Proposal Penelitian Rahma FIX

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis jacq) merupakan tanaman yang
menjadi prioritas utama dalam perkebunan di Indonesia. Tanaman perkebunan ini
memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia khususnya sebagai
penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan kerja. Proses pengembangan dan
peningkatan produksi kelapa sawit sangat membutuhkan bibit berkualitas. Kegiatan
pembibitan pada dasarnya berperan dalam penyiapan bahan tanaman untuk
keperluan penanaman dilapangan, sehingga kegiatan pembibitan harus dikelola
dengan baik (Pakpahan, dkk., 2013).
Keberhasilan penanaman di lapangan dan produksi tanaman kelapa sawit,
sangat tergantung dari kualitas bibit yang digunakan. Upaya mendapatkan bibit
yang baik adalah melalui pembibitan, karena apabila terjadi kesalahan pada fase
pembibitan maka akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik terhadap
pertumbuhan dan produksi kelapa sawit di lapangan. Selama di pembibitan tanaman
memerlukan unsur hara yang cukup, terkadang keseimbangan unsur hara dalam
tanah masih sulit memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman.
Pemupukan adalah salah satu tindakan pemeliharaan tanaman yang utama
untuk mendapatkan pertumbuhan yang optimal. Pupuk adalah bahan yang
diberikan ke dalam tanah baik yang organik maupun anorganik dengan tujuan untuk
menambah kesuburan tanah dan meningkatkan produktivitas tanaman. Saat ini
untuk melengkapi kebutuhan unsur hara digunakan pupuk majemuk atau tunggal
anorganik yang berasal dari pabrik pupuk atau pasar. Harga dari pupuk anorganik
tersebut semakin tahun semakin naik. Penggunaan pupuk anorganik yang
berlebihan dan secara terus menerus secara tidak langsung dapat menurunkan
kualitas dan kesuburan tanah. Hal tersebut dapat mengakibatkan biaya produksi
menjadi tinggi tetapi hasil produksi dan mutunya kurang memuaskan (Safrudin dan
Wachid, 2015). Sedangkan penggunaan pupuk organik justru sebaliknya. Pupuk
organik dapat berdampak baik untuk kesuburan tanah, pupuk organik padat

1
berpengaruh terhadap kegemburan dan aerasi tanah sedangkan pupuk organik cair
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan mikroba tanah serta nutrisi
yang terkandung dalam POC (Pupuk Organik Cair) akan lebih cepat terserap
lingsung oleh tanaman.
Guano atau kotoran burung walet yang berasal dari gedung pembudidaya
burung walet pada saat ini belum banyak dimanfaatkan dan diolah lebih lanjut,
padahal limbah tersebut dapat dimanfaatkan menjadi pupuk yang dapat
menyuburkan tanaman. Penggunaan pupuk guano walet sangat berperan dalam
proses pertumbuhan tanaman.
Berdasarkan hasil uji laboratorium kandungan POC kotoran burung walet
ini mengandung C-Organik 0,04%, C/N 4, pH 5,88, N/total 0,01%, PO 0,05%, KO
0.13%, Ca 0,95%, Mg 0,07% Fe 347.829 p-ISSN 1412-1468 e-SSN 2355-3545
ppm, Zn 1,8464 ppm, Cu 0,5200 ppm, dan B 1,8533 ppm (Laboratorium Kimia
Agro, Lembang, Bandung 2020).
Menurut hasil penelitian Mulyono et al.. (2013) perlakuan aplikasi pupuk
guano walet pada tanaman bawang merah berpengaruh sangat nyata terhadap berat
berangkasan basah per plot dan berat umbi per plot.
Dalam penelitian Alfionita et al., (2018) aplikasi bokashi kotoran burung
walet menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata terhadap pertumbuhan
tinggi tanaman cabai merah dan jumlah buah.
Rahayu et. al.. (2016) mengemukakan dari hasil penelitiannya bahwa
penambahan pupuk organik cair 8 mL. L- memberikan hasil paling tinggi pada
semua parameter pengamatan dibandingkan dengan penambahan konsentrasi
pupuk organik cair lainnya.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apakah ada pengaruh pemberian kotoran burung walet pada kelapa sawit
bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah gambut?
2. Berapa dosis kotoran burung walet kelapa sawit yang terbaik pada
pertumbuhan bibit kelapa sawit pada tanah gambut?

