1266 5300 1 PB
1266 5300 1 PB
1266 5300 1 PB
ABSTRACT
This research is motivated by the differences in the price of oyster mushrooms at the consumer
level with prices at the farmer level and the alleged role of several traders in marketing oyster
mushrooms in Pontianak City. Based on these conditions, the research objectives: (1) identify
marketing channels; (2) analyzing marketing margins (3) analyzing farmer's share. The method
of determining the research location is purposive in Pontianak City. Furthermore, the
determination of the research sample using the snowball sampling method, so the number of
samples are 15 farmers, 2 resellers, 2 retailers, and 6 retailers. Data were obtained by interview
and from several available references. The results of the research in the field are presented in
tabular form, then analyzed quantitatively consisting of marketing margin and farmer's share.
Qualitative analysis is used to interpret the results of data processing that has been obtained.
Based on the research conducted, the conclusions are: (1) Marketing of oyster mushrooms in
Pontianak City consists of 4 marketing channels; (2) The total marketing margin is as follows:
Channel I, marketing margin Rp. 0; Channel II, marketing margin Rp. 32.000; Channel III,
marketing margin Rp. 45.000; Channel IV, marketing margin Rp. 40.000 (3) The farmer's share
is as follows: Channel I, farmer's share is 100%; Channel II, farmer's share 69.3%; Channel
III, farmer's share 40%; Channel IV, farmer's share 42.9%.
ABSTRAK
Penelitian ini di latarbelakangi oleh adanya perbedaan harga jamur tiram di tingkat konsumen
dengan harga di tingkat petani dan dugaan adanya peran beberapa pedagang dalam memasarkan
jamur tiram di Kota Pontianak. Berdasarkan kondisi tersebut, maka tujuan penelitian: (1)
mengidentifikasi saluran pemasaran; (2) menganalisis margin pemasaran (3) menganalisis
farmer’s share. Metode penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive di Kota
Pontianak. Selanjutnya penentuan sampel penelitian menggunakan metode snowball sampling,
jumlah sampel ada 15 petani, 2 reseller, 2 retailer, dan 6 pengecer. Data diperoleh dengan
wawancara dan dari beberapa referensi yang tersedia. Hasil penelitian di lapangan disajikan
dalam bentuk tabel, kemudian dianalisis secara kuantitatif yang terdiri dari marjin pemasaran
dan bagi hasil. Analisis kualitatif digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengolahan data
yang telah diperoleh. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diperoleh kesimpulan: (1)
Pemasaran jamur tiram di Kota Pontianak terdiri dari 4 saluran pemasaran; (2) Total marjin
pemasaran adalah sebagai berikut: Saluran I, marjin pemasaran Rp. 0; Saluran II, marjin
pemasaran Rp.32.000; Saluran III, marjin pemasaran Rp.45.000; Saluran IV, marjin pemasaran
https://doi.org/10.21776/ub.jepa.2022.006.04.7
1282 JEPA, 6 (4), 2022: 1281-1290
Rp.40.000 (3) Bagian petani adalah sebagai berikut: Saluran I, bagian petani adalah 100%;
Saluran II, bagian tani 69,3%; Saluran III, bagian petani 40%; Saluran IV, bagian petani 42,9%.
