di dunia ini. Satu strategi
yang sesuai untuk satu populasi tanaman adalah bila semua inndividu memiliki resistensi
terhadap suatu kerusakan atau mampu memberikan berbagai macam respon. Didalam respon
tersebut mungkin diungkapkan sebagai fenotif yang berbeda diantara individu atau di dalam
individu pada waktu yang berbeduntuk satu pupulasi ( Fitter, dan Hay , 1991).
Proses pertumbuhan menunjukkan pertambahan ukuran dan berat kering yang tidak dapat
balik (irreversibel) yang mencerminkan pertambahan protoplasma mungkin karena ukuran dan
jumlahnya bertambah. Pertambahan protoplasma melalui reaksi di mana air, CO2, dan garam-
garaman organik dirubah menjadi bahan hidup yang mencakup pembentukan karbohidrat (proses
fotosintesis), pengisapan dan gerakan air dan hara (proses absorbs dan translokasi), penyusunan
perombakan protein dan lemak dari elemen C dari persenyawaan organik (proses metabolisme)
dan tenaga kimia yang dibutuhkan didapat dari respirasi. Tiga fase utama yang mudah dikenali
- Fase logaritmik,ukuran bertambah secara eksponsial sejalan dengan waktu. Ini berarti laju
pertumbuhan lambat pada awalnya tetapi kemudian meningkat terus laju berbanding lurus
- Fase linear, pertambahan ukuran berlangsung secara konstan, biasanya pada laju
maksimum selama beberapa waktu lamanya. Pada batang tak bercabang fase linear disebabkan
- Fase penuaan, laju pertumbuhan yang menurun saat pertumbuhan sudah mencapai
Dalam fenologi terdapat fase vegetatif dan fase reproduktif. Fase vegetatif tampak dari
perkembangan akar, batang, dan daun. Fase ini berhubunga dengan pembelahan sel,
pemanjangan sel, dn tahap pertama diferensiasi. Dalam proses pembalahan sel diperlukan
karbohidrat dalam jumlah yang besar karena dinding sel terbentuk dari selulosa dan
protoplasmanya dari gula. Pembelahan sel terjadi dalam jaringan meristematis pada titik tumbuh
demikian suhu dapat berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan daun dan laju perkembanga
tanaman di daerah tropik. Fenologi dan laju perkembangan suatu tanaman tergantung faktor
B. Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk membuat deskripsi tentang fenologi jenis Pohon Angsana
(Pterocarpus indicus).
Makalah ini dapat memberikan informasi yang sangat penting bagi perluasan
pengetahuan tentang Pohon Angsana (Pterocarpus indicus) sendiri maupun untuk kepentingan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Fenologi diduga merupakan sebuah respon dari tanaman terhadap faktor-faktor
lingkungan pada suatu daerah yang mana merupakan manifestasi dari interkasi
Diasumsikan bahwa perbedaan dalam waktu, ada atau tidak adanya kejadian pada daerah
yang tinggi pada daerah yang spesifik yang merupakan refleksi perbedaan dalam fungsi
dari ekosistem lamun, misal kondisi cahaya. temperatur, salinitas. substrat dan nutrien.
Perbedaan dalam fenologi antara daerah setempat dengan daerah geografi lainnya
sekitar, seperti lamanya penyinaran, suhu dan kelembaban udara (Fewless, 2006). Seperti
fenologi perbungaan pada beberapa jenis anggrek agar bunganya segera mekar, harus
mendapatkan stimulasi udara panas dan atau dingin, tergantung jenis anggrek tersebut
(Dressler, 1981). Fenologi perbungaan suatu jenis tumbuhan adalah salah satu karakter
penting dalam siklus hidup tumbuhan karena pada fase itu terjadi proses awal bagi suatu
tumbuhan untuk berkembang biak. Suatu tumbuhan akan memiliki perilaku yang berbeda-
beda pada pola perbungaan dan perbuahannya, akan tetapi pada umumnya diawali
dengan pemunculan kuncup bunga dan diakhiri dengan pematangan buah (Tabla dan
tumbuhan yang seringkali dilakukan adalah perubahan masa vegetatif ke generatif dan
udara, peningkatan kadar karbondioksida, debu, dan gas-gas beracun. Hal tersebut diperparah
pula oleh menurunnya air tanah dan permukaan tanah akibat tekanan penduduk, banjir atau
yang sehat, indah, dan nyaman. Kegiatan ini penting dalam mengatasi potensi penurunan
kualitas lingkungan suatu wilayah pemukiman. Kota Manado terdapat pada lokasi yang cukup
unik karena dikelilingi oleh pengunungan tetapi juga Teluk Manado dan pantai laut Sulawesi.
