Hama PDF
Hama PDF
Hama PDF
Kacang Hijau
Kardiyono
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Banten
Jl. Ciptayasa Km 01 Ciruas Serang Banten
Abstrak
Kerusakan kacang hijau akibat hama gudang dapat mencapai 70 persen.
Mengingat besarnya persentase kerusakan yang ditimbulkan oleh serangga
Callosobruchus chinensis maka perlu dilakukan pengendalian. Tindakan ini diperlukan
untuk menjaga agar tingkat kerusakan tetap berada dibawah ambang ekonomi.
Pengendalian hama gudang biasanya dilakukan dengan insektisida sintetik. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan abu sekam pada biji
kacang hijau terhadap serangan hama gudang Callosobruchus maculatus dalam
stadium Larva, pupa dan imago pada konsentrasi. Penelitian dilakukan di laboratorium
Hama dan Penyakit Tanaman Departemen Hama dan Penyakit Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dimulai pada Desember 2007 Januari 2008.
Penelitian dilakukan dengan membandingkan bahan pengendali berupa abu sekam dan
minyak goreng dengan kosentrasi masing-masing abu sekam ( 0 %, 0.5%, 1 % dan
2,5 %), sedangkan minyak goreng (0 %, 0,1%, 0,25% dan 0.5%). Data yang diamati
adalah menghitung jumlah larva, pupa dan imago. Data selanjutnya dianalisis secara
statistik dengan minitab versi 14. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggunan
minyak goreng lebih effektif dibandingkan penggunaan abu sekam dalam
mengendalikan perkembangan hama C. maculatus, hal ini terlihat dari menurunnya
populasi hama dibandingkan dengan perlakuan abu sekam. Selanjutnya kosentrasi
minyak goreng juga mempengaruhi populasi larva, pupa dan imago C. maculatus.
Kata Kunci : Kacang hijau, hama gudang dan pengedalian
PENDAHULUAN
Salah satu sumber bahan pangan yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia
adalah kacang hijau. Kacang hijau (Phaeseolus radiatus L.) mempunyai nilai ekonomi
nomor tiga dalam kelompok tanaman kacang-kacangan di Indonesia, setelah kedelai
dan kacang tanah. Produksi kacang hijau di Indonesia masih sangat rendah yaitu ratarata 400 kg biji per hektar. Salah satu penyebab rendahnya hasil tersebut karena
serangan hama dan penyakit tanaman. Kerusakan oleh hama dan penyakit tidak
terbatas pada tanaman yang masih ada dilapangan, tetapi juga pada hasil yang telah
dipanen dan disimpan (Suprapto dan Sutarman, 1982). Hama pasca panen yang sering
menimbulkan kerusakan pada kacang hijau, baik yang akan digunakan untuk konsumai
maupun
untuk
benih
adalah
serangga
Callosobruchus
chinensis
L.
Callosobruchus spp. ini tapi mampu mengurangi efek samping dari pengendalian yang
dilakukan. (Saputro, 2005). Teknik alternatif
terdiri dari berbagai cara yaitu (1) Pengelolaan hama terpadu (2) Perlakuan dingin (3)
Perlakuan panas (4) Debu lembam /inert dust (5) Atmosfir terkendali dan termodifikasi
(6) Pestisida kontak dan (7) Fosfin dan fumigan lain.
Salah satu alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan menerapkan
pengendalian hama terpadu (PHT). Salah satu komponen PHT adalah melakukan
pengendalian hayati (biological control) yang merupakan salah satu alternatif
lembam dapat membunuh serangga karena sifatnya yang abrasif yang dapat merusak
struktur kulit (kutikula) serangga sehingga terjadi penguapan air dari tubuh serangga
dan akhirnya dehidrasi dan mati (Hidayat, 2006)
Kelebihan teknik ini adalah tidak memerlukan alat khusus, tidak beracun,
mudah dilakukan dan tidak mempengaruhi kualitas biji-bijian yang disimpan.