PENDAHULUAN
Jamur tiram merupakan jenis jamur yang cukup populer yang banyak dibudidayakan dan
dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Menurut catatan sejarah, jamur tiram sudah
dibudidayakan di Cina sejak 1000 tahun silam, sementara itu di Indonesia, mulai di budidayakan
pada tahun 1980 di Wonosobo (Rahmat, Suryani, & Nurhidayat, 2011). Jamur tiram (Pleurotus
ostreatus) merupakan jenis jamur pangan dari kelompok Basidiomycota. Jamur tiram
merupakan jenis jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk atau
pada batang pohon yang sudah ditebang. Nama jamur tiram diambil dari bentuk tudungnya yang
melengkung, lonjong, dan membulat menyerupai kerang atau cangkang tiram dengan bagian
tepi yang bergelombang (Alex, 2011). Jamur tiram juga dapat di budidayakan, untuk
membudidayakan jamur tiram relatif mudah, karena tidak membutuhkan lahan yang luas, untuk
lokasi membudidayakan jamur tiram dapat dibangun kumbung atau ruangan khusus di
pekarangan rumah karena jamur tiram hanya dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal
dalam ruangan yang teduh dan steril, sedangkan untuk masa produksi jamur tiram juga relatif
lebih cepat, sehingga periode dan waktu panen lebih singkat.
Perkembangan usaha, jamur tiram cukup menjanjikan dalam hal bisnis, ini dibuktikan
dengan semakin berkembangnya bisnis kuliner jamur tiram yang tentunya akan membuka pasar
jamur tiram. Banyak sudah masyarakat yang mulai melirik budidaya jamur tiram sebagai kerja
sampingan atau bahkan ada yang menjadikannya bisnis utama dalam membantu perekonomian
rumah tangga.
Kalimantan Barat juga memproduksi jamur tiram khususnya di Kabupaten Sambas,
Kabupaten Ketapang dan Kota Pontianak. Berdasarkan data BPS Kalimantan Barat 2019 (BPS
Kal-Bar, 2019) menunjukan bahwa Kota Pontianak memiliki luas panen serta produksi jamur
tiram paling tinggi dibandingkan daerah lainnya. Masalah utama yang dihadapi oleh petani
jamur tiram di Kota Pontianak, ialah panjangnya saluran pemasaran dan sulitnya petani
mendapatkan pasar baru serta petani masih ketergantungan pada lembaga-lembaga pemasaran
yang terlibat.
METODE PENELITIAN
Margin Pemasaran
Margin pemasaran dihitung berdasarkan selisih harga ditingkat konsumen dan harga ditingkat
produsen. Untuk menghitung margin dari setiap lembaga pemasaran digunakan rumus : (Kotler,
2008)
Mp = Pr – Pf atau Mp = Bp + Kp (1)
Dimana:
Mp : Margin pemasaran
Pr : Harga ditingkat konsumen akhir (Rp/kg)
Pf : Harga ditingkat petani (Rp/kg)
Bp : Biaya pemasaran (Rp/kg)
Kp : Keuntungan Pemasaran (Rp/kg)
Farmer’s Share
Farmer’s Share membandingkan harga yang dibayar konsumen terhadap harga produk
yang diterima petani. Besarnya nilai bagian petani dapat dihitung berdasarkan rumus
(Soekartawi, Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, 2002)
Fs = x100% (3)
Dimana :
Fs = Farmer’s share
Pf = Harga di tingkat petani (Rp/kg)
Pr = Harga di tingkat konsumen (Rp/kg)
Pola pemasaran jamur tiram yang banyak dipilih oleh para petani adalah pola pemasaran
tidak langsung atau melalui perantara. Hanya beberapa yang menggunakan penjualan langsung
kepada konsumen akhir. Hal tersebut dikarenakan petani banyak yang tidak memiliki akses
terhadap pasar. Pada proses pemasaran jamur tiram di Kota Pontianak memiliki beberapa
saluran pemasaran yang mana mempunyai pola saluran pemasaran yang berbeda. Saluran
pemasaran jamur tiram di Kota Pontianak dari petani hingga konsumen akhir melibatkan
beberapa lembaga pemasaran yaitu reseller, retailer dan pedagang pengecer. Sistem pemasaran
jamur tiram di Kota Pontianak dari produsen hingga ke tingkat konsumen, secara umum
memiliki beberapa saluran pemasaran yang berbeda. Saluran pemasaran jamur tiram di Kota
Pontianak terdapat 4 saluran pemasaran yaitu ;
(1)
Dimana:
(1) Saluran Pemasaran 1
(2) Saluran Pemasaran 2
(3) Saluran Pemasaran 3
(4) Saluran Pemasaran 4
Dari hasil penelitian terdapat empat pola pemasaran jamur tiram dari empat saluran
tersebut saluran yang paling banyak dipilih petani adalah pada saluran 4.