Kota ini terus berkembang melalui pembangunan dan transportasi darat dimana jumlah
kendaraan bermotor terus meningkat. Salah satu ancaman yang dapat terjadi adalah penurunan
lingkungan di kota Manado ialah melakukan penanaman pohon dengan jenis-jenis yang mampu
menyerap gas-gas polutan tertentu dalam kadar yang tinggi.Terdapat beberapa jenis tanaman
yang lazim digunakan sebagai tanaman lanskap atau jalur hijau perkotaan yaitu antara lain jenis
Ketapang (Terminalia catappa), dan Beringin (Ficus spp.). Sebagai tanaman penghijauan kota,
pohon Angsana seringkali menjadi pilihan karena mudah ditanam baik dengan cara generatif
(biji) maupun vegetative (stek). Tajuknya yang rimbun sangat tepat untuk meneduhkan jalan
jalannya.Fenologi pohon Angsana telah diteliti dikota Bitung (Wahyuningrat, 2002) dan
penelitian ini.
Fenologi yang merupakan cabang dari ilmuekologiadalah ilmu yang mempelajari
tentang fase-fase fisiologis yang terjadi secara alami pada tumbuhan (Delahaut, 2004).
lamanya, penyinaran, suhu, dan kelembaban udara. Pemahaman fenologi menjadi penting
untuk mengelola waktu pertumbuhan tunas, penguguran daun, waktu berbunga, dan waktu
berbuah.
Pengamatan dan pengukuran dilakukan pada semua pohon yang adadi Jalan Sam
Ratulangi. Untuk kepentingan analisis ruas jalan dalam penelitian ini, maka Jalan Sam Ratulangi
dibagi dalam 5 segmen.
1. Variabel Pengamatan
1. Diameter pohon: pengukuran dilakukan 130 cm dari permukaan tanah.
2. Fenologi pohon: pengamatan terhadap kondisi umum daun, bunga, dan buah dari
setiap pohon yang dijumpai disebelah kiri dan kanan Jalan Sam Ratulangi.
Kriteria fenomena daun yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tunas daun adalah bakal daun yang baru mulai muncul pada ranting;
Daun muda adalah daun yang berbentuk helaian pada ujung ranting dengan
warna hijau muda;
Daun hijau adalah daun yang sudah bentuk sempurna dengan warna hijau;
Daun menguning adalah daun yang sudah mengalami proses dan sudah
berubah menjadi kuning;
Daun gugur adalah daun yang sudah gugur dari pohon bersangkutan.
2. Analisis Data
Data dianalisis dengan mengunakan statistik deskriptif sederhana yakni menggunakan nilai
rata-rata, minimum, maksimum dan selang kepercayaan α5% ( .Kondisi tunasdaun, bunga, dan
buah ditentukan dilokasi yang diamati dengan cara menghitung jumlah pohon yang menunjukan
gejala yang berhubungan. Analisis pola distribusi fenologi pohon. Berdasarkan tinggi pohon dan
diameter batang dengan mengunakan histogram frekuensi.
3. Karakteristik Distribusi Diameter Pohon
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 651 batang pohon Angsana di sepanjang
jalan Sam Ratulangi yang diteliti (Tabel 1). Jumlah pohon terbanyak (185) ditemukan pada
diameter di atas 40 cm, yang mencakup 28,42% dari semua pohon Angsana di jalan Sam
Ratulangi.
Kelas diameter menegah dalam penelitian ini (10-40 cm) ditemukan berkisar antara
20.27%-26.57%. Kisaran kelas diameter ini adalah 10 cm, >20-30 cm, >30-40 cm, dan >40 cm.