Kekurangannya adalah hanya dapat diaplikasikan pada jenis biji-bijian tertentu saja,
perlu waktu relatif lama, apabila komoditas akan dikonsumsi maka debu harus
dibersihkan dahulu, serta dapat menyebabkan abrasi pada alat (Hidayat, 2006). Tujuan
penelitian adalah untuk
Konsentrasi 1
Konsentrasi 2.5 % =
Maculatus. Hal ini terlihat dari rata-rata jumlah imago yaitu 18.5 ekor, sedangkan pada
stadium larva dan pupa tidak ditemukan. Pengaruh pemberian konsentrasi minyak
goreng pada kacang hijau terlihat sangat signifikan, dimana semakin tinggi konsentrasi
minyak maka semakin kecil rata-rata populasi hama C. maculatus yang ditemukan
Tabel 1. Pengaruh pemberian minyak goreng terhadap hama C. maculates
Minyak goreng (%)
0
0.1
0.25
0.5
larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa imago larva pupa Imago
1
0
6
109
5
0
19
0
0
18
0
0
20
2
193
0
20
0
0
20
0
0
20
0
0
20
3
0
0
115
0
0
43
0
0
20
0
0
16
4
55
26 158
0
0
27
0
0
21
0
0
20
5
0
0
145
0
0
21
0
0
17
0
0
16
6
0
0
109
0
0
20
0
0
23
0
0
16
7
50
22 140
0
0
30
0
5
18
0
0
20
8
0
0
122
0
0
24
0
0
20
0
0
20
Rata-rata 37.25 6.75 114.8 0.63 0 25.5 0 0.63 19.63 0
0 18.5
Unit
pengamatan
C. maculatus
senyawa-senyawa kimia yang bersifat toksik terhadap hama C. maculatus. Senyawasenyawa Trigliserida banyak terkandung dalam minyak goreng meracuni hama dalam
stadium larva dan imago dimana pada stadium ini hama aktif memakan kacang hijau
yang telah diberi minyak goreng. Minyak goreng bersifat melicinkan permukaaan biji
kacang hijau sehingga menyulitkan imago untuk meletakkan telur dipermukaan biji dan
mengakibatkan rendahnya populai dari hama tersebut. Serangga C. maculatus
menyukai permukaan biji-bijian yang halus untuk meletakkan telurnya. Kandungan
kimia yang terdapat pada minyak goreng memiliki daya toksisitas yang tinggi sehingga
imago tidak dapat bertahan hidup/siklus hidup lebih singkat dan menyebabkan
kematian imago sebelum sempat bertelur.
Kelemahan penggunaan minyak goreng diantaranya adalah minyak yang
digunakan dapat menimbulkan bau yang tidak enak (tengik) karena minyak
mengandung asam lemak yang jika dibiarkan terlalu lama pada udara kamar dapat
teroksidasi dan menimbulkan bau. Penggunaan minyak dilakukan untuk penyimpanan
yang tidak lama dan dengan konsentrasi serendah mungkin.
Dari Tabel 2. didapatkan bahwa penggunaan abu sekam pada konsentrasi 1%
lebih efektif dalam mengendalikan hama C. maculatus dibandingkan konsentrasi
tertingginya 2.5%, hal ini diduga adanya ketidak seragaman antara hama yang
digunakan baik umur, sex ratio (perbandingan jantan /betina) dan
adanya hidden
infestation (Infestasi tersembunyi) yang terbawa pada biji kacang hijau karena tidak
dilakukan pemberian insektisida diawal perlakuan.
Tabel 2. Pengaruh pemberian abu sekam terhadap hama C. maculates
Unit
pengamatan
0
0.5
1
2.5
larva pupa Imago larva pupa imago larva pupa Imago larva pupa Imago
1
0
0
88
0
0
128 0
0
74
0
0
187
2
141 0
20 215 0
20 180 0
20 165 0
20
3
0
0
297
0
0
235 0
0
93
0
0
70
4
42 30 112 32 18
94 17 12
82
20 17
58
5
0
0
106
0
0
92
0
0
62
0
0
138
6
0
0
164 145 87 161 0
0
23
25 5
85
7
30 21
98
35 10
90 16 14
70
15 10
70
8
0
0
68
0
0
98
0
0
28
0
0
126
Rata-rata 26.6 6.38 119 53.4 14.4 115 26.6 3.25 56.5 28.1 4 94.3
Pemakaian abu sekam sebagai salah satu perlakuan untuk pengendalian hama
C. maculatus seharusnya cukup efektif karena abu sekam mengandung silika yang
cukup tinggi 35 % yang dapat menyebabkan gesekan (abrasif) pada tubuh serangga
sehingga serangga terluka dan mengakibatkan dehidrasi yang akhirnya menyebabkan
kematian.
Nilai yang berfluktuasi pada pemakaian abu sekam menunjukan bahwa
konsentrasi yang digunakan kurang efektif dan ditambah oleh adanya faktor-faktor
ketidak seragaman pada serangga uji. Kemungkinan dengan konsentrasi yang lebih
tinggi didapatkan mortalitas yang tinggi pada populasi hama C. maculatus. Dari kedua
perlakuan pengendalian terhadap serangga hama C. maculatus pada komoditas kacang
hijau, penggunaan minyak goreng lebih efektif menghambat perkembangan populasi
hama dibandingkan dengan penggunaan abu sekam.
Kerusakan biji akibat serangan C. maculatus
Penilaian kerusakan selama penyimpanan 34 hari merupakan kerusakan yang
ditimbulkan dalam satu siklus hidup serangga. Perkembangan atau pertumbuhan
serangga diharapkan dapat berjalan secara optimal mengingat jumlah pakan tersedia
dengan cukup dan lingkungan berupa kelembaban dan temperatur sesuai dengan yang
diinginkan serangga.
Berdasarkan hasil pengamatan terlihat hama gudang C. malculatus memberikan
pengaruh kerusakan yang sangat nyata terhadap biji kacang hijau yang disimpan.
Kerusakan dapat terlihat dari jumlah biji yang telah berlubang sehingga kandungan gizi
dari kacang hijau berupa protein, karbohidrat, lemak dan vitamain telah berkurang
bahkan habis. C. maculatus merupakan hama primer dimana hama ini sangat
menyukai atau akan menyerang pada bahan pangan yang masih utuh (Harahap, I,
2006). Telur diletakan pada permukaan biji dan selanjutnya telur akan mengalami
perubahan menjadi larva, pupa dan imago. Stadium Larva merupakan stadium yang
akan merusak atau memakan endosperm dalam biji hingga secara visual biji akan
berlubang (Tauthong dan Wanleelag, 1978). Tingkat kerusakan bahan pangan yang
disimpan mempunyai korelasi positif terhadap populasi serangga yang dijumpai dalam
tempat penyimpanan. Semakin tinggi kerusakan bahan pangan maka semakin tinggi
pula jumlah serangga yang ditemukan (Purwanto et al, 1999).
Biji kacang hijau yang belum berlubang umumnya terdapat warna bintik-bintik
kuning yang merupakan telur dari C. malculatus. Secara organoleptik melalui visual
jelas biji tersebut tidak menarik untuk dikonsumsi. Setelah dilakukan pembelahan biji
yang telah diselimuti oleh telur umumnya ditemukan larva serangga. Telur yang baru
diletakan berwarna keputih-putihan (Kalshoven, 1981). Selanjutnya warna putih
berubah menjadi kekuning-kuningan dan ada bintik hitam di salah satu ujungnya. Titik
hitam tersebut akhirnya terlihat jelas merupakan kepala larva apabila telur hampir
menetas. Telur diletakan secara tunggal pada permukaan biji, berbentuk lonjong
dengan ukuran lebih kurang 0,57 mm. Stadium telur berkisar antara 4 6 hari pada
suhu 3O oC dan kelembaban (RH) 95 100 %. Dengan demikian jika biji kotiledon
atau endosperm telah mengalami kerusakan maka biji tersebut digunakan untuk benih
maka akan mengalami penurunan daya kecambah.
Berdasarkan aroma biji yang telah mengalami serangan serangga juga
ditemukannya bau yang tidak sedap atau khas yang merupakan hasil sekresi dari
serangga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerugian yang ditimbulkan
akibat serangan dalam bentuk fisik yaitu kehilangan atau penurunan bobot (berat).
Kerugian dari segi mutu, yaitu hancurnya bahan simpan, pencemaran bagian tubuh
serangga dan hasil ekskresi serangga. Dari segi kimia, kerugian yang timbul antara lain
adanya kandungan mikotoksin, penurunan kandungan gizi karena degradasi komponen
nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan vitamin.
Pengaruh perlakuan biji terhadap populasi C. maculatus
Pengendalian hama gudang terkait dengan penciptaan lingkungan yang tidak
diharapkan untuk pertumbuhan atau perkembangan serangga (Soekarto et al, 1996).
Beberapa perlakuan
diharapkan mampu merusak struktur morfologi yaitu kerusakan kulit atau bagian
permukaan dari serangga sehingga akan mengganggu proses metabolisme dan akan
mengalami kematian (Harahap, 2006). Namun demikian berdasarkan pengamatan
penambahan kosentrasi semakin tinggi (2,5%) ternyata populasi serangga justru
semakin tinggi (larva, pupa dan imago) dan kerusakan biji semakin parah. Tidak
efektifnya abu sekam dalam mengendalikan serangga diduga karena kandungan silika
dalam abu sekam tidak dapat melukai serangga tersebut. Hal tersebut dapat terjadi
karena rendahnya kualitas dan kuantitas silika dalam abu sekam. Namun demikian
dugaan tersebut dapat tidak tepat mengingat dalam percobaan ini tidak dilakukan
analisis kandungan silika abu sekam.
