Jurnal Biokimia Analisis Protein Tempe Biji Nangka

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

JURNAL BIOKIMIA I

ANALISIS PROTEIN TEMPE BIJI NANGKA (Artocarpus


heterophyllus) SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI TEMPE
KACANG KEDELAI

OLEH :

NIDA UL AZMI (A1C116009)

DOSEN PEMBIMBING:

DR. YUSNELTI, Msi.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS JAMBI

2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Buah nangka (Artocarpus heterophyllus), sudah tidak asing lagi dengan


kehidupan masyarakat Indonesia, karena buah ini adalah salah satu buah yang
mudah didapatkan dan dikembangbiakkan. Buah nangka memiliki kulit yang
dilindungi dengan duri. Setiap buah mengandung lebih dari 500 biji yang besar
yang dapat dimakan dan mengandung zat tepung, yang kadang-kadang disebut
juga breadnut (Kurniawan, 2006:51). Permasalahan yang sering timbul setelah
mengkonsumsi daging nangka adalah kita sering meningnggalkan sampah biji
nangka yang tentunya dapat mengganggu pandangan mata. Biji nangka belum
dimanfaatkan oleh masayarakat secara maksimal, padahal di dalam biji nangka
terkandung protein yang tinggi. Biji nangka dapat dimanfaatkan sebagai alternatif
makanan pengganti masayarakat.

Biji nangka lebih sering diolah oleh masyarakat dengan cara direbus dan
dijadikan makanan cemilan. Biji nangka terdapat kandungan gizi yang baik untuk
tubuh terutama kandungan proteinnya. Salah satu makanan tradisional Indonesia
yang mempunyai kadar gizi sangat baik adalah tempe. Hampir sebagian
masyarakat menjadikan tempe sebagai menu harian mereka. Tidak hanya
masyarakat kelas bawah, menengah ke atas pun juga mengonsumsinya. Bahan
dasar tempe (kedelai) bisa diolah menjadi bahan makanan lain, yaitu tauco, tahu,
kecap dan lain-lain (Astawan, 2009). Dilihat dari pemanfaatan bahan dasar tempe
yang bermacam-macam tesebut, petani Indonesia pun berusaha meningkatkan
produksi kedelai (Adisarwanto, 2010). Akan tetapi, produksi kedelai tiap tahun
tidak menentu, kadang meningkat dan menurun. Penurunan produksi kedelai
disebabkan penurunan areal tanam (Adisarwanto, 2010) dan produktivitas rendah
atau gagal panen akibat serangan virus CPMMV (Marwoto, 2011).

Belakangan ini pasokan kedelai yang ada tidak bisa memenuhi kebutuhan
bahan baku industri pengolahan tempe. Kondisi ini memaksa pemerintah untuk
mengimpor kedelai guna memenuhi kebutuhan tersebut. Akibatnya harga tempe
dipasaran menjadi mahal. Oleh sebab itu terjadi keterbatasan kedelai yang
menyebabkan harga kedelai naik. Untuk itu perlu dicari alternatif pengganti
kedelai. Biji nangka memiliki kadar gizi tertentu diantaranya protein, karbohidrat,
lemak, dan lain-lain yang kemungkinan besar dapat menggantikan kedelai
(Hayati, 2009). Oleh karena itu biji nangka ini bisa dimanfaatkan menjadi bahan
baku alternatif untuk pembuatan tempe.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana cara mengolah limbah biji nangka yang baik sebagai substitusi
dari kedelai dalam pembuatan tempe?
1.2.2 Berapa kadar protein pada tempe yang dihasilkan?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk mencari bahan yang dapat mengganti peran kedelai sebagai bahan
utama pembuatan tempe.
1.3.2 Untuk memanfaatkan bahan yang selama ini kurang dimanfaatkan oleh
kalangan masyarakat.
1.3.3 Untuk mengetahui bagaimana cara memanfaatkan limbah biji nangka yang
baik sebagai substitusi dari kedelai.
1.3.4 Untuk mengetahui berapa kadar protein pada tempe biji nangka yang
dihasilkan.