Saluran Pemasaran 1
Saluran pemasaran 1 dapat dikatakan saluran pemasaran langsung atau saluran nol tingkat
karena petani langsung menjual jamur tiram ke konsumen akhir, terdapat 4 orang petani yang
melakukan saluran pemasaran ini, volume pemasaran jamur tiram dari petani pada saluran ini
biasanya berkisar antara 5 – 7 kg tergantung pada hasil panen petani pada hari tersebut. Petani
memilih saluran pemasaran ini karena aktif dalam bermain sosial media dan market place di
internet seperti facebook dan instagram dengan sistem pre-order dan memiliki juga
memiliki faktor lain seperti memiliki pelanggan tetap seperti ibu rumah tangga dan
rumah makan dengan harga jual yang lebih tinggi jika langsung menjual ke konsumen
akhir dibandingkan menjual ke pedagang perantara. Harga yang diterima petani saat
memasarkan jamur tiram langsung ke konsumen akhir sebesar Rp. 35.000/Kg, harga ini
merupakan harga pasaran jamur tiram pada saat penelitian ini sedang berlangsung. Harga
tersebut sudah termasuk biaya pengemasan dan biaya pengangkutan.
Saluran Pemasaran 2
Saluran pemasaran 2 dapat dikatakan saluran semi langsung atau saluran satu tingkat
karena produsen langsung menjual jamur tiram kepada retailer di Mitra Anda dan dari retailer
ke konsumen. Terdapat 3 orang petani yang melakukan saluran pemasaran ini dengan 1 retailer.
Petani memilih saluran ini karena faktor sudah bekerja sama dengan retailer dan produksinya
terbilang cukup banyak berkisar antara 7 – 10 Kg sekali panennya. Harga yang diterima petani
pada saluran ini sebesar Rp. 9.000/Pack dengan berat 125gram/pack. Harga ini merupakan
kesepakatan langsung antara petani dan retailer, sistem pembayaran pada saluran ini
tunda/konsiliasi serta harga ini sudah termasuk biaya pengangkutan dan pengemasan ke retailer
yang dibebankan kepada petani. Sedangkan retailer mengambil keuntungan 30% ke konsumen
akhir sebesar Rp. 13.000/Pak. Sistem yang diterapkan adalah sistem gilir antar petani. Harga ini
merupakan harga yang berlaku pada saat penelitian ini sedang berlangsung.
Saluran Pemasaran 3
Saluran pemasaran 3 merupakan saluran pemasaran dua tingkat karena pada saluran
pemasaran 3 terdapat dua pedagang perantara yaitu reseller dan retailer. Terdapat 3 petani yang
melakukan saluran pemasaran ini, harga jual petani pada saluran ini berbeda dengan harga jual
petani pada saluran 1 dan 2 yaitu sebesar Rp. 30.000/Kg dan volume penjualan antara 3 – 5 Kg
sekali panennya. Sementara itu reseller pada saluran ini hanya 1 orang saja dimana reseller
tersebut memiliki memiliki akses pasar yang cukup besar dan juga kendaraan transportasi
sehingga reseller dalam saluran ini langsung membeli jamur tiram dikumbung para petani,
kemudian di kemas dalam bentuk /pak hasil panen tersebut untuk dijual ke retailer, sistem
pembelian umumnya sama seperti saluran 2 dimana tunda/konsiliasi. Harga jual jamur tiram
dari reseller kepada retailer yaitu Rp. 10.000/pak, harga ini sudah termasuk biaya pengangkutan
dan pengemasan yang ditanggung reseller. Selanjutnya di retailer menjual jamur tiram sebesar
Rp. 15.000/pak kepada konsumen akhir.