2
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh pemberian kotoran burung walet bagi pertumbuhan
bibit kelapa sawit pada tanah gambut?
2. Mengetahui dosis yang terbaik bagi pertumbuhan bibit kelapa sawit pada
tanah gambut?

1.4. Hipotesis
Pemberian kotoran burung walet berpengaruh terhadap semua parameter
pengamatan

1.5. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kepada petani tentang
pengaruh pemberian kotoran burung walet terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit
di media tanah gambut.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjaun Umum Kelapa Sawit


Kelapa sawit (Elaeis guineensis) bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman
ini merupakan tanaman asli dari Afrika Barat dan Afrika Tengah. Meskipun
demikian ada ada yang mengatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika
Selatan yaitu Brazil karena lebih banyak ditemukan spesies kelapa sawit di hutan
Brazil dibandingkan dengan Af.rika. Tanaman kelapa sawit di Indonesia memiliki
peranan penting. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah
kesejahteraaan masyarakat, juga sebagai sumber devisa negara (Fauzi, dkk., 2012).
Menurut (Gunawan, 2015) secara botani tanaman kelapa sawit di klarifikasikan
yaitu : Kingdom : Plantae, Divisi : Embryophyta Shiponagama, Kelas :
Angiospermae, Ordo : Monocotyledonae, Famili : Arecaceae, Subfamili :
Cocoideae, Genus : Elaeis, Spesies : Elaeis guineensis Jacq.

2.2. Morfologi Tanaman Kelapa Sawit


2.2.1. Akar
Kelapa sawit memiliki perakaran serabut dimana terdiri dari akar primer,
sekunder, tersier dan kuarter. Menurut Harahap (2018), akar pertama akan muncul
dari biji yang telah tumbuh (berkecambah) adalah radikula yang panjangnya
mencapai 15 cm, mampu bertahan sampai 6 bulan. Dari Radikula ini akan muncul
akar lainnya yang bertugas untuk mengambil air dan unsur hara lainnya. Akar ini
kemudian fungsinya diambil alih oleh akar primer yang keluar dari bagian bawah
batang. Pada tanaman dewasa akar yang paling aktif dalam penyerapan unsur hara
adalah akar tersier dan kuarter yang berada pada kedalaman 0 – 60 cm dan jarak 2
– 2,5 m dari pangkal batang.

2.2.2. Batang
Batang tanaman kelapa sawit tumbuh lurus dan tidak memiliki cabang
dikarenakan tidak memiliki kambium. Batang kelapa sawit dibungkus oleh pelepah

4
daun. Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang,
pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling) terjadi pembentukan batang yang
melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia.
Titik tumbuh batang kelapa sawit hanya satu, terletak di pucuk batang,
terbenam di dalam tajuk daun, berbentuk seperti kubis dan enak dimakan. Pada
batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar
terlepas, walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal
pelepah yang masih tertinggal pada batang akan terkelupas sehingga kelihatan
batang kelapa sawit berwarna hitam beruas (Harahap, 2018).

2.2.3. Daun
Daun kelapa sawit merupakan daun tunggal dengan susunan tulang-tulang
daun menyirip. Pada tanaman muda kelapa sawit mengeluarkan 30 daun (pelepah)
per tahun dan pada tanaman tua antara 18 – 24 pelepah pertahun. Daun atau pelepah
kelapa sawit lingkaran atau spiralnya ada yang berputar ke arah kiri dan ada yang
kearah kanan, tetapi kebanyakan putar kearah kanan (Harahap, 2018).