1.4 manfaat penulisan


1.4.1 Masyarakat dapat menggunakan biji nangka sebagai bahan pembuatan
tempe.
1.4.2 Masyarakat dapat mengetahui proses pembuatan tempe biji nangka.
1.4.3 Masyarakat dapat mengetahui kadar protein tempe biji nangka.
1.4.4 Mengurangi limbah biji nangka agar dapat lebih bermanfaat
menumbuhkan rasa kepedulian terhadap lingkungan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biji Nangka

Gambar 1. Biji Nangka (Anonim e, 2003)

Nangka diperbanyak dengan bijinya. Biji nangka merupakan bahan yang


sering terbuang setelah dikonsumsi walaupun ada sebagian kecil masyarakat yang
mengolahnya untuk dijadikan makanan misalnya diolah menjadi kolak. Biji
nangka berbentuk bulat sampai lonjong, berukuran kecil lebih kurang dari 3,5 cm
(3g-9g), berkeping dua dan rata-rata tiap buah nangka berisi biji yang beratnya
sepertiga dari berat buah, sisanya adalah kulit dan daging buah. Jumlah biji per
buah 150-350 biji dan panjang biji nangka sekitar 3,5 cm - 4,5 cm. Hingga saat ini
biji nangka masih merupakan bahan non-ekonomis dan sebagai limbah buangan
konsumen nangka. Biji nangka terdiri dari tiga lapis kulit, yakni kulit luar
berwarna kuning agak lunak, kulit liat berwarna putih dan kulit ari berwarna
cokelat yang membungkus daging buah (Rahmat Rukmaha, 1997: 19).

Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan salah satu jenis


tanaman buah tropis yang multifungsi dan dapat ditanam di daerah tropis dengan
ketinggian kurang dari 1.000 meter di atas permukaan laut yang berasal dari India
Selatan. Ciri-ciri buah nangka yang sudah matang yaitu memiliki duri yang besar
dan jarang, mempunyai aroma nangka yang khas walaupun dalam jarak yang agak
jauh, setelah dipetik daging buahnya berwarna kuning segar, tidak banyak
mengandung getah. Buah tersebut bisa dimakan langsung atau diolah menjadi
berbagai masakan (Widyastuti, 1993).

Potensi biji nangka (Arthocarphus heterophyllus) yang besar belum


dieksploitasi secara optimal. Rendahnya pemanfaatan biji nangka dalam
pengolahan pangan masih sebatas 10% disebabkan oleh kurangnya minat
masyarakat dalam pengolahan biji nangka. Biji nangka merupakan sumber
karbohidrat (36,7 g/100g), protein (4,2 g/100g), dan energi (165 kkal/100g),
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan yang potensial (Nuraini,
2011: 191).

2.2 Taksonomi dan Komposisi Biji Nangka (Artocarpus heterophyllus )

Kedudukan taksonomi tanaman nangka menurut Rukmana (1997), adalah


sebagai berikut :

Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Morales
Famili : Moraceae
Genus : Artocarpus
Spesies : Artocarpus heterophyllus

Tabel 1. Komposisi Gizi 100 Gram Biji Nangka dan Kacang Kedelai

Zat makanan Kacang Kedelai Biji Nangka


Karbohidrat 30,1 g 36,7 g
Protein 30,2 g 4,2 g
Lemak 15,6 g 0,1 g
Air 20,0 g 75,7 g
Kalsium 0,196 g 0,033 g
Fosfor 0,506 g 0,200 g
Besi 0,0069 g 0,001 g
Vitamin A 0,095 g 0g
Vitamin B1 0,00093 g 0,0002 g
Vitamin C 0g 0,010 g
Sumber: Direktorat Gizi RI (dalam Hayati 2009:20).

Berdasarkan Tabel 1 di atas, terlihat bahwa kadar potein biji nangka lebih
sedikit jika dibandingkan dengan kacang kedelai, sehingga perlu penelitian lebih
lanjut untuk meningkatkan kadar protein, salah satu usahanya adalah dengan
membuatnya menjadi tempe dengan bantuan ragi.

Biji nangka merupakan sumber karbohidrat (36,7 g/100 g), protein (4,2
g/100 g), dan energi (165 kkal/100 g), sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pangan yang potensial. Biji nangka juga merupakan sumber mineral yang baik.
Kandungan mineral per 100 gram biji nangka adalah fosfor (200 mg), kalsium
(33mg), dan besi (1,0 mg). Selain dapat dimakan dalam bentuk utuh, biji nangka
juga dapat diolah menjadi tepung. Selanjutnya dari tepungnya dapat dihasilkan
berbagai makanan olahan (Astawan, 2007).

2.3 Manfaat Biji Nangka

Menurut Ickerz (2013), biji nangka memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Membantu mengurangi rasa gelisah atau ketegangan


2. Berkhasiat menyembuhkan mual-mual atau sembelit
3. Dapat mengurangi ketidakstabilan sistem pencernaan
4. Sumber protein dan kaya akan gizi
5. Sumber yang kaya karbohidrat kompleks, serat makanan, vitamin seperti A, B
dan C, dan mineral seperti kalsium, seng, fosfor dan manfaat kesehatannya luas
dari anti kanker, anti hipertensi, antioksidan, anti penuaan, antiulkus.
6. Sebagai obat batuk dan tonik
7. Dapat diolah menjadi tepung yang digunakan sebagai bahan baku industri
makanan (bahan makan campuran).

2.4 Fermentasi
Fermentasi adalah bentuk pengawetan makanan secara modern. Umumnya
bahan makanan yang akan diawetkan akan mengalami proses pengubahan
karbohidrat menjadi alkohol. Proses tersebut dipengaruhi oleh enzim yang dibuat
oleh sel-sel ragi. Umumnya bahan makanan yang diawetkan ditaburi dengan ragi,
kemudian disimpan dalam keadaan lembab tanpa sinar matahari. Beberapa contoh
proses fermentasi sering digunakan dalam pembuatan tempe, tape, tahu, kecap,
tauco, dan lain-lain (Laning, 2007:10-11).

Fermentasi khususnya dalam pembuatan tempe melibatkan enzim dan


organisme jamur yaitu Rhizopus Sp.(Sumastri, 2001). Rhizopus Sp. adalah sejenis
jamur multiseluler yang termasuk dalam divisi Zygmycota. Yang berperan dalam
pembuatan tempe (Syamsuri, 2005). Rhizopus Sp. dalam peranan
memfermentasikan tempe dibantu oleh enzim amilotik, lipolitik, proteolitik yang
akan bekerja menguraikan molekul-molekul. Penguraian ini menghasilkan air
yang menghasilkan miselium-miselium (Campbell, 1999). Bioteknologi
khususnya fermemntasi (produksi tempe) merupakan salah satu bentuk peran
biotek khususnya dibidang pertanian, terutama pemanfaatan organ tumbuhan
(balam) menjadi bentuk produk yang bisa dikonsumsi dan dimanfaatkan untuk
alternatif sumber pangan.

2.5 Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi dan salah satu makanan khas
penduduk Indonesia. Di Indonesia, pembuatan tempe sudah menjadi
industrirakyat. Tempe mengandung berbagai nutrisi yang diperlukan oleh tubuh
seperti protein, lemak, karbohidrat, dan mineral. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna,diserap dan
dimanfaatkan tubuh. Hal ini dikarenakan kapang yang tumbuh pada kedelai
menghidrolisis senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana yang
mudah dicerna oleh manusia. Pada umumnya bahan baku pembuatan tempe
adalah kedelai (Kasmidjo, 1990).

Tempe memiliki manfaat baik dari segi nutrisi maupun manfaat kesehatan.
Sebagai sumber nutrisi, tempe berperan sebagai sumber protein dan mineral besi.
Sebagai obat dan penunjang kesehatan, tempe berperan sebagai anti diare
(misalnya dalam pembuatan super oralit dari 40-50 g tempe) dan anti bakteri.
Senyawa anti bakteri pada tempe dapat menghambat sembilan jenis bakteri gram
postitif dan satu jenis bakteri gram negatif, yaitu: Streptococcus lactis, S.
cremoris, Leuconostoc dextranicum, L. mesenteroides, Staphylococcus aureus,
Bacillus subtillis, Clostridium botulinum, C. sporogenes, C. butyricum, dan
Klebsiella pneumoniae (Syarief et al., 1999). Wang dan Hesseltine (1981)
menyatakan bahwa Rhizopus oligosporus bahkan dapat mencegah akumulasi
aflatoksin yang ada pada kedelai dengan melakukan hidrolisis.

Menurut Hayati (2009) pembuatan tempe biji nangka dilakukan dalam


sepuluh tahap diantaranya pencucian, penjemuran (pengeringan), perebusan,
engukusan, perendaman, pencucian kembali, pengupasan kulit, pemotongan,
peragian, pembungkusan dan pemeraman. Berdasarkan prariset, prosedur tersebut
membutuhkan waktu tujuh hari untuk menjadi tempe dan memerlukan waktu yang
lama untuk produksi tempe. Oleh karena itu pengolahannya perlu dimodifikasi
seperti pembuatan tempe kedelai yang dirancang dalam sembilan tahap tanpa
pengeringan, dan hanya membutuhkan waktu tiga hari untuk menjadi tempe.
Tempe biji nangka dengan prosedur pembuatan seperti tempe kedelai belum
pernah dianalisis nilai gizinya. Oleh karena itu dilakukan penelitian pembuatan
tempe biji nangka dengan menggunakan metode seperti pembuatan tempe kedelai
tanpa melakukan pengeringan (Hayati, 2009) dan menguji kadar gizi tempe biji
nangka dan kedelai.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Proses pembuatan tempe biji nangka

100 gram biji nangka

Dicuci dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran

Direbus selama 15 menit untuk menghilangkan


getahnya

Direndam selama 24 jam agar biji mengalami hidrasi


dan membiarkan terjadinya fermentasi asam laktat
secara alami agar diperoleh keasaman yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan jamur.

Dicuci lagi setelah 24 jam untuk menghilangkan bau


asam akibat perendaman.

Dikupas biji nangka hingga bersih

Dicuci dan dikukus selama 45 menit

Ditiriskan biji nangka setelah matang dan dibiarkan


dingin terlebih dahulu sebelum diberi ragi

Diberi ragi pada biji nangka yang telah dingin dengan


memvariasikan ragi (1 gram, 1,5 gram, 2 gram, 2,5
gram, dan 3 gram)

Dibungkus biji nangka yang telah diberi ragi dengan


daun pisang dan koran untuk difermentasikan dengan
waktu yang divariasikan (24 jam, 36 jam, 48 jam, 60
jam, dan 72 jam)

Digunakan suhu sesuai ruangan

Hasil
3.2 Analisis Kadar Protein Tempe Biji Nangka

A. Bahan (tempe biji nangka) yang telah dihaluskan kemudian ditimbang


sebanyak 0,5–1,0 gr dan dimasukkan kedalam labu Kjeldahl, ditambahkan 10
gr K2S atau Na2SO4 anhidrat, dan 10 – 15 ml H2SO4 pekat. Kalau distruksi
sukar perlu dilakukan penambahan 0,1 – 0,3 gr CuSO4 dan gojok.
B. Kemudian dilakukan distruksi diatas pemanas listrik dalam lemari asam.
Mula-mula dengan api kecil, setelah asap hilang api dibesarkan, pemanasan
diakhiri setelah cairan menjadi jernih sedikit kebiruan.
C. Dibuat perlakuan blanko, yaitu perlakuan diatas tanpa sampel.
D. Setelah dingin, ditambahkan 100 ml aquades kedalam labu kjeldhal, serta
larutan NaOH 45% sampai cairan basis. Dipasang labu Kjeldhal dengan
segera pada alat Distilasi.
E. Dipanaskan labu Kjeldhal sampai amonia menguap semua, lalu ditampung
pada distilat dalam erlenmeyer berisi 25 ml HCl 0,1 N yag sudah diberi
indikator fenolfptalein 1% beberapa tetes. Diakhiri distilasi setelah distilat
tertampung sebanyak 150 ml atau setelah distilat yang keluar tidak berbasis.
F. Jika kelebihan HCl 0,1N dalam distilat, dititrasi dengan larutan NaOH 0,1N
hingga warna merah muda, dicatat jumlah NaOH yangdigunakan.

% N = ml NaOH blanko − ml NaOH contoh ×N NaOH ×14,008

gr . sampel ×1000

% Protein = % N ×aktor konversi

Diadaptasi dari Kusnanto (2012:38)


BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Waktu Fermentasi

Pada pengaruh waktu fermentasi yang digunakan pada 100 gram biji
nangka dan berat ragi 1 gram dan waktu fermentasi yang divariasikan dari 24 jam
sampai 72 jam. Berdasarkan penelitian–penelitian data yang diperoleh adalah
sebagai berikut:

Tabel 2. Pengaruh Waktu Fermentasi terhadap Kadar Gizi Tempe Biji Nangka
(Biji Nangka 100 g dan Berat Ragi 1 g).
Waktu Fermentasi Kadar Protein
(jam) (%)
24 5,17
36 5,56
48 5,96
60 5,39
72 4,89

Dari Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar gizi tempe biji nangka dengan bahan
baku biji nangka 100 gram dan berat ragi 1 gram pada awalnya memiliki
kecenderungan semakin lama waktu fermentasi maka kadar protein yang
diperoleh semakin besar pula, namun setelah waktu fermentasi melewati 48 jam
maka kadar protein yang diperoleh semakin menurun. Pada variabel ini kadar
protein dan kadar serat tertinggi diperoleh pada waktu fermentasi 48 jam dengan
kadar protein sebesar 5,96%.

Hasil ini bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Widodo
(2012) ada perbedaan kandungan protein yang diperoleh, dimana kadar protein
yang diperolehnya sebesar 7,13% untuk waktu fermentasi 48 jam, namun ragi
yang digunakan sebesar 0,6%. Penelitian yang dilakukan oleh Hayati (2009)
dengan bahan baku biji nangka 100 gram dan berat ragi 1 gram diperoleh kadar
protein sebesar 6,85% untuk waktu fermentasi 48 jam. Penelitian yang dilakukan
oleh Yuliana dan Rindjani (2015) diperoleh kadar protein sebesar 3,44% untuk
waktu fermentasi 60 jam, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Ristia (2014)
dengan bahan baku biji nangka, kandungan protein yang diperoleh hanya sebesar
11,2 mg dalam 100 g tempe biji nangka.

4.2 Pengaruh Berat Ragi

Pada pengaruh berat ragi terhadap nilai gizi tempe biji nangka ini digunakan
biji nangka sebanyak 100 gram dan waktu fermentasi selama 48 jam dengan berat
ragi divariasi dari 1 gram sampai dengan 3 gram. Data yang diperoleh tersaji pada
Tabel 3 dan Gambar di bawah ini:

Tabel 3. Pengaruh Berat Ragi terhadap Kadar Gizi Tempe Biji Nangka(Biji
Nangka
Berat Ragi Kadar Protein
(gram) (%)
1 5,96
1,5 5,45
2 5,50
2,5 5,48
3 5,53

Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa kadar gizi tempe biji nangka
dengan bahan baku biji nangka 100 gram dan waktu fermentasi selama 48 jam
memiliki kecenderungan semakin banyak ragi yang digunakan maka semakin
menurun kadar protein yang diperoleh, kemudian cenderung konstan dengan
penambahan ragi. Sedangkan Pada variabel ini kadar protein tertinggi diperoleh
pada penggunaan ragi sebanyak 1 gram dalam 100 gram biji nangka, yakni kadar
proteinnya 5,96%.

Penelitian yang dilakukan oleh Widodo (2012) menunjukkan kandungan


protein tertinggi diperoleh pada penambahan ragi sebesar 0,6%, yakni diperoleh
kadar protein sebesar 7,13%. Sedang, penelitian yang dilakukan oleh Hayati
(2009) menunjukkan bahwa kandungan protein tertinggi diperoleh pada
penambahan ragi sebesar 1 gram dalam 100 gram biji nangka, yakni diperoleh
kadar protein sebesar 6,85%.

Namun berdasarkan penelitian yang dilakukan Harmoko (2016:37)


kandungan protein tempe biji nangka setelah diberikan perlakuan. Perlakuan
pertama 0,25 gram ragi/50 gram biji nangka menghasilkan potein dengan rata-rata
2,621% dan perlakuan kedua 0,5 gram ragi/50 gram biji nangka menghasilkan
protein dengan rata-rata 3,429%. Perlakuan ketiga 0,75 gram ragi/50 gram biji
nangka menghasilkan protein dengan rata-rata 4,152% dan perlakuan terakhir 1
gram ragi/50 gram biji nangka menghasilkan protein dengan rata-rata 5,627%.
Penambahan jumlah takaran ragi 1 gram/50 gram biji nangka menghasilkan
kandungan protein tertinggi yaitu dengan rata-rata 5,627%, sedangkan yang
terendah pada takaran 0,25 gram ragi/50 gram biji nangka yang menghasilkan
kandungan protein dengan rata-rata 2,621%.

Dwidjoseputro (2005:152) menyatakan bahwa: “Rhizopusoryzae, dapat


mengubah amilum menjadi dekstrosa, dapat memecah protein dan lemak yang ada
di dalam sel-sel kedelai dan kacang, dengan demikian tempe mudah dicerna oleh
tubuh”. Jamur Rhizopus oryzae yang terkandung dalam tempe biji nangka, pada
mulanya berasal dari ragi yang ditambahkan saat pembuatan tempe biji nangka
berlangsung. Spora jamur kemudian tumbuh dan berkembang pada bahan tempe,
yaitu biji nangka. Lambat laun spora akan tumbuh dan melakukan proses
fermentasi, mengubah biji nangka menjaditempe. Fermentasi ini akan merombak
protein menjadi asam amino yang mudah dicerna manusia, yang dibantu oleh
enzim proteolitik.
Gambar 2. Tempe Biji Nangka Waktu Fermentasi 36 jam

Gambar 3. Tempe Biji Nangka Waktu Fermentasi 48 jam

Gambar 4. Tempe Biji Nangka Waktu Fermentasi 60 jam


Gambar 5. Tempe Biji Nangka Waktu Fermentasi 72 jam

Berdasarkan Penelitian Sarwono (2010) yang menunjukkan bahwa kadar


protein (18,3 mg/100gr) dan lemak (4 mg/100gr) pada tempe kedelai lebih tinggi
dibanding kadar protein dan lemak pada tempe biji nangka (berturut-turut yaitu
6,85 mg/100gr dan 0,73 mg/100gr) (Hayati, 2009).
BAB V

KESIMPULAN

1. Kadar protein dalam biji nangka mengalami peningkatan setelah biji nagka
dibuat menjadi tempe, yakni dari 4,2% menjadi 5,96%.
2. Tempe biji nangka yang paling baik dan paling banyak disukai adalah tempe
biji nangka dengan berat ragi 1 gram dan waktu fermentasi 48 jam yang
mempunyai kandungan protein sebesar 5,96%.
3. Tempe kedelai lebih baik dibandingkan tempe biji nangka dalam segi
pemenuhan kebutuhan protein. Hal tersebut disebabkan protein dan lemak pada
biji kedelai lebih tinggi daripada protein dan lemak yang terkandung pada biji
nangka.
DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. (2010). Strategi peningkatan produksi kedelai sebagai upaya


untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri dan mengurangi impor. Jurnal
inovasi pertanian. Vol.3, No.4

Astawan, M . (2009). Sehat Dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta:


Penebar Swadaya.

Astawan, M. (2007). Nangka Sehatkan Mata, http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cy


bermed/detail.aspx?x=Nutrition&y =cybermed|0|0|6|414 (diakses 10
Nopember 2015 jam 16.00 WIB)

Champbell. Reece and Mitchell L. 1999. Biologi. Edisi kelima jilid 2. Jakarta :
penerbit Erlangga.

Dwidjoseputro. 2005. Dasar dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan

Harmoko,dkk. 2016. Pengaruh Pemberian Jumlah Takaran Ragi Terhadap


Kandungan Protein Yang Dihasilkan Pada Tempe Biji Nangka (Artocarpus
heterophyllus). Jurnal Pendidikan Biologi. Vol,7. No,1.

Hayati, Salma. 2009. PengaruhWaktuFermentasiTerhadap Kualitas Tempe Dari


Biji Nangka (Artocarpusheterophyllus) dan Penentuan Kadar ZatGizinya.
Skripsi tidak diterbitkan. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta


Pemanfaatannya. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM

Kurniawan, Iwan. 2006. Mengenal Buah-buahan. Bandung: Jembar.

Kusnanto, Febri. 2011. Pengaruh Lama Fermentasipada Tempe BijiKaret


(Haveabrasiliensis) Terhadap Kandungan Protein dan Uji Organoleptik
Sebagai Sumber Belajar Biologi SMA Kelas XII pada Materi Bioteknologi
Pangan. Skripsi tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Metro.
Marwoto, Inayati A., (2011). Kutu kebul, Hama kedelai yang pengendaliannya
kurang mendapat perhatian. Artikel Pertanian. Malang : Balai Penelitian
tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian.

Nuraini, N.D. 2011. Aneka Manfaat Kulit Buah dan Sayuran, Manfaat dan Cara
Pemakaian. Yogyakarta: CV Andi.

Rahmat Rukmaha.1997. dalam www.lib.unnes.ac.id diakses pada 5 mei 2016


pukul 10.30 WIB

Roman ickers. 2013. Kandungan dan manfaat dari biji nangka. http://jurnal-
id.blogspot.co.id/2013/02/Kandungan-dan-manfaat-dari-biji-beton.html.
Diakses pada, 30 september 2013

Syarief et al. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Surabaya

Widodo, W. (2012). Pemanfaatan Biji Nangka (Artocarpusheterophyllus) sebagai


Substrat Pembuatan Tempe Biji Nangka dengan Variasi Kadar Ragidan
Lama Fermentasi, Skripsi, Prodi Biologi, Fakultas sains dan
Teknologi.Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga

Widyastuti, Y.E. dan F.B. Paimin, 1993. Mengenal Buah Unggul Indonesia.
Jakarta: PT.Penebar Swadaya

Anda mungkin juga menyukai

pFad - Phonifier reborn

Pfad - The Proxy pFad of © 2024 Garber Painting. All rights reserved.

Note: This service is not intended for secure transactions such as banking, social media, email, or purchasing. Use at your own risk. We assume no liability whatsoever for broken pages.


Alternative Proxies:

Alternative Proxy

pFad Proxy

pFad v3 Proxy

pFad v4 Proxy