Terdapat 29 batang (4.45%) pohon Angsana yang memiliki diameter kurang dari 10 cm. Pohon
ini berasal dari perode penanaman yang berbeda berdasarkan pertimbangan ukuran diameter.
Perbedaan diameter juga bisa terjadi akibat perbedaan kualitas tempat tumbuh (Soerianegara,
1969), gangguan selama pertumbuhan (Khonsan, 2004), sifat genetik (Syukur, 2007), atau
kombinasi ketiganya. Pola distribusi kelas diameter terlihat lebih tegas pada Gambar 1.
140
1
2
1
0
8
0
6
40 02
9
20
0
<10
Kelas diameter (cm)
Selanjutnya Gambar 2 menunjukkan pembagian segmen jalan Sam Ratulangi (untuk kepentingan
penelitian ini). Jumlah pohon pada setiap segmen relatif sama yakni berada pada kisaran 129-131
pohon persegmen. Segmen jalan ini berurut-urutan dari Pusat kota ke arah Winangun. Zeropoint
berada di pusat kota dengan ketinggian sekitar 30 m dpl; sedangkan pertigaan Citraland berada di
pinggiran kota yakni pada ketinggian sekitar 200 m dari permukaan laut.
Analisis berdasarkan segmen jalan tersebut menunjukkan hasil yang sistematik dimana
diameter rata-rata bertambah dari segmen 1 ke segmen 5 (Tabel 2). Ukuran rata-rata diameter
berturut-turut 7,69; 15,62; 24,90; 34,18; dan 45,93 dari pusat kota kearah Winangun (Gambar 3).
40
34.18
Diamet
er (cm)
30 24.90
20 15.62
10 7.69
0
1 2Segmen 3 4 5
Gambar 3. Nilai diameter rata-rata batang pohon Angsana berdasarkan segmen jalan
Diameter rata-rata tertinggi adalah 45,93 cm (41,26 - 50,60 cm) ditemukan pada segmen jalan
antara Kodim-Pertigaan Citralad (Segmen 5). Ukuran diameter rata-rata secara sistematik
menurun menuju kearah pusat kota dengan selisih berkisar 7,93 antara segmen 1 dan 2; dan
11,75 antara segmen 4 dan 5. Berdasarkan distribusi diameter pada segmen jalan ini
kemungkinan periode penanaman terjadi pada waktu yang berbeda dengan waktu penanaman
yang paling awal terjadi di Segmen 5. Penanaman selanjutnya terjadi secara berturut-turut kearah
pusat kota. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pohon relatif sama antara satu segmen
dengan segmen lainnya yakin berkisar 129-131 batang (Tabel 3). Sebagai besar (34%) atau 10
batang pohon berdiameter terkecil (<10 cm) berada di segmen 1 (Zeropoint - Srisolo). Namun
pohon dengan ukuran ini juga ditemukan di setiap segmen lain dengan jumlah bervariasi 2-9
batang. Pohon Angsana dengan diameter >40 cm ditemukan paling banyak di segmen 4 (SPN –
Kodim) yakni sebanyak 62 batang atau 33,51% dari total 185 batang.
Tabel 4. Fenologi Angsana jalan Sam Ratulangi berdasarkan segmen jalan (S1-S5)
Karakteristik Jumlah S1 (%) S2 (%) S3 (%) S4 (%) S5 (%)
1 Tunas daun 141 40,5 12,2 32,3 9,3 13.8
2 Daun muda 235 49,6 32,8 47,7 29,5 20.8
3 Daun hijau 585 87,8 95,4 89,2 91,5 85.4
4 Daun menguning 306 42,0 49,6 39,2 55,0 50.0
5 Daun gugur 278 51,9 51,9 45,4 34,1 27.7
6 Bunga kuncup 11 2,3 2,3 0,8 3,1 0
7 Bunga mekar 20 5,3 6,1 2,3 1,6 0
8 Bunga layu 20 6,9 5,3 1,5 1,6 0
9 Bunga gugur 20 6,9 5,3 1,5 1,6 0
10 Buah muda 17 1,5 4,6 0 1,6 5.4
11 Buah coklat 25 1,5 2,3 1,5 3,9 10.0
12 Buah gugur 20 0% 0,8 1,5 3,9 9.2
Keterangan: Jumlah total adalah 651 pohon, pohon yang diamati bisa tercatat lebih dari satu
fenologi.
Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa semua fenomena daun lainnya yakni Tunas
daun, daun muda, daun menguning, daun gugur muncul di semua segmen secara dominan (21,7-
47,3%). Angsana bisa menunjukkan semua fenomena daun dalam satu bulan periode
pengamatan. Fenomena bunga menempati proporsi yang cukup rendah yakni 1,7 – 3,1% dari
seluruh populasi pohon Angsana yang diamati presentase fenologi bunga tertinggi ditemukan
pada segmen 1 (Zeropoint-Srisolo) yang mencapai 2,3- 6,9% dari pohon Angsana tersebut. Tidak
ditemukan (0%) fenologi perbungaan di segmen 5 (Kodim-citraland); meskipun fenomena
pebuahan ditemukan proporsi cukup tinggi (1,6-3,9%) di segmen 5 ini. Perbungaan Angsana di
jalan Sam Ratulangi Manado dimulai dari segmen 5 Citraland menurun ke arah pusat kota atau
Zeropoint. Dalam pendekatan topografi fenologi pembungaan dimulai dari altitude tinggi ke
altitude rendah.
Hal ini dipertegas jika didekati melalui fenologi buah. Disegmen 5 ditemukan proporsi
pohon berbuah yang lebih banyak dibanding segmen lain dancenderung menurun kearah segmen
1 (Gambar 4 dan 5). Fenologi berbuah pasti muncul setelah berbunga. Karena buah coklat akan
bertahan di pohon untuk waktu yang cukup panjang yakni sekitar 2 bulan.Fenomena kaitan
bunga-buah lebih dekat jika menganalisis buah muda.
Hal ini menegaskan bahwa fenomena bunga yang hilang di segmen 5 telah berpidah ke fenologi
buah. Terdapat kemungkinan dalam waktu sekitar 1 bulan yakni lamanya bunga bertahan di
pohon, fenologi bunga di segmen 1-4 akan menjadi fenomena buah masak. Jika dihubungkan
dengan diameter batang (Tabel 2), maka periode pembungaan dan pembuahan disatu musim ini
akan dimulai dari segmen dengan diameter terbesar ke segmen dengan diameter kecil (Gambar 4,
5, dan 6).
Gambar 4. Proporsi fenomena daun Angsana berdasarkan segmen di jalan Sam Ratulangi
Gambar 5. Proporsi fenomena bunga Angsana berdasarkan segmen di Jl. Sam Ratulangi
Gambar 6. Proporsi fenomena buah Angsana berdasarkan segmen di jalan Sam Ratulangi
Tabel 5.Distribusi karakteristik fenologi berdasarkan kelas diameter (D1-D5)
D1 D2 D3 D4 D5
Fenologi
N % N % N % N % N %
3 Daun hijau 25 86,2 120 90,9 160 92,5 120 90,9 160 86,5
Ket: N=Jumlah batang; D1<10 cm; D2=10-20 cm; D3>20-30 cm; D4>30-40 cm; D5>40 cm
Fenologi daun hijau yang dominan di semua kelas diameter dengan kisaran diatas 85% dari
semua pohon pada kelas tersebut.Proporsi terbesar daun mengguning ditemukan pada diameter
>40 cm. Proporsi daun gugur relatif tinggi ditemukan pada kelas diameter pada kelas diameter
kecil (D1-D3) dengan proporsi 43,9-57,2%. Kejadian daun gugur masih cukup tinggi juga di
kelas diameter 4 dan 5 (29,2 – 36,4%).
A. Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah:
1. Pohon disepanjang jalan Sam Ratulangi terdiri dari semua 5 kelas diameter yang dibagi
dalam penelitian ini dengan akumulasi terbesar pada 4 kelas diameter teratas yang
berkisar antara 132-185 batang. Ada 29 batang pohon yang meiliki diameter kurang dari
10 cm. Jumlah terbesar ada pada kelas diameter diatas 40 cm sebanyak 185 batang.