2.2.4. Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang berumah satu yaitu bunga
jantan dan bunga betina berada pada satu pohon. Rangkaian bunga jantan dan betina
terpisah, setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun, sebelum bunga
mekar dan masih diselubungi seludang dapat dibedakan bunga jantan dan betina,
yaitu dengan melihat bentuknya (Harahap, 2018).

2.2.5. Buah
Bunga betina setelah dibuahi akan berkembang pada spiklet, diperlukan
waktu 5,5 sampai 6,0 bulan dari saat penyerbukan sampai matang panen. Dalam
satu rangkaian terdapat ±1800 buah yang terdiri dari buah luar, buah tengah dan
buah dalam yang ukurannya kecil karena terjepit. Berat tandan dan ukuran buah
bervariasi tergantung pada umur tanaman dan pemeliharaan. Berat 1 buah rata rata

5
13-20 gram dengan panjang buah 3-5 cm, buah matang yang lepas dari spliket dan
tandan disebut berondolan (Harahap, 2018).

2.2.6. Biji
Biji merupakan bagian buah yang telah terpisah dari daging buah dan sering
disebut noten atau nut yang memiliki berbagai ukuran tergantung tipe tanaman. Biji
kelapa sawit terdiri atas cangkang, embrio dan inti atau endosperm. Embrio
panjangnya 3 mm berdiameter 1,2 mm berbentuk silindris seperti peluru dan
memiliki dua bagian utama. Bagian yang tumpul permukaannya berwarna kuning
dan bagian lain agak berwarna kuning. Endosperm merupakan cadangan makanan
bagi pertumbuhan embrio. Pada perkecambahan embrio berkembang dan akan
keluar melalui lubang cangkang. Bagian pertama yang muncul adalah radikula
(akar) dan menyusul plumula (batang) (Harahap, 2018).

2.3. Syarat Tumbuh


2.3.1. Curah Hujan
Curah hujan yang ideal bagi kelapa sawit yakni 2.000 – 2.500 mm pertahun
dan tersebar merata setiap tahun. Musim kemarau selama tiga bulan atau lebih dapat
menurunkan produksi kelapa sawit, sedangkan curah hujan yang tinggi tidak
berpengaruh buruk terhadap produksi kelapa sawit, asalkan drainase dan
penyinaran matahari cukup baik.

2.3.2. Suhu
Selain curah hujan dan matahari yang cukup, tanaman kelapa sawit
memerlukan suhu yang optimum sekitar 24-28 ºC untuk tumbuh dengan baik.
Meskipun demikian, tanaman masih bisa tumbuh pada suhu terendah 18 ºC dan
tertinggi 32 ºC. Beberapa faktor yang mempengaruhi tinggi rendah suhu adalah
lama penyinaran dan ketinggian tempat. Makin lama penyinaran atau makin rendah
suatu tempat, makin tinggi suhunya. Suhu berpengaruh terhadap masa pembungaan
dan kematangan buah. Tanaman kelapa sawit yang ditanam lebih dari ketinggian

6
500 m di atas permukaan laut akan terlambat berbunga satu tahun jika dibandingkan
dengan yang ditanam di dataran rendah.

2.3.3. Sinar Matahari


Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu
pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran
sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa
sawit antara 5-7 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera
Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan tertentu.
Penyinaran yang kurang akan menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan
penyakit.

2.3.4. Kelembaban Udara dan Angin


Sinar matahari diperlukan untuk memproduksi karbohidrat dan memacu
pembentukan bunga dan buah. Untuk itu, intensitas, kualitas, dan lama penyinaran
sangat berpengaruh. Lama penyinaran optimum yang diperlukan tanaman kelapa
sawit antara 5-7 jam/hari. Beberapa daerah seperti Riau, Jambi, dan Sumatera
Selatan sering terjadi penyinaran matahari kurang dari 5 jam pada bulan tertentu.
Penyinaran yang kurang akan menyebabkan berkurangnya asimilasi dan gangguan
penyakit.

