Tanaman Nyamplung
Tanaman Nyamplung
Tanaman Nyamplung
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman, Badan Litbang Kehutanan Departemen
Kehutanan akan menyelenggarakan Seminar Nasional dengan tema "Nyamplung - Sumber Energi
Biofuel yang Potensial" pada hari Selasa tanggal 23 September 2008 di Ruang Rimbawan I, Gedung
Manggala Wanabakti, Jl. Gatot Soebroto, Jakarta. Seminar ini diselenggarakan dengan tujuan untuk
mensosialisasikan potensi nyamplung sebagai bahan energi biofuel, dan mendukung kebijakan
pemerintah dalam mengatasi krisis energi nasional.
Di samping itu juga dalam rangka membangun koordinasi dengan para pihak terkait yang meliputi
departemen, instansi pusat dan daerah, TNI AD, Perguruan Tinggi, Lembaga Litbang, BUMN, BUMS,
lembaga masyarakat, dan media massa dalam pendayagunaan nyamplung sebagai bahan energi
biofuel. Melalui seminar ini diharapkan dapat diperoleh masukan dari berbagai pihak untuk
pelaksanan program penelitian dan pengembangan nyamplung pada Badan Litbang Kehutanan.
Nyamplung (Calophyllum inophyllum L.) termasuk dalam marga Callophylum yang mempunyai
sebaran cukup luas di dunia yaitu Madagaskar, Afrika Timur, Asia Selatan dan Tenggara, Kepulauan
Pasifik, Hindia Barat, dan Amerika Selatan. Di Indonesia, nyamplung tersebar mulai dari Sumatera
Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah,
Sulawesi, Maluku, hingga Nusa Tenggara Timur dan Papua.
Sampai saat ini potensi alami nyamplung di Indonesia belum diketahui secara pasti, Hasil
penafsiran tutupan lahan dari Citra Satelit Landsat7 ETM+ tahun 2003 menunjukkan bahwa tegakan
alami nyamplung seluruh pantai di Indonesia mencapai luas total 480,000 ha, dan sebagian besar (?
60 %) berada dalam kawasan hutan. Kelebihan nyamplung sebagai bahan baku biofuel adalah
bijinya mempunyai rendemen yang tinggi, bisa mencapai 74%, dan dalam pemanfaatannya tidak
berkompetisi dengan kepentingan pangan.
Beberapa keunggulan nyamplung ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain,
antara lain adalah tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia;
regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan daya survival yang tinggi terhadap
lingkungan; tanaman relatif mudah budidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan
campuran (mixed-forest); cocok di daerah beriklim kering, permudaan alami banyak, dan berbuah
sepanjang tahun; hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan
bermacam produk yang memiliki nilai ekonomi; tegakan hutan Nyamplung berfungsi sebagai
pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman pertanian dan konservasi sempadan pantai; dan
pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu bakar;
produktivitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis lain (Jarak pagar 5 ton/ha; sawit 6 ton/ha;
nyamplung 20 ton/ha).
Beberapa keunggulan biodiesel yang dihasilkan dari nyamplung adalah rendemen minyak
nyamplung tergolong tinggi dibandingkan jenis tanaman lain (jarak pagar 40-60%, Sawit 46-54 %;
dan Nyamplung 40-73 %), sebagian parameter telah memenuhi standar kualitas biodiesel Indonesia,
minyak biji nyamplung memiliki daya bakar dua kali lebih lama dibandingkan minyak tanah.
Dalam test untuk mendidihkan air, minyak tanah yang dibutuhkan 0,9 ml, sedangkan minyak biji
nyamplung hanya 0,4 ml; mempunyai keunggulan kompetitif di masa depan antara lain biodiesel
nyamplung dapat digunakan sebagai pencampur solar dengan komposisi tertentu, bahkan dapat
digunakan 100 % apabila teknologi pengolahan tepat, kualitas emisi lebih baik dari solar, dapat
digunakan sebagai biokerosen pengganti minyak tanah.
Manfaat lain dari bagian tanaman nyamplung adalah kayunya yang termasuk kayu komersial, dapat
digunakan untuk bahan pembuatan perahu, balok, tiang, papan lantai dan papan pada bangunan
perumahan dan bahan kontruksi ringan; getahnya dapat disadap untuk mendapatkan minyak yang
diindikasikan berkhasiat untuk menekan pertumbuhan virus HIV. Daunnya mengandung senyawa
costatolide-A, saponin dan acid hidrocyanic yang berkhasiat sebagai obat oles untuk sakit encok,
bahan kosmetik untuk perawatan kulit, menyembuhkan luka seperti luka bakar dan luka potong.
Bunganya dapat digunakan sebagai campuran untuk mengharumkan minyak rambut. Bijinya setelah
diolah menjadi minyak bermanfaat untuk pelitur, minyak rambut dan minyak urut, berkhasiat juga
untuk obat urus-urus dan rematik.