Saluran Pemasaran 4
Saluran pemasaran 4 merupakan saluran pemasaran dua tingkat yang terdiri dari petani,
reseller, pengecer, dan konsumen akhir. Pada saluran ini hasil produksi jamur tiram petani
terbilang rendah dari saluran yang lain dikarenakan petani pada saluran ini hanya menjadikan
usahatani jamur tiram ini sebagai pekerjaan sampingan, yang mana pekerjaan utama petani pada
saluran ini yaitu Pegawai Negeri Sipil dan Swasta. Dalam kegiatan pemasarannya petani
menjual hasil panen jamur tiram kepada reseller yang langsung datang ke lokasi pertanian dan
membeli hasil panen petani, alasan petani menggunakan saluran pemasaran ini adalah karena
petani tidak perlu memasarkan sendiri jamur tiram yang dihasilkannya. Produk petani yang
dijual ke reseller sudah pasti terjual habis, karena sudah menjadi risiko reseller jika jamur tiram
tidak terjual habis. Harga jual jamur tiram petani kepada reseller yaitu Rp. 30.000/Kg dengan
volume penjualan berkisar antara 1-2 kg dalam sekali panennya, terdapat 5 orang petani pada
saluran pemasaran ini dan hampir semua petani menjual jamur tiram pada saluran ini dalam
jumlah atau partai yang kecil tidak seperti saluran lainnya yang rata-rata hanya menjual dalam
jumlah besar. Selanjutnya reseller menjual jamur tiram kepada pengecer di pasar Flamboyan,
Kemuning dan Mawar dengan harga Rp. 40.000/Kg harga ini sudah termasuk biaya
pengangkutan, terdapat 1 orang reseller pada saluran ini yang berbeda dengan saluran 3 yaitu
reseller pada saluran ini menjual kepada pedagang pengecer di pasar tradisional dan menitipkan
kepada warung-warung. Selanjutnya pengecer di pasar menjual jamur tiram dengan harga Rp.
8.000/100gram kepada konsumen akhir, terdapat 6 orang pengecer dalam saluran ini.
Dalam kegiatan penjualan yang dilakukan oleh petani jamur tiram, pada umumnya tidak
ada perjanjian tertulis yang dilakukan oleh kedua belah pihak hanya saluran 2 dan 3 yang
melakukan perjanjian tertulis karena retailer menginginkan kepastian produk dalam kuantitas,
kualitas dan kontinutitas yang disepakati oleh kedua belah pihak. Kegiatan penjualan
berlangsung tergantung dari pasokan yang ada pada petani kepada reseller. Hal ini dapat dilihat
sebagai suatu kelemahan dalam pemasaran jamur tiram apabila petani ingin mengembangkan
usahanya di satu sisi dan lembaga pemasaran ingin memenuhi peningkatan permintaan
konsumen. Hasil penelitian (Wibawa, 2015) mengulas adanya kelemahan dari tidak adanya
kesepakatakan kontraktual tertulis akan mengakibatkan kesulitan dalam hal memprediksi
jumlah jamur yang harus di pasok kepada lembaga pemasaran.
Biaya pada tabel 1 adalah total rata-rata dari biaya dalam sekali pemasaran jamur tiram/Kg.
Biaya pemasaran yang ditanggung petani di setiap saluran berbeda-beda misalnya pada saluran
1 petani menanggung biaya pengangkutan sebesar Rp. 1.308/Kg atau seharga 1 liter BBM dibagi
dengan jarak angkut dari lokasi petani ke konsumennya tidak terlalu jauh serta petani hanya
menggunakan kendaraan roda dua untuk mengangkut hasil panen jamur tiramnya ke lokasi
pelanggan tetap dan juga biaya pengemasan sebesar Rp. 100/Kg biaya pengemasan disini
merupakan biaya pengemasan menggunakan kantong plastik.