2.3.5. Kotoran burung wallet


Pupuk kotoran burung walet ini di sebut juga dengan pupuk guano yaitu
pupuk yang berasal dari kotoran burung liar yang hidup di gua –gua alam maka
pemanfaatan kotoran burung walet sebagai pupuk mempunyai kandungan nutrisi
dan manfaat kotoran yang lebih sama dengan pupuk guano. Berdasarkan hasil
penelitian di laboratorium, kortoran burung walet mengandung C-Organik 50.46%
N/ total 11,24% dan C/N 4,49 dengan Ph 7,97. Fosfor 1,59, Kalium2,17% Kalsium
0,30% Magnesium 0,01% kandungan mineral dari kotoran burung walet adalah
unsur utama seperti Netrogen, Fosfor, Kalium, Kalsium, Magnesium, dan Sulfur
dengan jumlah yang bervariasi ..

7
Menurut hasil penelitian Kii (2018) menunjukan bahwa ada pengaruh
pemberian pupuk kotoran burung walet pada tanaman cabai rawit (
Capsicumfrutescens L.) dengan hasil terbaik yaknki dari perlakuan w1 : ( 20 gr
pupuk kotoran burung walet ) Menurut penelitian Nurhadinah (2017), pemberian
kotoran burung walet dengan dosis sebanyak 3 kg polybag memberikan pengaruh
terbaik terhadap pertumbuhan bayam merah. Hal ini diduga dengan semakin
banyak kotoran burung walet di berikan maka sifat, kimia dan biologi tanah PMk
akan semakin lebih baik dalam medukung pertumbuhan tanaman.

8
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini akan dilaksanakan di Politeknik Negeri Ketapang, Jalan
Rangga Sentap Dalong, Kecamatan Delta Pawan, Kapubaten Ketapang,
Kalimantan Barat, mulai Oktober sampai Desember 2023.

3.2. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah cangkul, pengaris, timbangan analitik, jangka
sorong digital, Polybang ukuran 15cm x 15 cm’
Bahan yang digunakan dalam penelitian kecambah sawit, tanah gambut dan
pupuk kotoran burung walet.

3.3. Metode Penelitian


3.3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan secara eksperimen dengan menggunakan
rancangan Acak lengkaap ( RAL ) yang terdiri 5 taraf perlakuan 4 kali ulangan
sehingga terdapat 20 satuan percobaan. Satuan percobaan terdiri dari 4 taman
sehinggga jumlah bibit seluruhnya 80 tanaman. Adapun perlakuan sebagai berikut:

K0 = Tanpa POC kotoran burung walet

K1 = POC kotoran burung walet 200 mL/tanaman

K2 = POC kotoran burung walet 300 mL/tanaman

K3 = POC kotoran burung walet 400 mL/tanaman

K4 = POC kotoran burung walet 500 mL/tanaman

3.3.2. Tahapan Penelitian


1. Persiapan Lahan
Sebelum melaksanakan penelitian, lahan tersebut dahulu dibersihkan dari
tumbuhan pengganggu (gulma) dan sisa-sisa tanaman maupun batuan yang terdapat

9
di sekitar areal penelitian dengan menggunakan cangkul. Pembersihan lahan
bertujuan untuk menghindari serangan hama, penyakit, dan menekan persaingan
tanaman dengan gulma.

2. Pembuatan POC Pembuatan POC kotoran burung wallet


Dilakukan dengan fermentasi anaerob tanpa penambahan dekomposer
dengan perbandingan kotoran burung walet dan air adalah 1:2 (1 kg: 2 liter air).
Kotoran burung walet dimasukkan ke dalam karung plastik dan karung tersebut
dimasukkan ke dalam tong. Air yang sudah ditakar kemudian dimasukkan ke dalam
tong secara perlahan serta diaduk hingga tercampur rata dan ditutup menggunakan
kantong plastik beserta penutup tongnya. Setelah 14 hari. POC dimbil lalu disaring
menggunakan kain atau saringan.