Budidaya tanaman nyamplung tidak memerlukan investasi yang besar. Ketersediaan lahan yang
potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar di seluruh Indonesia. Bila seluruh
kebutuhan biodiesel disuplai dari nyamplung, akan dibutuhkan biodiesel sebanyak 720.000 kilo liter
atau setara dengan 5.1 juta ton biji nyamplung, dengan asumsi bahwa 2.5 kg biji nyamplung akan
menghasilkan 1 liter minyak nyamplung; dengan demikian akan diperlukan luasan panen tanaman
nyamplung minimal 254.000 hektar pada tahun 2025.
Dengan pola yang sama dengan kajian analisis ekonomi pada pembangunan Hutan Tanaman Rakyat
(HTR) yang menyebutkan bahwa dalam 1 ha diperlukan 1 orang tenaga kerja, pengusahaan
tanaman nyamplung seluas 254 ribu hektar akan dapat menyerap 254 ribu tenaga kerja. Dengan
berbagai potensi keunggulannya tanaman nyamplung merupakan tanaman yang memberikan
multifungsi dan manfaat kepada manusia dan lingkungan. Multifungsi dan manfaat itu meliputi
potensi nyamplung sebagai tanaman rehabilitasi hutan dan lahan, sebagai alternatif biofuel, serta
meningkatkan pemberdayaan masyarakat (comdev). ant/kp (22 September 2008)
MENGENAL TANAMAN NYAMPLUNG
Akhir–akhir ini tanaman nyamplung (calophyllum inophyllum) menjadi salah satu jenis bibit yang
diminati beberapa kalangan. Biji buah pohon nyamplung yang juga dikenal dengan bitangur selama
ini memang belum termanfaatkan. Biasanya yang dimanfaatkan adalah kayu dan getahnya.
Nyamplung termasuk dalam divisi Spermatophyla, Sub divisi Angiospermae Kelas Dicotyledonae,
Bangsa Guttiferales, Suku Guttiferare, marga Calophyllum. Di setiap daerah dikenal dengan
berbagai nama lokal seperti di Sumatra Eyobe (Enggano), Punaga (minangkabau) Penago
(Lampung), Nyampung (Melayu). Jawa: nyamplung (jawa tengah, sunda) Camplong (Madura, Bali),
Nusa Tenggara: camplong (timor), Sulawesi: Dingkalreng (sangir), Dongkalan (Mongondow), Dungala
(Gorontalo). Lilambe (Buol), Punaga (Bugis), Maluku: hatan (Ambon), Fitako (Ternate).
2. Ciri – ciri
Batang :Berkayu, bulat warna coklat
Daun :Tunggal,bersilang berhadapan, bulat memanjang atau bulat telur, ujung tumpul ,
pertulangan menyirip, panjang 10-21 cm, lebar 6-11 cm, tangkai 1,5-2,5 cm
Buah :Bulat seperti peluru, diameter 2,5-3,5 cm,warna hijau,kering menjadi coklat
Akar :Tungang
Tinggi Pohon : + 20 meter
Tempat Tumbuh :Tanah Berpasir atau pantai yang berudara panas
3. Keunggulannya
Keungulan nyamplung ditinjau dari prospek pengembangan dan pemanfaatan lain, antara lain
adalah :
- Tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia.
- Regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukan daya survival yang tinggi terhadap
lingkungan.
- Tanaman relatif mudah dibudidayakan baik tanaman sejenis (monoculture) atau hutan campuran
(mixed forest)
- Tegaknya hutan nyamplung berfungsi sebagai pemecah angin (wind breaker) untuk tanaman
pertanian dan konserfasi sempadan pantai.
- Pohon dapat sebagai penahan angin dan abrasi laut.
- Tidak berkompetisi dengan tanaman pangan.
- Pemanfaatan biofuel nyamplung dapat menekan laju penebangan pohon hutan sebagai kayu
bakar.
- Produktifitas biji lebih tinggi dibandingkan jenis lain (Jarak pagar 5 Ton?Ha; sawit 6 Ton/Ha;
nyamplung 20 Ton/Ha)
- Hampir seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam produk
yang memiliki nilai ekonomi, sehingga tanaman ini bisa menjadi potensi sebagai penyerapan tenaga
kerja dengan meningkatkan pemberdayaan masyarakat.
Budidaya tanaman Nyamplung (callophyllum inophylum) tidak memerlukan investasi yang besar.
Ketersediaan lahan yang potensial untuk pengembangan tanaman nyamplung juga tersebar
diseluruh Indonesia. Pengusahaan tanaman nyamplung akan dapat menyerap banyak tenaga kerja.
ai_Sumber_Energi_Biofuel
25 Mei 2009