Lalu pada saluran 2 petani menanggung biaya tenaga kerja sebesar Rp. 5000/Kg dengan
biaya pengemasan sebesar Rp. 10.000/Kg disini biaya pengemasan petani berupa pack sterofom,
lalu biaya sortasi sebesar Rp. 5000/Kg dikarenakan petani memasarkan ke retail tentunya
membutuhkan kualitas jamur yang baik, serta biaya transportasi Rp. 980/Kg dimana petani
langsung mengantarkan ke lokasi retailer.
Sementara pada saluran 3 petani tidak ada menanggung biaya pemasaran sedikit pun dari
biaya tenaga kerja, pengangkutan, pengemasan dan sortasi karena semua biaya ditanggung oleh
reseller. Biaya yang di tanggung oleh reseller disini berupa biaya pengemasan sebesar Rp.
6.250/Kg dengan menggunakan sterofom dan biaya pengangkutan sebesar Rp. 2.616/Kg.
Pada saluran 4 petani tidak ada menanggung biaya apapun, semuanya ditanggung oleh
reseller dengan biaya pengemasan Rp. 100/Kg menggunakan kantong plastik ukuran 1 Kg dan
biaya pengangkutan sebesar Rp. 3.925/Kg karena reseller langsung membeli hasil panen di
kumbung petani jamur tiram. Sedangkan pengecer hanya menanggung biaya pengemasan
berupa kantong plastik sebesar Rp. 100/Kg Untuk pemasaran jamur tiram.
Petani
Harga Jual 35.000 72.000 30.000 30.000
Biaya Pemasaran 1.408 20.980 - -
Reseller
Harga Beli - - 30.000 30.000
Biaya Pemasaran - - 8.866 4.025
Keuntungan - - 11.134 5.975
Margin - - 20.000 10.000
Harga Jual - - 50.000 40.000
Retailer
Harga Beli - 72.000 50.000 -
Biaya Pemasaran - - - -
Keuntungan - 32.000 25.000 -
Margin - 32.000 25.000 -
Harga Jual - 104.000 75.000 -
Pengecer
Harga Beli - - - 40.000
Biaya Pemasaran - - - 100
Keuntungan - - - 29.900
Margin - - - 30.000
Harga Jual - - - 70.000
Konsumen Akhir
Harga Beli 35.000 104.000 75.000 70.000
Total Biaya - - 8.866 4.125
Total Keuntungan - 32.000 36.134 35.875
Total Margin - 32.000 45.000 40.000
Sumber : Olahan Data Primer (2021)
Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa pada saluran 1 petani langsung menjual hasil
panen jamur tiram kepada konsumen akhir dalam bentuk Kg, dengan biaya pemasaran sebesar
Rp. 1.408/Kg biaya yang dikeluarkan adalah biaya transportasi.
Pada saluran 2 biaya pemasaran yang dikeluarkan petani yaitu sebesar Rp. 20.980/Kg yaitu
berupa biaya pengangkutan jamur tiram ke retailer dan biaya pengemasan, sedangkan untuk
retailer tidak mengeluarkan biaya pemasaran dan biaya pengemasan semua di tanggung oleh
petani. Keuntungan yang diperoleh oleh retailer sebesar Rp. 32.000/Kg yang disebabkan oleh
fungsi-fungsi penunjang. Total margin pada saluran 2 ini yaitu sebesar Rp. 32.000/Kg.
Pada saluran 3 melibatkan reseller dan retailer sebagai lembaga pemasaran, biaya
pemasaran yang dikeluarkan reseller yaitu sebesar Rp. 8.866/Kg berupa biaya pengangkutan
dan biaya pengemasan dengan keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 11.134/Kg. Pada saluran
3 retailer juga tidak mengeluarkan biaya apapun, adapun total keuntungan yg diperoleh retailer
sebesar Rp. 25.000/Kg yang disebabkan oleh fungsi- fungsi penunjang. Total keuntungan pada
saluran ini yaitu sebesar Rp. 36.134/Kg dan total margin sebesar Rp. 45.000/Kg.