Silklus hidup Imago Callosobruchus spp. dari telur sampai imago melalui empat
tingkat perkembangan yaitu telur, larva, pupa dan imago. Telur yang baru diletakkan
berwarna keputih-putihan. Telur diletakkan secara tunggal pada permukaan biji,
berbentuk lonjong dengan ukuran kira-kira 0.57 mm. Stadium telur berkisar antara 4-6
hari pada suhu 30oC dan RH 95-100%. Banyaknya telur yang diletakkan berkisar
antara 9-63 butir. jumlah telur yang dapat diletakkan oleh seekor imago betina bisa
mencapai 150 butir. Telur yang hampir menetas, pada salah satu ujungnya akan
terlihat bintik coklat yang merupakan bakal kepala larva (Yotania, 1994). Jenis kelamin
Gambar 1. Proses peletakan telur, larva, pupa dan imago pada biji kacang
hijau
Larva yang baru keluar dari telur berwarna keputih-putihan dengan kepala
berwarna coklat. Larva ini langsung menggerek ke dalam kotiledon biji. Larva tetap
tinggal didalam biji sampai menjadi imago. Stadium larva berkisar antara 9 - 11 hari
pada suhu 30 oC dan RH 95 - 100%. Larva mengalami tiga kali ganti kulit sebelum
menjadi pupa. Callosobruchus terdiri dari empat instar larva.
Pertumbuhan larva yang sudah mencapai instar empat merupakan stadia yang
telah memakan sebagian isi biji dan larva berada dibawah kulit biji. Larva akhirnya
berpupa dibagian tersebut sampai menjadi imago. Stadium pupa berkisar antara 2 4
hari pada suhu 30 oC dan RH 95 - 100%. Pupa berwarna putih kekuningan. Bentuknya
menyerupai serangga dewasa, tetapi semua bagian tubuhnya belum dapat digerakkan.
Pupa bertipe eksarata (Yotania, 1994).
Penggunaan
minyak
goreng
mempunyai
kemampuan
lebih
efektif
pada
indiktaor tidak ditemukan stadium larva dan pupa serta ditemukan imago 18.5
ekor.
Saran
Penelitian ini belum mempertimbangkan kelayakan ekonomis karena dilakukan dalam
skala laboratorium. Agar teknologi ini memberikan manfaat pada pengguna maka
diperlukan penelitian lanjutan dengan memperhatikan skala skala ekonomis.
DAFTAR PUSTAKA
Dobie P, Haines CP, Hodges RJ, Prevet PF, Rees DP. 1991. Insect and Arachnids of
Tropical Stored Product, Their Biology and Identification (A. Training Manual)
United Kingdom, Natural Resources Institute.
Harahap I. S., 1993. Penuntun Praktikum Ilmu Hama Gudang (Kunci Identifikasi Hama
Gudang). Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Harahap I. S. 2005. Hama Primer dan Sekunder (Kuliah 2). Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Hidayat, P. 2006 Munuju Penghapusan Penggunaan Metil Bromida Di Pergudangan Di
Indonesia. Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crop in Indonesia. PA van der Laan, penerjemah.
Jakarta, Ichtiar Baru-van Hoeve. Terjemahan dari De Plagen van de
Cultuurgewassen in Indonesie.
Kim DH and Ahn YJ, 2001. Contact and Fumigant Activities of Foeniculum vulgareFruit
against Three Coleoptera Stored-Product Insect. Pest Manag. Sci 57:301-306.
Saputro B., 2005 Mortalitas dan Penghambatan Aktivitas Peneluran Callosobruchus
spp. (COLEOPTERA:BRUCHIDAE) Yang Diperlakukan Tepung Dan Minyak Enam
Spesies Tumbuhan.
10
Suprapto HS. Dan Sutarman T., 1982. Bertanam Kacang Hijau, Jakarta : Penebar
Swadaya.
Yotania K,. 1984 Beberapa Aspek Biologi Callosobruchus maculatus FABRICATUS
(Coleoptera: Bruchidae) Pada tiga Varietas Kedelai (skripsi), Bogor, Jurusan
HPT, Faperta, IPB.
11