2. Pohon-pohon angsana di Jalan Sam Ratulangi secara keseluruhan menunjukkan fenologi
terbesar berupa daun hijau sebanyak 585 batang (89.9%).Fenologi berbunga muncul pada
11-20 batang (1.7-3.1%) dan fenologi berbuah dijumpai pada 17-20 batang (2.6-3.8% )
pohon angsana di jalan Sam Ratulangi.
3. Fenologi angsana mengikuti pola segmen jalan dimana pohon berbunga ditemukan paling
tinggi di segmen 1 (Zero Point) dan semakin menurun dengan berpidahnya lokasi ke arah
segmen 5 (Pertigaan Citraland). Fenologi buah menunjukkan hubungan yang sebaliknya.
4. Fenologi angsana menunjukkan pola yang berhubungan dengan diameter batang dimana
fenomena berbunga ditemukan pada pohon-pohon dengan tiga kelas diameter menegah
(10-40 cm, D2-D4) sedangkan fenomena berbuah pada kelas diameter besar (>20 cm,
D3-D5).
B. Saran
Perlu adanya penelitian akan lebih lanjut pada waktu yang lain untuk melengkapi kajian
fenologi yang terjadi pada pohon angsana di kota Manado.
DAFTAR PUSTAKA
Angarwulan, E.2007. Kajian Klorofil dan Karoteonoid Plantago Major L. Dan Phaseolus L.
Sebagai Bioindikator Kualitas Udara. Biodiversitas 8(4):279-282.
Djamal. 2005. Hutan Kota Dapat Dikelompokkan Berdasarkan Kepada Bentuk dan Struktur dan
Vegetasinya Disulawesi Utara. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Balai
Penelitian Kehutanan Manado. Manado.
Delahaut, K.2004. Applied Phenologyand Gardening. http://wihort.uwex. Edu /landscape/
phenology. htm. Diakses 11 Agustus 2009.
Gratimah, G. 2009. Analisis Kebutuhan Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas CO2 Antropogenetik
di pusat Kota Medan. Tesis. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Irwan, Z. D. 1996. Tantangan dan Lansekap Hutan Kota. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
James, A.D.1983. Pterocarpus indicus Will. Handbook of Energy Crops. Last update Thursday,
January 8, 1998.
Jamsari. 2007. Fenologi Perkembangan Bunga dan Buah Spesis Uncaria.
Biodiversitas : 141-146.
Joker, D. 2009. Informasi Singkat Benih Angsana Serta Pertumbuhan Angsana (Pterocarpus
indicus). Direktorat Perbenihan Tanaman kalimatan Timur. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Khonsan. 2004. Gangguan selama pertumbuhan Penerbit. Jakarta.
Refaridwan. 2011. Hutan Kota Sebagai Pencemar Gas CO2 Antropogenetik dipusat Kota
Medan.Tensis.Universitas Sumatra Utara. Medan.
Rojo, B.P. 1977. Pantropic speciation of Pterocarpus (Leguminosae-Papilionaceae) and the
Malasia-Pasifik species. For. Abstr. 3(1):19-32.
Sastrawijaya, A.T. 2000. Pencemaran lingkungan. Rineke Cipta. Jakarta.
Soerianegara. 1969. Akibat perbedaan kualitas tempat tumbuh. Departemen Silvikultur, Fakultas
Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor. Bogor.
Suryowinoto, S. M. 1997. Flora Eksotika Tanaman Peneduh. Kanisius. Jakarta.
Syukur. 2007. Sifat genetik atau kombinasi ketiganya. Jakarta.
Tasirin, J. 2004. Pohon Jenis Angsana (P.Indicus) Sebagai Jenis Pohon Penyusun Hutan Kota.
Laboratorium Konservasi Biodiversitas, Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian Unsrat.
Manado.
Wahyuningrat, I. 2012. Fenologi Pohon Angsana (Pterocarpus indicus): Studi Kasus Kota
Bitung. Skripsi, Fakultas Pertanian, UNSRAT. Manado.