Pada saluran 4 lembaga pemasaran yang terlibat yaitu reseller dan pengecer dengan biaya
pemasaran terbesar ditanggung oleh reseller yaitu sebesar Rp. 4.025/Kg sedangkan pengecer
hanya sebesar Rp. 100/Kg. Keuntungan reseller pada saluran ini sebesar Rp. 5.975/Kg
sementara pengecer mendapatkan keuntungan terbesar pada saluran ini yaitu sebesar Rp.
29.900/Kg. Total margin pada saluran 4 sebesar Rp. 40.000/Kg dan total keuntungannya sebesar
Rp. 35.760/Kg.
Share yang terbesar diterima oleh petani terdapat pada saluran pemasaran 1 sebesar 100%,
karena petani langsung menjual hasil panen jamur tiram pada konsumen akhir. Pada saluran
pemasaran 2 menghasilkan share sebesar 69%, dan pada saluran 3 menghasilkan share sebesar
40%, sementara share pada saluran 4 yaitu hanya sebesar 42%. Hal ini menunjukkan bahwa
pada saluran pemasaran 1 merupakan saluran pemasaran yang paling menguntungkan untuk
petani dengan share sebesar 100% dan diikuti saluran pemasaran 2 dengan share 69,3%. Hal ini
sejalan dengan penelitian Saptarini et al (2019) dalam penelitiannya menemukan bahwa
semakin pendek saluran pemasaran maka farmer’s share yang ada semakin besar.
Efisiensi Pemasaran
Kriteria suatu efisiensi pemasaran dapat dilihat dengan cara membandingkan farmer’s
share dan margin pemasaran yang telah diubah menjadi persen (%) pada setiap saluran
pemasaran, dapat dilihat pada tabel 4.
Kesimpulan
Saran
Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan dari penelitian ini, saran yang dapat diberikan
adalah untuk mencapai saluran pemasaran jamur tiram yang efisien di Kota Pontianak, petani
produsen jamur tiram disarankan menggunakan pola saluran pemasaran 1 (Petani - Konsumen)
karena lebih efisien dan nilai jual yang tinggi selain itu petani produsen diharapkan dapat
memaksimalkan market place dan sosial media agar dapat menentukan dan mencari pasarnya
sendiri. Produsen jamur tiram di Kota Pontianak juga dapat mengikuti fungsi pemasaran pada
saluran 2 ( Petani – Retailer – Konsumen ) untuk memaksimalkan penjualan, sehingga
meningkatkan harga jual.
DAFTAR PUSTAKA
Alex, S. (2011). Untung Besar Budidaya Aneka Jamur. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Azzaino, Z. (1991). Pengantar Pemasaran Pertanian. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial
Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
BPS Kal-Bar. (2019). Kalimantan Barat Dalam Angka. Pontianak: Badan Pusat Statistik.
Kotler, P. (2008). Manajemen Pemasaran. Jakarta: PT. Prehalindo.
Rahmat, Suryani, & Nurhidayat. (2011). Untung Besar Dari Bisnis Jamur Tiram. Jakarta:
Agromedia Pustaka.
Saptarini, E. M., Badriah, L. S., & Istiqomah. (2019). Analisis Efesiensi Saluran Pemasaran
Jamur Tiram di Kabupaten Purbalingga. AL-AMWAL: JURNAL EKONOMI DAN
PERBANKAN SYARI'AH, 11(1), 95-108.
Soekartawi. (2002). Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soekartawi. (2003). Teori Ekonomi Produksi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Wibawa, M. S. (2015). Analisis Rantai Pasok Jamur Tiram di Kota Denpasar. Denpasar:
Program Pascasarjana Universitas Udayana.