3. Pembuatan Green House


Pembuatan green house menggunakan kayu, paranet 60%, dengan ukuran
panjang 4 m, lebar 2 m, tinggi 2 m dibuat dengan atap rata. Green house menghadap
arah Timur. Selain itu tanah di dalam green house diratakan agar tidak miring dan
terlalu rendah.

4. Penanaman Kecambah Kelapa Sawit


Penanaman kecambah dilakukan dengan cara membuat lubang tanah
dengan kedalaman 3 cm tepat di tengah polybag. Kecambah ditanam dengan posisi
tegak, calon batang (plumula) harus menghadap ke atas dan calon akar (radikula)
menghadap ke bawah dengan kedalaman 2-3 cm. Ciri-ciri plumula yang baik yaitu
berwarna keputih-putihan sedangkan radikula berwarna kekuning-kuningan.
Plumula dan radikula yang baik juga tumbuh berlawanan arah dan tidak bengkok
(Nusriandi, dkk., 2018).

5. Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari.
Penyiraman menggunakan air bersih. Apabila hujan penyiraman tidak dilakukan.

10
Pengendalian gulma atau penyiangan dilakukan setiap minggu, rumput liar yang
tumbuh didalam green house dan didalam polybag dicabut menggunakan tangan.
Penyiangan dilakukan agar tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan unsur
hara. Penyulaman dilakukan terhadap tanaman yang mati yang terserang hama dan
penyakit atau pertumbuhan yang tidak normal. Penyulaman dilakukan dengan
tanaman penyulaman yang telah disiapkan.

3.4. Parameter Pengamatan


1. Tinggi Bibit (cm)
Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang atau permukaan tanah sampai
dengan daun terpanjang degan menggunakan penggaris (Nusriandi, dkk., 2018).
Pengamatan dimulai pada umur 5 MST, 7 MST, 9 MST dan 11 MST.

2. Jumlah Daun (helai)


Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun
disetiap tanaman yang telah membuka sempurna (Sofyan dkk, 2017). Perhitungan
dilakukan dengan cara merata-ratakan jumlah daun pada bibit 5 MST, 7 MST, 9
MST, 11 MST.

3. Diameter Batang (mm)


Pengukuran diameter batang kelapa sawit dilakukan dengan cara
menghitung diameter batang 2 cm di atas permukaan tanah menggunakan jangka
sorong (Nusriandi, dkk., 2018). Pengukuran dimulai pada saat bibit 5 MST, 7 MST,
9 MST, 11 MST.

4. Volume Akar (mL)


Pengamatan ini dilakukan satu kali yaitu pada akhir penelitian. Pengamatan
dilakukan dengan cara memasukan akar kedalam tabung volume yang sudah diisi
air pada tinggi tertentu. Volume akar adalah selisih antara volume air akhir dengan
volume awal (Sofyan dkk, 2017).

11
5. Berat Kering Bibit Tanaman (g)
Pengukuran berat kering dilakukan pada akhir penelitian. Setelah berat
segar ditimbang, tanaman sampel dibungkus dalam kertas, kemudian dimasukkan
ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 70 ˚C. Hal ini dilakukan sampai berat
brangkasan kering stabil. Setelah di oven lalu bibit di timbang berat keringnya
dengan timbangan analitik (Gunawan, 2015).

3.5. Analisi Data

Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Analysis of Variance


(ANOVA). Apabila berpengaruh nyata, maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut
Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.

12
DAFTAR PUSTAKA

Harahap. 2018. PERAN PEMUPUKAN TERHADAP PETUMBUHAN DAN


KESEHATAN BIBIT KELAPA SAWIT. Pertemuan Teknis Kelapa
Sawit. 15 hal.

Fauzi, dkk.2012. Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Limbah Analisis Usaha dan
Pemasaran Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya

13

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy