Faktor Faktor Perkebunan Teh
Faktor Faktor Perkebunan Teh
Faktor Faktor Perkebunan Teh
1.1. Latar Belakang Salah satu subsektor pertanian yang berpotensi untuk dijadikan andalan adalah subsektor perkebunan. Sebagai salah satu subsektor yang penting dalam sektor pertanian, subsektor perkebunan mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang dimana penyediaan lapangan pekerjaan merupakan masalah yang mendesak, subsektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup signifikan. Sampai dengan tahun 2003, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh subsektor perkebunan diperkirakan mencapai sekitar 17 juta jiwa. Subsektor perkebunan juga mempunyai kontribusi penting dalam hal penciptaan nilai tambah yang tercermin kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB perkebunan terus meningkat dari sekitar Rp 33,7 triliun pada tahun 2000 menjadi sekitar Rp 47,0 triliun pada tahun 2003, atau meningkat dengan laju sekitar 11,7 persen pertahun. Dengan peningkatan tersebut kontribusi PDB subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah sekitar 16 persen. Terhadap PDB secara nasional tanpa migas, kontribusi subsektor perkebunan adalah sebesar 2,9 persen atau sekitar 2,6 persen terhadap PDB total, dengan berdasarkan atas harga berlaku. Jika menggunakan PDB dengan harga konstan tahun 1993, pangsa subsektor perkebunan terhadap PDB sektor pertanian adalah 17,6 persen sedangkan terhadap PDB non migas dan PDB nasional masing-masing adalah 3,0 persen dan 2,8 persen(Badan Pusat Statistik, 2004). Dari beberapa komoditas perkebunan yang penting di Indonesia, teh adalah merupakan salah satunya. Teh sebagai salah satu komoditas yang bertahan hingga saat ini mampu memberikan kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia melalui devisa yang dihasilkan, selain untuk menjaga fungsi hidrolis dan pengembangan agroindustri. Perkebunan teh juga menjadi sektor usaha unggulan yang mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Pada tahun 1999, industri ini mampu menyerap 300.000 pekerja dan menghidupi sekitar 1,2 juta jiwa. Secara nasional industri teh menyumbang PDB sekitar Rp 1,2 triliun atau 0,3 % dari total PDB non migas dan menyumbang devisa bersih sekitar 110 juta dollar AS setiap tahunnya. ( ATI, 2000). Pangsa pasar teh Indonesia juga mengalami penurunan. Bahkan beberapa pasar utama yang dikuasai Indonesia telah diambil alih oleh negara produsen teh lainnya. Pasar-pasar yang kurang dapat dipertahankan Indonesia adalah Pakistan, Inggris, Belanda, Jerman, Irlandia, Rusia, Amerika serikat, Singapura, Malaysia, Siria, Taiwan, Mesir, Maroko, dan Australia. Dari data penguasaan pangsa pasar ekspor teh pada tahun 2001, Indonesia merupakan negara pengekspor teh terbesar pada urutan ketujuh di dunia setelah India (18,9 %), Cina (17,1%), Sri Lanka (15,2%), Kenya (7,9%), Inggris (7,9%), dan Uni Emirat Arab (4%). ). Dalam beberapa tahun berikutnya pangsa pasar ekspor teh Indonesia hanya menguasai 6,3 % (2003), 6,4 % (2004), 6,6 % (2005), 6,5 % (2006), yang menurun drastis jika dibandingkan dengan pangsa pasar yang dapat dicapai pada tahun 1993 sebesar 10,8 %.(Suprihatini Rohayati, Daya Saing Ekspor Teh Indonesia) Terpuruknya produksi teh Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor seperti kurang konsistennya mutu produk sehingga menyebabkan rendahnya harga teh Indonesia, penurunan luas areal, serta masih rendahnya tingkat konsumsi teh penduduk Indonesia. Faktor-faktor tersebut meyebabkan Indonesia kalah saing dengan dengan negara produsen teh lainnya. Kondisi seperti ini merupakan tantangan bagi produsen teh Indonesia untuk meningkatkan kualitas maupun kuantitas produknya agar mampu bersaing dengan industri teh global dunia.
Kemampuan untuk menciptakan produk dengan kualitas, kuantitas dan kontinuitas yang tepat sesuai dengan permintaan konsumen menjadi suatu keharusan dalam bisnis teh global. Dalam melakukan produksi, tentunya perusahaan dihadapkan dengan berbagai masalah produksi. Masalah utama yakni berkaitan dengan faktor-faktor produksinya. Dalam proses produksi yang bertujuan untuk menghasilkan output harus menggunakan dari berbagai faktor-faktor produksi seperti tenaga kerja, tanah, teknologi dan sebagainya. Namun pada dasarnya faktor produksi dapat dibagi ke dalam dua jenis yaitu: 1. Fixed Input yaitu faktor-faktor yang tidak dapat dirubah dengan segera untuk memenuhi faktor-faktor produksi yang diminta oleh pasar. Misalnya : tanah, gedung mesin dan sebagainya. 2. Variable Input yaitu faktor-faktor produksi yang dapat dirubah dengan segera sesuai dengan perubahn produksi yang diminta oleh pasar. Misalnya: bahan mentah, tenaga kerja, dan lain-lain. (Simbolon, 2007, hal 90) Dalam prakteknya, faktor-faktor produksi yang mempunyai peranan besar terhadap produksi teh adalah tenaga kerja, luas lahan dan penggunaan pupuk. Fakto rproduksi tenaga kerja memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaksana kegiatan produksi. Peranannya sangat ditentukan terutama oleh kualitas (mutu) disamping kuantitas (jumlah) yang tersedia. Semakin besar sebuah perusahaan, biasanya akan mempergunakan tenaga kerja dalam jumlah yang relatif banyak bila dibandingkan dengan perusahaan dengan skala kecil. Sementara untuk masalah lahan (tanah) terutama ditinjau dari sudut luas lahan dan tingkat kesuburannya. Namun yang paling utama dianalisa adalah mengenai luasnya yang sangat berpengaruh terhadap produksi yang akan dihasilkan. Semakin luas lahan yang dimiliki akan memberikan hasil yang semakin tinggi pula. Selanjutnya faktor produksi pupuk juga tidak kalah pentingnya dibanding kedua faktor produksi yang telah disebutkan terlebih dahulu. Pemupukan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan produksi, karena pupuk dianggap sebagai vitamin bagi tanah sehingga akan mempengaruhi hasil yang diperoleh. Penggunaan pupuk secara tepat dan teratur akan dapat mempertinggi hasil produksi baik secara kualitas maupun kuantitasnya.
mengalami suatu proses pengolahan akan menjadi hasil yang lebih baik dalam bentuk daun teh kering. Daun teh kering yang telah diolah merupakan proses produksi yang telah dapat dikonsumsi dan diperdagangkan. Proses produksi daun teh kering ini diharapakan dapat memberikan hasil seduhan teh yang memiliki aroma yang harum, rasanya enak dan warnanya menarik (Tim penulis Penebar Swadaya, 1993). Hasil produksi yang maksimal, dapat diperoleh dengan melakukan pemeliharaan dan perawatan tanaman yang baik. Pencapain hasil produksi tanaman teh yang maksimal yang pernah dicapai adalah 2800-3000 kg/ha daun teh kering. Di Indonesia produksi rata-rata teh yang diperoleh adalah sekitar 2300-2500 kg/ha daun teh kering (Setiawati dan Nasikun, 1991). 2.2. Landasan Teori Faktor-faktor produksi yang tersusun dalam suatu kombinasi disebut sebagai usahatani. Pemanfaatan faktor-faktor produksi seperti lahan, tenaga kerja, modal dan keahlian harus digunakan secara efesien dan semaksimal mungkin. Pemanfaatan faktor-faktor produksi ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan yang maksimal dari usaha taninya yang sangat menunjang bagi tingkat pendapatan petani itu sendiri. Ketersedian akan sarana, atau faktor produksi atau input dalam usaha tani belum menunjukkan produktivitas yang diperoleh petani itu tinggi. Dalam hal ini peranan petani dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi sangat berperan penting. Petani harus mampu memanfaatkan faktor produksi dan kesempatan yang ada seefisien mungkin (Mosher, 1987). Efisiensi merupakan suatu cara yang digunakan dalam proses produksi dengan menghasilkan output yang maksimal dengan menekan pengeluaran produksi serendah-rendahnya terutama bahan baku atau dapat menghasilkan output produksi yang maksimal dengan sumberdaya yang terbatas. Dalam kaitannya dengan konsep efisiensi ini, dikenal adanya konsep efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price efficiency atau allocative efficiency), dan efisiensi ekonomi (ecomomic efficiency) (Doll, 1984). Efisiensi teknik (technical efficiency) adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara produksi sebernarnya dengan produksi maksimum. Efisiensi harga (price efficiency or allovcative efficiency) adalah kemampuan untuk menggunakan input secara optimal dan proporsi pada tingkat harga input tertentu. Efisiensi ekonomi (economice efficiency) adalah besaran yang menunjukkan perbandingan antara keuntungan yang sebenarnya dengan keuntungan maksimum. Secara matematik, hubungan antara efisiensi teknik, efisiensi harga dengan efisiensi ekonomi adalah efisiensi ekonomi (EE) = efisiensi teknik (ET) x efisiensi harga (EH) (Soekartawi, 1994). Dalam pencapaian efesiensi teknis, harus dapat mengalokasiakan faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Bila petani atau perusahaan mendapatkan keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka hal ini dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga (price efficiency). Contohnya saja, hal ini dapat dilakukan dengan cara membeli faktor produksi dengan harga yang murah lalu menjual hasil produksi pada saat harga reltif tinggi. efisiensi teknik dan efisiensi harga dapat dilakukan secara bersamaan dengan cara jika perusahaan atau petani mampu meningkatkan produksinya dengan tinggi dengan harga faktor produksi yang dapat ditekan tapi mampu menjual hasil produksinya dengan harga tinggi. Situasi demikian sering disebut dengan efisiensi ekonomi. Dengan kata lain, petani atau perusahaan mampu menjalankan efisiensi teknik, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi secara bersamaan (Soekartawi, 1994). Dalam menganalisa efisiensi, maka variable baru yang harus dipertimbangkan dalam model analisanya adalah variable harga. Oleh karena itu ada dua hal yang harus diperhatikan sebelum analisa efesiensi ini dilakukan, yaitu:
a. Tingkat transformasi antara input dan output dalam fungsi produksi; dan b. Perbandingan (nisbah) antara harga input dengan harga output sebagai upaya untuk mencapai indicator efisiensi Dengan pengertian yang seperti ini, maka produktivitas usaha pertanian semakin tinggi bila produsen mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi teknis dan efisiensi harga yang efisien (Soekartawi, 1994). Dalam usahatani, petani atau perusahaan akan mengeluarkan biaya produksi yang besarnya, biaya produksi tersebut tergantung kepada komponen biaya yang dikeluarkan petani atau perusahaan seperti harga input produksi, upah tenaga kerja dan besarnya produksi usahatani. Oleh karenanya, dalam menghitung tingkat efisiensi suatu usaha sangat diperlukan data mengenai biaya-biaya produksi suatu usaha dan tingkat produktivitas usahanya. (Soekartawi, 1995). Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang perkaitan diantara tingkat produksi sesuatu barang dengan jumlah input produksi yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan bahwa 1 input produksi seperti tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya sedangkan faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah dan teknologi dianggap tidak mengalami perubahan (Sukirno, 2000). Hasil lebih yang semakin berkurang (law of diminishing return) merupakan sesuatu hal yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari teori produksi. Hukum tersebut menjelaskan sifat pokok dari perkaitan diantra tingkat produksi dan input produksi yang digunakan untuk mewujudkan produksi tersebut. Law of diminishing return menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya terus menerus ditambah sebanyak 1 unit, pada mulanya produksi total akan semkin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai nilai negative dan ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum kemudian menurun (Sukirno, 2000). Dengan demikian pada hakekatnya law of diminishing return menyatakan bahwa perkaitan diantara tingkat produksi dan jumlah satu input produksi yang digunakan dapat dibedakan dalam tiga tahap yaitu: a. Tahap pertama : produksi total mengalami pertambahan yang semakin cepat, b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lama semakin kecil, dan c. Tahap ketiga : produksi total semakin lama semakin berkurang 2.3. Kerangka Pemikiran Usahatani dilakukan secara efektif dan efesien yang bertujuan untuk memperoleh hasil yang maksimum pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat memanfaatkan sumber daya yang mereka miliki menghasilkan keluaran yang melebihi masukan sehingga dapat dikatakan efisien. Pekebunan teh diartikan sebagai suatu usahatani yang dapat memberikan keuntungan dimasa yang akan datang. Dari segi pengelola, pengelolaan usahatani teh pada dasarnya terdiri dari penggunaan sumber daya dan faktor-faktor produksi yang terdiri dari modal, tenaga kerja, bahan
baku dan teknologi. Faktor-faktor produksi pada pengelolaan tanaman teh terdiri dari tenaga kerja, pupuk, obat-obatan, bahan bakar dan pelumas serta listrik dan air. Input produksi akan berpengaruh pada proses produksi dan juga dapat mempengaruhi tingkat biaya produksi dan mempengaruhi keberhasilan usaha tani. Efisiensi teknik harus diterapakan sebaik mungkin agar biaya faktor-faktor produksi dalam proses produksinya dapat ditekan seminimal mungkin. Sehingga output yang dihasilkan tidak memerlukan biaya yang tinggi. Adanya analisis efisiensi teknik, memberikan solusi yang tepat dalam pemanfaatan faktor-faktor produksi yang lebih berguna. Perkebunan memperoleh penerimaan usahatani dari hasil penjualan output tanaman teh. Penerimaan usahatani diperoleh dari hasil perkalian antara produksi usahtani dan harga jual pada saat itu yang dinilai dengan rupiah. Untuk mengetahui pendapatan bersih maka perlu diketahui biaya produksi. Pendapatan produksi didapat setelah mengurangkan dengan biaya produksi. Hal ini merupakan penerapan efisiensi harga. Dari perbandingan antara penerimaan dan biaya produksi, dapat dilihat apakah efisiensi harga dalam usahatani teh tersebut sudah baik atau tidak. Dalam kondisi ini, maka efisiensi ekonomi dapat kita hitung dengan mengalikan efisiensi teknik dan efisiensi harga agar mengetahui perbandingan antara keuntungan sebernarnya dengan keuntungan maksimum dari pengelolaan usahatani teh. Dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilya untuk medapatkan keuntungan sebesar-besarnya, maka perkebunan telah melakukan perinsip efisiensi. Melalui uji efesiensi ekonomis maka dapat dianalisa besaran tingkat efisiensi biaya produksi pada produksi usahatani tanaman teh. Hipotesis Penelitian Tenaga kerja tanaman, tenaga kerja pabrik, pupuk Urea, Pupuk NPK Mutiar 25-7-7, obat Repcord, Obat Kleenup, cangkang dan listrik berpengaruh terhadap tingkat hasil produksi daun teh kering di PT Perkebunan Nusantara IV Sidamanik.